Penutup Proseeding seminar perdesaan

Prosiding Seminar Nasional Peran Geograf dalam Pengembangan Wilayah Perdesaan di Indonesia sebagai Implementasi UU No. 23 Tahun 2014, Malang, 9 Mei 2015 26 | I Putu Sriartha Lorenzen, S. 2008. Seeing Like a Farmer, Principle and Practices in the Balinese Subak. A Thesis Submittedfor Degree of Doctor of Filosifi of The Australian National University unpublished. MacRae, Graeme S. and I.W.A. Arthawiguna. 2011. Sustainable Agricultural Development in Bali : Is the Subak an Obstacle, an Agent or Subject?. Hum Ecol 2011 39: 11-20, DOI 10.1007s10745-011-9386-y. Published online: 1March 2011, © Springer Science+Business Media, LLC 2011 . Diakses tanggal 16 Oktober 2013. Soemarwoto, Otto. 1990. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung : Penerbit Djambatan. Susanto, Sahid. 2008. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan sawah Beririgasi : Studi Kasus Kabupaten Banyumas. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008, 18 November 2008. UGM, Yogyakarta. Sriartha, I Putu. 2014. Kajian Spasial Keberlanjutan Sistem Subak Yang Berlandaskan Tri Hita Karana Di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Disertasi tidak diterbitkan. Program Pasca Sarjana fakultas geografi UGM Yogyakarta. Sutawan, Nyoman. 2005. Subak Menghadapi Tantangan Globalisasi, Perlu Upaya Pelestarian dan Pemberdayaan Secara Lebih Serius. Dalam I Gede Pitana dan I Gede Setiawan AP., Ed : Revitalisasi Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi . Yogyakarta : ANDI OFFSET. Wiguna, I.W. A.A. Transformasi Inovasi Teknologi Pertanian dengan Pendekatan Ecofarming Pada Ekosistem Subak Di Bali. Laporan Akhir Pengkajian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar. Windia, Wayan dan Wayan Alit Artha Wiguna. 2013. Subak Warisan Budaya Dunia. Denpasar : Udayana University Press. Windia, Wayan. 2002. Transformasi Sistem Irigasi Subak Yang Berlandaskan Konsep Tri Hita Karana . Disertasi tidak dipublikasikan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Prosiding Seminar Nasional Peran Geograf dalam Pengembangan Wilayah Perdesaan di Indonesia sebagai Implementasi UU No. 23 Tahun 2014, Malang, 9 Mei 2015 27 | Supriyanto Secara geografis wilayah Pesisir Utara Jawa Timur adalah daerah pertanian, perikanan dan industry yang potensial secara ekonomi. Namun demikian, wilayah ini menjadi salah satu pusat kemiskinan di wilayah Utara Jawa Timur, karena itu menarik untuk dikaji secara seksama untuk dikembangkan potensinya. Atas dasar pemikiran itu maka maka artikel ini bertujuan menyajikan gagasan pemberdayaan ekonomi pesisir dari sudut pandang sosiogeografis. Gagasan ini akan menyajikan konsep model pemberdayaan ekonomi pedesaan yang dikembangkan oleh beberapa ahli terutama Shafer dan Suryono. Model Shafer ini menempatkan space atau wilayah keruangan menjadi faktor paling penting dalam pemberdayaan ekonomi di wilayah pedesaan sesuai dengan isu sentral seminar ini. Wilayah keruangan menjadi akan menjadi potensi pemberdayaan apabila didukung oleh beberapa factor, diantaranya factor decesion making, resources, rulesinstitutions, societyculture, dan markets. Sedangkan Suryono menyajikan paradigma baru konsep pemberdayaan masyarakat miskin di pedesaan Indonesia. Model pemberdayaan ini diharapkan akan menjadi salah satu alternative konsep model dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir berbasis keruangan. Artikel ini akan disajikan dalam bentuk konsep dasar, teori, desain dan saran implementasi yang akan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengkaji dan merencanakan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dari sudut pandang kewilayahan. Pengetahuan dan wawasan yang diharapkan muncul setelah membaca artikel ini adalah terjadinya pengayaan konsep, bertambahnya pengetahuan teoritis, dan ditemukanya desain pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir berbasis kewilayahan yang akan membantu para peneliti, aktivis pengembang masyarakat dan pemerintah dalam memberdayakan ekonomi masyarakat pesisir di Wilayah Utara Propinsi Jawa Timur. Kata Kunci: geografi sosial, pemberdayaan ekonomi, masyarakat pesisir Prosiding Seminar Nasional Peran Geograf dalam Pengembangan Wilayah Perdesaan di Indonesia sebagai Implementasi UU No. 23 Tahun 2014, Malang, 9 Mei 2015 28 | Supriyanto

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Secara geografis wilayah Jawa Timur terbagi atas tiga daerah utama, yakni wilayah pesisir Utara dan Kepulauan Madura, wilayah tengah yang tidak berpantai dan wilayah pantai Selatan. Wilayah pesisir Utara meliputi Kabupaten Tuban membentang ke Timur hingga kabupaten Banyuwangi meliputi 14 kabupaten kota termasuk Pulau Madura. Wilayah tengah meliputi Kabupaten Ngawi, Magetan, Bojonegoro, Madiun, Ponorogo, Nganjuk Jombang, Mojokerto dan Kediri. Pesisir Selatan membentang dari Barat di Kabupaten Pacitan hingga ke Timur sampai juga di Kabupaten Banyuwangi. Gambar 1. Peta Propinsi Jawa Timur. Sumber: Loekito 2008 Wilayah Pesisir Utara adalah daerah pertanian, perikanan dan industri. Secara etnososiologis wilayah ini didominasi Suku Madura dan Campuran keturunan Jawa Madura dengan dinamika social yang sangat tinggi dalam berbagai bidang kehidupan. Namun demikian, wilayah ini menjadi salah satu pusat kemiskinan di wilayah Utara Jawa Timur, karena itu menarik untuk dikaji secara seksama untuk dikembangkan potensinya. Propinsi Jawa Timur mempunyai luas perairan 208.138 Km2 meliputi Selat Madura, Laut Jawa, Selat Bali dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai sepanjang 1.900 km. Pantai pantai di Jawa Timur menjadi salah satu sentra kegiatan ekonomi yang menghubungkan Kawasan Barat Prosiding Seminar Nasional Peran Geograf dalam Pengembangan Wilayah Perdesaan di Indonesia sebagai Implementasi UU No. 23 Tahun 2014, Malang, 9 Mei 2015 29 | Supriyanto Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Pantai kawasan ini banyak dijumpai beragam sumberdaya alam mulai dari hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, hutan, migas, sumberdaya mineral. Gelombang besar dan ombaknya terutama di pesisir Selatan dapat dimanfaatkan sebagai sumber enerji alternatip. Demikian pula pantainya yang berpasir putih layak untuk dikembangkan menjadi obyek wisata bahari. Hal ini ditunjang dengan keberadaan 443 pulau. Sedang tiga pulau lagi terletak di pesisir Selatan dan termasuk pulau terdepan. Pesisir Utara Jawa Timur umumnya berpantai landai dan berhadapan langsung dengan Laut Jawa san selat Madura yang terkenal tenang. Dengan luas laut 142.560 kilometer persegi termasuk ZEEI, memiliki panjang garis pantai lebih kurang 800 km, menyimpan sumber daya alam laut yang melimpah. Sayangnya potensi laut Jawa dalam bidang perikanan sudah mulai menurun. Diantara sejumlah sentra perikanan laut justru ada di pantai Selatan. Hal ini tentu ada kaitan antara potensi pencemaran laut Jawa yang terus meningkat dan menurunkan produksi perikanan laut. Selain perikanan tangkap, pesisir Utara Jawa Timur mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan budidaya laut dan payau. Kualitas airnya masih relatip baik karena jauh dari pencemaran limbah industry maupun domestik. Hal ini sangat memungkinkan dan subur untuk dijadikan sentra budidaya udang, rumput laut, kerapu, kakap dan kekerangan maupun kepiting bakau. Pesisir Utara yang meliputi empat belas kabupaten ini juga mempunyai pesona alam yang indah dan layak dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Jatim merupakan salah satu pusat pergerakan ekonomi Indonesia. Propinsi ini merupakan basis industri dan agrobisnis, sehingga pengembangan kawasan menjadi penting bagi perekonomian nasional. Dengan kondisi ekonomi nasional yang sedang mengalami penurunan, maka kawasan Jatim bagian Utara cukup prospekstif untuk dikembangkan sebagai motor penggerak perekonomian. Sayangnya pertumbuhan kawasan pesisir Utara hingga kini masih belum optimal dibandingkan dengan kawasan lainya. Padahal kawasan Utara menyimpan potensi sumber daya alam dan sumberdaya kelautan yang relatif besar. Potensi ini tersebar di sepanjang pesisir Utara. Menurut BPS Jawa Timur4, sektor perikanan tangkapan, Jawa Timur memiliki potensi sebesar 1,7 juta ton per tahun. Potensi lestari 804.612,8 ton per tahun, tapi baru dimanfaatkan 453.034,05 ton per tahun atau 56,30 saja dari potensi yang ada. Total tangkapan itu sebagian besar sekitar 87,98 diperoleh dari usaha penangkapan di kawasan pantai Utara, sisanya 12,12 didapat dari penangkapan di pantai Selatan