BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: -
Ozone generator AOSN
- Kromatografi Gas Cair KGC
Aglient 7890 A -
Gelas Erlenmeyer 1000 mL Pyrex
- Labu leher tiga 1000 mL
Pyrex -
Labu leher tiga 500 mL Pyrex
- Gelas ukur 250 mL
Pyrex -
Gelas ukur 10 mL Pyrex
- Labu takar1000 mL
Pyrex -
Labu takar 100 mL Pyrex
- Labu takar 50 mL
Pyrex -
Kondensor bola Pyrex
- Alat vakum
Fison -
Botol Akuades -
Statif dan klem -
Neraca analitis Shimadzu
- Neraca kaki tiga
O’Hauss -
Hotplate stirrer Fisons
- Pengaduk magnetik
- Spektrofotometer FT-IR
Shimadzu -
Rotarievaporator Heidolph
- Tabung reaksi
Pyrex -
Termometer 210
o
C Fisons
- Corong kaca
Pyrex -
Corong Penetes Pyrex
- Corong pisah 500 mL
Pyrex
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
- Stopper
Pyrex -
Tabung CaCl
2
Pyrex -
Spatula -
Pipet tetes -
Desikator -
Kertas saring -
Teflon -
Jarum ose -
Autoklaf Yamato
- Inkubator
Fischer -
Oven Gallenkamp
- Pinset
- Rak tabung reaksi
- Aluminium voil
- Kuvet
- Botol vial
- Kapas
- Cawan petri
- Jangka sorong
- Batang pengaduk
- Wadah kaca
- Chamber
- Lampu UV 254356 nm
- Alat destilasi
3.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: -
Minyak kelapa sawit RBD Palm Olein -
N-heksana p.a E’merck
- Na
2
SO
4
anhidrous p.a E’merck
- Benzena
p.a E’merck -
Asam Sulfat p.a E’merck
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
- Kalium Iodida
p.a E’merck -
Metanol p.a E’merck
- Anilina
p.a E’merck -
Fenilhidrazin p.a E’merck
- Serbuk Zn
p.a E’merck -
Asam Asetat glacial p.a E’merck
- Asam Klorida
p.a E’merck -
CaCl
2
anhidrous p.aE’merck
- Na
2
SO
4
anhidrous p.a E’merck
- Akuades
- Es batu
- Pereaksi Fehling
- Pereaksi Tollens
- Plat seng
- Plat KLT Kieselgel 60 F
254
- Dimetilsulfoksida DMSO
p.aE’merck -
Media Nutrient Agar NA p.aE’merck
- Media Nutrient Broth NB
p.aE’merck -
Media Muller Hinton Agar MHA p.aE’merck
- Biakan Staphylococcus aureus
- Biakan Escherichia coli
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Reagen
3.3.1.1 Pembuatan KI 5
Ditimbang 5 g KI dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 mL sampai garis batas.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.3.1.2 Pembuatan K
2
Cr
2
O
7
0,1 N
Ditimbang 14,7 g kristal K
2
Cr
2
O
7
dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 500 mL sampai garis batas.
3.3.1.3 Pembuatan Na
2
S
2
O
3
0,1 N
Ditimbang 6,25 g Kristal Na
2
S
2
O
3
.5H
2
O dilarutkan dengan akuades dan diencerkan dalam labu takar 250 mL sampai garis tanda lalu distandarisasi dengan larutan
K
2
Cr
2
O
7
0,1 N menggunakan indikator amilum mengikuti titrasi iodometri.
3.3.1.4 Pembuatan CH
3
COOH 20
Sebanyak 20 mL CH
3
COOH glasial dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 mL sampai garis batas.
3.3.1.5 Pembuatan Indikator Amilum
Ditimbang 1 g serbuk amilum dan dilarutkan dengan 100 mL akuades dan dipanaskan sambil diaduk di atas pemanas hingga mendidih dan disaring dalam keadaan panas.
3.3.2 Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Sebanyak 100 mL minyak kelapa sawit RBD Palm Olein dimasukkan ke dalam labu leher dua 1000 mL, kemudian ditambahkan 120 mL metanol dan 120 mL benzena.
Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan magnetik bar, termometer dan perangkap air berupa tabung CaCl
2
pada ujung kondensor. Kemudian diteteskan 2 mL H
2
SO
4
p secara perlahan-lahan melalui corong penetes dalam keadaan dingin dan direfluks selama 5 jam sambil diaduk. Hasil reaksi kemudian diuapkan kelebihan
metanol dan pelarutnya dengan rotarievaporator. Residunya diekstraksi dengan 100 mL n-heksana, dicuci berturut-turut dengan 10 mL akuades. Lapisan n-heksana
dikeringkan dengan CaCl
2
anhidrous selama 1 jam kemudian disaring, filtratnya
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dikeringkan kembali dengan Na
2
SO
4
anhidrous kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh dirotarievaporasi hingga pelarutnya habis. Metil ester asam lemak kelapa
sawit yang diperoleh dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR dan ditentukan nilai bilangan iodinnya.
3.3.3 Ozonolisis Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Sebanyak 200 mL metil ester asam lemak minyak kelapa sawit dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer 1000 mL. Ditambahkan 200 mL n-heksana dan 100 mL KI 5
kemudian diaduk hingga merata. Dimasukkan selang alat ozonisator ke dalam gelas Erlenmeyer tersebut. Diozonolisis pada suhu
≤ 10
o
C selama 20 jam hingga diperoleh campuran. Direduksi campuran dengan 5 g serbuk Zn dalam 200 mL asam asetat
encer, kemudian diaduk selama ± 15 menit. Dipisahkan seng dan padatan yang terbentuk dengan cara menyaring dan asam asetat dicuci dengan akuades kemudian
diuapkan asam asetat dengan destilasi vakum sehingga diperoleh campuran aldehida dari metil ester asam lemak minyak kelapa sawit, kemudian diuji dengan pereaksi
Fehling, pereaksi Tollens, dianalisa dengan spektrofotometer FT-IR, ditentukan nilai bilangan iodinnya dan ditentukan efisiensi inhibitor korosinya.
3.3.4 Sintesis Basa Schiff dari Aldehida Turunan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit yang Diikuti Kondensasi dengan Anilina Basa
Schiff I
Basa Schiff dipersiapkan dengan kondensasi campuran aldehida dari metil ester asam lemak minyak kelapa sawit sebanyak 10 g 0,0838 mol yang dilarutkan dengan 20
mL toluena dan dimasukkan ke dalam labu leher dua. Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan magnetik bar, termometer dan perangkap air berupa tabung CaCl
2
pada ujung kondensor. Selanjutnya diteteskan anilina sebanyak 11 g 0,1182 mol melalui corong penetes secara perlahan-lahan ke dalam campuran tersebut. Kemudian
direfluks selama 4 jam sambil diaduk. Selanjutnya pelarut dan kelebihan anilina diuapkan dengan destilasi vakum. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap hasil yang
diperoleh melalui analisa KLT dengan menggunakan fasa diam Kieselgel 60 F
254
dan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
fasa gerak campuran pelarut etil asetat : n-heksana 6:4 vv untuk membuktikan bahwa anilina telah habis, dilakukan analisa dengan menggunakan spektrofotometer
FT-IR, ditentukan nilai bilangan iodinnya, diuji aktivitas antibakterinya dan ditentukan efisiensi inhibitor korosinya.
3.3.5 Sintesis Basa Schiff dari Aldehida Turunan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit yang Diikuti Kondensasi dengan Fenilhidrazin
Basa Schiff II
Basa Schiff dipersiapkan dengan kondensasi campuran aldehida dari metil ester asam lemak minyak kelapa sawit 10 g 0,0838 mol yang dilarutkan dengan 20 mL toluena
dan dimasukkan ke dalam labu leher dua. Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan magnetik bar, termometer dan perangkap air berupa tabung CaCl
2
pada ujung kondensor. Selanjutnya diteteskan fenilhidrazin sebanyak 11 g 0,1019 mol melalui
corong penetes secara perlahan-lahan ke dalam campuran tersebut. Kemudian direfluks selama 4 jam sambil diaduk. Selanjutnya pelarut dan kelebihan fenilhidrazin
diuapkan dengan destilasi vakum. Residu hasil penguapan dilarutkan dalam 10 ml metanol kemudian didinginkan dan disaring residu yang diperoleh. Setelah dilakukan
pemeriksaan melalui analisa KLT dengan menggunakan fasa diam Kieselgel 60 F
254
dan fasa gerak campuran pelarut etil asetat : n-heksana 6:4 vv untuk membuktikan bahwa fenilhidrazin telah habis, residu yang diperoleh dikeringkan dalam desikator.
Selanjutnya hasil yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer FT- IR, ditentukan nilai bilangan iodinnya, diuji aktivitas antibakterinya dan ditentukan
efisiensi inhibitor korosinya.
3.3.6 Analisa Bilangan Iodin
Analisa ini dilakukan terhadap metil ester asam lemak minyak kelapa sawit, aldehida turunan dari metil ester asam lemak minyak kelapa sawit, Basa Schiff hasil
kondensasi dengan anilina Basa Schiff I dan Basa Schiff hasil kondensasi dengan fenilhidrazin Basa Schiff II.
Dalam gelas Erlenmeyer bertutup ditimbang sampel sekitar 0,2 g lalu ditambahkan 20 mL sikloheksana kemudian dikocokdiguncang untuk memastikan sampel telah benar-
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
benar larut. Ditambahkan larutan Wijs ke dalam gelas Erlenmeyer sebanyak 25 mL kemudian ditutup dan dikocok hingga campuran benar-benar bercampur . Disimpan
bahan tersebut dalam ruang gelap selama ± 30 menit. Diambil bahan tersebut dari tempat penyimpanan lalu ditambahkan 25 mL larutan KI 10 dan 150 mL air suling.
Dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,1 N sampai warna kuning hampir hilang kuning pucat. Ditambahkan 1-2 mL indikator amilum ke dalamnya dan dititrasi kembali
sampai warna biru hilang.
Dilakukan hal yang sama terhadap larutan blanko dan dihitung dengan rumus:
Bilangan iodin =
B-S x N x 12,69 Massa sampel gram
Dimana: B= Volume titrasi blanko mL
S= Volume titrasi sampel mL N= Normalitas Na
2
S
2
O
3
3.3.7 Pengujian Sifat Antibakteri Basa Schiff
3.3.7.1 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar MHA
Dimasukkan 7,6 g media MHA ke dalam gelas Erlenmeyer, dilarutkan dengan 200 mL akuades yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu disterilkan di dalam
autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit.
3.3.7.2 Pembuatan Media Nutrien Agar NA Miring dan Stok Kultur Bakteri
Dimasukkan 7 g Media NA ke dalam gelas Erlenmeyer, dilarutkan dengan 250 mL akuades yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu disterilkan di dalam
autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Kemudian sebanyak 3 mL dituangkan ke
dalam dua tabung reaksi dibiarkan memadat pada posisi miring membentuk sudut 30- 45
. Diambil biakan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dari strain
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
utama dengan jarum ose lalu digoreskan pada media NA yang telah memadat. Diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35
C.
3.3.7.3 Pembuatan Media Nutrient Broth NB
Dimasukkan 6,5 g media NB ke dalam Erlenmeyer dilarutkan dengan 500 mL akuades yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu disterilkan di autoklaf
121 C selama 15 menit.
3.3.7.4 Pembuatan Inokulum Bakteri
Dimasukkan 5 mL media NB steril dalam tabung reaksi dan diinkubasikan selama 2-3 jam, kemudian ditambahkan Staphylococcus aureus yang sudah di subkultur ke dalam
media NB dengan menggunakan jarum ose yang sudah steril, diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25 .
Dilakukan dengan cara yang sama terhadap bakteri Escherichia coli.
3.3.7.5 Uji Sifat Antibakteri Basa Schiff
Dimasukkan 0,1 mL inokulum bakteri Staphylococcus aureus ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan 15 mL media MHA dengan suhu 45
-50 C dihomogenkan
sampai media dan bakteri tercampur rata dibiarkan sampai media memadat. Diletakkan kertas cakram yang telah direndam dengan Basa Schiff yang telah berisi
bakteri dan diinkubasi pada suhu 35 C selama 24 jam dalam inkubator . Setelah itu
diukur zona bening yang ada disekitar kertas cakram dengan menggunakan jangka sorong. Dilakukan perlakuan yang sama untuk inokulum dari bakteri Escherichia coli.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.3.8 Penentuan Efisiensi Inhibitor
3.3.8.1 Persiapan Spesimen
Spesimen atau sampel seng dibuat dengan panjang 5 cm dan lebar 1,5 cm dihaluskan permukaannya dengan menggunakan ampelas besi. Permukaaan yang telah halus ini
dicuci dengan akuades, dikeringkan kemudian ditimbang beratnya.
3.3.8.2 Pembuatan Larutan Induk Korosif
Larutan media korosi HCl 0,1 N dibuat dengan cara mengencerkan 8,3 mL HCl 37 dalam labu takar ukuran 1000 mL sampai tanda batas dengan akuades.
3.3.8.3 Pembuatan Larutan Induk Inhibitor
Larutan inhibitor korosi Basa Schiff 10000 ppm dengan pelarut larutan HCl 0,1 N. Larutan tersebut dibuat dengan melarutkan 1 g Basa Schiff dengan HCl 0,1 N dalam
labu takar 100 mL sampai garis batas. Larutan inhibitor yang diinginkan dibuat dengan cara mengencerkan larutan induk 10000 ppm menggunakan larutan HCl 0,1 N
dengan variasi larutan inhibitor 1000 ppm, 3000 ppm, 5000 ppm dan 7000 ppm.
3.3.8.4 Uji Efisiensi Inhibitor
Larutan perendaman lempeng seng diambil dari larutan inhibitor 1000 ppm sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam wadah kaca. Lempeng seng yang telah diamplas
direndam dalam larutan tersebut selama 24 jam. Lempeng seng diangkat dari media korosi, dicuci secara hati-hati dengan menggunakan sikat halus dan lembut, kemudian
dibiarkan kering selama 5 menit dan ditimbang berat akhirnya. Dan efisiensi inhibitor dihitung dengan persamaan:
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Dimana: EI = Efisiensi Inhibitor
W = kehilangan berat tanpa menggunakan inhibitor
W
1
= Kehilangan berat menggunakan inhibitor
Dengan prosedur yang sama seperti diatas dilakukan untuk variasi konsentrasi larutan 0 ppm, 3000 ppm, 5000 ppm dan 7000 ppm dengan waktu perendaman 48, 72,
96 dan 120 jam demikian juga uji effisiensi inhibitor untuk campuran aldehida, anilina, fenilhidrazin, Basa Schiff I dan Basa Schiff II.
3.3.9 Analisis dengan Spektroskopi FT- IR
Untuk masing-masing sampel yaitu metil ester asam lemak minyak kelapa sawit, campuran aldehida, anilina, fenilhidrazin, Basa Schiff I dan Basa Schiff II yang
berwujud cair dioleskan pada plat NaCl hingga terbentuk lapisan tipis yang kemudian diukur absorbansinya dengan alat spektrofotometer FT-IR.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
100 mL Minyak Kelapa Sawit RBD Palm Olein Dimasukkan kedalam labu leher dua 1000 mL
Ditambahkan 120 mL metanol Ditambahkan 120 mL benzena
Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan magnetik bar, termometer dan perangkap air berupa tabung CaCl
2
pada ujung kondensor Ditambahkan 2 mL H
2
SO
4p
secara perlahan-lahan melalui corong penetes
Direfluks selama 5 jam sambil diaduk Campuran
Diuapkan kelebihan metanol dan pelarut nya dengan rotarievavorator
Residu Diekstraksi dengan 100 mL n-heksana
Dicuci berturut-turut dengan 10 mL akuades Lapisan n-heksana
Dikeringkan dengan CaCl
2
anhidrous selama 1 jam Disaring
Lapisan n-heksana Dikeringkan dengan Na
2
SO
4
anhidrous selama 1 jam Disaring
Lapisan n-heksana Dirotarievavorasi hingga pelarutnya habis
Analisa FT-IR Residu
Residu Destilat
Residu
Metil ester asam lemak minyak kelapa sawit
Penentuan Nilai Bilangan Iodin
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Ozonolisis Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
200 mL Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer 1000 mL Ditambahkan 100 mL KI 5
Diaduk hingga merata Dimasukkan selang alat ozonisator ke dalam gelas
Erlenmeyer tersebut Ditutup sampai rapat
Diozonolisis pada suhu Campuran
Ditambahkan 5 g serbuk Zn Ditambahkan 200 mL asam asetat encer
Diaduk selama ± 15 menit
Disaring dengan corong vakum Filtrat
Residu
Diuapkan asam asetat dengan destilasi vakum Hasil
Uji Pereaksi Fehling
Uji Pereaksi Tollens
Analisa FT-IR
Dicuci dengan akuades Ditambahkan 200 mL n-heksana
Penentuan Nilai Bilangan Iodin
Penentuan Efisiensi Inhibitor Korosi
≤ 10 C selama 20 jam
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Sintesis Basa Schiff dari Aldehida Turunan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit yang Diikuti Kondensasi dengan Anilina Basa
Schiff I
10 g 0,0838 mol Campuran Aldehida
Dilarutkan dengan 20 mL toluena Dimasukkan kedalam labu leher dua
Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan magnetik bar, termometer dan perangkap air berupa tabung CaCl
2
pada ujung kondensor
Ditambahakan anilina sebanyak 11 g 0,1182 mol melalui corong penetes secara perlahan-lahan
Direfluks selama 4 jam sambil diaduk Campuran
Diuapkan pelarut dan kelebihan anilina dengan destilasi vakum
Residu Destilat
Analisa FT-IR Penentuan Nilai Bilangan Iodin
Penentuan Efisiensi Inhibitor Korosi
Uji Aktivitas Antibakteri
Diuji KLT dengan menggunakan fasa diam Kieselgel 60 F
254
dan fasa gerak campuran pelarut etil asetat : n-heksana 6:4 vv
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.4.4 Sintesis Basa Schiff dari Aldehida Turunan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit yang Diikuti Kondensasi dengan Fenilhidrazin
Basa Schiff II
10 g 0,0838 mol Campuran Aldehida
Dilarutkan dengan 20 mL toluena Dimasukkan ke dalam labu leher dua
Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan magnetik bar, termometer dan perangkap air berupa tabung CaCl
2
pada ujung kondensor
Ditambahkan fenilhidrazin sebanyak 11 g 0,1019 mol melalui corong penetes secara perlahan-lahan
Direfluks selama 4 jam sambil diaduk
Campuran Diuapkan pelarut dan kelebihan fenilhidrazin dengan destilasi vakum
Residu Destilat
Analisa FT-IR Penentuan Nilai Bilangan Iodin
Penentuan Efisiensi Inhibitor Korosi
Uji Aktivitas Antibakteri
Dilarutkan dalam 10 mL metanol Didinginkan dan disaring
Residu Destilat
Dikeringkan dalam desikator Diuji KLT dengan menggunakan fasa diam Kieselgel 60 F
254
dan fasa gerak campuran pelarut etil asetat : n-heksana 6:4 vv
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.4.5 Uji Sifat Antibakteri Basa Schiff
3.4.5.1 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar MHA
3.4.5.2 Pembuatan Media Nutrient Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri
7,6 g media MHA Mueller Hinton Agar Dilarutkan dengan 200 mL akuades dalam Erlenmeyer
Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121
C selama 15 menit
Media MHA Mueller Hinton Agar steril
7 g media NA Nutrient Agar Dilarutkan dengan 250 mL akuades ke dalam Erlenmeyer
Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121
C selama 15 menit Media NA Nutrient Agar steril
Dituangkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 3 mL Dibiarkan pada temperatur kamar sampai memadat
pada posisi miring membentuk sudut 30 -45
C Diambil biakan bakteri Staphylococcus aureus dari
strain utama dengan jarum ose lalu digoreskan pada media NA yang telah memadat
d
j l l di
k d
di NA Diinkubasi pada suhu 35
C selama 18-24 jam Stok kultur bakteri Staphylococcus aureus
Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Escherichia coli.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.4.5.3 Penyiapan Inokulum Bakteri
6,5 g media NB Nutrient Broth Dilarutkan dengan 500 mL akuades ke dalam Erlenmeyer
Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121
C selama 15 menit Media NB Nutrient Broth steril
Dituangkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL Diambil koloni bakteri Staphylococcus aureus
dari stok kultur bakteri dengan jarum ose Disuspensikan ke dalam Nutrient Broth NB
Diinkubasi pada suhu 35 C selama 2-3 jam
Diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580-600 nm sampai diperoleh transmitan 25
Inokulum bakteri Staphylococcus aureus
Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Escherichia coli.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.4.5.4 Uji Aktivitas Antibakteri Basa Schiff
3.4.6 Pembuatan Variasi Konsentrasi Larutan Induk Inhibitor dan Larutan Korosif Sebagai Media Perendaman
1 g Basa Schiff dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL
ditambahkan HCl 0,1 N sampai garis batas dihomogenkan
Basa Schiff 10000 ppm diencerkan kembali dengan HCl 0,1 N dalam labu takar
50 mL untuk membuat variasi konsentrasi
1000 ppm gelas I
3000 ppm gelas II
5000 ppm gelas III
7000 ppm gelas IV
0,1 mL Inokulum Bakteri Dimasukkan ke dalam cawan petri
Ditambahkan 15 mL MHA dengan suhu 45 -50
C Dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata
Dibiarkan sampai media memadat Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan Basa
Schiff ke dalam cawan petri yang telah berisi bakteri
Diinkubasi pada suhu 35 C selama 24 jam dalam inkubator
Diukur diameter zona bening disekitar cakram dengan jangka sorong
Hasil
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.4.7 Penentuan Effisiensi Inhibitor Korosi
Lempeng Seng ukuran 5 cm x 1,5 cm dihaluskan permukaannya dengan ampelas besi
dicuci dengan akuades dan dikeringkan pada suhu kamar ditimbang beratnya berat awal
dimasukkan ke dalam wadah yang berisi media perendaman Basa Schiff 1000 ppm
dibiarkan lempeng seng terendam selama 24 jam diangkat dan dicuci secara hati-hati dengan menggunakan sikat halus
dan lembut dikeringkan pada suhu kamar
ditimbang berat akhirnya dihitung efisiensi inhibitor korosinya
Hasil
Dengan prosedur yang sama seperti di atas dilakukan untuk variasi konsentrasi larutan 0 ppm tanpa inhibitor, 3000 ppm, 5000 ppm dan 7000 ppm dengan waktu
perendaman 48, 72, 96 dan 120 jam demikian juga uji effisiensi inhibitor untuk campuran aldehida, anilina, fenilhidrazin, Basa Schiff I dan Basa Schiff II.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Melalui Reaksi Esterifikasi
Metil ester asam lemak minyak kelapa sawit diperoleh dari hasil esterifikasi antara minyak kelapa sawit RBD Palm Olein dengan metanol absolut dalam pelarut
benzena menggunakan katalis asam sulfat pekat pada suhu 80-90
o
C. Volume rata-rata metil ester asam lemak yang diperoleh yaitu 95 mL. Spektrum FT-IR dari campuran
metil ester asam lemak minyak kelapa sawit memberikan puncak-puncak serapan kimia pada bilangan gelombang 3010 cm
-1
, 2924,09 cm
-1
, 2854,65 cm
-1
, 2681,91 cm
-1
, 2345,44 cm
-1
, 1743,65 cm
-1
, 1651,07 cm
-1
, 1442,75 cm
-1
, 1365,6 cm
-1
, 1242,16 cm
-1
, 1172,72 cm
-1
, 1018,41 cm
-1
, 848,68 cm
-1
, 725,23 cm
-1
dan 617,22 cm
-1
Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Minyak kelapa sawit yang digunakan adalah RBD Palm Olein dengan komposisi kemurnian berdasarkan hasil analisis kromatografi gas memberikan kromatogram
Lampiran 1 kandungan asam lemak seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit RBD Palm Olein
Asam lemak Rantai karbon
Kandungan Asam Lemak Jenuh
Asam laurat C
12:0
0,24 Asam miristat
C
14:0
1,06 Asam palmitat
C
16:0
37,22 Asam stearat
C
18:0
4,04
Asam Lemak Tak Jenuh
Asam oleat C
18:1
45,58 Asam linoleat
C
18:2
10,69 Asam linolenat
C
18:3
0,16
4.1.2 Ozonolisis Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Senyawa aldehida turunan metil ester asam lemak minyak kelapa sawit diperoleh dari hasil ozonolisis metil ester asam lemak minyak kelapa sawit dengan adanya ozon yang
bereaksi terhadap gugus alkena pada suhu ≤ 10
o
C kemudian dihidrolisis dengan menggunakan serbuk Zn dalam asam asetat. Dari 200 mL metil ester asam lemak
minyak kelapa sawit yang digunakan diperoleh aldehida turunan metil ester asam lemak minyak kelapa sawit sebanyak 110 mL. Hasil aldehida kemudian diuji dengan
pereaksi Fehling yang akan menghasilkan endapan berwarna merah bata Cu
2
O
s
. Uji lainnya terhadap senyawa aldehida yaitu uji dengan pereaksi Tollens yang akan
menghasilkan endapan berupa cermin perak Ag
s
. Spektrum FT-IR dari campuran aldehida turunan metil ester asam lemak minyak kelapa sawit memberikan puncak-
puncak serapan kimia pada bilangan gelombang 3471,87 cm
-1
, 2924,09 cm
-1
, 2854,65 cm
-1
, 2731,2 cm
-1
, 2684,91 cm
-1
, 2330,01 cm
-1
, 2160,27 cm
-1
, 2044,54 cm
-1
, 1743,65 cm
-1
, 1643,35 cm
-1
, 1458,18 cm
-1
, 1365,6 cm
-1
, 1242,16 cm
-1
, 1165 cm
-1
, 1118,71 cm
-
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
1
, 1018,41 cm
-1
, 879,54 cm
-1
, 725,23 cm
-1
, 586,36 cm
-1
, 540,07 cm
-1
dan 362,62 cm
-1
Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Campuran Aldehida Turunan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
4.1.3 Sintesis Basa Schiff dari Campuran Aldehida Turunan Metil Ester Minyak Kelapa Sawit dengan Anilina Basa Schiff I
Basa Schiff ini dihasilkan dari reaksi kondensasi antara campuran aldehida turunan metil ester asam lemak minyak kelapa sawit dengan dengan anilina sebagai sumber
amina primer dalam pelarut toluena yang direfluks selama 4 jam. Hasil dari reaksi ini kemudian dimurnikan dengan cara pemisahan kelebihan anilina dan pelarut melalui
destilasi vakum sehingga diperoleh Basa Schiff campuran. Dari hasil analisa Basa Schiff menggunakan Spektroskopi FT-IR diperoleh spektrum dengan puncak-puncak
daerah serapan pada bilangan gelombang 3379,29 cm
-1
, 2924,09 cm
-1
, 2854,65 cm
-1
, 2731,2 cm
-1
, 2677,2 cm
-1
, 2337,72 cm
-1
, 2175,7 cm
-1
, 2067,69 cm
-1
, 1944,25 cm
- 1
,1743,65 cm
-1
, 1651,07 cm
-1
, 1597,06 cm
-1
, 1442,75 cm
-1
, 1365,6 cm
-1
, 1242,16 cm
-1
,
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
1172,72 cm
-1
, 1018,41 cm
-1
, 848,68 cm
-1
, 725,23 cm
-1
, 601,79 cm
-1
dan 501,49 cm
-1
Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Spektrum FT-IR Basa Schiff I
4.1.4 Sintesis Basa Schiff dari Campuran Aldehida Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dengan Fenilhidrazin Basa Schiff II
Basa Schiff ini dihasilkan dari reaksi kondensasi antara campuran aldehida turunan metil ester asam lemak minyak kelapa sawit dengan fenilhidrazin sebagai sumber
amina primer dalam pelarut toluena yang direfluks selama 4 jam. Hasil dari reaksi ini kemudian dimurnikan dengan cara pemisahan kelebihan fenilhidrazin dan pelarut
melalui destilasi vakum sehingga diperoleh Basa Schiff campuran. Dari hasil analisa Basa Schiff menggunakan Spektroskopi FT-IR diperoleh spektrum dengan puncak-
puncak daerah serapan pada bilangan gelombang 3356,14 cm
-1
, 2924,09 cm
-1
, 2854,65 cm
-1
, 2368,59 cm
-1
, 2276 cm
-1
, 2191,13 cm
-1
, 1951,96 cm
-1
,1735,93 cm
-1
, 1604,77
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
cm
-1
, 1550,77 cm
-1
, 1442,75 cm
-1
, 1381,03 cm
-1
, 1249,87 cm
-1
, 1049,28 cm
-1
, 925,83 cm
-1
, 825,53 cm
-1
dan 370,33 cm
-1
Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Spektrum FT-IR Basa Schiff II
4.1.5 Penentuan Bilangan Iodin
Penentuan bilangan iodin dilakukan terhadap metil ester asam lemak minyak kelapa sawit, campuran aldehida metil ester asam lemak minyak kelapa sawit, Basa Schiff I
dan Basa Schiff II dengan masing-masing nilai bilangan iodin untuk senyawa ini ditunjukkan pada tabel 4.2.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Hasil Uji Bilangan Iodin pada Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit, Campuran Aldehida Turunan Metil Ester Asam Lemak Minyak
Kelapa Sawit, Basa Schiff I dan Basa Schiff II
Sampel Bilangan Iodin
Metil ester asam lemak minyak kelapa sawit
118,02
Campuran aldehida turunan metil ester asam lemak minyak kelapa sawit
83,30
Basa Schiff I 123,32
Basa Schiff II 135,95
4.1.6 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Basa Schiff
Uji aktivitas antibakteri ditentukan berdasarkan metode difusi agar. Sifat antibakteri Basa Schiff menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli seperti yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.3 Diameter Zona Hambat mm Basa Schiff Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
Sampel Diameter Zona Hambat
Gram Positif
Staphylococcus aureus
Gram Negatif
Escherichia coli Basa Schiff I
6,7 10,5
Basa Schiff II 8,5
13,3
ga ga
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
4.1.7 Penentuaan Efisiensi Inhibitor Korosi
Pengujian efisiensi inhibitor korosi dilakukan dengan perendaman lempeng seng dalam larutan media korosi HCl 0,1 N dengan penggunaan inhibitor yaitu campuran
aldehida metil ester asam lemak minyak kelapa sawit, anilina, fenilhidrazin, Basa Schiff I dan Basa Schiff II. Variasi inhibitor yang digunakan yaitu 0 ppm, 1000 ppm,
3000 ppm, 5000 ppm, 7000 ppm, dan variasi waktu yang digunakan yaitu 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam dan 120 jam. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini
ditunjukkan pada tabel 4.4 - 4.8.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Hasil Perendaman Lempeng Seng dengan Menggunakan Inhibitor Campuran Aldehida Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dalam
Larutan Media Korosif HCl 0,1 N
Konsentrasi Inhibitor
ppm Waktu
Perendaman jam
Berat Awal
Lempeng Seng g
Berat Akhir
Lempeng Seng g
Kehilangan Berat
Lempeng Seng g
Efisiensi Inhibitor
Efisiensi Inhibitor
Rata-Rata
Campuran Aldehida
0 ppm tanpa
inhibitor
24 1,0604
0,9879 0,0725
- 48
1,0561 0,9811
0,0750 -
72 1,0685
0,9893 0,0792
- 96
1,0657 0,9837
0,0820 -
120 1,1148
1,0286 0,0862
-
Campuran Aldehida
1000 ppm
24 1,0672
1,0242 0,0430
40,68
47,35 48
1,0912 1,0495
0,0417 44,40
72 1,0654
1,0244 0,0410
48,23 96
1,0655 1,0255
0,0400 51,22
120 1,0901
1,0489 0,0412
52,20
Campuran Aldehida
3000 ppm
24 1,0431
1,0045 0,0386
46,76
52,38 48
1,0524 1,0136
0,0388 48,27
72 1,0793
1,0418 0,0375
52,65 96
1,0643 1,0280
0,0363 55,73
120 1,0602
1,0244 0,0358
58,47
Campuran Aldehida
5000 ppm
24 1,0634
1,0274 0,0360
50,34
54,23 48
1,0961 1,0596
0,0365 51,33
72 1,0621
1,0261 0,0360
54,45 96
1,0386 1,0028
0,0358 56,34
120 1,1078
1,0722 0,0356
58,70
Campuran Aldehida
7000 ppm
24 1,0683
1,0325 0,0358
50,62
54,94 48
1,1113 1,0752
0,0361 51,86
72 1,1136
1,0979 0,0357
54,92 96
1,1364 1,1014
0,0350 57,32
120 1,1023
1,0678 0,0345
59,98
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Hasil Perendaman Lempeng Seng dengan Menggunakan Inhibitor Anilina dalam Larutan Media Korosif HCl 0,1 N
Konsentrasi Inhibitor
ppm Waktu
Perendaman jam
Berat Awal
Lempeng Seng g
Berat Akhir
Lempeng Seng g
Kehilangan Berat
Lempeng Seng g
Efisiensi Inhibitor
Efisiensi Inhibitor
Rata-Rata
Anilina 0 ppm
tanpa inhibitor
24 1,0336
0,9592 0,0744
- 48
1,0823 1,0071
0,0752 -
72 1,0332
0,9516 0,0816
- 96
1,1135 1,0290
0,0845 -
120 1,1113
1,0243 0,0870
-
Anilina 1000 ppm
24 1,0787
1,0354 0,0433
41,80
49,51 48
1,0853 1,0448
0,0405 46,14
72 1,0875
1,0475 0,0400
50,98 96
1,0912 1,0514
0,0398 52,90
120 1,0773
1,0388 0,0385
55,75
Anilina 3000 ppm
24 1,0406
1,0016 0,0390
47,58
53,78 48
1,0311 0,9929
0,0382 49,20
72 1,1085
1,0710 0,0375
54,04 96
1,0901 1,0541
0,0360 57,40
120 1,0771
1,0429 0,0342
60,69
Anilina 5000 ppm
24 1,1465
1,1155 0,0310
58,33
62,68 48
1,1266 1,0958
0,0308 59,04
72 1,0674
1,0373 0,0301
63,11 96
1,0387 1,0087
0,0300 64,50
120 1,0943
1,0668 0,0275
68,39
Anilina 7000 ppm
24 1,1298
1,1038 0,0260
65,05
72,18 48
1,0567 1,0334
0,0233 69,02
72 1,0446
1,0221 0,0225
72,43 96
1,0853 1,0657
0,0196 76,80
120 1,0886
1,0696 0,0190
77,59
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Hasil Perendaman Lempeng Seng dengan Menggunakan Inhibitor Fenilhidrazin dalam Larutan Media Korosif HCl 0,1 N
Konsentrasi Inhibitor
ppm Waktu
Perendaman jam
Berat Awal
Lempeng Seng g
Berat Akhir
Lempeng Seng g
Kehilangan Berat
Lempeng Seng g
Efisiensi Inhibitor
Efisiensi Inhibitor
Rata-Rata
Fenilhidrazin 0 ppm
tanpa inhibitor
24 1,1003
1,0263 0,0740
- 48
1,0556 0,9716
0,0840 -
72 1,0272
0,9395 0,0877
- 96
1,1183 1,0293
0,0890 -
120 1,0841
0,9943 0,0898
-
Fenilhidrazin 1000 ppm
24 1,1063
1,0641 0,0422
42,97
50,79 48
1,0363 0,9935
0,0428 49,05
72 1,0496
1,0076 0,0420
52,11 96
1,0953 1,0537
0,0416 53,26
120 1,0866
1,0476 0,0390
56,57
Fenilhidrazin 3000 ppm
24 1,0621
1,0236 0,0385
47,93
56,16 48
1,1125 1,0737
0,0388 53,81
72 1,1166
1,0796 0,0370
57,81 96
1,0901 1,0537
0,0364 59,10
120 1,0786
1,0446 0,0340
62,14
Fenilhidrazin 5000 ppm
24 1,0841
1,0541 0,0300
59,46
64,40 48
1,1286 1,0965
0,0321 61,18
72 1,1073
1,0768 0,0305
65,22 96
1,0534 1,0238
0,0296 66,74
120 1,0535
1,0260 0,0275
69,38
Fenilhidrazin 7000 ppm
24 1,1188
1,0972 0,0216
70,81
75,47 48
1,0615 1,0405
0,0210 75,00
72 1,1135
1,0927 0,0208
76,28 96
1,1014 1,0814
0,0200 77,53
120 1,0727
1,0527 0,0200
77,73
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 Hasil Perendaman Lempeng Seng dengan Menggunakan Inhibitor Basa Schiff I dalam Larutan Media Korosif HCl 0,1 N
Konsentrasi Inhibitor
ppm Waktu
Perendaman jam
Berat Awal
Lempeng Seng g
Berat Akhir
Lempeng Seng g
Kehilangan Berat
Lempeng Seng g
Efisiensi Inhibitor
Efisiensi Inhibitor
Rata-Rata
Basa Schiff I
0 ppm tanpa
inhibitor
24 1,1352
1,0617 0,0735
- 48
1,1062 1,0224
0,0838 -
72 1,1091
1,0235 0,0856
- 96
1,1404 1,0536
0,0868 -
120 1,1854
1,0977 0,0877
-
Basa Schiff I
1000 ppm
24 1,1513
1,1218 0,0295
59,86
65,17 48
1,1424 1,1124
0,0300 64,20
72 1,1254
1,0964 0,0290
66,12 96
1,1281 1,0995
0,0286 67,05
120 1,1263
1,0988 0,0275
68,64
Basa Schiff I
3000 ppm
24 1,1214
1,0979 0,0235
68,03
73,97 48
1,0451 1,0221
0,0230 72,55
72 1,1252
1,1041 0,0211
75,35 96
1,1413 1,1211
0,0202 76,73
120 1,1192
1,0992 0,0200
77,19
Basa Schiff I
5000 ppm
24 1,1261
1,1047 0,0214
70,88
75,70 48
1,1331 1,1124
0,0207 75,30
72 1,1481
1,1280 0,0201
76,57 96
1,1212 1,1016
0,0196 77,42
120 1,1292
1,1102 0,0190
78,34
Basa Schiff I
7000 ppm
24 1,1033
1,0880 0,0153
79,18
82,38 48
1,1223 1,1073
0,0150 82,10
72 1,0973
1,0830 0,0143
83,29 96
1,1392 1,1247
0,0145 83,29
120 1,1151
1,1011 0,0140
84,04
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8 Hasil Perendaman Lempeng Seng dengan Menggunakan Inhibitor Basa Schiff II dalam Larutan Media Korosif HCl 0,1 N
Konsentrasi Inhibitor
ppm Waktu
Perendaman jam
Berat Awal
Lempeng Seng g
Berat Akhir
Lempeng Seng g
Kehilangan Berat
Lempeng Seng g
Efisiensi Inhibitor
Efisiensi Inhibitor
Rata-Rata
Basa Schiff II
0 ppm tanpa
inhibitor
24 1,0344
0,9614 0,0730
- 48
1,1441 1,0619
0,0822 -
72 1,1354
1,0494 0,0860
- 96
1,1014 1,0143
0,0871 -
120 1,0622
0,9737 0,0885
-
Basa Schiff II
1000 ppm
24 1,0913
1,0628 0,0285
60,96
68,24 48
1,1333 1,1057
0,0276 66,42
72 1,1093
1,0823 0,0270
68,60 96
1,1303 1,1035
0,0268 69,23
120 1,1174
1,0909 0,0265
70,06
Basa Schiff II
3000 ppm
24 1,0132
0.9909 0,0223
69,45
74,45 48
1,1602 1,1382
0,0220 73,24
72 1,1232
1,1015 0,0217
74,77 96
1,0914 1,0712
0,0202 76,81
120 1,1163
1,0968 0,0195
77,97
Basa Schiff II
5000 ppm
24 1,1261
1,1047 0,0214
70,88
75,70 48
1,1331 1,1124
0,0207 75,30
72 1,1481
1,1280 0,0201
76,57 96
1,1212 1,1016
0,0196 77,42
120 1,1292
1,1102 0,0190
78,34
Basa Schiff II
7000 ppm
24 1,0451
1,0326 0,0125
82,88
85,44 48
1,1051 1,0926
0,0125 84,79
72 1,1184
1,1064 0,0120
86,05 96
1,0652 1,0534
0,0118 86,45
120 1,0682
1,0567 0,0115
87,01
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
4.2 Pembahasan 4.2.1 Pembentukan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Melalui
Reaksi Esterifikasi
Metil ester asam lemak minyak kelapa sawit diperoleh melalui reaksi antara minyak kelapa sawit RBD Palm Olein dengan metanol absolut menggunakan katalis H
2
SO
4
. Dalam hal ini asam lemak yang diutamakan adalah asam lemak tak jenuh yaitu asam
oleat 45,58 , asam linoleat 10,69 , asam linolenat 0,16 . Reaksi yang terjadi sebagai berikut Gambar 4.5:
H
2
C
O
CH O
H
2
C O
C
C C
O O
O CH
2 7
CH
2 7
CH
2 7
C H
H C
C H
H C
CHCH
2
CH CHCH
2
CH CH
2 7
CH
3
C H
CHCH
2
CH CH
2 4
CHCH
2
CH
3
CH
3
+ 3 CH
3
OH H
2
SO
4
Benzena Metanol
Minyak Kelapa Sawit
H
3
C
CH
2 7
C H
C H
CH
2 7
C O
OCH
3
H
3
C
CH
2 4
C H
CHCH
2
CH C
H CH
2 7
C O
OCH
3
CH
3
CH
2
CH
CHCH
2
CH CHCH
2
CH H
C CH
2 7
C O
OCH
3
+ 3 H
2
O Metil Oleat
Metil Linoleat
Metil Linolenat
Gambar 4.5 Reaksi Pembentukan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Hasil analisa dengan menggunakan Spektroskopi FT-IR memberikan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3010 cm
-1
merupakan puncak serapan untuk –C-H sp
2
dari gugus –CH=CH- dan didukung dengan serapan pada bilangan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
gelombang 1651,07 cm
-1
yang merupakan serapan khas dari ikatan C=C. Pada bilangan gelombang 1743,65 cm
-1
merupakan serapan khas dari gugus karbonil C=O dari ester dan didukung dengan puncak vibrasi C-O-C pada daerah bilangan
gelombang 1172,72 cm
-1
, sehingga dapat disimpulkan adanya gugus ester. Serapan pada daerah bilangan gelombang 2924,09-2854,65 cm
-1
menunjukkan adanya vibrasi vibrasi streching dari C-H sp
3
yang didukung vibrasi bending C-H sp
3
pada bilangan gelombang 1365,6 cm
-1
. Pada daerah bilangan gelombang 725,23 cm
-1
merupakan vibrasi CH
2
pada –CH
2 n
- dimana n
≥ 4 Gambar 4.1.
4.2.2 Hasil Ozonolisis Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Senyawa aldehida dapat dihasilkan dari hasil ozonolisis metil ester asam lemak minyak kelapa sawit dengan adanya KI 5 pada suhu
≤ 10
o
C dimana penambahan KI dalam proses ozonolisis bertujuan untuk memerangkap ozon berlebih atau
menghapus tingkat ambient ozone ozon bebas dalam proses ozonolisis Fick, 2003. Akhir dari proses ozonolisis dihasilkan perubahan warna dari kuning kecoklatan
menjadi warna kuning pucat diikuti adanya muncul busa pada lapisan pinggiran sebelah atas selama 20 jam yang mana menunjukkan reaksi ozonolisis telah selesai
dan dilanjutkan dengan penambahan serbuk Zn dalam larutan asam asetat encer CH
3
COOH 20 yang akan mereduksi ozonida membentuk campuran aldehida turunan metil ester asam lemak minyak kelapa sawit.
Uji terhadap pereaksi Fehling yang menghasilkan endapan merah bata dan dengan pereaksi Tollens yang menghasilkan endapan cermin perak pada dinding
tabung reaksi menunjukkan uji yang positif terhadap aldehida hasil ozonolisis. Dari
hasil uji bilangan iodin yaitu sebesar 83,30 sedangkan bilangan iodin metil ester asam lemak minyak kelapa sawit 118,02 menunjukkan bahwa telah terjadi pemutusan
ikatan π dari asam lemak tak jenuh pada metil ester asam lemak minyak kelapa sawit Tabel 4.2.
Dari analisis spektroskopi FT-IR memberikan dukungan spektrum pada daerah bilangan gelombang 2684,91 cm
-1
menunjukkan uluran C-H yang khas pada aldehida, didukung oleh puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 2924,09-2854,65 cm
- 1
yang menunjukkan vibrasi streching C-H sp
3
yang didukung oleh vibrasi bending
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
pada daerah 1458,18 cm
-1
. Puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1743,65 cm
-1
menunjukkan uluran C=O aldehidaester didukung oleh vibrasi CH
2 n
dimana n
≥4 dengan munculnya puncak serapan pada daerah panjang gelombang 725,23 cm
-1
Gambar 4.2. Adapun reaksi ozonolisis dari metil ester asam lemak minyak kelapa sawit
secara hipotesis dalam pembuatan campuran aldehida yaitu Gambar 4.6:
Ozon O
3
KI 5
H
3
C CH
2 4
C H
CHCH
2
CH C
H CH
2 7
C OCH
3
O
CH
3
CH
2
CH CHCH
2
CH CHCH
2
CH C H
CH
2 7
C OCH
3
O H
3
C CH
2 7
CH C
H CH
2 7
C O
OCH
3
O O
O
O O
O O
O O
O O
O O
O O
O O
O
molozonida H
3
C
CH
2 7
C H
C H
CH
2 7
C O
OCH
3
H
3
C
CH
2 4
C H
CHCH
2
CH C
H CH
2 7
C O
OCH
3
CH
3
CH
2
CH
CHCH
2
CH CHCH
2
CH H
C CH
2 7
C O
OCH
3
Metil Oleat
Metil Linoleat
Metil Linolenat Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
H
3
C CH
2 4
CH CHCH
2
CH CH
CH
2 7
C OCH
3
O
CH
3
CH
2
CH CHCH
2
CH CHCH
2
CH CH
CH
2 7
C OCH
3
O H
3
C CH
2 7
CH CH
CH
2 7
C O
OCH
3
O O
O
O O
O O
O O
O O
O O
O O
O O
O Zn
CH
3
COOH
H
3
C CH
2 4
C CCH
2
C
CH
3
CH
2
C H
3
C CH
2 7
C C
CH
2 7
C O
OCH
3
O H
+ H
O 3
O O
O
H H
H + 3
O H
+ Senyawa ozonida
campuran aldehida +
ZnCH
3
COO
2
Gambar 4.6 Reaksi Ozonolisis Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Membentuk Campuran Aldehida
Munculnya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3471,87 cm
-1
yaitu vibrasi gugus –OH dalam reaksi tersebut secara teori dikarenakan adanya hal yang sulit dihindari sehingga sebagian dari molekul dalam reaksi tersebut mengalami
perubahan yaitu pada saat berakhirnya ozonolisis yang ditandai terbentuknya busa akibat terjadinya reaksi antara O
3
dengan KI membentuk KOH sehingga sebagian senyawa ester mengalami saponifikasi, diikuti adanya pemberian HCL pada saat
reduksi sehingga menghasilkan asam karboksilat.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2 KI + O
3
+ H
2
O I
2
+ 2 KOH + O
2
KOH + C
O H
CH
2 7
C O
OCH
3
C
O H
CH
2 7
C O
OK
+ CH
3
OH
C
O H
CH
2 7
C O
OK
+ H
+
C
O H
CH
2 7
C O
OH
+ K
+
4.2.3 Hasil Sintesis Basa Schiff melalui Reaksi Kondensasi Campuran Aldehida Turunan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dengan Anilina Basa
Schiff I
Basa Schiff dihasilkan dari hasil reaksi kondensasi campuran aldehida turunan metil ester asam lemak minyak kelapa sawit dengan anilina dilakukan dengan cara direfluks
dalam pelarut toluena selama 4 jam. Terjadinya peningkatan bilangan iodin dari 83,30 terhadap campuran aldehida turunan metil ester asam lemak minyak kelapa sawit
menjadi 123,32 terhadap basa Schiff I menunjukkan bahwa telah terbentuknya ikatan rangkap pada C=N. Analisa dengan spektroskopi FT-IR munculnya uluran C=N pada
puncak serapan daerah bilangan gelombang 1604,77 cm
-1
yang tajam menunjukkan serapan khas basa Schiff, didukung gugus C=O ester pada bilangan gelombang
1743,65 cm
-1
, serapan khas vibrasi streching C-H sp
3
pada bilangan gelombang 2924,09 cm
-1
dan serapan khas vibrasi bending C-H sp
3
pada bilangan gelombang 1458,18 cm
-1
Gambar 4.3. Dari hasil yang diperoleh dapat dibuat hipotesa reaksi sebagai berikut Gambar 4.7:
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
H
3
C CH
2 4
C CCH
2
C CH
3
CH
2
C H
3
C CH
2 7
C C
CH
2 7
C O
OCH
3
O H
+ H
O 3
O O
O H
H H
+ 3 O
H +
+
Campuran Aldehida 12
NH
2
refluks
H
3
C CH
2 4
C H
CHCH
2
CH CH
3
CH
2
CH H
3
C CH
2 7
C H
C H
CH
2 7
C
N
+ N
N
N N
+ 3
N +
Basa Schiff I 3
O OCH
3
Anilina
Gambar 4.7 Reaksi Pembuatan Basa Schiff I Hasil pemeriksaan Basa Schiff II yang diperoleh melalui analisa Kromatografi
Lapis Tipis KLT menggunakan fase diam Kieselgel 60 F
254
dan fasa gerak campuran pelarut etil asetat : n-heksana 6:4 vv yang dibandingkan dengan anilina sebagai
sumber amina primernya, memberikan hasil bahwa anilina belum habis yang ditunjukkan dengan kecilnya perbandingan jarak noda antara anilina dan Basa Schiff I
Lampiran 5.
4.2.4 Hasil Sintesis Basa Schiff melalui Reaksi Kondensasi Campuran Aldehida Turunan Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dengan Fenilhidrazin
Basa Schiff II
Basa Schiff dihasilkan dari hasil reaksi kondensasi campuran aldehida turunan metil ester asam lemak minyak kelapa sawit dengan fenilhidrazin dilakukan dengan cara
direfluks dalam pelarut toluena selama 4 jam. Terjadinya peningkatan bilangan iodin dari 83,30 terhadap campuran aldehida turunan metil ester asam lemak minyak kelapa
sawit menjadi 135,95 terhadap basa Schiff II menunjukkan bahwa adanya penambahan ikatan π dalam senyawa Basa Schiff tersebut dari fenilhidrazin. Analisa
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dengan spektroskopi FT-IR munculnya uluran C=N pada puncak serapan daerah bilangan gelombang 1604,77 cm
-1
menunjukan vibrasi C=N dan didukung dengan serapan ulur C-N pada bilangan gelombang 1249,87 cm
-1
. Serapan ulur pada bilangan gelombang 1597,06 cm
-1
menunjukkan adanya vibrasi C=C dari senyawa aromatis. Hal ini juga dukung oleh puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 2924,09 cm
- 1
dan 2854,65 cm
-1
menunjukkan serapan khas vibrasi stretching C-H sp
3
yang didukung dengan vibrasi bending C-H sp
3
pada daerah bilangan gelombang 1381,03 cm
-1
. Serapan pada daerah bilangan gelombang 1735,93 cm
-1
adalah vibrasi stretching gugus karbonil C=O dari ester pada senyawa tersebut dan didukung dengan vibrasi
bending C-O-C eter pada daerah bilangan gelombang 1049,28 cm
-1
Gambar 4.4.
Dari hasil yang diperoleh dapat dibuat hipotesa reaksi sebagai berikut Gambar 4.8:
CH
3
CH
2 7
C O
H
+ 3 C
O H
CH
2 7
C O
OCH
3
2 C
O H
CH
2
C O
H
CH
3
CH
2 4
C O
H
+
Campuran Aldehida
NH NH
2
CH
3
CH
2 7
CH N
NH N
CH
CH
3
CH
2 4
CH N
NH
+ 3
CH
2 7
C O
OCH
3
HN
+
N CH
CH
2
CH HN
N NH
Basa Schiff II refluks
+ CH
3
CH
2
+ +
C O
H
3 12
CH
3
CH
2
CH
N NH
3 +
Fenilhidrazin
Gambar 4.8. Reaksi Pembuatan Basa Schiff II Hasil pemeriksaan Basa Schiff II yang diperoleh melalui analisa Kromatografi
Lapis Tipis KLT menggunakan fase diam Kieselgel 60 F
254
dan fasa gerak campuran
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
pelarut etil asetat : n-heksana 6:4 vv yang dibandingkan dengan fenilhidrazin sebagai sumber amina primernya, memberikan hasil bahwa fenilhidrazin sudah habis
yang ditunjukkan dengan hanya satu noda untuk masing-masing senyawa dan adanya
perbedaan harga Rf Lampiran 5.
4.2.5 Hasil Pengujian Sifat Antibakteri
Terbentuknya daerah bening disekitar kertas cakram menunjukkan terjadinya penghambatan pertumbuhan koloni bakteri akibat pengaruh senyawa bioaktif yang
terdapat dalam Basa Schiff yang diencerkan dengan DMSO. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diameter zona bening yang terbentuk terhadap bakteri Escherichia
coli lebih besar dibandingkan terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Sehingga diperoleh nilai indeks antimikrobial kedua Basa Schiff terhadap bakteri Escherichia
coli lebih besar dibandingkan terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Davis dan Stout mengemukakan bahwa ketentuan kekuatan daya antibakteri
adalah zona hambatan ≥ 20 mm kategori sangat kuat, zona hambatan 10-20 mm
kategori kuat, zona hambatan 5-10 mm kategori sedang dan zona hambatan ≤ 5 mm
termasuk kategori lemah Kusuma, F., 2010. Indeks antimikrobial terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli dapat dilihat pada tabel 4.9 dimana perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 4.9 Indeks Antimikrobial Basa Schiff Terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli
Sampel Indeks Antimikrobial
Gram Positif
Staphylococcus aureus
Gram Negatif
Escherichia coli Basa Schiff I
0,12 0,75
Basa Schiff II 0,42
1,22
4.2.6 Hasil Penentuan Efisiensi Inhibitor Korosi
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Penentuan efisiensi inhibitor korosi dilakukan dalam media korosi HCl 0,1 N selama selang waktu 24, 48, 72, 96 dan 120 jam dengan variasi konsentrasi inhibitor 0, 1000,
3000, 5000 dan 7000 ppm. Dalam hal ini logam yang digunakan yaitu logam seng. Lempeng seng digunakan karena logam seng adalah suatu logam aktif dengan banyak
aplikasi industri dan sebagian besar digunakan untuk perlindungan korosi terhadap baja Shah et al, 2011. Lempeng seng bersifat melapisi material baja untuk
memberikan ketahanan yang lebih baik terhadap korosi, namun ketika berada pada udara yang lembab, seng cepat berkarat dengan membentuk suatu produk korosi yang
dikenal sebagai karat putih. Hal serupa juga terjadi pada pembersihan seng dengan menggunakan larutan asam menyebabkan seng lebih mudah berkarat. Oleh karena itu
proteksi terhadap logam seng bersifat sangat penting Eddy et al, 2010. Komponen logam seng yaitu terdiri dari 45 Zn dan 55 logam Al. logam tersebut akan
mengalami reaksi reduksi oksidasi dengan reaksi sebagai berikut: a. Zn
Zn
2+
+ 2e
-
oksidasi 2H
+
+ 2e
-
H
2
reduksi Zn + 2H
+
Zn
2+
+ H
2
b. 2Al 2Al
3+
+ 6e
-
oksidasi 6H
+
+ 6e
-
3H
2
reduksi 2Al + 6H
+
2Al
3+
+ 3H
2
Dalam hal ini dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi asam klorida yang digunakan maka semakin banyak atom-atom yang terlepas dari logam tersebut
sehingga korosi semakin meningkat Riegher, 1992. Adapun kemungkinan mekanisme terjadinya proses korosi pada logam yang dikemukakan oleh Trethewey
clan Chamberlain 1991, sebagai berikut: pertama, zat agresif seperti sulfat diperkirakan akan mengurangi kekuatan ikatan antar logam dengan adanya zat agresif
tersebut, sehingga energi yang digunakan dalam mengikat ion-ion agresif oleh atom- atom logam akan mengurangi energi ikatan antara atom-atom. Kedua, korosi logam
disebabkan oleh reduksi ion hidrogen yang berlangsung dalam larutan. Molekul- molekul hidrogen yang terbentuk diadsorpsi oleh logam menyebabkan ikatan-ikatan
antar logam pada lempeng seng mengalami pelemahan atau perapuhan. Dari mekanisme tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin besar konsentrasi ion-ion agresif
seperti klorida dan ion hidrogen dalam larutan maka ikatan antara atom-atom logam dalam lempeng seng akan semakin lemah, sehingga korosi akan semakin meningkat.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Pada pengujian efisiensi inhibitor korosi metode yang digunakan adalah metode kehilangan berat. Dimana prinsip pada metode kehilangan berat yaitu semakin
kecil selisih berat kehilangan lempeng seng tanpa penambahan inhibitor dengan berat kehilangan lempeng seng dengan adanya penambahan inhibitor maka nilai efisiensi
inhibitor akan semakin besar Chitra et al, 2010. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa pada penambahan inhibitor korosi maka kehilangan berat pada seng pun berkurang
juga. Dalam hal ini penambahan konsentrasi inhibitor berbanding terbalik dengan kehilangan berat logam seng. Namun pengaruh waktu perendaman seng berbanding
lurus terhadap kehilangan berat lempeng seng. Hal ini dikarenakan Basa Schiff tidak mampu membentuk membran teradsorpsi pada permukaan logam seng sehingga difusi
antara ion-ion agresif dan O
2
terhadap logam tidak dapat dibatasi sehingga korosi masih dapat berlangsung.
Menurut Trethewey dan Chamberlain 1991 molekul-molekul organik dapat bertindak sebagai inhibitor dengan cara teradsorpsi pada permukaan logam sehingga
dapat membatasi difusi oksigen ke permukaan logam, memerangkap ion-ion logam pada permukaan, memantapkan lapisan ganda dan dapat mereduksi laju pelarutan
logam. Kemudian Hayakawa 1980 telah melakukan percobaan dengan menggunakan senyawa organik sebagai inhibitor, dimana senyawa tersebut akan
membentuk senyawa kelat yang dapat mereduksi laju. Untuk kondisi dari Basa schiff ini, prinsip interaksi antara inhibitor dengan permukaan logam adalah adsorpsi kimia
Ashraf et al, 2011. Basa Schiff yang disintesa pada penelitian ini terdiri dari 2 jenis yaitu:
1. Basa Schiff reaksi antara aldehida metil ester asam lemak dengan senyawa amina
primer aromatis dengan 1 atom N Basa Schiff I. 2.
Basa Schiff reaksi antara aldehida metil ester asam lemak dengan senyawa amina primer aromatis dengan 2 atom N Basa Schiff II.
Dari kedua pengujian inhibitor tersebut, diperoleh data bahwa penggunaan inhibitor yaitu Basa Schiff II memiliki nilai efisiensi inhibisi korosi yang lebih tinggi.
Hal ini dikarenakan pada Basa Schiff II lebih banyak terdapat pasangan elektron bebas yang dapat membatasi difusi O
2
pada permukaan logam. Sumber elektron bebas pada Basa Schiff II yaitu ikatan rangkap ik
atan π pada benzena, ikatan π pada C=N dan dari atom N. Sedangkan pada Basa Schiff I sumber elektron bebas hanya terdapat dari
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
ikatan π pada benzena dan ikatan π pada C=N. Hal ini menyebabkan kemampuan Basa Schiff I dalam menghambat korosi pada logam seng lebih rendah. Pernyataan
diatas sejalan dengan pernyataan Munir bahwa Basa Schiff yang memiliki cincin aromatis dalam strukturnya memiliki sistem konjugasi yang lebih efektif karena
bersifat lebih stabil. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yayan Sunarya 2004. Pada penelitian ini dilakukan pengujian efisiensi inhibisi terhadap
senyawa 2-aminobenzotriazol dan 3-amino-1,2,4-triazol dengan metode polarisasi elektrokimia. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa persen inhibisi dari senyawa
2-aminobenzotriazol sebesar 93 sedangkan persen inhibisi untuk senyawa 3-amino- 1,2,4-triazol hanya sebesar 50 . Hal ini dikarenakan senyawa 2-aminobenzotriazol
mengandung cincin aromatik dan memiliki karakter lebih basa empat atom N berdampingan, juga strukturnya lebih planar sehingga dapat menutupi permukaan
logam lebih efisien. Sedangkan pada senyawa 3-amino-1,2,4-triazol tidak mengandung cincin aromatik tetapi memiliki empat atom nitrogen yang
berdampingan. Grafik pada pengujian efisiensi inhibitor dapat dilihat pada gambar 4.9 dan 4.10.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman dan Variasi Konsentrasi Inhibitor Korosi terhadap Kehilangan Berat Lempeng Seng
Universitas
Sumatera
Utara Universitas
Sumatera
Utara
Gambar 4.10 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman dan Variasi Konsentrasi Inhibitor Korosi terhadap Efisiensi Inhibitor
Universitas
Sumatera
Utara Universitas
Sumatera
Utara
Dari kedua grafik tersebut, dapat ditentukan nilai rata-rata efisiensi inhibitor korosinya. Pada grafik dapat dilihat bahwa konsentrasi inhibitor berbanding lurus
dengan nilai efisiensi inhibitor. Peningkatan konsentrasi inhibitor dapat meningkatkan nilai efisiensi inhibitor terutama pada nilai efisiensi inhibitor Basa Schiff I dan Basa
Schiff II Gambar 4.11.
10 20
30 40
50 60
70 80
90
1000 ppm 3000 ppm
5000 ppm 7000 ppm
R at
a -R
at a
E fis
ie n
si In
h ib
it or
Konsentrasi Inhibitor ppm
Campuran Aldehida
Anilina Fenilhidrazin
Basa Schiff I Basa Schiff II
Gambar 4.11 Grafik Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Terhadap Rata-Rata Efisiensi Inhibitor
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Reaksi kondensasi antara 10 g campuran aldehida dari metil ester asam lemak
minyak kelapa sawit dengan 11 g anilina menghasilkan Basa Schiff sebanyak 15 g. Sedangkan reaksi kondensasi antara 10 g campuran aldehida dari metil
ester asam lemak minyak kelapa sawit dengan 11 g fenilhidrazin menghasilkan Basa Schiff sebanyak 20 g.
2. Uji aktivitas antibakteri kedua Basa Schiff yang dihasilkan menunjukkan
kemampuan menghambat yang kuat terhadap bakteri Escherichia coli dengan indeks antimikrobial masing-masing 0,75 dan 1,22 namun terhadap bakteri
Staphylococcus aureus menunjukkan kemampuan menghambat yang sedang dengan indeks antimikrobial masing-masing 0,12 dan 0,42.
3. Uji efisiensi inhibitor korosi kedua Basa Schiff yang dihasilkan terhadap
logam seng dalam larutan korosif HCl 0,1 N pada konsentrasi 1000 ppm sampai 7000 ppm memberikan nilai efisiensi yang semakin besar, dimana pada
konsentrasi 7000 ppm Basa Schiff I memberikan nilai efisiensi 82,38 dan Basa Schiff II memberikan nilai efisiensi sebesar 85,44 sedangkan nilai
efisiensi campuran aldehida metil ester asam lemak minyak kelapa sawit, anilina dan fenilhidrazin masing-masing hanya sebesar 54,94 , 72,18 ,
dan 75,47 .
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran