Kerentanan Vulnerability TINJAUAN PUSTAKA

Kedua, akses berarti ruang dan kapasitas masyarakat untuk masuk dalam arena governance, yakni mempengaruhi dan menentukan kebijakan serta terlibat aktif mengelola sumber daya publik termasuk dalam pelayanan publik. Akses akan menjadi arena titik temu antara warga dan pemerintah. Pemerintah wajib membuka ruang akses warga dan memberikan layanan publik pada warga, terutama kelompok-kelompok marginal. Sebaliknya warga secara bersama-sama proaktif mengidentifikasi problem, kebutuhan dan potensinya maupun merumuskan gagasan pemecahan masalah dan pengembangan potensi secara sistematis. Pemerintah wajib merespons gagasan warga sehingga bisa dirumuskan visi dan kebijakan bersama dengan berpijak pada kemitraan dan kepercayaan. Ketiga, kontrol warga masyarakat terhadap lingkungan komunitasnya maupun proses politik yang terkait dengan pemerintah. Kita mengenal kontrol internal self-control dan kontrol eksternal. Artinya, kontrol bukan saja mencakup kapasitas masyarakat melakukan pengawasan pemantauan terhadap kebijakan implementasi dan risiko dan tindakan pemerintah, tetapi juga kemampuan warga melakukan penilaian secara kritis dan reflektif terhadap risiko-risiko atas tindakan mereka. Self-control ini sangat penting karena masyarakat diharapkan mampu membangun tanggung jawab sosial, komitmen dan kompetensi warga terhadap segala sesuatu yang mempengaruhi kehidupannya sehari-hari.

2.9. Penyebaran Kantong-Kantong Kemiskinan

Dalam suatu pembangunan fenomena umum yang sering dijumpai adalah semakin jauh suatu tempat dari titik pertumbuhan growth centre akan semakin tingkat kemiskinan penghuninya. Titik pertumbuhan itu sendiri biasanya berlokasi di perkotaan yang merupakan pusat administrasi pemerintahan, pusat perdagangan, serta pusat dari berbagai fasilitas sosial dan ekonomi. Penyebaran kantong kemiskinan bisa diklasifikasi secara umum menjadi Sawitri dkk, 2005:

1. Daerah Terpencil Remote Area.

Daerah yang jauh dari Titik Pertumbuhan yang hampir tidakbelum tersentuh oleh pembangunan. Sebab-sebab mengapa belum tersentuh oleh pembangunan bisa karena letak geografis yang menyulitkan, atau karena belum ditemui potensi ekonomi yang bisa dikembangkan sehingga kurang menarik bagi investasi.

2. Daerah Perdesaan Rural Area

Secara relatif daerah perdesaan lebih miskin dari daerah perkotaan. Lebih spesifik lagi, yang dimaksud dengan daerah perdesaan di sini adalah daerah yang basis perekonomiannya dari sektor pertanian. Hampir pasti kemiskinan dapat dijumpai pada kalangan petani berlahan sempit, pekerja tani atau petani tak berlahan, dan sejumlah pedagang-pedagang kecil di perdesaan.

3. Daerah Pinggiran Kota Sub-urban Area.

Daerah pinggiran kota mempunyai posisi yang unik. Biasanya basis perekonomiannya merupakan campuran antara pertanian berskala kecil, industri berskala kecil atau industri rumah tangga, perdagangan berskala kecil, pekerja atau buruh industri. Masyarakatnya dapat dikategorikan berpenghasilan menengah ke bawah yang rentan perekonomiannya dan potensial untuk menjadi miskin.

4. Daerah Kumuh Perkotaan Urban Slum.

Daerah kumuh perkotaan ini bahkan masih dijumpai pada kota-kota besar seperti Jakarta. Kerap kali tingkat kemiskinannya tidak kalah parah dibandingkan dengan daerah terpencil, daerah perdesaan, ataupun daerah pinggiran kota. Penghuni daerah kumuh perkotaan ini biasanya kaum migran. Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan berkelanjutan. Berbagai keterbatasan kapasitas dan ketertinggalan kondisi wilayah yang terdapat di perdesaan, senantiasa dihadapkan pada isu disparitas regional yang bersifat makro bahwa Kabupaten Lebak adalah salah satu dari 199 daerah tertinggal di Indonesia, yang sekaligus merupakan daerah terluas dalam wilayah Propinsi Banten. Hal ini tentu berimplikasi terhadap kebutuhan