BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Pola Spasial Sebaran Kemiskinan
Dalam analisis pola spasial sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak ini, menggunakan data dari PODES tahun 2000, 2003, dan 2006. Hasil dari pendekatan
yang dilakukan adalah:
5.1.1. Indeks Moran
Dalam penghitungan Indeks Moran ini terlebih dahulu harus dicari Matriks Kontiguitas Matriks Wd. Matriks Wd yang digunakan adalah matriks yang sudah
distandarisasi. Variabel yang digunakan adalah variabel jumlah penduduk miskin dan kepadatan penduduk jiwakm
2
. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai
1 1
− −
n adalah sebesar -
0.003344. Sedangkan untuk nilai hasil perhitungan Indeks Moran dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1. Hasil Perhitungan Indeks Moran untuk Variabel Persentase Jumlah KK Miskin dan Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin Tahun 2000, 2003,
dan 2006
Tahun Variabel Yang Diamati
Persentase Jumlah KK Miskin
Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin KKkm
2
2000 0.062114 0.157456
2003 0.107845 0.258922
2006 0.107341 0.253023
Berdasarkan hasil pengolahan data untuk Indeks Moran pada Tabel 5.1. terlihat bahwa pada tahun 2000 untuk variabel jumlah KK miskin mempunyai sifat
random. Hal ini bisa ditunjukkan dari nilai indeks yang lebih mendekati pada nilai – 0.003344. Hal ini juga terjadi pada tahun 2003 dan 2006.
Selanjutnya, untuk variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin, pada tahun 2000 nilai indeks yang dihasilkan adalah sebesar 0,157456. Sedangkan nilai
dari 1
1 −
− n
adalah sebesar -0.003344. Sehingga bisa dikatakan bahwa untuk
variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin pada tahun 2000 mempunyai sifat random. Hal ini bisa ditunjukkan dari nilai indeks yang lebih mendekati pada nilai –
0.003344. Pada tahun 2003 dan 2006, sifat dari Indeks juga sama dengan yang terjadi pada tahun 2000, yaitu nilai Indeks mempunyai sifat random, yang
ditunjukkan dari nilai indeks yang lebih mendekati pada nilai –0.003344.
5.1.2. Indeks Geary
Hasil perhitungan dalam Indeks Geary ini menggunakan variabel yang sama dengan perhitungan pada Indeks Moran. Selain itu juga menggunakan Matriks
Kontiguitas Matriks Wd. Hasil perhitungan untuk Indeks Geary dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Hasil Perhitungan Indeks Geary untuk Variabel Persentase Jumlah KK Miskin dan Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin Tahun 2000,
2003, dan 2006
Tahun Variabel Yang Diamati
Persentase Jumlah KK Miskin
Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin KKkm
2
2000 0.030953 0.078466
2003 0.053743 0.129028
2006 0.053491 0.12609
Berdasarkan hasil pengolahan data untuk Indeks Geary pada Tabel 5.2. terlihat bahwa variabel persentase KK miskin di Kabupaten Lebak pada tahun 2000
cenderung bersifat clusterberkelompok, dengan nilai indeks mendekati 0 positif + atau dikatakan bahwa nilai indeks bersifat spatial autocorrelation positive. Hal yang
sama juga terjadi pada tahun 2003 dan 2006. Nilai indeks mempunyai sifat mengelompok cluster karena nilainya yang mendekati 0 positif +.
Sedangkan untuk variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin cenderung bersifat clusterberkelompok dengan berpusat pada ibukota kabupaten, dengan nilai
Indeks mendekati 0 positif + atau dikatakan bahwa nilai indeks bersifat spatial autocorrelation positive
. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2003 dan 2006. Nilai indeks mempunyai sifat mengelompok cluster karena nilainya yang
mendekati 0 positif +.
5.1.3. Analisis Visual Spasial Deskriptif
Dalam analisis ini dimaksudkan untuk melihat pola sebaran kemiskinan yang ada di Kabupaten Lebak, untuk memperkuat hasil dari analisis dalam Indeks Geary
dan Moran. Langkah awal yang dilakukan adalah membagi data tabular ke dalam kelas. Pembagian kelas dalam analisis ini ditunjukkan oleh Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Pembagian Kelas Variabel Persentase Jumlah KK Miskin
Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin
Kode Kelas Kode Kelas J1 Sedikit K1 Rendah
J2 Sedang K2 Sedang J3 Banyak K3 Tinggi
J4
Sangat Banyak K4
Sangat Tinggi Hasil dari pemetaan untuk variabel jumlah KK miskin ditunjukkan pada
Gambar 5.1. Gambar 5.1. mengenai pemetaan variabel jumlah KK miskin menunjukkan bahwa pada tahun 2000 konsentrasi jumlah KK miskin kelas 4,
terdapat pada bagian atas Lebak bagian Utara, di Tengah dan di bagian Selatan. Khusus untuk bagian Tengah, hal ini mungkin terjadi karena di daerah tersebut
terdapat wilayah Suku Badui dan hutan alamnya yang tidak boleh dimasuki oleh dunia luar. Kemudian pada tahun 2003, terdapat pergeseran dalam hal konsentrasi
jumlah KK miskin. Konsentrasi masih dominan di bagian Utara, akan tetapi sedikit bergeser ke arah kanan. Dari pergeseran tersebut terlihat bahwa desa yang pada
tahun 2000 termasuk dalam kelas 4, pada tahun 2003 berubah menjadi kelas 3 untuk wilayah Lebak Bagian Utara. Pergeseran ini mengindikasikan terjadi
perbaikan dalam kehidupan masyarakat dan keberhasilan dari pembangunan. Pergeseran inilah yang harus menjadi perhatian dari pemerintah agar dapat terus
ditingkatkan, sehingga pergeseran akan terus terjadi mendekati kelas 1. Sedangkan untuk hasil analisis visual pada tahun 2006, terdapat penambahan
jumlah desa yang masuk kategori 1. Kondisi seperti ini sangat menggembirakan, karena semakin banyak desa yang masuk kategori 1 bisa dikatakan bahwa terjadi
kemajuan dalam kehidupan masyarakat. Pada tahun 2006 juga terjadi kemunduran, yaitu adanya pergeseran dari jumlah desa yang pada awalnya ada pada kategori 2 di
tahun 2003, pada tahun 2006 ini berubah menjadi kategori 3. Selain itu juga pada bagian Selatan Lebak muncul desa yang masuk kategori 4, sedang pada tahun 2000
dan 2003 desa tersebut masuk dalam kategori 1 desa dengan jumlah KK miskin sedikit.
Dengan terlihatnya perubahan konfigurasi konsentrasi jumlah KK miskin dengan kecenderungan yang berubah-ubah antara tahun 2000 sampai 2003, maka
diharapkan pemerintah mampu membuat suatu kebijakan yang lebih berpihak kepada masyarakat lokal. Jenis kebijakan yang dianggap tepat adalah kebijakan
yang lebih melihat karakteristik konsentrasi jumlah KK miskin. Maksudnya adalah cara perlakuan antara daerah satu dengan daerah yang lain dengan tingkat
kemiskinan yang berbeda akan diberlakukan secara berbeda juga. Sehingga kebijakan tersebut diharapkan tepat sasaran.
Dari hasil analisis visual spasial deskriptif untuk variabel persentase jumlah KK miskin ditunjukkan pada Gambar 5.2. Pada tahun 2000, konsentrasi persentase
jumlah KK miskin masih berada di Lebak bagian Utara. Pada bagian Utara ini, desa dengan kelas 3 persentase KK miskin banyak dan kelas 4 persentase KK miskin
sangat banyak masih mendominasi. Kemudian pada tahun 2003, terjadi pergeseran dalam struktur persebaran desa dengan konsentrasi persentase jumlah KK miskin.
Pada Lebak bagian Utara, desa yang pada tahun 2000 berada pada kelas 3 dan 4, mulai bergeser masuk kelas 3 dan 2 pada tahun 2003. Selain itu pada tahun 2003
juga terdapat perubahan yang sangat signifikan di Lebak bagian Selatan, yaitu desa yang pada tahun 2000 berada pada kelas 1, pada tahun 2003 berubah menjadi kelas
3 dan 4. Hal ini harus menjadi perhatian dari pemerintah. Perubahan ini juga bisa dikatakan terjadi kegagalan dalam hal pembangunan. Pada tahun 2006 terjadi
perbaikan dibandingkan tahun 2003. Jumlah desa yang masuk dalam kategori 3 dan 4 di Bagian Utara berubah menjadi kelas 1. Selain itu di bagian Selatan, juga terjadi
peningkatan dalam hal jumlah desa yang masuk kategori 1. Komposisi dari persentase jumlah KK miskin ditunjukkan oleh Gambar 5.2.
Gambar 5.1. Peta Jumlah KK Miskin jiwa
Jumlah KK Miskin jiwa
Gambar 5.2. Peta Persentase Jumlah KK Miskin
Persentase Jumlah KK Miskin
1 0–7,99 2 8–12,80
4 17,21–23,77 3 12,81–17,20
Ditinjau dari hasil analisis visual untuk variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin Gambar 5.3 pada tahun 2000, terkonsentrasi pada Lebak bagian Utara
akan tetapi masih didominasi oleh kelas 2 tingkat kepadatan penduduk KK miskin sedang. Pada tahun 2000 juga terdapat wilayah yang masuk kategori 4 yaitu di
Rangkasbitung tingkat kepadatan penduduk KK miskin sangat tinggi. Hal ini bisa disebabkan oleh posisi Rangkasbitung sebagai pusat dari segala kegiatan
administrasi, sehingga banyak masyarakat yang melakukan migrasi ke Rangkasbitung. Akibat yang ditimbulkan adalah tingkat kepadatan penduduk KK
miskin menjadi tinggi. Pada tahun 2003, konsentrasi tingkat kepadatan penduduk KK miskin masih terkonsentrasi di Lebak bagian Utara, dengan perubahan sedikit,
yaitu terdapat pengurangan jumlah desa dengan tingkat kepadatan penduduk KK miskin tinggi. Atau bisa dikatakan terjadi perubahan perbaikan perekonomian.
Kemudian pada tahun 2006, berbanding terbalik dengan tahun 2000 dan 2003. Yaitu terjadi penambahan konsentrasi tingkat kepadatan penduduk KK miskin. Pada tahun
2006 ini muncul kantong kemiskinan dengan konsentrasi tingkat kepadatan penduduk KK miskin tinggi, yang terdapat di Lebak Bagian Selatan.
Selanjutnya untuk hasil dari analisis visual spasial variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin yang terdapat pada Gambar 5.3, terlihat bahwa trend
pergerakan konsentrasi kepadatan penduduk KK miskin dari tahun 2000 ke 2006, terjadi penambahan dalam hal jumlah desa dengan kepadatan penduduk KK miskin
tinggi. Kantong kemiskinan terbesar muncul pada tahun 2006. Kantong kemiskinan ini terjadi pada desa yang dekat dengan pusat kegiatan yaitu Rangkasbitung.
Kantong kemiskinan seperti ini mempunyai kategori Daerah Kumuh Perkotaan Urban Slum, yaitu kantong kemiskinan dengan mayoritas masyarakatnya dan
pembentuk kantong kemiskinan adalah kaum migran. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat banyak warga di Kabupaten Lebak bertindak sebagai kaum commuter.
Munculnya daerah kumuh perkotaan ini tentunya membawa banyak konsekuensi bagi daerah yang dituju, yaitu Rangkasbitung. Masalah sosial masyarakat adalah
permasalahan yang pasti muncul akibat dari pergerakan kaum migran ini. Kantong kemiskinan inilah yang harus menjadi prioritas kebijakan penanganan kemiskinan
dari pemerintah. Visualisasi dari tingkat kepadatan penduduk miskin ditunjukkan oleh Gambar 5.3.
Gambar 5.3. Peta Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin KKkm
2 2 0,78–3,05
1 0,02–0,77 4 7,84–29,65
3 3,06–7,83 Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin jiwakm
2
Setelah diketahui hasil analisis visual untuk variabel persentase jumlah KK miskin dan tingkat kepadatan penduduk KK miskin, langkah selanjutnya adalah
melihat prioritas desa dengan persentase jumlah KK miskin dan tingkat kepadatan penduduk KK miskin tinggi. Penentuan prioritas ini didasarkan pada matriks
berikut ini.
Persentase Jumlah KK
Miskin Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin KKkm
2
KELAS RENDAH
K1 SEDANG
K2 TINGGI
K3 SANGAT
TINGGI K4
SEDIKIT J1
J1 K1
1
J1 K2
2
J1 K3
3
J1 K4
4
SEDANG J2
J2 K1
5
J2 K2
6
J2 K3
7
J2 K4
8
BANYAK J3
J3 K1
9
J3 K2
10
J3 K3
11
J3 K4
12
SANGAT BANYAK
J4 J4 K1
13
J4 K2
14
J4 K3
15
J4 K4
16
Gambar. 5.4. Matriks Pembagian Kelas Kemiskinan Desa Berdasarkan Persentase
Jumlah KK Miskin dan Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin. Keterangan :
Prioritas I : J4 K4
Prioritas II : J3 K3, J3 K4, J4 K3
Prioritas III : J2 K2, J2 K3, J2 K4, J3 K2, J4 K2 Prioritas IV : J1 K2, J1 K3, J1 K4, J2 K1, J3 K1, J4 K1
J1K1 : 0 – 7.98419 0,01530 – 0,77168 jiwakm
2
J1K2 : 0 – 7.98419 0,77169 – 3,05000 jiwakm
2
J1K3 : 0 – 7.98419 3,05001 – 7,83379 jiwakm
2
J1 K4 : 0 – 7.98419 7,833380 – 29,64444 jiwakm
2
J2K1 : 7,98420 – 12,80603 0,01530 – 0,77168 jiwakm
2
J2K2 : 7,98420 – 12,80603 0,77169 – 3,05000 jiwakm
2
J2K3 : 7,98420 – 12,80603 3,05001 – 7,83379 jiwakm
2
J2 K4 : 7,98420 – 12,80603 7,833380 – 29,64444 jiwakm
2
J3K1 : 12,80604 – 17,17011 0,01530 – 0,77168 jiwakm
2
J3K2 : 12,80604 – 17,17011 0,77169 – 3,05000 jiwakm
2
J3K3 : 12,80604 – 17,17011 3,05001 – 7,83379 jiwakm
2
J3 K4 : 12,80604 – 17,17011 7,833380 – 29,64444 jiwakm
2
Prioritas 1 Prioritas 3
Prioritas 4 Prioritas 2
J4 K1 : 17,17012 – 23,76238 0,01530 – 0,77168 jiwakm
2
J4 K2 : 17,17012 – 23,76238 0,77169 – 3,05000 jiwakm
2
J4 K3 : 17,17012 – 23,76238 3,05001 – 7,83379 jiwakm
2
J4 K4 : 17,17012 – 23,76238 7,833380 – 29,64444 jiwakm
2
Sedangkan pembagian kelas hirarkhi desa miskin dibagi menjadi 4 kategori. Kategori yang menjadi prioritas kebijakan adalah prioritas 1 dan prioritas
II. Penentuan prioritas ini dimaksudkan untuk melihat desa mana sajakah yang menjadi pusat dari kantong kemiskinan. Sehingga diharapkan kebijakan yang akan
diambil oleh pemerintah melihat desa dengan kantong kemiskinan tertinggi menjadi prioritas utama.
Hasil overlay penggolongan kategori pembagian kelas kemiskinan desa berdasarkan persentase jumlah KK miskin dan tingkat kepadatan penduduk KK
miskin tahun 2000, 2003, dan 2006 di semua wilayah Kabupaten Lebak. Klasifikasi kategori untuk tahun 2000 ditunjukkan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Klasifikasi Desa di Kabupaten Lebak Berdasarkan Klasifikasi Kelas Tahun 2000.
Kategori Jumlah Desa
Prioritas 1 J1 K1
51 17.00
- 2 J1 K2
4 1.33
4 3 J1 K3
1 0.33
4 4 J1 K4
0.00 4
5 J2 K1 52
17.33 4
6 J2 K2 33
11.00 3
7 J2 K3 0.00
3 8 J2 K4
0.00 3
9 J3 K1 73
24.33 4
10 J3 K2 28
9.33 3
11 J3 K3 1
0.33 2
12 J3 K4 1
0.33 2
13 J4 K1 36
12.00 4
14 J4 K2 19
6.33 3
15 J4 K3 1
0.33 2
16 J4 K4 1
JUMLAH 300 100
Sumber : Hasil Analisis
Dari hasil klasifikasi berdasarkan kategori struktur kelas desa di Kabupaten Lebak yang ditampilkan pada Tabel 5.5, dapat diketahui bahwa wilayah yang
paling dominan untuk tahun 2000 ada pada kategori 9 J3 K1, dengan jumlah desa sebesar 73 sekitar 24.33. Disusul oleh desa dengan kategori 5 J2 K1
dengan jumlah desa sebanyak 52 sekitar 17.33. Pada tahun 2000, desa yang masuk prioritas 1 J4 K4 tidak ada. Sedangkan desa yang masuk prioritas 2, yaitu
kategori 11 J3K3 ada 1 desa, yaitu desa Cijoro Lebak. Sedangkan kategori 12 J3 K4 terdapat 1 desa, yaitu desa Muara Ciujung Barat. Dan kategori 15 J4 K3
terdapat 1 desa, yaitu Desa Cibadak. Pada tahun 2000 ini, dominasi wilayah desa dengan kategori 9 tersebut menunjukkan bahwa secara umum desa yang ada di
Kabupaten lebak mempunyai sifat jumlah KK miskin banyak dengan tingkat kepadatan penduduk KK miskin rendah.
Jenis kantong kemiskinan yang terjadi pada tahun 2000 adalah kantong kemiskinan dengan sifat Daerah Kumuh Perkotaan Urban Slum. Hal ini bisa
dilihat dari letak kantong kemiskinan yang sangat dekat dengan ibukota Kabupaten yaitu Rangkasbitung. Daerah Kumuh Perkotaan ini adalah tipe kantong kemiskinan
yang muncul karena adanya pergerakan dari kaum migran. Untuk lebih jelasnya mengenai overlay hasil analisis visual mengenai pembagian Kemiskinan Desa
Berdasarkan persentase jumlah KK miskin dan kepadatan penduduk KK miskin desa dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5. Peta Klasifikasi Persentase Jumlah KK Miskin dan Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin
Hasil overlay penggolongan kategori pembagian kelas kemiskinan desa berdasarkan persentase jumlah KK miskin dan tingkat kepadatan penduduk KK
miskin tahun 2003, dan 2006 di semua wilayah Kabupaten Lebak. ditunjukkan pada Tabel 5.5. dan Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Klasifikasi Desa di Kabupaten Lebak Berdasarkan Klasifikasi Kelas Tahun 2003.
Kategori Jumlah Desa
Prioritas 1 J1 K1
66 22.00
- 2 J1 K2
15 5.00
4 3 J1 K3
0.00 4
4 J1 K4 0.00
4 5 J2 K1
60 20.00
4 6 J2 K2
21 7.00
3 7 J2 K3
0.00 3
8 J2 K4 1
0.33 3
9 J3 K1 48
16.00 4
10 J3 K2 17
5.67 3
11 J3 K3 0.00
2 12 J3 K4
0.00 2
13 J4 K1 44
14.67 4
14 J4 K2 27
9.00 3
15 J4 K3 1
0.33 2
16 J4 K4 0.00
1 JUMLAH 300
100 Sumber : Hasil Analisis
Dari hasil klasifikasi berdasarkan kategori struktur kelas desa di Kabupaten Lebak yang ditampilkan pada Tabel 5.5, dapat diketahui bahwa wilayah yang paling
dominan untuk tahun 2003 ada pada kategori 1 J1 K1, dengan jumlah desa sebesar 66 sekitar 22. Hal ini menunjukkan kemajuan yang sangat signifikan jika
dibandingkan dengan tahun 2000. Disusul oleh desa dengan kategori 5 J2 K1 dengan jumlah desa sebanyak 60 sekitar 20. Sedangkan kategori paling parah
yaitu kategori 15 J4 K3 terdapat 1 desa 0,33 yaitu Desa Cibadak. Desa Cibadak juga merupakan desa dengan kategori paling parah yang terjadi pada tahun 2000.
Dominasi wilayah desa dengan kategori 1 tersebut menunjukkan bahwa secara umum pembangunan yang dilakukan sudah mampu meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat.
Untuk tahun 2003, kantong kemiskinan yang terbentuk mempunyai sifat Daerah Terpencil Remote Area. Daerah yang jauh dari titik pertumbuhan yang
hampir tidakbelum tersentuh oleh pembangunan. Sebab-sebab mengapa belum tersentuh oleh pembangunan bisa karena letak geografis yang menyulitkan, atau
karena belum ditemui potensi ekonomi yang bisa dikembangkan sehingga kurang menarik bagi investasi. Sama seperti tahun 2000, pada tahun 2003 juga terdapat
daerah yang memang secara sosial budaya tidak boleh dimasuki oleh dunia luar, yaitu desa dari kaum Suku Baduy. Sehingga muncul adanya kantong kemiskinan.
Selain itu, pada tahun 2003 ini juga muncul Daerah Pinggiran Kota Sub- urban Area
. Ini disebabkan karena kemunculan desa miskin tersebut masih dekat dengan pusat kegiatan, yaitu Rangkasbitung. Daerah pinggiran kota mempunyai
posisi yang unik. Biasanya basis perekonomiannya merupakan campuran antara pertanian berskala kecil, industri berskala kecil atau industri rumah tangga,
perdagangan berskala kecil, pekerja atau buruh industri. Masyarakatnya dapat dikategorikan berpenghasilan menengah ke bawah yang rentan perekonomiannya
dan potesial untuk menjadi miskin. Tabel 5.6. Klasifikasi Desa di Kabupaten Lebak Berdasarkan Klasifikasi Kelas
Tahun 2006. Kategori Jumlah
Desa Prioritas
1 J1 K1 63
21.00 -
2 J1 K2 26
8.67 4
3 J1 K3 3
1.00 4
4 J1 K4 0.00
4 5 J2 K1
72 24.00
4 6 J2 K2
25 8.33
3 7 J2 K3
1 0.33
3 8 J2 K4
0.00 3
9 J3 K1 41
13.67 4
10 J3 K2 13
4.33 3
11 J3 K3 0.00
2 12 J3 K4
0.00 2
13 J4 K1 44
14.67 4
14 J4 K2 12
4.00 3
15 J4 K3 0.00
2 16 J4 K4
0.00 1
JUMLAH 300 100.00
Sumber : Hasil Analisis
Sedangkan untuk tahun 2006, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 5.6. terlihat bahwa Kategori 4, 8, 11, 12, 15, dan 16 tidak terdapat di tahun 2006.
Sedangkan desa dalam kategori 5 mendominasi dengan jumlah 72 24. Kemudian disusul oleh desa dengan kategori 1 sejumlah 63 desa 21. Kategori
yang agak parah hanya diisi oleh desa dengan kategori 14 J4 K2 sebanyak 12 desa atau sebesar 4. Merujuk dari hasil pengkelasan kategori dari desa yang ada di
Kabupaten Lebak, dapat diketahui bahwa dari tahun 2000, 2003, dan 2006 kategori yang paling mendominasi adalah kategori 13 dan 14. Selain ada 1 desa yang masuk
pada prioritas 1 yaitu desa Cibadak, akan tetapi pada tahun 2006 desa Cibadak sudah tidak berada dalam prioritas 1, atau bisa dikatakan mengalami kemajuan. Kategori
13 dan 14 adalah desa yang seharusnya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Karena desa dengan kategori inilah yang mempunyai jumlah KK miskin sangat
banyak dan sedang. Pada tahun 2006 ini muncul 2 tipe kantong kemiskinan. Pertama, kantong
kemiskinan dengan sifat Daerah Kumuh Perkotaan Urban Slum. Yaitu kantong kemiskinan yang terbentuk karena kaum migran. Tipologi kemiskinan daerah
perkotaan, golongan miskin biasanya menunjuk pada rumah tangga yang mengandalkan pendapatan dari buruh dan sektor informal. Khususnya sektor
informal sangat bervariasi seperti buruh kasar, pedagang yang tidak bermodal atau bermodal kecil. Kebanyakan orang miskin melakukan pekerjaan ganda. Misalnya
daerah perdesaan seseorang sebagai petani sawah dapat saja menjadi buruh tani, tukang dan buruh lainnya. Di kalangan nelayan, seorang buruh nelayan dapat saja
merangkap pekerjaan sebagai tukang atau buruh angkat. Demikian juga daerah perkotaan, seorang pegawai rendahan merangkap sebagai tukang ojek atau buruh
serabutan
.
Kedua, Daerah Perdesaan Rural Area, yaitu daerah yang secara relatif daerah perdesaan lebih miskin dari daerah perkotaan. Lebih spesifik lagi, yang
dimaksud dengan daerah perdesaan di sini adalah daerah yang basis perekonomiannya dari sektor pertanian.
Kemudian untuk memudahkan dalam melihat komposisi dari pembagian prioritas kebijakan terhadap persebaran dari kantong kemiskinan yang terjadi di
Kabupaten Lebak dapat ditunjukkan oleh Gambar 5.6.
Gambar 5.6. Klasifikasi Prioritas Kebijakan
Klasifikasi Persentase Jumlah KK Miskin dan Kepadatan Penduduk KK Miskin
LEGENDA BATAS DESA
Berdasarkan Gambar 5.6. mengenai klasifikasi prioritas kebijakan dapat diketahui bahwa mayoritas desa di wilayah Kabupaten Lebak masuk dalam prioritas
4 warna merah muda dalam usaha penanggulangan kemiskinan, yaitu kelompok J1 K2, J1 K3, J1 K4, J2 K1, J3 K1, J4 K1. Kemudian disusul oleh prioritas 3 warna
orange dalam usaha penanggulangan kemiskinan, yaitu kelompok J2 K2, J2 K3, J2 K4, J3 K2, J4 K2. Klasifikasi prioritas selanjutnya adalah desa yang masuk dalam
kelompok prioritas 2 warna hijau muda, yaitu kelompok J3 K3, J3 K4, J4 K3. Sedangkan prioritas 1 J4 K4 tidak ada.
Wilayah yang menjadi prioritas utama dalam usaha kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah prioritas 2. Desa dengan prioritas 2 pada tahun
2000 terdapat di wilayah Lebak bagian Utara, yaitu kelompok J3 K3 yaitu Desa Cijoro Lebak, J3 K4 yaitu Desa Muara Ciujung Barat, dan J4 K3 yaitu Desa
Cibadak. Kemudian pada tahun 2003, masih prioritas yang sama, yaitu prioritas 2 juga terdapat di wilayah Lebak bagian Utara yaitu Desa Cibadak, dengan komposisi
yang semakin berkurang dibandingkan dengan tahun 2000. Pada tahun 2003 ini Desa Cibadak masih berada pada posisi prioritas 2, sama dengan tahun 2000. Pada
tahun 2006, desa yang masuk dalam prioritas 2 sudah tidak ada lagi. Desa dengan prioritas 3 pada tahun 2006 adalah Desa Asem, Aweh, Banjarsari, Banjarsari,
Banjarsari, Baros, Bojongleles, Cibadak, Cidadap, Cigoong Selatan, Cigoong Utara, Cikulur, Cipeundeuy, Cisangu, Citeras, Curug Badak, Hariang, Jayapura,
Kaduagung Barat, Kalanganyar, Kolelet Wetan, Leuwidamar, Majasari, Malingping Utara, Maraya, Muncangkopong, Pabuaran, Padasuka, Padasuka, Panancangan,
Parage, Pasir Kecapi, Pasir Kembang, Pasirnangka, Rahong, Sangiang, Sindangsari, Sindangsari, Sobang, Sukaharja, Sukamanah, Sukamanah, Sukaraja, Sukaraja,
Talagahiang, Wantisari. Pada tahun 2006, desa yang masuk pada prioritas 3 dan 4 juga mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan perubahan yang sangat positif.
Desa dengan klasifikasi persentase KK miskin sedikit dan tingkat kepadatan penduduk KK miskin rendah mengalami peningkatan yang cukup sifnifikan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa usaha dari kebijakan pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan mengalami kemajuan.
5.2. Faktor Faktor Penyebab Kemiskinan
5.2.1. Analisis Regresi Spasial
Setelah terlihat bagaimana sebenarnya pola persentase jumlah KK miskin dan sebaran kepadatan penduduk KK miskin yang ada di Kabupaten Lebak,
selanjutnya adalah melihat faktor apa sajakah yang dianggap berpengaruh terhadap kemiskinan. Analisis regresi dilakukan untuk melihat peranan jarak, pasangan usia
subur, wd_jumlah penduduk, topografi, jumlah petani, jarak SMK, wd_jarak pasar, jarak puskesmas, wd_jumlah industri, wd_luas wilayah, jarak SMA terhadap tingkat
kemiskinan di Kabupaten Lebak. Variabel wd adalah variabel yang dimasukkan unsur spasial. Tabel 5.7. berikut ini adalah hasil koefisien determinasi:
Tabel 5.7. Hasil Koefisien Determinasi
Model Summary
b
Model
R R Square
Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate Durbin-
Watson 1 .675
a
.455 .428
.35563 1.975
a. Predictor: Constant, Ln_Jrk
i
, Ln_Psgn
i,
Ln_Wd
ij
Pdk
i,
Ln_Top
i,
Ln_Ptn
i,
Ln_JrSMK
i,
Ln_Wd
ij
JrPsr
i,
Ln_JrPskms
i,
Ln_Wd
ij
Inds
i,
Ln_Wd
ij
Ls
i,
Ln_JrSMA
i
b. Dependent Variable: Ln_PdMskn
i
Dari tampilan output SPSS model summary besarnya adjusted R
2
adalah 0,455. Hal ini berarti 45,5 keragaman tingkat kemiskinan di Kabupaten Lebak
dapat dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan sisanya 55,5 dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hal ini diperkuat dengan nilai probabilitas F-Statistik
yaitu sebesar 0,000 dengan taraf g = 5 persen yang berarti bahwa minimal ada satu
variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat sehingga model pendugaan sudah layak untuk menduga.
Tabel 5.8. Hasil Uji Signifikasi Simultan Uji Statistik F ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression 23.165
11 2.106
16.651 .000
a
Residual 27.698
219 .126
Total 50.863
230
a
Predictor: Constant, Ln_Jrk
i
, Ln_Psgn
i,
Ln_Wd
ij
Pdk
i,
Ln_Top
i,
Ln_Ptn
i,
Ln_JrSMK
i,
Ln_Wd
ij
JrPsr
i,
Ln_JrPskms
i,
Ln_Wd
ij
Inds
i,
Ln_Wd
ij
Ls
i,
Ln_JrSMA
i
b Dependent Variable:
Ln_PdMskn
i
Dari uji ANOVA atau F-test diperoleh nilai F-hitung sebesar 16.651 dengan nilai probabilitas 0.000. Karena nilai probabilitas jauh lebih kecil dari 0.05, maka
dapat dikatakan bahwa model regresi dapat dipergunakan untuk memprediksi PdMskn.
Sedangkan untuk hasil estimasi peranan jarak, pasangan usia subur, wd_jumlah penduduk, topografi, jumlah petani, jarak SMK, wd_jarak pasar, jarak
puskesmas, wd_jumlah industri, wd_luas wilayah, jarak SMA terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Lebak terlihat pada Tabel 5.9 :
Tabel 5.9. Hasil Estimasi Peranan Variabel
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics B Std.
Error Beta Tolerance
VIF 1 Constant
-4.575 3.501 -1.307
.193
Ln_Jrk
i
.488 .212
.295 2.306 .022 .152 6.588
Ln_Psgn
i
.537 .086
.335 6.231 .000 .861 1.162
Ln_Wd
ij
Pdk
i
1.399 .446
.610 3.134 .002 .066
15.255
Ln_Top
i
.173 .093
.128 1.872 .063 .535 1.870
Ln_Ptn
i
.134 .028
.256 4.774 .000 .863 1.159
Ln_JrSMK
i
.095 .031
.198 3.069 .002 .598 1.671
Ln_Wd
ij
JrPsr
i
1.191 .339
.450 3.514 .001 .152 6.595
Ln_JrPskms
i
-.044 .039
-.080 -1.119 .264 .493 2.030
Ln_Wd
ij
Inds
i
-.710 .204
-.333 -3.476 .001 .270 3.700
Ln_Wd
ij
Ls
i
-1.239 .307
-.372 -4.043 .000 .293 3.411
Ln_JrSMA
i
-.028 .307
-.055 -.761 .447 .479 2.086
a. Dependent Variable: Ln_PdMskn
i
5.2.2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan korelasi antar variabel bebas independen. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal, yaitu variabel
independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Melihat hasil besaran dari nilai toleransi pada Tabel 5.10 menunjukkan tidak ada
variabel independen yang memiliki nilai toleransi kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95. Maka dapat
dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinieritas yang serius.
5.2.3. Interpretasi Model : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan
Berdasarkan hasil estimasi peranan masing-masing variabel terhadap kemiskinan Tabel 5.9, variabel yang signifikan pada taraf nyata
g = 5 dan 10 adalah jarak, pasangan usia subur, wd_jumlah penduduk, jumlah petani, jarak SMK,
wd_jarak pasar, wd_jumlah industri, wd_luas wilayah, dan topografi. Variabel jarak puskesmas Ln_JrPskms
i
dan jarak SMA Ln_JrSMA
i
tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada taraf nyata
g 5 maupun 10. Hal ini terjadi karena variabel jarak puskesmas tidak serta merta dikatakan bahwa semakin jauh jarak suatu desa ke
puskesmas terdekat maka kemiskinan akan tinggi. Sedangkan variabel jarak SMA tidak bisa dikatakan sebagai penyebab kemiskinan. Hal ini terjadi karena jarak SMA
yang dekat tidak bisa serta merta mampu memperbaiki kualitas sumber daya manusia yang ada di Kabupaten Lebak. Angka partisipasi sekolah masih sangat
rendah. Variabel jarak Ln_Jrk
i
berpengaruh signifikan pada taraf nyata g = 5
0,022 g 0,05. Koefisien spasial jarak bernilai positif 0,488 menunjukkan bahwa
setiap penambahan jarak suatu wilayah ke pusat kegiatan sebesar 1 km akan mengakibatkan peningkatan kemiskinan sebesar 0,488 persen, ceteris paribus.
Variabel jarak desa ke pusat kegiatan dianggap sebagai salah satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap penyebab kemiskinan, disebabkan oleh masih belum
meratanya pembangunan di Kabupaten Lebak. Masyarakat yang berada jauh dari pusat kegiatan akan sangat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti
rumah sakit, perguruan tinggi, dan supermarket. Dimana semua sarana pemenuh kebutuhan masyarakat ada di pusat kota, yaitu Rangkasbitung. Selain itu, hasil
panen dari masyarakat petani akan membutuhkan biaya tambahan dalam bentuk biaya transportasi, apabila ingin memasarkan hasil dari panennya. Jarak desa secara
relatif ke pusat pemerintahan disajikan pada Gambar 5.7.
Gambar 5.7. Peta Jarak Desa ke Pusat Pemerintahan
Kota Rangkasbitung adalah ibukota kabupaten yang menjadi pusat kegiatan baik jasa dan administrasi yang ada di Lebak. Belum terdistribusinya pusat kegiatan
membuat suatu desa menjadi semakin jauh dari kota atau hilangnya akses ke sumber kegiatan yaitu kota Rangkasbitung. Dari Gambar 5.8 terlihat bahwa wilayah Selatan
mempunyai tingkat kemiskinan yang tinggi karena jauh dari pusat kota. Pemerintah Kabupaten Lebak sudah melakukan beberapa hal, salah satunya adalah menambah
atau memperbaiki akses jalan. Dengan tujuan pergerakan masyarakat menjadi lebih cepat.
Variabel jumlah pasangan usia subur Ln_Psgn
i
berpengaruh signifikan pada taraf nyata
g = 5 0,000 g 0,05. Koefisien jumlah pasangan usia subur bernilai positif 0,000 menunjukkan bahwa setiap penambahan jumlah pasangan usia
subur sebesar 1 pasang akan mengakibatkan kenaikan kemiskinan sebesar 0,537 persen, ceteris paribus. Penambahan jumlah pasangan usia subur dianalogikan akan
menambah angka kelahiran bayi, yang berakibat pada ledakan jumlah penduduk. Kebijakan pemerintah yang dapat dilakukan adalah dengan menggalakkan program
Keluarga Berencana bagi pasangan usia subur di Kabupaten Lebak. Hal ini sesuai dengan program pemerintah dalam RPJPD Lebak 2008-2028.
Variabel kedekatan dengan konsentrasi jumlah penduduk Ln_Wd
ij
Pdk
i
mempunyai pengaruh yang signifikan pada taraf g = 5 dengan nilai
probabilitasnya sebesar 0,002 0,002 g 0,05. Koefisien kedekatan dengan
konsentrasi jumlah penduduk bernilai positif 1,399 menunjukkan bahwa setiap peningkatan jumlah penduduk sebesar 1 jiwa akan mengakibatkan kenaikan
kemiskinan sebesar 1,399 persen, cateris paribus. Penambahan jumlah penduduk yang tinggi diyakini dapat meningkatkan kemiskinan karena dengan semakin
banyaknya jumlah penduduk dalam suatu daerah, beban hidupnya akan semakin tinggi. Kabupaten Lebak adalah kabupaten dengan mayoritas penduduk bekerja pada
sektor pertanian dan bertindak sebagai petani penggarap bukan pemilik lahan, dengan tingkat pendapatan rendah. meningkatnya jumlah penduduk yang tinggi
yang tidak diikuti oleh penambahan lahan produktif akan membuat tingkat kemiskinan semakin naik. Selain itu dengan adanya ledakan jumlah penduduk
secara langsung akan berdampak pada peningkatan kebutuhan masyarakat untuk mencari pekerjaan. Upaya peningkatan lapangan pekerjaan tersebut terlalu sedikit
sehingga penambahan jumlah penduduk tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Akibat yang akan dirasakan adalah jumlah pengangguran
yang semakin meningkat. Variabel topografi Ln_Top
i
berpengaruh signifikan pada taraf nyata g =
10 0,063 g 0,10. Koefisien topografi bernilai positif 0,173 menunjukkan
bahwa setiap perubahan topografi wilayah daerah potensial suatu daerah sebesar 1 akan mengakibatkan kenaikan kemiskinan sebesar 0,173 persen, ceteris paribus.
Gambar 5.8. menunjukkan topografi Lebak yang didominasi oleh topografi berbukit di sebelah Selatan.