Kemiskinan Komunitas dan Wilayah

Pembangunan tiga sektor tersebut akan semakin mudah dengan didukung oleh kemauan untuk merubah individu yang bersangkutan. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan perbaikan kualitas SDM. Dengan semakin baiknya kualitas SDM individu maka akan menambah daya saing antara individu satu dengan lainnya. Sehingga perekonomian akan semakin baik sejalan dengan membaiknya kualitas individu. Banyak penelitian yang sudah membahas mengenai faktor penyebab kemiskinan. Salah satunya dilakukan oleh Rokhana dan Sutikno 2010. Rokhana dan Sutikno meneliti mengenai permodelan spasial pada hubungan antara aset kehidupan masyarakat Jawa Timur dalam memenuhi kebutuhan pangan terhadap kemiskinan. Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa salah satu faktor dominan yang berpengaruh pada kemiskinan perdesaan adalah kepemilikan aset. Kemudian Rumiati dkk 2005 melakukan penelitian penyusunan indikator kemiskinan untuk wilayah perkotaan dengan metode analisis faktor, kluster, dan diskriminan. Variabel-variabel pembentuk indikator tersebut di antaranya rata-rata pengeluaran per kapitabulan, rata-rata pengeluaran non makanan per kapitabulan, sewa kontrak perumahankapitatahun, aneka barang dan jasakapitabulan, pakaian, alas kaki, dan tutup kepalakapitatahun, pengeluaran untuk nilai listrikbulan, pengeluaran untuk listrikteleponairBBM untuk memasak dllbulan, luas lantai, pengeluaran untuk konsumsi dagingkapita, pengeluaran untuk ikankapita. Kriteria penentuan penduduk miskin yang berbeda maka mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada daerah masing-masing. Suatu analisis permodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kemiskinan yang dipengaruhi oleh karakteristik wilayah adalah sangat penting. Permodelan tersebut adalah model spasial. Pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan di lokasi lain.

2.3. Kemiskinan Komunitas dan Wilayah

Profil kemiskinan dapat ditinjau dari beragam indikator, seperti pendapatan rendah, kondisi kesehatan buruk, pendidikan rendah dan keahlian terbatas, akses terhadap tanah dan modal rendah, sangat rentan terhadap gejolak ekonomi, bencana alam, konflik sosial dan risiko lainnya, partisipasi rendah dalam proses pengambilan kebijakan, serta keamanan individu yang sangat kurang. Selain itu, profil kemiskinan juga dapat ditelaah dari tipologi kemiskinan di tingkat komunitas atau wilayah . Kajian kuantitatif dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama menggunakan pemetaan kemiskinan poverty mapping melalui sensus lengkap secara langsung, atau model regresi untuk estimasi angka kemiskinan di setiap wilayah misalnya desa atau kecamatan berdasarkan gabungan beberapa sumber data sekunder, seperti sensus penduduk dan survei-survei rumah tangga Idrus, 2009. Ini memungkinkan kita untuk memperoleh jumlah dan persentase penduduk miskin sampai dengan tingkat wilayah desakelurahan. Kedua, mengidentifikasi kemiskinan atau ketertinggalan wilayah adalah berdasarkan data sekunder tentang potensi desa. Dari hasil PODES, misalnya, informasi yang diperoleh antara lain jumlah dan nama desakelurahan yang tergolong miskin karena sebagian besar penduduknya miskin, atau kumuh dari aspek lingkungan pemukiman penduduknya, atau tertinggal dari aspek pembangunan infrastruktur dasar di suatu wilayah. Sementara kemiskinan wilayah bermanfaat untuk melihat profil kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi di tingkat desakelurahan. Lebih penting lagi, hasil kajian ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi desa-desa miskin dan tertinggal menurut tipologinya. Dengan mempertimbangkan tipologi kemiskinan wilayah yang berbeda, maka akan diharapkan kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat tepat sasaran. Kajian tentang kemiskinan wilayah hendaknya juga ditinjau dari berbagai aspek kewilayahan lainnya, seperti letak geografis, status daerah perkotaan dan perdesaan.

2.4. Faktor Penyebab Kemiskinan