Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan

2.8. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan

Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses di mana masyarakat khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumber daya pembangunan didorong untuk meningkatkan kemandirian dalam mengembangkan perikehidupan mereka Suporahardjo, 2005. Pada prinsipnya, masyarakat mengkaji tantangan utama pembangunan mereka lalu mengajukan kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk mengatasi masalah ini. Aktivitas ini kemudian menjadi basis program lokal, regional dan bahkan nasional. Target utama pendekatan ini adalah kelompok yang termarjinalkan dalam masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses terus menerus, proses partisipatif di mana anggota masyarakat bekerja sama dalam kelompok formal maupun informal untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman serta berusaha mencapai tujuan bersama. Mengembangkan pendekatan pemberdayaan masyarakat akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya pembangunan yang makin langka. Program-program pemerintah yang berbasis pemberdayaan telah memberi banyak pengalaman dalam menekan biaya untuk suatu pekerjaan dengan kualitas yang sama yang dikerjakan program non pemberdayaan. Pendekatan ini akan meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat. Selain itu, pendekatan ini juga memiliki kontribusi dalam meningkatkan kinerja staf pemerintah dan kepuasan pelanggan atas pelayanan pemerintah Suporahardjo, 2005. Pemberdayaan didefinisikan sebagai membantu masyarakat agar mampu membantu diri mereka sendiri help people to help themselves . Pemberdayaan dilakukan dengan memberikan ruang dan kapasitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak mereka, mengembangkan potensi dan prakarsa lokal, mengaktifkan peran masyarakat serta membangun kemandirian masyarakat. Pemberdayaan dalam arti yang sebenarnya tidak sebatas memberikan input materi atau bantuan dana namun memberikan kesempatan dan kemampuan kepada masyarakat secara luas untuk mengakses sumber daya dan mendayagunakannya untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Dalam konteks ini, pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga aspek pokok, yakni Jayadinata dan Pramandika, 2006: a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya, serta berupaya untuk mengembangkannya. b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat melalui pemberian input berupa bantuan dana, pembangunan prasarana dan sarana, baik fisik jalan, irigasi, listrik maupun sosial sekolah, kesehatan, serta pengembangan lembaga pendanaan, penelitian dan pemasaran di Daerah, dan pembukaan akses kepada berbagai peluang opportunities yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. c. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada masyarakat yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang oleh karena kekurangberdayaan menghadapi yang kuat, dan bukan berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi. Pemberdayaan masyarakat tidak membuat masyarakat bergantung pada berbagai program pemberian charity, karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri, yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain. Pemberdayaan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan posisi tawar masyarakat dengan meningkatkan kapasitasnya. Setidaknya ada tiga kapasitas dasar yang dibutuhkan untuk itu, yakni Jayadinata dan Pramandika, 2006: Pertama, suara voice, akses, dan kontrol warga masyarakat terhadap pemerintahan dan pembangunan yang mempengaruhi kehidupannya sehari-hari. Suara adalah hak dan tindakan warga masyarakat menyampaikan aspirasi, gagasan, kebutuhan, kepentingan, dan tuntutan terhadap komunitas terdekatnya maupun kebijakan pemerintah. Tujuannya adalah mempengaruhi kebijakan pemerintah maupun menentukan agenda bersama untuk mengelola kehidupan secara kolektif dan mandiri. Kedua, akses berarti ruang dan kapasitas masyarakat untuk masuk dalam arena governance, yakni mempengaruhi dan menentukan kebijakan serta terlibat aktif mengelola sumber daya publik termasuk dalam pelayanan publik. Akses akan menjadi arena titik temu antara warga dan pemerintah. Pemerintah wajib membuka ruang akses warga dan memberikan layanan publik pada warga, terutama kelompok-kelompok marginal. Sebaliknya warga secara bersama-sama proaktif mengidentifikasi problem, kebutuhan dan potensinya maupun merumuskan gagasan pemecahan masalah dan pengembangan potensi secara sistematis. Pemerintah wajib merespons gagasan warga sehingga bisa dirumuskan visi dan kebijakan bersama dengan berpijak pada kemitraan dan kepercayaan. Ketiga, kontrol warga masyarakat terhadap lingkungan komunitasnya maupun proses politik yang terkait dengan pemerintah. Kita mengenal kontrol internal self-control dan kontrol eksternal. Artinya, kontrol bukan saja mencakup kapasitas masyarakat melakukan pengawasan pemantauan terhadap kebijakan implementasi dan risiko dan tindakan pemerintah, tetapi juga kemampuan warga melakukan penilaian secara kritis dan reflektif terhadap risiko-risiko atas tindakan mereka. Self-control ini sangat penting karena masyarakat diharapkan mampu membangun tanggung jawab sosial, komitmen dan kompetensi warga terhadap segala sesuatu yang mempengaruhi kehidupannya sehari-hari.

2.9. Penyebaran Kantong-Kantong Kemiskinan