Hipotesis Penelitian Model dan Alat Analisis Sistem Informasi Geografis

Tabel 3.2. Matriks Analisis Penelitian No Tujuan Metode Analisis Jenis dan Sumber Data Keluaran 1 Menganalisis pola spasial sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak. • Spasial Autocorrelation Geary’s Moran Index • Analisis visual- spasial deskriptif Data PODES Kabupaten Lebak Tahun 2000, 2003, dan 2004. Sumber : BPS • Pola spasial persebaran kemiskinan 2 Menganalisis faktor-faktor penyebab kemiskinan di Kabupaten Lebak. Regresi spasial Data PODES Kabupaten Lebak Tahun 2000, 2003, dan 2006. Sumber : BPS Faktor-faktor spasial dan non spasial yang mempengaruhi kemiskinan 3 Menganalisis kebijakan pemerintah daerah untuk pengentasan kemiskinan Analisis Deskriptif mengenai: • Strategi dan arah kebijakan pembangunan • Kendala yang dihadapi • Ketercapaian • Data RTRW Tahun 2008-2028 • Data RPJPD Tahun 2008-2028 • RPJMD Tahun 2009-2014 Sumber : Bappeda Rekomendasi kebijakan dihubungkan dengan hasil analisis.

3.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan kerangka pemikiran serta tinjauan pustaka yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang bisa dibangun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Diduga persebaran kemiskinan desa yang terjadi di Kabupaten Lebak mempunyai pola mengelompok membentuk kantong kemiskinan. b. Diduga faktor penyebab dari munculnya kemiskinan berupa karakteristik struktur sosial ekonomi, struktur kewilayahan, kualitas sarana dan prasarana, serta kualitas SDM yang ada. c. Diduga kebijakan yang diambil pemerintah dalam usaha pengentasan kemiskinan adalah kebijakan yang bersifat kewilayahan, dan faktor penyebab kemiskinan menjadi prioritas utama dalam penanganannya.

3.7. Model dan Alat Analisis

a. Analisis Pola Spasial Sebaran Kemiskinan

Analisis kemiskinan di wilayah perdesaan dilakukan dengan analisis autokorelasi spasial dan menggunakan data PODES Kabupaten Lebak. Dalam analisis autokorelasi spasial ini menggunakan dua pendekatan, yaitu:

1. Indeks Moran

Untuk menghitung Indeks Moran, terlebih dahulu harus membuat contiguity matrix. Pembobotan tersebut didasarkan pada hubungan spasial antar daerah. Dengan menetapkan bahwa hubungan spasial antar daerah mengikuti Queen’s Moves, yaitu hubungan kedekatan desa satu dengan desa lain secara administratif dan saling berbatasan. Selain itu, juga melihat hubungan antar desa yang letaknya tidak berdekatan dan tidak berbatasan. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan membuat sebuah matriks W ij yang terstandarisasi dengan didasarkan pada data dari nilai centroid dari tiap-tiap desa terhadap pusat kegiatan dari kabupaten yang membawahinya . Formulasi umum dari Indeks Moran adalah Arlinghaus, 1996: ∑ = − − ∑ = ∑ = − = n i i x x j x i x n i n j x i x ij W x S n I 1 2 1 1 Dengan nilai ∑∑ = = = n i n j ij o W S 1 1 Di mana : I : Indeks Moran W ij : indeksukuran analisis spasial yang menyatakan kedekatan desa i dan j n : banyaknya desa x i : jumlah KK miskin desa ke-i atau kepadatan penduduk KK miskin desa ke-I KKkm 2 x j : jumlah KK miskin desa ke-j atau kepadatan penduduk KK miskin desa ke-j KKkm 2 Di dalam perhitungan Indeks Moran ini dilakukan untuk dua variabel, yaitu perhitungan dengan menggunakan variabel persentase jumlah KK miskin desa ke-i dan variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin desa ke-i. Dalam penentuan hubungan spasial yang ada dalam Indeks Moran ini didasarkan pada hipotesis pembobotan sebagai berikut: Jika Indeks I mendekati 1 positif +, maka berarti spatial autocorrelation positive. Atau bisa dikatakan variabel persentase jumlah KK miskin dan variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin cenderung mengelompok cluster. Jika Indeks I mendekati 1 negatif -, maka berarti spatial autocorrelation negative. Atau bisa dikatakan bahwa variabel persentase jumlah KK miskin dan variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin cenderung menyebar. Jika Indeks I = 1 1 − − n , maka Indeks tersebut bersifat random. Jika dimisalkan jumlah n adalah 100, maka yang terjadi adalah 1 100 1 − − = 99 1 − . Jumlah n yang tidak diperkenankan dalam hipotesis ketiga ini adalah dengan jumlah n = 2. Karena yang terjadi adalah 1 2 1 − − = 1 1 − = - 1. Dengan nilai Indeks = -1, maka indeks akan bersifat spatial autocorrelation negative. Dengan variabel n yang semakin besar, maka nilai I akan mendekati nol 0. Data yang dipakai dalam Indeks Moran ini adalah data mengenai persentase jumlah KK miskin jiwa pada tahun 2000, 2003, dan 2003. Selain itu digunakan juga data mengenai tingkat kepadatan penduduk KK miskin jiwakm 2 pada tahun 2000, 2003, dan 2006.

2. Indeks Geary

Indeks Geary digunakan untuk melihat otokorelasi dari ukuran spasial. Seperti otokorelasi, otokorelasi spasial berarti bahwa terdapat kesamaan fenomena dan diantara keduanya saling berkorelasi. Namun, otokorelasi disini lebih melihat kedekatan dari segi waktunya. Spasial otokorelasi adalah tentang kedekatan dalam dua-dimensi ruang. Formulasi umum dari Indeks Geary adalah Arlinghaus, 1996: ∑ = − − ∑ = ∑ = − = n i i x x j x i x n i n j ij W x S n C 1 2 2 1 1 2 1 Dengan nilai ∑∑ = = = n i n j ij o W S 1 1 Di mana: C : Indeks Geary Wij : Indeksukuran analisis spasial yang menyatakan kedekatan desa i dan j n : banyaknya desa x i : jumlah KK miskin desa ke-i atau kepadatan penduduk KK miskin desa ke-i x j : jumlah KK miskin desa ke-j atau kepadatan penduduk KK miskin desa ke-j Sama halnya dengan perhitungan dalam Indeks Moran, dalam Indeks Geary juga dilakukan perhitungan untuk dua variabel, yaitu perhitungan dengan menggunakan variabel persentase jumlah KK miskin desa ke-i dan variabel kepadatan penduduk KK miskin desa ke-i. Data yang digunakan dalam analisis Indeks Geary ini sama dengan data yang digunakan dalam Indeks Moran. Dalam penentuan hubungan spasial antara desa i dan j yang ada dalam Indeks Geary ini didasarkan pada hipotesis pembobotan sebagai berikut: Jika Indeks I mendekati 0 positif +, maka berarti spatial autocorrelation positive . Atau bisa dikatakan bahwa variabel persentase jumlah KK miskin dan variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin cenderung bersifat mengelompok cluster. Jika Indeks I mendekati 2 negatif -, maka berarti spatial autocorrelation negative . Atau bisa dikatakan bahwa variabel persentase jumlah KK miskin dan variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin cenderung bersifat menyebar. Jika Indeks I mendekati 1, maka Indeks tersebut bersifat random

b. Analisis Faktor Faktor Penyebab Kemiskinan

1. Regresi Spasial

Model regresi yang melibatkan pengaruh spasial disebut dengan model regresi spasial. Ketika nilai observasi di suatu lokasi bergantung pada nilai observasi di lokasi sekitarnya, dikatakan ada spatial autocorrelation. Data spasial mungkin menunjukkan spatial autocorrelation dalam variabel dan galat error. Salah satu pengaruh spasial yaitu autokorelasi spasial. Dalam penelitian ini, unit analisis yang akan digunakan adalah tingkat desa yang ada di Kabupaten Lebak. Formulasi umum regresi spasial yang terbentuk adalah LeSage, 1999: ε β β ρ + + + = 2 2 1 1 X X W Y i Dalam penelitian ini, dipergunakan matriks W dij yaitu suatu ukuran analisis spasial yang menyatakan kedekatan desa i dan j. Dalam penelitian ini model yang digunakan sudah dimodifikasi menyesuaikan dengan jumlah variabel yang ada, sehingga modelnya menjadi: i i ij i ij i i ij i i i i ij i i i JrSMA Ln Ls Wd Ln Inds Wd Ln JrPskms Ln JrPsr Wd Ln JrSMK Ln Ptn Ln Top Ln Pdk Wd Ln P Ln Jrk Ln Y _ _ _ _ _ _ _ _ _ sgn _ _ 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 β β β β β β β β β β β ρ + + + + + + + + + + + = Di mana : Y i : tingkat kemiskinan unit desa ke-i jiwa : intersep Wdij : ukuran kedekatan spasial yang menyatakan kedekatan desa i dan j. Dimana Wdij = 1 1 − ij d Ln_Jrk i : jarak dari desa ke-i ke pusat kegiatan yaitu Rangkasbitung km Ln_Psgn i : pasangan usia subur jiwa Ln_Wd ij Pdk i : kedekatan dengan konsentrasi jumlah penduduk atau 1 1 − ij d x Pdk i Ln_Top i : topografi dummy, 1 adalah datar dan 0 adalah berbukit-bukit Ln_Ptn i : jumlah petani jiwa Ln_JrSMK i : jarak desa ke SMK terdekat km Ln_Wd ij JrPsr i : kedekatan dengan jarak pasar, atau 1 1 − ij d x JrPsr i Ln_Jr Pskms i : jarak desa ke puskesmas terdekat km Ln_Wd ij Inds i : kedekatan dengan jumlah industri, atau 1 1 − ij d x Inds i Ln_Wd ij Ls i : kedekatan dengan luas wilayah, atau 1 1 − ij d x Ls i Ln_JrSMA i : jarak desa ke SMA terdekat km

2. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel- variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut: a. Nilai R 2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris yang sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. b. Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang sangat tinggi umumnya di atas 0.90, maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolonieritas. Multikolonieritas dapat disebabkan adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen. c. Multikolonieritas dapat juga dilihat dari 1 nilai toleransi dan lawannya 2 variance inflation factor VIF. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen terikat dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Toleransi mengukur variabilitas variabel independen yang dipilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi karena VIF = 1tolerance.

c. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis Geographic Information SystemGIS yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis. SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti: lokasi, kondisi, tren, pola, dan pemodelan. Dalam penelitian ini SIG diaplikasikan untuk melihat lokasi, trend, dan pola dari sebaran kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Lebak. Dalam penelitian ini, ada beberapa langkah yang dilakukan diantaranya adalah: a. Menentukan nilai untuk variabel persentase jumlah KK miskin dan tingkat kepadatan penduduk KK miskin di Kabupaten Lebak. b. Menampilkan nilai dari variabel persentase jumlah KK miskin dan tingkat kepadatan penduduk KK miskin di Kabupaten Lebak dalam analisis visual spasial deskriptif. c. Dalam penelitian ini juga dilakukan overlay untuk kombinasi dari variabel persentase jumlah KK miskin dan tingkat kepadatan penduduk KK miskin di Kabupaten Lebak. Overlay dimaksudkan untuk melihat kategori kelas persebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak. Kategorisasi dimaksudkan untuk menentukan prioritas dari kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. d. Langkah awal adalah dengan membagi data tabular ke dalam kelas. e. Cara yang diambil untuk melakukan pembagian kelas variabel dilakukan dengan didasarkan pada pola data Lampiran 1. Pembagian kelas dalam analisis ini ditunjukkan oleh Tabel 3.3 Tabel 3.3. Pembagian Kelas Variabel Persentase Jumlah KK Miskin Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin Kode Kelas Kode Kelas J1 Sedikit K1 Rendah J2 Sedang K2 Sedang J3 Banyak K3 Tinggi J4 Sangat Banyak K4 Sangat Tinggi Selain didasarkan pada pola data yang ada, kriteria dari pengklasifikasian menjadi 4 kelas dalam program ArcGis 9.2 juga didasarkan pada 5 metode pengklasifikasian yaitu: • Equal Area, yaitu metode pengklasifikasian dengan jumlah luas kawasan area dengan kriteria sama mempunyai luas yang sama. • Equal Interval, yaitu metode pengklasifikasian dengan jumlah luas kawasan area dengan kriteria sama dan interval yang sama. • Natural Break adalah metode pengklasifikasian dengan didasarkan pada pola homogenitas cluster dari suatu data tabular. • Quantile, yaitu metode pengklasifikasian pembagian luas suatu kawasan dengan membagi menjadi 4 luasan. • Standard Deviation, yaitu metode membagi kelas dengan cara menambah mean dan 1 st Standard Deviation untuk kelas 1, mean dan 2x Standard Deviation, dst. Dari lima metode diatas, dengan metode trial and error kepada tiap-tiap metode akan diketahui hasil yang terbaik. Hasil yang paling baik itulah yang menjadi dasar dari pemilihan metode kriteria pengklasifikasian kelas. f. Langkah selanjutnya adalah melakukan overlay, yaitu penggabungan antara variabel persentase jumlah KK miskin dan tingkat kepadatan penduduk KK miskin di Kabupaten Lebak. Overlay ini dilakukan untuk mengetahui kelompok pembagian kemiskinan desa. g. Setelah dilakukan overlay, langkah selanjutnya adalah penentuan kelas kebijakan dalam hal ini didasarkan pada matriks berikut ini: Persentase Jumlah KK Miskin jiwa Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin KKkm 2 KELAS RENDAH K1 SEDANG K2 TINGGI K3 SANGAT TINGGI K4 SEDIKIT J1 J1 K1 1 J1 K2 2 J1 K3 3 J1 K4 4 SEDANG J2 J2 K1 5 J2 K2 6 J2 K3 7 J2 K4 8 BANYAK J3 J3 K1 9 J3 K2 10 J3 K3 11 J3 K4 12 SANGAT BANYAK J4 J4 K1 13 J4 K2 14 J4 K3 15 J4 K4 16 Gambar 3.3. Matriks Pembagian Kelas Kemiskinan Desa Berdasarkan Persentase Jumlah KK Miskin dan Tingkat Kepadatan Penduduk KK Miskin. Kelas kategori yang menjadi prioritas 1 dari kebijakan adalah kelas 16 J4 K4 dengan warna merah. Yaitu persentase jumlah KK miskin sangat banyak dan tingkat kepadatan penduduk KK miskin sangat tinggi. Kemudian priortitas yang kedua adalah kelas 11 J3 K3, kelas 12 J3 K4, kelas 15 J4 K3. Selanjutnya adalah kelompok kelas prioritas ketiga, yaitu kelas 6 J2 K2, kelas 7 J2 K3, kelas 8 J2 K4, kelas 10 J3 K2, dan Prioritas 1 Prioritas 3 Prioritas 4 Prioritas 2 kelas 14 J4 K2. Prioritas terakhir adalah kelompok prioritas 4, yaitu kelas 2 J1 K2, kelas 3 J1 K3, kelas 4 J1 K4, kelas 5 J2 K1, kelas 9 J3 K1, dan kelas 13 J4 K1. Dengan diketahuinya pemusatan dari kantong kemiskinan di Kabupaten Lebak, diharapkan kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah mampu mengakomodir dan memberlakukan penanganan kemiskinan berdasarkan pada karakteristik kemiskinan yang terjadi pada masing-masing daerah desa tersebut. h. Untuk lebih memudahkan dalam melihat komposisi dari pembagian prioritas kebijakan terhadap persebaran kantong kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Lebak maka pembagian cluster peta didasarkan komposisi pembagian warna prioritas kebijakan seperti terlihat dalam pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Komposisi Pembagian Warna Prioritas Kebijakan Prioritas Warna Prioritas 1 Prioritas 2 Prioritas 3 Setelah diketahui komposisi desa-desa yang termasuk dalam pembagian kelompok prioritas kebijakan, maka pemerintah dapat dengan mudah menentukan desa manakah yang menjadi pusat pembentukan kantong kemiskinan. Dengan harapan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah mampu melihat karakteristik kemiskinan yang selama ini menjadi masalah dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

d. Analisis Deskriptif Kebijakan Pemerintah untuk Penanggulangan