2.4 Analisis Aktor
Aktor merupakan masyarakat yang memiliki daya untuk mengendalikan penggunaan sumberdaya seolah-olah mereka tidak terkena pengaruh, tetapi
kehidupannya dipengaruhi oleh perubahan penggunaan sumberdaya tersebut. Aktor adalah bagian yang secara langsung terkait dengan hasil kajian. Mereka
menjadi pengguna di masa depan dari suatu hasil kajian. Mereka bukan kelompok sasaran target group bagi hasil suatu kajian. Aktor sangat bervariasi derajat
pengaruh dan kepentingannya, dan dapat dikategorikan sesuai dengan banyak atau sedikitnya pengaruh dan kepentingan relatifnya terhadap keberhasilan pengelolaan
sumberdaya alam Suhana, 2008. Brown et al 2001 dalam Suhana 2008 mengkategorikan aktor sebagai
berikut: 1 Aktor primer, yakni mereka yang mempunyai pengaruh rendah terhadap hasil
kebijakan tetapi kesejahteraannya penting bagi pengambil kebijakan. 2 Aktor sekunder, yakni mereka yang dapat mempengaruhi keputusan yang
dibuat karena mereka adalah sebagian besar dari pengambil kebijakan dan terlibat dalam implementasi kebijakan. Secara relatif mereka tidak penting,
demikian pula dengan tingkat kesejahteraannya bukan suatu prioritas. 3 Aktor eksternal, yakni individu atau kelompok yang dapat mempengaruhi hasil
dari suatu proses melalui lobby kepada pengambil keputusan, tetapi interest mereka tidak begitu penting.
2.5 Kelembagaan
Khaerallah dan Kirsten 2001 dalam Fauzi 2005 mendefinisikan kelembagaan adalah ‘suatu gugus aturan rule of conduct formal hukum,
kontrak, sistem politik, organisasi, pasar, dan lain sebagainya serta informal norma, tradisi, sistem nilai, agama, tren sosial, dan lain sebagainya yang
memfasilitasi koordinasi dan hubungan antara individu maupun kelompok’.
Ostrom 1985 dalam Suhana 2008 mendefinisikan kelembagaan sebagai aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu
kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi institutional arrangements dapat
ditentukan oleh beberapa unsur, yaitu aturan operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumberdaya, aturan kolektif untuk menentukan, menegakan hukum
atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi.
Sementara itu, Pejovich 1999 dalam Suhana 2008 menyatakan bahwa kelembagaan memiliki tiga komponen, yakni :
1. Aturan formal formal institutions, meliputi konstitusi, statuta, hukum dan seluruh regulasi pemerintah lainnya. Aturan formal membentuk sistem politik
struktur pemerintahan, hak-hak individu, sistem ekonomi hak kepemilikan dalam kondisi kelangkaan sumberdaya, kontrak, dan sistem keamanan
peradilan, polisi 2. Aturan informal informal institutions, meliputi pengalaman, nilai-nilai
tradisional, agama dan seluruh faktor yang mempengaruhi bentuk persepsi subjektif individu tentang dunia tempat hidup mereka; dan
3. Mekanisme penegakan enforcement mechanism, semua kelembagaan tersebut tidak akan efektif apabila tidak diiringi dengan mekanisme penegakan.
2.6 Tindakan Kolektif Collective Action
Bogason 2000 dalam Suhana 2008 mengemukakan beberapa ciri umum kelembagaan, antara lain adanya sebuah struktur yang didasarkan pada interaksi di
antara para aktor adanya pemahaman bersama tentang nilai-nilai dan adanya tekanan untuk berperilaku sesuai dengan yang telah disepakatiditetapkan.
Commons 1934 dalam Suhana 2008 mendefinisikan kelembagaan sebagai: “...collective action in restraint, liberation, and of individual action”. Teori
tindakan kolektif collective action pertama kali diformulasikan oleh Mancur Olson 1971 dalam Yustika 2008, khususnya saat mengupas masalah
kelompok-kelompok kepentingan interest groups. Teori ini sangat berguna untuk mengatasi masalah penunggang bebas free-rider dan mendesai jalan
keluar bersama cooperative solutions bagi pengelolaan sumberdaya bersama common resources atau penyediaan barang-barang publik public goods.
Menurut Olson juga, determinan penting bagi keberhasilan suatu tindakan bersama adalah ukuran size, homogenitas homogenity, dan tujuan kelompok
purpose of the group. Dimana teori ini sudah banyak dimanfaatkan untuk menyelesaikan persoalan yang terkait dengan manajemen sumberdaya bersama,
seperti air, perikanan, tanah, hutan, dan lain-lain. Tindakan kolektif akan bekerja optimum tergantung dari ketiga determinan tersebut. Secara hipotetik, semakin
besar ukuran suatu kelompok kepentingan interest group, maka kian sulit bagi kelompok tersebut untuk menegosiasikan kepentingan di antara anggota
kelompok, demikian sebaliknya. Artinya, kelompok yang dibangun dengan ukuran kecil small group dimungkinkan untuk bekerja lebih efektif. Selanjutnya,
keragaman kepentingan anggota kelompok juga sangat menentukan keberhasilan tindakan kolektif. Semakin beragam kepentingan anggota kelompok, maka kian
rumit untuk memformulasikan kesepakatan bersama karena masing-masing anggota membawa kepentingannya sendiri-sendiri demikian sebaliknya. Jadi,
homogenitas kepentingan diandaikan akan lebih memudahkan kerja suatu kelompok.
Bogason 2000 dalam Suhana 2008 mengemukakan tiga level aturan, yaitu level aksi, level aksi kolektif dan level konstitusi. Pada level aksi, aturan
secara langsung mempengaruhi aksi nyata. Dalam hal ini biasanya ada standar atau rules of conduct. Pada level aksi lolektif, kita mendefinisikan aturan untuk
aksi pada masa-masa yang akan datang. Aktivitas penetapan aturan seperti ini sering juga disebut kebijakan. Terakhir, pada level konstitusi kita mendiskusikan
prinsip-prinsip bagi pengambilan keputusan kolektif masa yang akan datang, seperti prinsip-prinsip demokrasi. Aturan-aturan pada level konstitusi ini biasanya
ditulis secara formal dan dimodifikasi. Walaupun konstitusi bukan harga mati,
biasanya lebih sulit berubah. 2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan oleh Hermawan 2006 meneliti keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil kasus perikanan pantai di Serang dan Tegal dengan
menggunakan metode Rapfish. Hasil yang didapatkan ialah kegiatan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Serang memiliki skor keberlanjutan relatif lebih
baik dibandingkan perikanan skala kecil di perairan pantai Tegal. Dilihat dari perspektif alat tangkap, perikanan di Serang hanya perikanan jaring udang yang