Kabupaten Bandung Barat Waduk Cirata
Sumber: Hasil analisis data 2015
Gambar 10. Status keberlanjutan dimensi ekologi pengelolaan usaha perikanan di Waduk Cirata
Nilai stress yang diperoleh pada dimensi ekologi dari penelitian ini adalah sebesar 14,14 atau masih 25. Stress
merupakan “nilai simpangan baku” dari metode MDS. Makin kecil stress tentunya makin baik. Menurut Nababan et al.
2008 stress ini pada prinsipnya mengukur seberapa dekat nilai jarak dua dimensi dengan jarak multi dimensi. Jika jarak antara dua nilai jarak ini dekat berarti
simpangannya kecil dan berarti juga nilai stress-nya kecil. Nilai stress terbesar yang masih dapat diterima biasanya 25. Demikian juga nilai R
2
dalam perhitungan Rapfish untuk dimensi ekologi ini diperoleh sebesar 95,09 dan
dalam jumlah iterasi 2 kali. Beberapa nilai statistik yang diperoleh dalam Rapfish pada dimensi ekologi dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Nilai statistik yang diperoleh dari hasil analisis Rapfish pada dimensi ekologi
No Atribut Statistik
Nilai Statistik Persentase
1 Stress
0,1414 14,14
2 R
2
0,9509 95,09
3 Jumlah Iterasi
2 Sumber: Hasil analisis data 2015
Rapfish juga digunakan untuk mengetahui atribut mana yang paling sensitif mempengaruhi tingkat keberlanjutan pengelolaan Waduk Cirata menurut
aspek ekologi. Oleh karena itu perlu diperlukan analisis sensitivitas atau analisis leverage. Gambar 11 menunjukkan atribut dimensi ekologi yang sensitif terhadap
pengelolaan waduk yaitu, kualitas air, daya tampung KJA, tingkat sedimentasi, jumlah limbah KJA dan frekuensi upwelling dengan nilai standar eror atau nilai
akar kuadrat nilai tengah AKNT masing-masing sebesar 5,41, 3,35, 3,29, 2,75 dan 1,92.
Kualitas air ternyata merupakan atribut yang memiliki AKNT yang terbesar yaitu 5,41 yang berarti atribut ini sangat menentukan dalam
keberlanjutan pengelolaan Waduk Cirata. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air Waduk Cirata pada periode triwulan IV tahun 2014 menunjukkan bahwa
dalam sepuluh tahun terakhir berbagai parameter kulitas air di Waduk Cirata mengalami fluktuasi dan memberikan dampak yang berarti terutama terhadap
permasalahan eutrofikasi dan korosivitas air. Status mutu rata-rata perairan Waduk Cirata termasuk dalam kategori buruk untuk penggunaan kelas II dan
kelas III, dimana skor rata-rata perairan Waduk Cirata untuk kelas II sarana prasarana air, pembudidayaan ikan tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut adalah -68. Kondisi air Waduk Cirata juga
termasuk dalam kategori korosif yang berpotensi merusak bendungan dan instalasi pembangkit listrik BPWC, 2014. Hal ini menunjukkan jika kualitas air
di Waduk Cirata sudah buruk maka akan berperngaruh terhadap kegiatan-kegiatan pemanfaatan waduk yang lainnya. Hal ini seharusnya menjadi tugas bagi
pemerintah maupun masyarakat sekitar waduk untuk melakukan upaya-upaya yang dapat mengurangi beban ekosistem waduk. Diperlukan tindakan bersama
yang nyata untuk menjaga waduk untuk ke depannya. Atribut lain yang sensitif ialah daya tampung KJA dan tingkat
sedimentasi. Berdasarkan SK Gubernur No 41 tahun 2002 yang menyatakan hanya sebesar 1 dari luas seluruh genangan saja yang digunakan untuk budidaya
perikanan KJA dan daya tampung KJA yang dianjurkan adalah sebanyak 12.000 petak untuk 3 wilayah administrasi. Namun, yang terjadi saat ini adalah semakin
meningkatnya jumlah petak KJA yang ada yang kini mencapai 53.031 petak. Dengan jumlah petak yang sebanyak ini bukan saja berpengaruh terhadap
ekosistem waduk tetapi juga menyebabkan meningkatnya tingkat sedimentasi di Waduk Cirata. Sedimentasi di Waduk Cirata rata-rata telah mencapai 7,30 juta
m
3
tahun, angka tersebut telah melebihi asumsi desain yang hanya 5,67 juta m
3
tahun.