Sumber: Hasil analisis data 2015
Gambar 24. Hasil analisis Monte Carlo untuk pengelolaan Waduk Cirata pada dimensi kelembagaan
Berdasarkan analisis Monte Carlo diketahui bahwa kondisi kelembagaan pengelolaan Waduk Cirata banyak mengalami gangguan perturbation yang
ditunjukkan oleh plot biru yang menyebar.
6.1.6 Analisis Status Keberlanjutan Pengelolaan Usaha Perikanan KJA
Waduk Cirata dalam Multidimensi Keberlanjutan
Analisis keberlanjutan yang dilakukan dengan menggunakan Rapfish menghasilkan indeks keberlanjutan yang berbeda pada setiap dimensi dapat
dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Perbandingan indeks keberlanjutan dari hasil teknik ordinasi dimensi
ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan
No Dimensi
Indeks Status
1 Ekologi
9,68 Buruk
2 Ekonomi
34,57 Kurang berkelanjutan
3 Sosial
12,62 Buruk
4 Teknologi
24,46 Buruk
5 Kelembagaan
8,67 Buruk
Sumber: Hasil analisis data 2015
Berdasarkan Tabel 23 analisis ordinasi menunjukkan bahwa keberlanjutan pengelolaan usaha perikanan KJA Waduk Cirata bervariasi antar dimensi yaitu,
dimensi ekologi, sosial, teknologi dan kelembagaan dalam kondisi yang buruk. Sedangkan, dimensi ekonomi dalam kondisi kurang berkelanjutan. Sedangkan
perbandingan nilai akar kuadrat tengah AKNT pada masing-masing dimensi dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24 Perbandingan nilai akar kuadrat nilai tengah AKNT masing-masing atribut pada setiap dimensi keberlanjutan
No Dimensi Atribut
Akar Kuadrat Nilai Tengah AKNT Dimensi Ekologi
1 Kualitas air
5,41 2
Daya tampung KJA 3,35
3 Tingkat sedimentasi
3,29 4
Jumlah limbah KJA 2,75
5 Frekuensi upwelling
1,92 Dimensi Ekonomi
1 Penyerapan TK
10,35 2
Kepemilikan 9,69
3 Alternatif pekerjaan dan pendapatan
9,06 4
Upah rata-rata pekerja 7,90
5 Keuntungan
7,17 6
Subsidi 7,06
7 Tujuan pemasaran
6,70 Dimensi Sosial
1 Tingkat pendidikan
3,83 2
Pengetahuan tentang lingkungan 3,68
3 Status konflik
2,75 4
Keterlibatan dalam pengambilan keputusan 2,30
5 Jumlah RTP
2,28 6
Pengelolaan usaha perikanan KJA 1,06
7 Keterlibatan anggota keluarga
0,48 Dimensi Teknologi
1 Teknologi KJA
21,39 2
Jenis ikan 9,86
3 Ketersediaan alat pendukung di KJA
5,43 4
Penanganan ikan sebelum dijual 2,62
Dimensi Kelembagaan 1
Penegakkan hukum KJA 9,21
2 Proses pengambilan keputusan
2,62 3
Koperasi perikanan 2,51
4 Alternatif
1,56 5
Jumlah KJA ilegal 1,53
Sumber: Hasil analisis data 2015
Nilai akar kuadrat nilai tengah AKNT atribut pada setiap dimensi menujukkan nilai standar eror pada masing-masing atribut. Keterkaitan antar
dimensi dapat digambarkan dengan diagram layang-layang pada Gambar 25.
Sumber: Hasil analisis data 2015
Gambar 25. Diagram layang analisis keberlanjutan pengelolaan Waduk Cirata Berdasarkan Gambar 25 dapat dilihat bahwa bagian luar diagram
menujukkan skor baik 100 sementara bagian dalam menunjukkan skor buruk 0. Analisis keberlanjutan pengelolaan Waduk Cirata harus memperhatikan
aspek ketidakpastian, dimana hal ini disebabkan oleh Fauzi dan Anna, 2005: a.
Dampak dari kesalahan dalam skoring akibat minimnya informasi. b.
Dampak dari keragaman dalam skoring akibat perbedaan nilai. c.
Kesalahan dalam data entry. d.
Tingginya nilai stress yang diperolah dari algoritma ALSCAL. Melihat permasalahan diatas, maka analisis Monte Carlo merupakan
serangkaian proses simulasi yang berlangsung untuk menguji pengaruh dari beragam kekeliruan ketidakpastian, baik yang berkenaan dengan skoring
maupun dalam proses ordinasi status keberlanjutan pengelolaan Waduk Cirata. Tabel 25 menyajikan perbandingan indeks keberlanjutan hasil Multi-Dimensional
Scalling MDS dengan hasil Monte Carlo. Tabel 25 Perbandingan indeks keberlanjutan hasil MDS dan Monte Carlo selang
kepercayaan 95 pada pengelolaan Waduk Cirata
No Dimensi
Indeks Monte Carlo
Perbedaan 1
Ekologi 9,68
11,81 2,13
2 Ekonomi
34,97 35,90
1,33 3
Sosial 12,62
13,79 1,17
4 Teknologi
24,46 24,54
0,08 5
Kelembagaan 8,67
11,04 2,37
Berdasarkan Tabel 25 menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan yang didapat dari setiap dimensi tidak mengalami banyak perbedaan. Menurut Fauzi
2004 nilai perbedaan 5 mengindikasikan bahwa 1 kesalahan dalam pembuatan skor pada setiap atribut relatif kecil, 2 ragam pemberian skor akibat
perbedaan opini relatif kecil, 3 proses analisis yang dilakukan secara berulang
stabil, dan 4 kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari. Dengan demikian, diketahui bahwa analisis keberlanjutan yang dilakukan dengan
teknik Rapfish untuk pengelolaan Waduk Cirata memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.
6.2 Analisis Kegiatan yang Paling Mengancam terhadap Keberlanjutan Waduk Cirata
Waduk Cirata memiliki fungsi awal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTA yang dioperasikan oleh PT Pembangkit Jawa Bali ternyata
menimbukan berbagai kegiatan ikutan yang berkembang disekitarnya. Kegiatan lain yang memanfaaatkan Waduk Cirata antara lain, budidaya perikanan KJA,
pertanian, perikanan tangkap, pariwisata, aktivitas domestik. Waduk Cirata juga telah menjadi lahan mata pencaharian bagi masyarakat luas baik bagi penduduk
lokal maupun pendatang. Persepsi stakeholder terhadap kegiatan manakah yang paling mengancam keberlanjutan Waduk Cirata penting untuk diidentifikasi.
Adapun stakeholder yang memberikan persepsi antara lain, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur,
Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Umum Cirata BPBPPUC Kabupaten Cianjur, Badan Pengelola Waduk Cirata
BPWC, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah BPLHD Kabupaten Cianjur dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah BPLHD Propinsi Jawa
Barat. Parameter yang digunakan untuk menganalisis kegiatan yang paling mengancam terhadap keberlanjutan Waduk Cirata antara lain, tingkat sedimentasi,
limbah organik dan jumlah sampah yang dihasilkan.
6.2.1 Budidaya Perikanan KJA
Kegiatan lain yang timbul dari dibangunnya Waduk Cirata ialah berkembangnya bududaya perikanan KJA. Sejak penggenangannya pada 1
September 1997 ini, Waduk Cirata juga berfungsi sebagai lokasi pembudidayaan ikan yang menggunakan sistem KJA. Para petani yang melakukan budidaya
awalnya hanya diperuntukkan bagi masyarakat sekitar yang terkena dampak dari penggenangan saja, namun sekarang sudah banyak petani yang berasal dari
wilayah sekitar waduk. Akibatnya setiap tahun jumlah KJA yang ada semakin meningkat dan berdampak pada kualitas karena terjadi peningkatan sedimentasi
serta pencemaran pada lingkungan sekitar waduk. Berbagai persepsi pun timbul akibat adanya perikanan KJA ini. Berikut persepsi stakeholder tentang tingkat
sedimentasi, limbah organik serta jumlah sampah yang ditimbulkan dari kegiatan perikanan budidaya KJA dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan Tabel 26,
stakeholder memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai kegiatan perikanan budidaya KJA sebagai kegitan yang paling mengancam keberlanjutan Waduk
Cirata. Dilihat dari parameter tingkat sedimentasi yang disebabkan oleh perikanan budidaya KJA, sebanyak 16,67 menyatakan tinggi, 50 menyatakan rendah
dan sisanya 33,33 menyatakan rendah. Untuk limbah organik yang dihasilkan, sebanyak 50 menyatakan tinggi, 33,33 menyatakan sedang dan 16,67
menyatakan rendah. Untuk jumlah sampah yang dihasilkan dari perikanan budidaya KJA ini, sebanyak 33,33 menyatakan banyak, 16,67 menyatakan
sedang dan sisanya 50 menyatakan rendah. Jika dilihat berdasarkan persepsi yang diberikan oleh masing-masing stakeholder, perikanan budidaya KJA ini
sedikit banyak telah mengancam keberlanjutan Waduk Cirata walaupun bukan sebagai penyebab utamanya.
Tabel 26 Persepsi stakeholder tentang kegiatan perikanan budidaya KJA di Waduk Cirata
Kegiatan Stakeholder
Parameter Tk. sedimentasi
Limbah organik Jumlah sampah
T S
R T
S R
B S
R
Budidaya Perikanan
KJA
DKP Prov.
Jawa Barat
√ √
√ DKP Kab. Cianjur
√ √
√ UPTD BPBPPUC
√ √
√ BPWC
√ √
√ BPLHD Prov. Jawa
Barat √
√ √
BPLHD Kab. Cianjur √
√ √
Ket: T: tinggi, S: sedang, R: rendah, B: banyak
6.2.2 Pertanian
Kegiatan lain yang berkembang di kawasan Cirata adalah pertanian. Aktivitas pertanian di sekitar Waduk Cirata memanfaatkan air yang tertampung di
Waduk Cirata sebagai sumber air utama irigasi pertaniannya. Limbah pertanian yang mengalir dari Sungai Citarum juga masuk ke dalam Waduk Cirata yang
umumnya berasla dari penggunaan pupuk, pestisida, dan buangan sisa panen seperti jerami. Berikut adalah persepsi stakeholder yang dilihat dari kegiatan
pertanian dapat dilihat pada Tabel 27