Ekspektasi dan Tingkat Urgensi Aktor terhadap Keberadaan dan

Waduk Cirata dibagi ke dalam tiga zona wilayah untuk memudahkan pemantauan dan transfer informasi. Pembagian zona dan jumlah Rumah Tangga Petani RTP baik pribumi maupun non pribumi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Pembagian zona dan jumlah RTP tahun 2011 Wilayah No Desa Petani RTP Jumlah Pribumi Non Pribumi Zona 1 Bandung Barat 1 Bojong Mekar 10 8 2 2 Margalaksana 582 499 83 3 Margaluyu 383 303 80 4 Nanggeleng 87 79 8 5 Nyenang 136 134 2 Jumlah 1.198 1.023 175 Zona 2 Purwakarta 1 Citamiang 101 84 17 2 Pasir Jambu 61 49 12 3 Sinargalih 143 128 15 4 Tegal Datar 187 181 6 Jumlah 492 442 50 Zona 3 Cianjur 1 Bobojong 291 217 74 2 Cikidang 95 81 14 3 Kamurang 145 110 35 4 Kertajaya 110 83 27 5 Mande 180 146 34 Jumlah 821 637 184 Total 2.511 2.102 409 Sumber: Laporan Sensus KJA PT. Cikal 2011 Berdasarkan Tabel 12 wilayah yang memiliki jumlah RTP terbanyak terdapat pada zona 1 atau wilayah Bandung Barat. Wilayah Bandung Barat memiliki 5 desa yang termasuk dalam wilayah zona 1, yaitu Bojongmekar, Margalaksana, Margaluyu, Nanggeleng dan Nyenang. Desa Margalaksana memiliki RTP paling banyak sebesar 582 RTP, dengan jumlah 499 RTP warga pribumi dan 83 RTP non pribumi. Selanjutnya, desa dengan jumlah RTP terbanyak yaitu Desa Margaluyu dengan jumlah RTP 383 RTP, diantaranya 303 merupakan warga pribumi dan 80 RTP non pribumi. Desa Bojong Mekar memiliki jumlah RTP paling sedikit, yaitu 10 RTP dengan 8 warga pribumi dan 2 lainnya non pribumi. Secara keseluruhan, jumlah RTP yang berada di zona 1 atau wilayah Bandung Barat berjumlah 1.198 RTP. Wilayah zona 2 ialah Kabupaten Purwakarta memiliki jumlah RTP paling sedikit yaitu 492 RTP. Desa yang masuk ke dalam zona ini adalah Desa Citamiang, Pasir Jambu, Sirnagalih dan Tegal Datar. Desa Citamiang memiliki jumlah RTP paling banyak yaitu 187 RTP, 181 warga pribumi dan 6 dari non pribumi. Desa yang memiliki jumlah RTP paling sedikit ialah Desa Pasir Jambu dengan jumlah 61 RTP, 49 warga pribumi dan 12 lainnya berasal dari warga pendatang. Wilayah zona 3 atau yang terakhir ialah Kabupaten Cianjur yang merupakan bagian terluas dari Waduk Cirata. Terdapat 5 desa yang masuk dalam bagiannya, yaitu Desa Bobojong, Cikidang, Kamurang, Kertajaya dan Mande. Desa Bobojong memiliki jumlah RTP terbanyak dengan jumlah 291 RTP, 217 diantaranya merupakan warga pribumi dan 74 lainnya warga non pribumi. Sedangkan desa yang meiliki RTP paling sedikit ialah Desa Cikidang yaitu sebanyak 95 RTP, 81 diantaranya merupakan warga pribumi dan 14 lainnya merupakan warga non pribumi. Secara keseluruhan jumlah RTP yang ada di Kabupaten Cianjur sebanyak 821 RTP. Jumlah RTP dari 3 zona tersebut pada tahun 2011 yaitu sebanyak 2.511 RTP dengan 83,71 merupakan warga pribumi dan 16,29 warga non pribumi. Grafik kepemilikan KJA di Waduk Cirata dapat dilihat pada Gambar 9. Sumber: Sensus KJA PT. Cikal 2011 Gambar 9. Grafik kepemilikan KJA tahun 2011

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Status Keberlanjutan Pengelolaan Usaha Perikanan KJA di Waduk

Cirata dalam Multidimensi Keberlanjutan Status keberlanjutan pengelolaan usaha perikanan KJA di Waduk Cirata dinilai dengan menggunakan analisis Rapid Appraissal for Fisheries Rapfish. Status keberlanjutan dalam penelitian ini menggunakan lima dimensi, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan. Lima dimensi terdiri dari 28 atribut, diantaranya lima atribut ekologi, tujuh atribut ekonomi, tujuh atribut sosial, empat atribut teknologi, dan lima atribut kelembagaan. Lima dimensi dan 28 atribut ini akan menggambarkan status keberlanjutan pengelolaan perikanan KJA di Waduk Cirata.

6.1.1 Dimensi Ekologi

Dimensi ekologi merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menentukan status keberlanjutan pengelolaan usaha perikanan KJA di Waduk Cirata. Atribut yang telah disesuaikan dengan kondisi di lapang ini diperkirakan dapat berpengaruh terhadap dimensi ekologi, yaitu; 1. Kualitas air Berdasarkan status mutu rata-rata perairan Waduk Cirata yang dilakukan oleh pihak BPWC pada pemantauan Triwulan IV tahun 2014 termasuk dalam kategori buruk untuk penggunaan kelas II dan kelas III. Skor rata-rata perairan Waduk Cirata untuk kelas II yang digunakan sebagai sarana atau prasarana air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut adalah -68. Dari hasil pemantauan tersebut, maka skor yang diberikan pada atribut ini adalah 1 artinya kualitas air termasuk kategori buruk. 2. Jumlah limbah KJA Perikanan budidaya KJA yang dilakukan di Waduk Cirata selain membawa dampak baik juga membawa dampak buruk bagi lingkungan. Kenaikan jumlah KJA setiap tahunnya meningkatkan jumlah limbah yang masuk ke dalam Waduk Cirata. Limbah KJA berasal dari sisa pakan dan feses kotoran ikan yang terbuang ke dasar waduk. FredDobson yang diacu dalam Puspaningsih 2011 menyatakan bahwa pada umumnya dari sejumlah pakan yang diberikan kepada ikan mas, hanya 80 yang dapat terserap oleh ikan dan sisanya 20 terbuang ke perairan. Dari 80 pakan yang terserap oleh ikan mas tersebut, 10nya akan tersekresikan dalam bentuk feses. Hal tersebutlah yang menimbulkan tingginya jumlah limbah KJA. Dengan demikian, skor yang diberikan adalah 3 artinya jumlah limbah KJA termasuk kategori tinggi. 3. Frekuensi upwelling Upwelling merupakan peristiwa naiknya air di dasar danau waduk karena suhu di permukaan lebih dingin daripada suhu di bawahnya. Fenomena upwelling ini biasanya terjadi pada awal musim hujan saat cuaca mendung dimana intensitas cahaya matahari sangat rendah sehingga menyebabkan rendahnya laju fotosintesis dan rendahnya produksi oksegen dalam air, sehingga ikan-ikan sulit bernafas karena konsentrasi oksigennya minim yang mengakibatkan kematian massal ikan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani ikan di Waduk Cirata, mereka mengalami upwelling yang berbeda-beda. Sehingga skor yang diberikan juga berbeda, rata-rata skor yang diberikan adalah sebesar 2,7 untuk yang berada pada selang kategori rendah dan sedang. 4. Tingkat sedimentasi Jumlah KJA yang melebihi batas berdampak pada degradasi baik kualitas maupun kuantitas air akibat limbah yang dihasilkan. Hal tersebut juga terlihat pada tingginya tingkat sedimentasi yang rata-rata mencapai 7,30 juta m 3 tahun. Angka tersebut melebihi asumsi desain yang hanya 5,67 juta m 3 tahun. Maka skor yang diberikan adalah 2, karena tingkat sedimentasinya telah melebihi asumsi desain awal waduk. 5. Daya tampung KJA Sesuai dengan SK Gubernur No 41 tahun 2002 luas genangan yang digunakan untuk budidaya perikanan KJA adalah sebesar 1 dari luas keseluruhan genangan atau 48 ha. Adapun daya tampung KJA yang dianjurkan adalah sebesar 12.000 petak dengan masing-masing jumlahnya adalah zona I Bandung 1.896 petak, zona II Purwakarta 4.644 petak dan zona