Proses Pembuatan Flake Pembuatan Fish Flake dari Ikan Lele (Clarias sp.) Sebagai Makanan Siap Saji

Tepung kedelai merupakan bahan utama selanjutnya yang digunakan. Penggunaan tepung kedelai bertujuan untuk memenuhi kebutuhan protein nabati. Matthews 1989 menyatakan bahwa kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup potensial untuk dikembangkan karena kandungan protein dan lemaknya tinggi, yaitu 49 dan 21. Bahan lainnya yaitu tepung tapioka. Tepung tapioka berfungsi sebagai pengikat dalam formulasi pembuatan fish flake. Radley 1976 menyebutkan bahwa penggunaan tepung tapioka dalam industri makanan dimungkinkan karena daya penahan air yang tinggi serta pengaruhnya yang kecil terhadap cita rasa. Bahan pendukung yang digunakan adalah gula, garam dan air. Gula digunakan untuk memberi cita rasa manis dan tekstur. Jumlah gula yang ditambahkan tidak terlalu banyak karena tepung ubi sendiri memiliki karakteristik rasa manis. Garam berfungsi untuk memperkuat rasa gurih karena digunakan bersama-sama dengan gula. Selain itu garam juga berfungsi sebagai bahan pengeras. Air yang digunakan tidak terlalu banyak karena adonan akan menjadi basah dan lengket, sedangkan bila kurang maka adonan menjadi keras, rapuh, dan sulit untuk dibentuk menjadi flake. Pembuatan fish flake dilakukan dengan mencampurkan tepung ubi, tepung kacang kedelai dan tepung tapioka. Selanjutnya dilakukan pencampuran gula, garam dan air. Setelah itu kedua campuran di mixing sehingga adonan tercampur secara merata. Adonan yang telah tercampur kemudian digiling sehingga menjadi pelet. Pelet-pelet tersebut kemudian dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil + 1 cm. Pelet yang sudah dipotong kemudian dipipihkan dengan menggunakan flaking roll kemudian ditampung dalam loyang. Pelet-pelet yang sudah dipipihkan disebut flake. Flake disusun dalam loyang satu persatu sehingga tidak ada yang menempel satu sama lain, Selanjutnya flakes dipanggang menggunakan oven dengan suhu 150 C selama 15 menit. Proses pemanasan flake dilakukan dengan menggunakan oven jenis trayrak. Proses pengeringan merupakan tahap akhir dalam proses pembuatan flake. Proses pengeringan di dalam oven menggunakan udara panas proses pemanggangan. Proses pemanggangan bertujuan menurunkan kadar air sehingga diperoleh kadar air produk akhir sekitar 1-3. Kadar air flake lebih dari 3 akan menurunkan kerenyahan produk, sementara kadar air kurang dari 1 menyebabkan produk menjadi rapuh dan mudah hancur. Kedua kondisi ini akan memperpendek umur simpan produk Burrington 2001.

2.11 Kemasan

Pengemasan adalah suatu sistem terpadu untuk menyiapkan, menyimpan, dan mengawetkan produk untuk dikirim kepada konsumen melalui sistem distribusi yang aman dan murah Jaswin 2008. Pengemasan merupakan salah satu proses dalam industri yang memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya penurunan mutu produk, karena perlindungan produk dapat dilakukan dengan mengemas produk yang bersangkutan. Pengemasan dilakukan terhadap produk pangan maupun bukan pangan. Pengemasan harus dilakukan dengan benar karena pengemasan yang salah dapat mengakibatkan produk tidak memenuhi syarat mutu seperti yang diharapkan Restuccia, et al 2010. Berdasarkan letak atau kedudukan bahan yang dikemas, di dalam sistem kemasan keseluruhan dapat dibedakan atas kemasan primer, kemasan sekunder, dan kemasan tersier. Kemasan primer langsung mewadahi atau membungkus bahanproduk yang dikemas. Kemasan sekunder berfungsi melindungi kelompok kemasan primer. Kemasan tersier umumnya untuk pelindung selama pengangkutan, yang dikenal sebagai kemasan distribusi Herawati 2008. Kemasan untuk breakfast cereal pada umumnya terdiri dari kemasan primer, yang bersentuhan langsung dengan makanan dan berfungsi sebagai wadah dan pelindung untuk makanan tersebut. Kemasan sekunder berfungsi sebagai sarana promosi dan informasi serta wadah untuk hadiah beserta kemasan primernya. Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi breakfast cereal adalah jagung, gandum, ekstrak malt, beras, gula buah, dan garam. Bahan-bahan tersebut merupakan bahan-bahan yang bersifat higroskopis mudah menyerap uap air sehingga untuk kemasan primer harus digunakan bahan yang mempunyai permeabilitas uap air yang rendah. Cereal mengandung lemak tumbuh-tumbuhan sehingga sebaiknya kemasan primer juga harus mempunyai permeabilitas oksigen yang rendah. Kemasan sekunder biasanya merupakan kotak karton berbahan dupleks dengan ketebalan 160 gsm gram per square meter - 230 gsm, tergantung dari besarnya kotak tersebut. Besarnya kotak ditentukan oleh berat isi sereal. Oleh karena itu pada umumnya ukuran kotak cukup besar sehingga tidak ada masalah dalam teknis proses cetaknya. Untuk kemasan dengan ukuran cukup besar seperti ini, para desainer grafis kemasan sangat leluasa untuk menentukan tata letak komponen-komponen desainnya Sampurno 2008.