Kajian Model Komoditas Perkebunan

pasar internasional. Harga karet alam internasional responsif terhadap perubahan stok karet alam dunia untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Selanjutnya kebijakan nilai tukar, suku bunga, harga pupuk, upah tenaga kerja, atau kebijakan pembatasan ekspor karet alam memberikan dampak yang berbeda terhadap areal tanaman, produktivitas, produksi, volume ekspor, dan harga karet di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kebijakan devaluasi efektif untuk meningkatkan harga karet alam di pasar domestik dan meningkatkan volume ekspor karet alam Indonesia. Kebijakan pembatasan ekspor karet alam oleh Indonesia, Malaysia dan Thailand secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama tidak efektif untuk meningkatkan harga karet alam di pasar internasional. Sedangkan kebijakan peningkatan stok karet alam dunia efektif meningkatkan harga karet alam di pasar internasional. Penelitian lainnya, dilakukan oleh Aris 2003 tentang analisis pengembangan agribisnis kelapa rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir. Peubah penjelas yang dimasukkan dalam persamaan respon luas areal adalah harga riel kopra, harga riel tandan buah segar sawit, upah riel tenaga kerja, peubah bedakala dan dummy otonomi daerah. Hasilnya menunjukkan bahwa secara parsial hanya parameter peubah bedakala luas areal dan dummy otonomi daerah yang nyata, sedangkan parameter lainnya tidak nyata terhadap luas areal. Persamaan produktivitas peubah penjelas yang dimasukkan adalah harga riel kopra, harga riel tandan buah segar sawit, upah riel tenaga kerja, tingkat suku bunga investasi, peubah bedakala dan dummy kebijakan pemerintah dibidang perkebunan kelapa. Hasilnya menunjukkan bahwa produktivitas tanaman kelapa respon terhadap harga kopra, harga sawit, upah riel tenaga kerja dan dummy program pemerintah, namun tidak respon terhadap peubah suku bunga investasi dan bedakala luas areal. Tetapi secara keseluruhan penawaran kelapa di Indragiri Hilir, luas areal lebih responsif dibandingkan dengan produktivitas terhadap perubahan harga kopra dan tingkat upah dalam jangka panjang, namun dalam jangka pendek produktivitas lebih tinggi dan responsif dibandingkan luas areal. Elastisitas penawaran terhadap harga kopra dan upah tenaga kerja dalam jangka panjang lebih besar dibandingkan elastisitas jangka pendek, hal ini disebabkan koefisien penyesuaian bernilai relatif kecil. Selanjutnya menurut Aris, dalam kajian kelayakan usaha dan kebijakan perkelapaan bahwa secara finansial kinerja usahatani kelapa rakyat di Indragiri Hilir sudah tidak layak untuk diusahakan. Namun secara ekonomi usahatani kelapa rakyat di wilayah tersebut masih layak untuk dikembangkan, yang ditunjukkan dengan nilai BC ratio lebih besar dari satu, NPV yang positif dan IRR yang jauh lebih besar dari suku bunga bank. Untuk analisis kebijakan kelapa rakyat di Indragiri Hilir dengan menggunakan analisis PAM, memperlihatkan bahwa usahatani kelapa rakyat mempunyai keunggulan baik secara kompetitif maupun secara komparatif dengan menggunakan kriteria Rasio Biaya Privat PCR dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik DRC yang diperoleh lebih kecil dari satu. Penelitian lain yaitu membangun model ekonomi minyak sawit domestik, telah dilakukan oleh Susila et al., 1995. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan. Penelitian ini mengelompokkan ekonomi domestik minyak sawit kedalam blok areal, penawaran, permintaan, perdagangan, stok, harga, ekonomi makro, dan dampak kebijakan. Seperti penelitian lainnya, beberapa spesifikasi model pada penelitian ini dapat dijadikan acuan. Areal tanam kelapa sawit pada perkebunan negara merupakan fungsi dari variabel harga riel minyak sawit dunia, suku bunga tahun lalu, dan perubahan teknologi. Sedangkan luas areal perkebunan kelapa sawit swasta merupakan fungsi dari variabel harga minyak sawit dunia satu sampai tiga tahun lalu. Produksi minyak sawit diduga sebagai fungsi dari variabel produksi tahun lalu dan variabel harga minyak sawit dunia empat tahun lalu. Sedangkan ekspor merupakan fungsi dari variabel ekspor dan nilai tukar tahun lalu. Di sisi lain, impor dipengaruhi oleh variabel impor dan permintaan domestik minyak sawit tahun lalu. Pada integrasi pasar, harga domestik minyak sawit diduga sebagai fungsi dari harga dunia, variabel harga domestik tahun lalu, dan perubahan teknologi. Spesifikasi lain yang penting menyangkut jumlah hari orang kerja dan tenaga kerja, serta nilai tambah. Jumlah hari orang kerja per tahun didefinisikan sebagai hasil perkalian produksi total dan indeks tenaga kerja untuk produk sampai CPO. Jumlah tenaga kerja sampai dengan CPO didefinisikan sebagai rasio antara jumlah hari orang kerja terhadap jumlah hari kerja dalam setahun. Sedangkan nilai tambah CPO didefinisikan sebagai hasil perkalian antara rasio nilai produksi terhadap marjin transportasi perdagangan dengan indeks nilai tambah bruto. Penelitian lainnya mengenai model komoditas, dilakukan oleh Lifianthi 1999. Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan model ekonometrika persamaan simultan. Dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam perumusan model untuk komoditas kopi. Spesifikasi model terdiri dari areal, produktivitas, produksi, ekspor kopi dan keterkaitan harga. Dalam model Lifianthi membagi daerah di Sumatera Selatan menjadi tiga daerah penghasil utama yaitu Kaupaten Lahat, OKU dan Muara Enim. Pada persamaan areal Lifianthi menduga dipengaruhi oleh variabel harga riil kopi di tingkat petani, upah riil tenaga kerja diperkebunan kopi, harga pupuk, tingkat suku bunga, trend waktu, dan peubah beda kala luas areal. Untuk persamaan produktivitas diduga merupakan fungsi dari harga riil kopi di tingkat petani, harga pupuk, luas areal kopi, tingkat curah hujan, trend waktu, dan produktivitas pada tahun sebelumnya. Persamaan produksi kopi merupakan hasil dari perkalian areal dengan tingkat produktivitasnya. Selanjutnya untuk persamaan ekspor kopi Sumatera Selatan diduga dipengaruhi oleh harga kopi FOB Sumatera Selatan, nilai tukar rupiah terhadap US , produksi kopi, penetapan kuota ekspor kopi, penerapan kebijakan mutu ekspor kopi, pajak ekspor dan ekspor kopi pada tahun sebelumnya. Kemudian pada persamaan keterkaitan harga diduga dipengaruhi oleh harga kopi dunia, nilai tukar rupiah terhadap US , trend waktu, dan harga kopi pada tahun sebelumnya. Hasil penelitian yang dilakukan Lifianthi menunjukkan bahwa areal, produktivitas dan produksi di Lahat, OKU dan Muara Enim tidak responsif terhadap harga kopi, harga pupuk maupun upah tenaga kerja, tetapi produktivitas lebih responsif daripada areal produksi terhadap perubahan harga kopi di tingkat petani. Volume ekspor kopi Sumatera Selatan lebih responsif terhadap perubahan produksi kopi dibandingkan terhadap perubahan harga ekspor kopi. Hal ini mencerminkan cukup tingginya tingkat ketergantungan ekspor terhadap arus produksi kopi domestik dengan jumlah stok yang rendah dan karakteristik produksi kopi sebagai tanaman tahunan yang tidak dapat disesuaikan dengan cepat ketika terjadi perubahan harga. Harga kopi di tingkat petani tidak fleksibel terhadap perubahan harga ekspor kopi, namun harga ekspor kopi fleksibel terhadap perubahan harga kopi. Hal ini mengindikasikan pengaruh pasar kopi dunia cukup kuat terhadap perilaku ekspor kopi Sumatera Selatan. Sementara harga kopi dunia sangat elastis terhadap perubahan volume ekspor dan impor kopi dunia, sehingga wajar apabila pergerakan harga kopi dunia tersebut cenderung berfluktuasi.

2.3. Rangkuman

Berbagai peneitian terdahulu yang berkaitan dengan pengembangan subsektor perkebunan menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1. Pada penelitian mengenai pengembangan komoditas perkebunan, pada umumnya penelitian menggunakan metode analisis tabel input output. 2. Pada model komoditas terdapat berbagai pendapat tentang variabel yang diduga mempengaruhi spesifikasi model yang meliputi persamaan luas areal, produktivitas, produksi, volume ekspor dan keterkaitan harga. 3. Model persamaan yang digunakan terdiri dari dua macam, yaitu model persamaan tunggal dan simultan. 4. Model estimasi parameter yang digunakan adalah Ordinary Least Square OLS untuk persamaan tunggal, Two Stage Least Square 2 SLS, dan Three Stage Least Square 3 SLS untuk persamaan simultan. 5. Komoditas perkebunan yang dianalisis dianggap sebagai komoditas yang homogen dalam arti jenis mutu komoditas dimaksud tidak dibedakan. 6. Persamaan produksi diberlakukan sebagai persamaan identitasdefinisi, yaitu perkalian antara areal tanam dengan tingkat produktivitas. III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teori

3.1.1. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi

Sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi: 1 kontribusi penyerapan tenaga kerja, 2 kontribusi terhadap pendapatan, 3 kontribusi terhadap penyediaan pangan, 4 kontribusi terhadap penyediaan bahan baku bagi sektor lainnya, 5 kontribusi dalam bentuk kapital, dan 6 kontribusi dalam penyediaan mata uang asing dari hasil ekspor pertanian Todaro, 2000. Beberapa ahli seperti Rosentein-Rodan 1943, Lewis 1954, Scitovsky 1954, Hirschman 1958, Jorgenson 1961, serta Ranis dan Fei 1961 mengatakan bahwa peran pertanian yang dikarenakan melimpahnya sumberdaya alam dan suplai tenaga kerjanya sehingga sektor pertanian mampu memberikan surplus transfer pada sektor industri. Selain itu untuk beberapa negara yang hendak melakukan indutrialisasi, maka sektor pertanian merupakan sumber utama yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan investasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa suksesnya industrialisasi tergantung kepada adanya solusi terhadap berbagai masalah yang terkait dengan penciptaan, transfer dan penggunaan surplus dari sumberdaya sektor pertanian Hayami dan Ruttan,1985. Hasil penelitian Gemmel 1994 di beberapa negara sedang berkembang juga menunjukkan bahwa sektor pertanian memberi dampak positif bagi pembangunan ekonomi, karena: 1 dapat menjaga tingkat inflasi dan biaya upah dalam perekonomian tetap rendah, 2 menyediakan pasokan bahan mentah bagi sektor-sektor industri yang terkait dengan pertanian, 3 menyediakan tenaga kerja bagi pertumbuhan sektor perekonomian non pertanian melalui transfer tenaga kerja, 4 meningkatkan laju pemupukan modal, 5 membantu perbaikan neraca pembayaran, dan 6 memperluas atau memekarkan pasar dalam negeri.

3.1.2. Teori Penawaran dan Produksi

Dengan asumsi struktur pasar adalah bersaing sempurna serta perusahaan bertujuan memaksimumkan keuntungan, fungsi penawaran produk perusahaan dapat diturunkan dari fungsi keuntungan, dengan memperhatikan fungsi produksi perusahaan. Dalam proses produksi diasumsikan produsen rasional, dimana produsen selalu memaksimumkan keuntungan pada tingkat harga tertentu. Suatu fungsi penawaran perusahaan yang memaksimumkan keuntungan dapat diturunkan dari fungsi keuntungan yang dicapai melalui dua syarat yaitu syarat orde satu first order condition dan syarat orde dua second order condition . Menurut syarat pertama, fungsi keuntungan akan maksimum jika turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol, berarti nilai produk marginal masing-masing faktor harus sama dengan harga masing-masing faktor yang digunakan. Syarat kedua terpenuhi jika turunan kedua dari fungsi tersebut lebih kecil dari nol atau jika Hessian Determinan lebih besar dari nol, berarti fungsi produksi cembung kearah titik origin Henderson and Quant, 1980. Dalam analisis penawaran komoditas pertanian terdapat berbagai karakteristik yang berbeda dari komoditas non pertanian. Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa tingkat produksi akan dipengaruhi oleh: 1 harga produk itu sendiri, 2 harga produk lain yang saling berkompetisi terhadap input yang sama, dan 3 harga input. Teknologi dan berbagai faktor non ekonomi juga akan berpengaruh terhadap tingkat produksi pertanian seperti cuaca dan iklim. Faktor