II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pengembangan Komoditas Perkebunan
Penelitian terdahulu mengenai dampak kebijakan pengembangan terhadap berbagai komoditas lebih dari satu komoditas terhadap perekonomian suatu
wilayah, masih sangat terbatas. Penelitian yang telah dilakukan, umumnya hanya menekankan pada pengembangan satu komoditas perkebunan tertentu saja.
Namun demikian, diantara berbagai penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa diantaranya yang relevan untuk dijadikan acuan dalam penelitian ini.
Salah satu penelitian yang merupakan penelitian pengembangan komoditas perkebunan, khususnya pada komoditas kakao dilakukan oleh Baktiawan 2008.
Penelitian ini menganalisis faktor penentu kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat dan keterkaitannya dengan pembangunan wilayah di Lampung Timur.
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah Spatial Durbin Models. Dari analisis permodelan variabel kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat,
ditemukan bahwa peningkatan produktivitas dan luas kebun kakao ditentukan oleh ada tidaknya penyuluhan, ketersediaan sarana dan prasarana pertanian,
poduktivitas dan luas kebun daerah yang berdekatan, dan interaksi keberadaan kelompok tani dan penyuluh. Kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat
belum memiliki keterkaitan dengan kinerja pembangunan daerah di Lampung Timur. Hal ini diperkirakan terjadi karena luasan kebun kakao masih belum
terlalu luas sehingga belum dapat menggambarkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Disamping itu, belum adanya industri pengolahan yang berkembang
membuat biji kakao dijual keluar daerah dalam bentuk bahan mentah. Akibatnya
perkebunan kakao rakyat belum memiliki nilai tambah bagi pembangunan daerah, khususnya masyarakat di sekitar kebun.
Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Saputra 1999 yang berjudul dampak pengembangan komoditas kelapa sawit terhadap perekonomian wilayah
provinsi Kalimantan Barat menggunakan pendekatan analisis Input Output. Penelitian ini menganalisis keterkaitan antar sektor komoditas kelapa sawit
dengan beberapa sektor lainnya, menganalisa efek pengganda multiplier effect terutama dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja terhadap perekonomian
daerah serta juga menganalisis struktur nilai tambah value added bagi perekonomian wilayah provinsi Kalimantan Barat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sektor pertanian masih memegang peranan penting terhadap pembentukan PDRB provinsi Kalimantan Barat. Nilai pengganda output dari sektor kelapa
sawit cukup tinggi yang berimplikasi bahwa bila terjadi perubahan permintaan akhir terhadap output sektor ini maka akan menyebabkan peningkatan terhadap
output sektor ini lebih tinggi. Sebaliknya bila nilai pengganda pendapatan cukup rendah dan ini berimplikasi bahwa bila terjadi perubahan permintaan akhir
terhadap output sektor ini maka pengaruhnya terhadap pendapatan tenaga kerja masih rendah. Demikian pula halnya dengan angka pengganda tenaga kerja yang
cukup rendah yang juga menunjukkan implikasi bahwa bila terjadi perubahan permintaan akhir terhadap sektor ini maka daya serap terhadap tenaga kerja juga
masih rendah. Yunus
1997 melakukan
penelitian tentang
Analisis dampak
pengembangan komoditas perkebunan terhadap perekonomian wilayah di provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengembangan
komoditas perkebunan rakyat mengenai keragaan usaha, keragaan finansial dan lembaga pemasarannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis tabel
Input-Output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian dalam arti luas terhadap pembentukan struktur output dan nilai tambah bruto
masih dominan dalam perekonomian wilayah, dimana sektor perkebunan mampu memberikan kontribusi dalam pembentukan output dan nilai tambah bruto kedua
terbesar setelah sektor tanaman pangan. Sedangkan kontribusi terhadap ekspor menunjukkan bahwa sektor perkebunan sangat tinggi peranannya, yaitu sekitar
31.1 persen dari keseluruhan sektor perekonomian di Sulawesi Tenggara. Dampak Subsektor perkebunan, khususnya perkebunan kakao, jambu mete dan kelapa
yang dikelola oleh rakyat PR maupun oleh swastanegara PBSPBN terhadap perekonomian wilayah relatif rendah apabila dilihat dari sisi multipliernya dan
keterkaitannya terhadap output dan pendapatan tenaga kerja wilayah. Namun kajian mengenai dampak dalam hal ketenagakerjaan ketiga komoditas perkebunan
tersebut dapat dikategorikan sebagai sektor pemimpin leading sector dalam menyediakan kesempatan kerja dan atau menyerap tenaga kerja di wilayah
provinsi Sulawesi Tenggara.
2.2. Kajian Model Komoditas Perkebunan
Penelitian yang membangun model untuk beberapa komoditas perkebunan masih sangat terbatas, namun demikian masih terdapat penelitian yang masih
relevan untuk dijadikan rujukan dalam penelitian ini. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Limbong 1994 tentang
keragaan karet alam Indonesia ditinjau dari jenis pengusahaan dan wilayah produksi. Dalam penelitian ini, beberapa spesifikasi model dapat dijadikan
rujukan dalam membangun model komoditas karet. Dalam penelitiannya Limbong membagi jenis pengusahaan karet menjadi tiga bagian yaitu perkebunan
rakyat, perkebunan swasta, dan perkebunan negara serta membangun lima persamaan untuk masing-masing jenis pengusahaan yang terdiri dari empat
persamaan struktural dan satu persamaan identitas. Persamaan tersebut terdiri dari persamaan luas areal, produktivitas, produksi, ekspor Karet, dan harga karet.
Menurut Limbong persamaan luas areal karet perkebunan rakyat merupakan fungsi dari harga karet di pasar domestik, harga pupuk, upah tenaga kerja, tingkat
suku bunga nominal, dan kebijakan pengembangan areal Perkebunan Inti Rakyat. Sedangkan untuk perubahan luas areal tanam karet dengan pola perkebunan besar
swasta dan negara untuk semua wilayah analisis diduga merupakan fungsi dari harga karet alam di pasar New York, harga pupuk, upah tenaga kerja, tingkat suku
bunga nominal dan kebijakan pengembangan areal perkebunan. Selanjutnya untuk tingkat produktivitas tanaman perkebunan karet rakyat,
perkebunan besar swasta maupun perkebunan negara diduga merupakan fungsi dari harga karet alam di pasar dalam negeri maupun harga di pasar luar negeri,
jumlah hari hujan, tingkat suku bunga uang, areal tanam karet serta trend waktu. Kemudian untuk persamaan produksi pada perkebunan rakyat, swasta, dan negara
merupakan perkalian antara produktivitas dan luas areal produktif. Pada persamaan ekspor karet Indonesia, diduga merupakan fungsi dari
harga karet di pasar New York, nilai tukar mata uang rupiah terhadap US , produksi total karet alam Indonesia, jumlah impor karet alam dunia, tingkat
pendapatan negara pengimpor, pajak ekspor dan harga karet sintetis. Untuk persamaan harga karet domestik di duga dipengaruhi oleh harga karet