lain adalah reviktimisasi. Reviktimisasi adalah akibat jangka panjang yang sering dialami oleh perempuan penyintas kekerasan berbasis gender,
terutama bila mereka mengalami kekerasan ketika masa anak-anak Fiorillo, Papa, and Follette, 2013; Littleton Grills-Taquechel, 2011;
Matlow DePrince, 2013; Messman-Moore Long, 2000; Widom, Czaja, and Dutton, 2008. Reviktimisasi adalah kekerasan yang kembali
dialami oleh perempuan penyintas kekerasan seksual.
5. Faktor yang Mempengaruhi Kekerasan Seksual Terhadap
Perempuan
Norma budaya yang diskriminatif adalah situasi yang mendorong adanya kekerasan seksual Morrow Smith, 1995. Akar kekerasan
seksual terhadap perempuan adalah persoalan ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban Komnas Perempuan, 2013. Walker 1989
menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh laki-laki yang secara sosial dan budaya percaya bahwa
laki-laki berhak mengontrol hidup perempuan, bahkan lewat kekerasan. Perempuan disalahkan atas kekerasan seksual yang dialaminya
misalnya Briere Runtz, 1987; De Judicibus McCabe, 2001; Komnas Perempuan 2013. Bahkan perempuan penyintas sendiri menyalahkan
dirinya atas kekerasan yang telah dialaminya misalnya Summit, 1983; Wolfe, Sas, Wekerle, 1994. Beberapa menganggap bahwa kekerasan
seksual tersebut adalah hal yang wajar dialami oleh perempuan.
6. Hambatan Mengakses Keadilan Dan Pemulihan Bagi Perempuan
Penyintas Kekerasan Seksual
Empat faktor penentu perempuan korban perkosaan dalam mengakses keadilan dan pemulihan menurut Komnas Perempuan 2013,
yaitu faktor personal, sosial budaya, hukum, dan politik. Keempat faktor ini saling berkaitan dan menentukan tingkat kepercayaan korban untuk
melaporkan kasusnya, menuntut keadilan dan menjadi pulih. Pada penelitian ini hanya akan dibahas hambatan dari faktor personal saja, yaitu
keadaan psikologis korban, sebagai hal yang relevan. Rasa bersalah dan perasaan tidak setia adalah emosi yang
menghalangi perempuan meninggalkan relasi kekerasan bahkan ketika perempuan tersebut mempunyai kesempatan Dunn Powell-Williams,
2007. Perempuan yang mengalami kekerasan lebih cenderung untuk lekat pada pelaku Widom, et. al., 2008, sehingga karena adanya kelekatan
emosional penyintas tidak bersedia mengungkapkan kekerasan yang dialami. Padahal kekerasan yang tidak diungkap akan cenderung terulang.
B. Narasi