C. FOKUS PENELITIAN
Fokus penelitian ini adalah proses pemulihan tang terlihat dari tema narasi partisipan penelitian. Narasi yang akan menjadi pusat perhatian
penelitian ini adalah kecenderungan menyalahkan diri atas kekerasan yang dialami, ketidakberdayaan, dan pemulihan. Narasi yang diperoleh akan
dianalisa untuk melihat jenis tema narasi seperti apakah yang akan membawa narator pada pemulihan dan menghindarkannya dari reviktimisasi atau
mendorongnya pada reviktimisasi. Kecenderungan menyalahkan korban adalah salah satu akibat kekerasan terhadap perempuan yang menyebabkan
perempuan sulit mendapatkan pemulihan Briere Runtz, 1987; Komnas Perempuan, 2013. Kecenderungan korban mengalami kembali kekerasan oleh
pelaku yang berbeda atau dikenal dengan istilah reviktimisasi membuat penyintas tak henti-hentinya menjadi korban meski sudah berhasil lepas dari
pelaku pertama yang melakukan kekerasan seksual terhadapnya Messman- Moore Long, 2000. Peneliti berharap dapat melihat dan menamai tema
narasi diri pada partisipan.
D. PARTISIPAN PENELITIAN
Partisipan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan beberapa kriteria. Kriteria pertama adalah partisipan adalah para penyintas kekerasan seksual
Penyintas dalam penelitian ini berarti mereka yang pernah mengalami kekerasan seksual. Menurut Rifka Annisa, sebuah lembaga layanan
perempuan, pemulihan hanya mungkin terjadi ketika kekerasan yang dialami
penyintas telah dapat ditangani paling tidak secara praktis. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil partisipan yang telah keluar dari relasi yang
mengandung kekerasan tersebut untuk memastikan bahwa penanganan kekerasan secara praktis telah dilampaui.
Partisipan berusia 20 tahun ke atas. Usia tersebut dipilih karena penyintas yang telah dewasa dapat mengakses sumber daya dalam diri
maupun di luar diri mereka yang mampu membantu mereka mendapat kekuatan yang melampaui kekuatan individu yang sekedar bertahan hidup
Anderson Hiersteiner, 2008. McAdams 1993 menyatakan bahwa bahwa narasi mulai dibentuk pada waktu remaja dan mulai mendapat bentuknya
ketika individu menginjak usia dewasa awal sekitar 20 tahun. Oleh karena itu, usia 20 tahun dipilih agar didapatkan narasi yang cukup matang dan dapat
menunjukkan arah pemulihan yang sesuai dengan tujuan penelitian ini. Terdapat stratifikasi atau tingkatan dalam pemilihan partisipan
Poerwandari, 2005. Partisipan dipilih agar memenuhi tingkat keberdayaan tertentu, sesuai dengan yang selama ini diamati oleh Rifka Annisa terdapat
pada penyintas. Tingkatan keberdayaan ini terdiri dari lima level. Level pertama ketika penyintas bahkan tidak tahu bahwa dirinya adalah korban
kekerasan seksual atau tidak tahu bahwa yang dilakukan oleh pelaku terhadap dirinya adalah kekerasan seksual. Penyintas berada di level kedua ketika
dirinya tahu bahwa dia mengalami kekerasan seksual tetapi tidak tahu harus berbuat apa atau tidak berdaya untuk melakukan sesuatu terhadap keadaan ini.
Ketika penyintas mampu membuat rencana untuk kondisi dan hidupnya,
penyintas telah berada di level ketiga. Level keempat adalah kondisi ketika penyintas telah mampu melaksanakan rencana tersebut. Saat penyintas telah
melaksanakan rencanakan, bertanggung jawab atas rencana tersebut, dan mampu menolong orang lain yang berada dalam situasi yang kurang lebih
sama dengan dirinya, penyintas telah berada di level kelima keberdayaan. Poerwandari 2005 menyatakan stratifikasi dimaksudkan agar data yang
diperoleh beragam dan mewakili bermacam data sehingga mendekati theoretical closure atau jenuh.
Partisipan berasal dari bermacam kelompok penyintas kekerasan. Kelima partisipan tidak mengenal satu sama lain dan tidak berasal dari satu
komunitas. Peneliti menawarkan secara terbuka kepada sembilan komunitas penyintas bahwa peneliti akan mengadakan penelitian tentang perempuan
penyintas kekerasan seksual. Komunitas penyintas terdiri dari empat komunitas berdasar lembaga layanan, satu komunitas berdasar tempat tinggal
penyintas, dua komunitas berdasar lembaga pendidikan, dan dua komunitas online. Peneliti datang ke tempat pertemuan atau menulis di mailing list
komunitas untuk mengumumkan penelitian yang akan dilaksanakan. Dua puluh lima penyintas menyatakan ingin terlibat sebagai partisipan dalam
penelitian tersebut. Peneliti kemudian berbincang-bincang dengan para penyintas tersebut untuk membicarakan hal-hal mengenai penelitian yang
ingin diketahui oleh penyintas lebih lanjut dan menentukan siapa saja yang memenuhi syarat penelitian. Hasil pembicaraan menghasilkan sembilan orang
memenuhi syarat penelitian. Enam belas orang yang tidak terpilih
mendapatkan penjelasan mengenai kekerasan seksual. Peneliti juga menawarkan kepada mereka yang tidak terpilih bila mereka mempunyai
pertanyaan tentang kekerasan seksual dan rujukan proses pemulihan kekerasan. Sembilan penyintas yang terpilih ditawari untuk terlibat lebih
lanjut dan menandatangani informed consent. Wawancara lanjutan dilaksanakan kepada sembilan perempuan tersebut untuk menentukan tingkat
keberdayaan. Lima perempuan penyintas kemudian dipilih oleh peneliti.
E. INSTRUMEN PENELITIAN