Penyangkalan pengalaman Penyangkalan diri

merasa selalu kalah, Nia dengan segera menjawab “Ya”. Ketika dikonfirmasi mengenai usahanya untuk memperjuangkan apa yang ia inginkan atau setidaknya mempertanyakan keputusan orang lain atas hidupnya Nia mengatakan “nggak pernah tanya” dan “ya udah, biarin ”. Nia menyatakan dirinya benar-benar tidak berdaya dalam responnya tersebut.

b. Penyangkalan pengalaman

Nia merasa hidupnya penuh dengan masalah dan Nia tidak dapat menceritakan pengalamannya secara utuh dan koheren, meskipun bila ditanya Nia bisa mengingatnya dengan baik. Nia beberapa kali bercerita mengenai pengalaman atau situasi yang tidak menyenangkan baginya, tetapi selang tidak lama kemudian Nia menariknya dan tidak mau meneruskan pengakuannya bahwa kejadian, hal, atau situasi tersebut mengganggunya. Hal yang sudah dikatakannya sebagai bermakna – entah secara positif atau negatif – disangkal ketika Nia berkata “tapi aku ra papa” tetapi aku baik-baik saja.

c. Penyangkalan diri

Nia bahkan menyangkal dirinya sendiri, bukan sekedar pengalaman atau perasaannya, tetapi juga diri. Ketika Nia mengatakan hal ini, ia sedang mengatakan dirinya memalukan, Nia sebagai pribadi adalah memalukan “Kayaknya malu, mempermalukan suster, juga mempermalukan keluarga... Kalo disini aku yang minder wong aku sudah mempermalukan desa, udah mempermalukan keluarga. Aku ya minder wong aku memang bener-bener yang kesalahan. Yang satu kali tu Aron, terutama Aron itu aku bener-bener minder. Kalo ada kegiatan apa ke Gereja pun aku nggak, aku nggak pernah ke Gereja. Dan aku di desa itu pokoknya malu karena aku dah mempermalukan desa. Udah membuat coreng desa ini.” Penyangkalan pengalaman yang dilakukan Nia secara terus menerus mengakibatkan dirinya merasa bahwa dirinya sebagai pemilik pengalaman-pengalaman tersebut juga disangkal oleh dunia di sekitarnya. Ketika dirinya adalah pribadi yang disangkal tidak ada jalan lain beginya selain menerima kekalahan. Setidaknya ia dapat menyerah dengan “terhormat”, tak seorang pun memaksanya menyerah. Sebagai perempuan Jawa mungkin pepatah “aja rumangsa bisa, bisaa rumangsa” jangan merasa mampu, mampulah merasa sudah terinternalisasi begitu dalam. Hal ini berarti Nia “bisa rumangsa” mampu merasa bahwa ia hanyalah seorang yang tidak penting keberadaannya.

d. Plot narasi