Itu salahku Pengalamanku tabu maka aku tidak berharga Prestasi dan kekuatan sebagai kompensasi ”keburukan”

juga menyangkal pengalamannya ketika tidak menerima bahwa pengalamannya tidak menyenangkan. “Trus masuk-masuk kuliah gini seneng tu lho karena aku kan dari Jakarta trus ke Jogja, jadi kan dapet suasana baru tu lho. Jadinya seneng aja waktu kuliah tu semangat, tapi memang masih suka kebayang-bayang gitu kan, dulu. Pengalaman-pengalaman waktu SMA kematian ayahnya masih kebayang. Tapi ya lebih ke senengnya aja sih ya, soalnya dapet temen baru trus suasananya baru banget kan, jadi ya udah, jadi fine-fine aja. Trus lebih termotivasi sih, waktu kuliah ini. Jadi lebih banyak pencapaian yang aku bisa capai di kuliah ini dibandingkan dengan yang lain gitu. Aku waktu kuliah tu ngerasa drop banget itu lho waktu Dodi ninggalin aku, terus aku tu jadi kayak nggak punya siapa-siapa. Karena bener-bener oh gila ya orang yang aku sayang aja, dia ninggalin aku, mungkin karena masalah ini. Terus aku cerita sama kakakku gitu, yang cowok. Terus kakakku cuman bilang , aku cerita panjang lebar kakakku cuman “Iya, aku udah tau kok” katanya kayak gitu. Ya udah sekarang yang bisa kamu lakuin cuma belajar aja, kuliah yang bener. Waktu itu tu aku kayak ngedrop banget, aku tu butuh sosok yang bisa nanganin aku gitu lho, aku cerita ke bu Asih, ini ceritanya kayak gini gini, terus aku nangis, maksudnya aku nggak tau apa yang harus kulakuin itu lho. Maksudnya semua orang kayaknya nggak ada yang mbelan aku, terus ada satu Dodi yang tau cerita semua, tapi dia malah pergi ninggalin aku. Kayaknya ya ampun kayaknya dunia ini hina banget gitu kan.” 1

b. Itu salahku

Coral menerima kekerasan seksual yang terjadi padanya sebagai kesalahannnya, bahkan ketika pacarnya melakukan kekerasan yang sama dia semakin merasa bahwa kekerasan tersebut adalah 1 Paragraf pertama adalah narasinya di awal waawancara, paragraf yang kedua adalah narasinya di akhir wawancara salahnya dan adalah hak pacarnya melakukan kekerasan tersebut karena dia telah melakukan kesalahan sehingga kekerasan seksual terjadi padanya. Coral bahkan merasa bahwa ia tidak menghargai pacarnya karena dirinya telah mengalami kekekerasan seksual. “Tapi maksudnya ya aku jadi ngerasa bersalah sendiri gitu lho. Ya ampun kok bisa-bisanya aku lagi pacaran sama dia, trus aku diginiin sama orang tu lho. Trus kayak nggak menghargai cowok banget. Jadi apapun yang terjadi didalam hubungan kita entah itu dia yang maksudnya entah dia yang kurang ajar sama aku, entah itu Dodi yang jadi menjauh, trus aku tu jadi nyalahin diri aku sendiri. Jadi pokoknya apapun yang Dodi lakuin ke aku tu aku jadi ngerasa bersalah. “O iya nggak papa dia kayak gitu soalnya kan aku pernah maksudnya pernah ngecewain dia juga itu lho, nggak menghargai dia, jadi jatuhnya kayak gitu sih”.

c. Pengalamanku tabu maka aku tidak berharga

Coral merasa ketika kekerasan seksual tersebut terjadi pada dirinya, ia menjadi tidak berharga. Ia merebut kembali keberhargaan dirinya dengan prestasi-prestasinya. Meskipun hal tersebut ternyata tidak membantunya untuk mengenyahkan perasaan tidak berharganya. Perasaan bahwa dirinya tidak berharga tampak dalam kata-kata “aku udah jelek” serta dalam narasinya berikut “Kayaknya hal kayak gitu tu tabu banget, ya orang tu pasti ngeliatnya ya „ih dia tu korban kayak gituan”

d. Prestasi dan kekuatan sebagai kompensasi ”keburukan”

Coral berusaha sedapat mungkin berprestasi dalam kehidupan barunya. Coral merasa buruk karena apa yang telah terjadi pada dirinya maka Coral berusaha menetralisir keburukan tersebut dengan prestasi. “aku udah jelek masak mau jelek terus, paling nggak kan aku berprestasi... maksudnya hal-hal yang positif gitu lho untuk kompensasi ini semua itu lho ” .Coral menganggap prestasi adalah semacam balas dendam atas apa yang terjadi padanya. “Trus aku jadi ngerasa “ya ampun ini berarti bener- bener hidupku tu ada di tangan aku doang”. Jadi gimana caranya biar aku tu bisa nggak nyesel tu lho. Trus akhirnya aku memotivasi diri aku sendiri. Motivasinya sih kecil, maksudnya gimana caranya bikin Dodi tu nyesel ninggalin aku. Aku cuman mikirnya kayak gitu. Gimana caranya biar Dodi tu nyesel ninggalin aku. Trus akhirnya aku ya udah ikut kegiatan apa lah, semua kegiatan aku ikutin. Maksudnya untuk mengalihkan semuanya tu lho dan itu menurut aku hal yang positif, mengalihkan ke hal-hal yang positif, kegiatan UKF lah apa lah semuanya itu aku ikutin, biar aku tu terlihat berprestasi itu lho walo dengan masalah ini gitu.” Tema ini terbentuk karena Coral merasa mengalami penolakan dari orang yang dia harapkan memberikan dukungan sosial. Dodi yang diharapkan Coral menolong dengan cara mendengarkannya ternyata justru ikut melakukan kekerasan seksual terhadapnya. Coral masih bisa menerima hal ini karena menganggap dirinyalah yang bersalah atas kekerasan seksual yang terjadi padanya. Bahkan menganggap bahwa Dodi pantas melakukan kekerasan seksual atasnya. Akan tetapi ketika Dodi meninggalkannya Coral baru merasa bahwa Dodi telah menghianati harapannya sehingga Coral ingin menjadi kuat untuk menujukkan bahwa ia lebih kuat dari yang dianggap Dodi. Misalnya saat Coral membutuhkan kekuatan dari Dodi dan Dodi tidak memberikannya Coral mengatakan “aku juga bisa kuat tanpa kekuatanmu”. Hal ini tidak membantu Coral karena dengan menjadi kuat atas alasan tersebut, ia seakan-akan menyetujui bahwa ketika itu ia memang tidak kuat, dan hal ini semakin menyakiti keberhargaaannya. Meskipun tema ini membantu menyuntikkan perasaan kembali “hidup” pada dirinya, seperti yang ditemukan oleh Draucker 2003 sebagai narasi khas penyintas. Akan tetapi ternya ta “hidup” bila hanya me rupakan kompensasi tidak membantunya “kembali mempunyai hidup yang utuh”. Tema determinasi yang didapat ketika penyintas mencapai prestasi seperti yang ditemukan Draucker 2003 juga ada dalam tema Coral ini. Prestasi saja tidak membantunya merasa kembali “utuh dan berharga”. Perjuangan untuk menjadi berharga adalah tema besar narasi Coral. Demi menjadi berharga dan “ada”, Coral akan melakukan banyak hal dari menyangkal pengalamannya sendiri sampai menutupi ketidakberhargaannya dengan keberhasilan. Semua demi membayar “kesalahannya” yang membuatnya tidak berharga. Merasa bahwa dirinya tidak berharga karena memiliki pengalaman yang tabu, Coral kemudian menyangkal pengalamannya tersebut. Agar Coral tidak terus diingatkan akan ketidakberhargaannya, Coral berusaha menutupinya dengan prestasi. Jadi, prestasi adalah juga caranya menyangkal pengalamannya. Apalagi ketika ia berharap diselamatkan oleh seseorang yang ternyata malah membuatnya semakin tidak berharga, Coral semakin merasa tidak ada jalan selain menjadi “ada” dengan cara menolak pengalamannya dan menutupinya dengan prestasi dan kekuatan. Paling tidak ia merasa bahwa orang akan lebih memperhatikan keberhasilannya daripada ketidakberhargaannya dan mungkin orang yang telah menolak untuk menjadi harapannya akan melihat bahwa ada bagian darinya yang berharga kemudian ia akan merasa kembali berharga. Coral percaya bahwa ketidakberhargaannya adalah tanggung jawabnya.

e. Plot narasi