Tingkat 3 ke tingkat 4 TEMA NARASI IDENTITAS

relasinya yang didalamnya terdapat kekerasan dan bahwa ia mempunyai pilihan untuk mengubah keadaan, juga dalam identitas gendernya. Meskipun Misa merasa tidak baik sebagai perempuan karena tidak perawan, tetapi ia juga sadar secara kognitif bahwa berharga atau tidaknya perempuan bukan hanya bergantung pada yang fisik dan pasif tersebut. “buat saya ya yang penting itu di niatannya itu di hatinya, dia punya niat jahat ato nggak gitu lho. Hatinya baik ato nggak gitu lho. ... Na itu yang saya pelajari, jangan nilai orang dari apa yang kita lihat gitu lho, orang yang kelihatannya jahat belum tentu jahat. Orang yang kelihatannya baik pun orang yang kayak mbak-mbak berjilbab pun mereka belum tentu baik. Jadinya cover itu nggak penting buat saya.”

c. Tingkat 3 ke tingkat 4

Mampu mengeksekusi rencana dan perubahan yang diinginkan adalah kunci tingkat keberdayaan selanjutnya. Keinginan untuk berubah saja belum cukup, harus ada tindakan yang dilakukan untuk mewujudkan perubahan tersebut. Melaksanakan rencana sering tetapi tidak selalu membutuhkan pengakuan eksternal dan dukungan sosial. Misa menyangkal kebutuhannya untuk didukung dan diakui pengalamannya oleh orang lain dengan cara tidak membagikannya kepada orang lain dan lari dari situasi yang tidak mengenakkan. “Pada saat itu kan ibu saya ngidupin keluarga sendiri kan, jadinya eee... saya merasa nggak ada tempat untuk, nggak ada tempat untuk, nggak nggak nggak nyaman gitu lho. Di rumah nggak nyaman, saya di rumah nggak nyaman, mau keluar rumah juga mama marah-marah. Kamu tu anak perempuan nggak boleh keluar malem-malem, bla bla bla. Padahal saya di rumah udah kaya neraka. Ibu saya tu selalu bilang yang “Mama tu dah banyak masalah kamu nggak boleh nambahin masalahnya Mama”. Itu mungkin mengapa saya sampai sekarang kalo ada apa-apa cenderung dipendem gitu lho, gak cerita sama orang- orang. Misa merasa mempunyai saudara yang mempunyai banyak masalah. Kakaknya yang terlibat dan mempunyai masalah dengan narkoba sehingga berkali-kali direhabilitasi, tetapi tidak juga menyelesaikan masalahnya. Adiknya yang tidak mampu mandiri. Ibunya yang ditinggal selingkuh oleh suami dan merasa bahwa dirinya mempunyai masalah lebih dari yang mampu ia pecahkan. Semua hal tersebut membuat Misa menyangkal kebutuhannya untuk juga menerima dukungan dari keluarga sekaligus memaksanya “bersahabat” dengan semua keadaan yang “tidak mengenakkan ”. “Jadinya saya merasa perhatian mama itu sudah cukup, sudah cukup kesita gitu lho, buat kakak, buat adik. Jadi saya ya semakin mendem gitu lho. Sampe SD SMP SMA itu saya masih bisa me... me... istilahnya me... menyimpan apa ya maksude, menerima, eee bukan menerima sih, bersahabat dengan semua itu, gitu lho. Semua keadaan yang tidak mengenakkan itu. ” Ketika Misa merasa tidak mampu membuat perubahan atas diri seperti yang diinginkannya tetapi juga tidak dapat mengakses bantuan dari lingkungan maka keberdayaannya tidak terbantu pun pemulihannya. Misa lebih memilih bersahabat dengan ketidakenakan daripada mengeksekusi perubahan yang diinginkannya. Tan sangat terbantu dengan dukungan sosial yang ia terima sehingga Tan dapat mewujudkan perubahan yang ia inginkan. Tan juga terbantu dengan narasinya yang mengatakan bahwa dirinya layak mendapatkan kebahagiaan dan bahwa ia mampu mewujudkan kebahagiaan tersebut, dengan bantuan orang disekitarnya. Tan tidak berhenti ketika keadaan tidak membahagiakan untuknya. Stabilitas narasi Tan lebih kokoh dari Misa. Misa hanya tahu bahwa ada yang bisa dilakukan tetapi tidak melakukannya. Selain tahu dan sadar akan kekerasan seksual dan haknya untuk dihargai sebagai perempuan, Tan juga merasa dapat mengandalkan dukungan sosial dari lingkungannya. Tan juga tahu bahwa dirinya dapat berusaha mengubah keadaan. Meskipun hanya keadaan tertentu saja bukan hidupnya secara keseluruhan.

d. Tingkat 4 ke tingkat 5