berlangsung. Bahkan Nia yang hampir di sepanjang wawancara menangis, merasa sangat diterima dan bersyukur atas kesempatan menceritakan
kisahnya. Hal ini terjadi karena menceritakan kisah hidup story telling adalah cara yang efektif untuk pemberdayaan karena dapat mendukung
perkembangan dan kematangan psikologis, membantu penyembuhan hidup, serta memulihkan keutuhan kemanusiaan McAdams, 1993; Williams,
Labonte, O‟Brien, 2003. Penceritaan narasi identitas dalam budaya adalah
praktek yang memberdayakan Williams, et. al., 2003.
B. PROFIL PARTISIPAN
1. Partisipan Pertama
Nia berada pada tingkat pertama keberdayaan, artinya Nia tidak mengerti bahwa ia mengalami kekerasan seksual. Berusia 34 tahun, Nia
mempunyai tiga orang anak. Hidup dan dibesarkan di sebuah desa yang kekerasan seksual adalah hal yang sangat mudah ditemui, tetapi sangat
jarang disadari. Sepanjang wawancara kisah hidupnya, Nia terus menangis, hanya berhenti beberapa saat untuk mengambil napas. Ketika
diwawancara, dua anaknya yang kecil selalu berada di sekitar rumah. Anaknya berusia tiga belas, empat, dan dua tahun. Nia sekarang menikah
dengan seorang petani yang adalah ayah dari dua anaknya. Meskipun keluarganya adalah keluarga Katholik, ayahnya
mempunyai relasi seksual dengan lebih dari satu perempuan dan relasi tersebut diketahui oleh semua anggota keluarga bahkan tetangga dan
sebagian besar warga desa. “Istri” yang kedua adalah korban kekerasan seksual ayahnya yang kemudian hidup sebagai partner seksual tetap
ayahnya. Tidak jelas bagi Nia apakah ayahnya menikah secara legal atau tidak dengan perempuan tersebut, tetapi yang jelas dari relasi tersebut
paling tidak perempuan tersebut telah hamil sebanyak empat kali dan pernah dipaksa menggugurkan bayinya.
Nia mengalami ekploitasi seksual ketika berelasi dengan pacarnya yang karena relasi tersebut memberi Nia anak pertamanya. Nia dipaksa
tinggal dengan pelaku dan berhubungan seksual dengan pelaku. Pertama kali berelasi dengan pelaku Nia tidak tahu karena pelaku tidak mengaku
bahwa pelaku telah mempunyai istri dan anak. Ketika Nia mengetahui bahwa pelaku telah mempunyai istri hal itu terjadi ketika Nia ada di
rumah pelaku, Nia menolak untuk berhubungan kembali dengan pelaku dan ingin pulang ke rumahnya. Akan tetapi pelaku menahan Nia tinggal. di
rumahnya, memaksanya berhubungan seksual dengan mengatakan bahwa pelaku akan menceraikan istrinya dan menikahinya.
Nia akhirnya pergi dari rumah pelaku setelah ayah dan adiknya datang “menyelamatkannya”. Sesampai di tempat tinggal Nia, Nia
bertanya apakah ia boleh menikah dengan pelaku tetapi ayahnya melarangnya. Selain janji yang diucapkan ketika menahan Nia untuk
tinggal dirumah pelaku, pelaku tidak pernah meminta Nia untuk menikah secara resmi. Pelaku tahu bahwa Nia hamil dan mulai hamil ketika Nia
dipaksa tinggal di rumah pelaku. Namun, setelah Nia diambil paksa oleh
ayah dan adiknya dari rumah pelaku, pelaku tidak pernah lagi menghubungi, mengirim kabar, atau menjawab surat yang pernah
dikirimkan oleh Nia ketika akan melahirkan anak mereka. 2.
Partisipan kedua Coral, mahasiswa sebuah universitas swasta di Yogyakarta, berada
di tingkat keberdayaan kedua ketika wawancara berlangsung. Tingkat kedua berarti Coral mengetahui bahwa ia mengalami kekerasan seksual
tetapi tidak melakukan apapun atau tidak tahu harus melakukan apa atas kekerasan tersebut. Lahir di Jakarta 22 tahun yang lalu, anak ketiga dari
empat bersaudara ini selalu terlihat ceria, meskipun sempat sedikit menangis ketika wawancara. Saat ini Coral mempunyai seorang pacar
laki-laki. Dia mengalami kekerasan seksual bukan hanya dari satu orang
tetapi dari dua orang berbeda pada saat yang bersamaan meskipun keduanya tidak saling mengenal. Coral mengalami perkosaan dari satu
pelaku dan pelecehan seksual dari pelaku yang lain. Pelaku satu tinggal di rumah Coral selama sekitar setahun. Pelaku kedua adalah pacar Coral saat
itu. Ketika Coral berusaha menceritakan kekerasan seksual yang dialaminya dari salah satu pelaku yang tinggal bersama di rumah orang
tuanya, anggota keluarganya tidak berusaha menolong atau melakukan hal yang mungkin dapat mengubah situasi yang memungkinkan kekerasan
kembali terulang. Coral mengatakan yang ia inginkan hanyalah tidak lagi bertemu dengan pelaku pertama bahkan jika ia mempunyai kesempatan
untuk melakukan “sesuatu” untuk kasus tersebut, ia mengatakan ia tidak
akan melakukan apapun. 3.
Partisipan ketiga Teta, berada di tingkat keberdayaan kelima, berarti Teta mengetahui
bahwa ia mengalami kekerasan seksual, mengetahui opsi yang bisa dilakukan
atas kekerasan
tersebut, mampu
merencanakan dan
melaksanakan rencana bagi hidupnya selanjutnya, serta mampu menggunakan kekuatannya untuk melanjutkan hidup dan beranjak dari
kekerasan yang dia alami. Teta bekerja di sebuah LSM dan terlibat banyak dalam komunitasnya sebagai relawan. Teta tinggal di Jawa Timur dengan
suami dan kedua anaknya. Anak pertama Teta adalah akibat dari kekerasan seksual yang
dialaminya. Teta diperkosa oleh temannya ketika duduk di kelas 2 SMA. Teta mengaku diancam, dipaksa, dirayu, dan dijanjikan akan dinikahi
ketika pelaku memaksanya berhubungan seksual. Sebagai akibat dari kekerasan seksual tersebut Teta hamil kemudian dipaksa mengundurkan
diri dari sekolah. Ketika kekerasan seksual terjadi padanya sekitar 17 tahun yang lalu, Teta merasa tidak berdaya mengubah situasi yang terjadi
padanya atau bahkan mempunyai pilihan respon yang bisa diambil. Setelah Teta memutuskan untuk tidak lagi mempedulikan pelaku, Teta mulai
menata diri, menikah, kemudian menyelesaikan pendidikan di level perguruan tinggi.
4. Partisipan keempat
Partisipan keempat adalah Tan, seorang ibu dua anak. Tan berada di tingkat empat keberdayaan, artinya Tan mengerti bahwa ia mengalami
kekerasan seksual, mampu membuat rencana, dan dapat melaksanakan rencana tersebut. Bekerja di sebuah katering setiap hari tidak membuat
kebutuhannya tercukupi, biasanya kakaknya yang ikut memenuhi kebutuhan hariannya dan anak-anaknya.
Tan mengalami kekersan seksual dari pelaku yang awalnya adalah pacarnya Bobi. Tan berada dalam relasi yang penuh kekerasan selama
bertahun-tahun meskipun ia selalu melaporkan kekerasan yang dialaminya ke polisi. Pelaku membujuk Tan dengan pernikahan ketika meminta
hubungan seksual. Ketika Tan meminta pernikahan tersebut, pelaku menolak. Tan melaporkannya ke polisi karena ia hamil. Tan akhirnya
menikah dengan pelaku walaupun kemudian ditinggalkan oleh pelaku lalu dicerai. Pelaku datang kembali ke dalam kehidupannya dengan alasan
ingin mengunjungi anaknya. Akan tetapi ternyata kemudian pelaku memperkosa Tan berkali-kali hingga Tan hamil untuk kedua kalinya. Tan
kembali melaporkannya ke polisi. Selain kekerasaan seksual Tan juga mengalami kekerasan fisik, psikologis, dan ekonomi. Tan mengalami
pelecehan, perkosaan, dan eksploitasi seksual. Meskipun demikian Tan selalu berharap pelaku kembali ke hidup Tan, menyesali perbuatannya,
dan kembali membangun relasi yang baik dengan Tan.
5. Partisipan kelima
Misa, berada di tingkat keberdayaan ketiga, berarti Misa mengetahui bahwa ia mengalami kekerasan seksual, mengetahui pilihan yang ada
untuk menanganinya, dan mampu membuat rencana atas penanganan kekerasan tersebut atau hidup selanjutnya. Perempuan berusia 30 tahun ini
menyadari kekerasan seksual yang dialaminya dan mengatakan tidak akan berbuat sesuatu atasnya. Ibunya adalah korban kekerasan rumah tangga
yang dilakukan oleh ayahnya. Misa sering merasa mati rasa tentang hal-hal yang terjadi pada dirinya. Sambil menyelesaikan kuliah master psikologi,
ia masih menerima gaji sebagai PNS dan mempunyai bisnis untuk menopang hidupnya dan anaknya. Misa sedang dalam proses bercerai dari
suaminya. Misa mengalami perkosaan ketika berusia sekitar 5 tahun. Pelaku
adalah kakak sepupu yang sering bermain di rumah Misa. Pelaku berusia sekitar 14 tahun ketika perkosaan tersebut dilakukan. Perkosaan terjadi
beberapa kali. Misa tidak melawan ketika hal tersebut terjadi karena tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Pelaku mengancam Misa agar tidak
melaporkan hal ini pada siapapun. Ibu Misa pernah menemukan darah di celana dalam Misa tetapi tidak melakukan apapun atasnya. Ibunya hanya
bertanya pada Misa mengapa ada darah, tetapi ketika Misa menjawab tidak tahu ibunya tidak mencari tahu lebih lanjut. Misa merasa tidak terbantu
menyatakan kejadian yang terjadi padanya karena “ketidakpedulian”
ibunya. Ketika Misa mulai mengerti apa yang terjadi pada dirinya, ia merasa tidak berharga karena sudah tidak “perawan” lagi.
Semua partisipan dibesarkan dalam keluarga yang di dalamnya terdapat kekerasan terhadap perempuan.
C. ANALISIS DATA DAN HASIL