Kesimpulan dan Rekomendasi Pembenahan Tata Kelola Sekolah atas Pungutan
45
1. Tata kelola sekolah yang baik akan berkontribusi posiif pada pencapaian Wajar 12 tahun. Masalah pendidikan termasuk
adanya pungutan idak bisa dilepaskan dari masalah manajemen atau tata kelola Sekolah. Perubahan cukup
mendasar di dunia pendidikan sekitar 1 dekade terakhir seiring dengan adanya Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional adalah tata kelola, kurikulum dan kemudian diikui dengan perubahan teknis lainnya. Tata kelola
sekolah yang baik, harus bisa mensinergikan kesepuluh komponen Pendidik, Peserta Didik, Tenaga Kependidikan,
Paket Instruksi Pendidikan, Metode Pengajaran, kurikulum Pendidikan, Alat Instruksi dan Pendukung, Fasilitas
Pendidikan, Anggaran Pendidikan, dan Evaluasi Pendidikan berjalan selaras. Dengan berjalannya kesepuluh komponen
utama, seidaknya permasalahan pungutan bisa dikurangi.
2. Pemerintah dan pemerintah daerah memiliki tanggung jawab utama menyelaraskan kebijakan, anggaran, sumber daya
dan sarana prasarana pendukung guna menjawab tuntutan Wajar 12 tahun. Dari aspek tata kelola pendidikan, perubahan
cukup mendasar adalah berubahnya sentralisasi pendidikan menjadi desentralisasi. Meskipun belum semua kebijakan
‘didesentralisasi’ namun perubahan ini cukup membawa perubahan signiikan yang membawa dampak bagi daerah
untuk menyukseskan pengelolaan pendidikan diingkat daerah. Untuk sebagian daerah dengan infrastruktur dan
kapasitas sumber daya yang memadaii akan lebih mudah melakukan akselerasi dan otonomi pendidikan tertentu.
Ini berbeda dengan daerah yang memiliki infrastruktur dan kapasitas sumber daya terbatas, apalagi daerah yang baru
berdiri sebagai daerah otonomi baru.
3. Desentralisasi pendidikan yang tengah bergulir memberi peluang bagi daerah untuk mengembangkan pendidikan
dan pengajaran yang selaras dengan kebutuhan dan situasi masyarakat setempat. Begitupun dalam hal
46
penyelenggaraan. Hubungan kewenangan yang makin dekat akan meningkatkan parisipasi masyarakat dalam proses
peningkatan kualitas pendidikan di daerahnya. Namun demikian, praktek-praktek terkait pungutan di sekolah
harus menjadi perhaian bersama terutama Pemerintah baik pusat maupun daerah.
4. Pemenuhan akses dan standar kualitas pelayanan pendidikan di daerah masih rendah. Meskipun sudah ada
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2013 yang menetapkan bahwa seiap kabupaten dan kota wajib memenuhi Standar
Pelayanan Minimal SPM sekurang-kurangnya dalam waktu 3 tahun setelah SPM tersebut disahkan. Sampai tahun 2013
baru ada sebanyak 68,7 SDMI dan 62,5 SMPMTs yang terakreditasi minimal B. Ini berari kualitas pendidikan dasar
masih rendah. Hal yang hampir sama juga pada kualitas layanan pendidikan di jenjang pendidikan menengah.
Untuk itu, kami memberikan rekomendasi untuk mengatasi persoalan tata kelola sekolah agar dapat menjadi pendorong
tercapainya Wajar 12 tahun sebagai berikut;
1. Mencabut atau memperbaiki Permendikbud Nomor 44 Ta- hun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendi-
dikan Pada Satuan Pendidikan Dasar. Hal ini sangat krusial karena akan membawa efek perhaian bagi seluruh pe-
mangku kepeningan pendidikan khususnya sekolah. Peme- rintah daerah bisa membantu dalam rangka proses penga-
wasan dan mendorong tata kelola sekolah yang lebih baik.
2. Perlunya kebijakan lokal sebagai pendukung pelaksanaan akuntabilitas sekolah. Meskipun diingkat nasional sudah
ada aturan yang mendukung, namun di daerah perlu ada payung hukum tambahan untuk memasikan bahwa
pungutan yang terjadi di sekolah merupakan kejahatan
47
dan ada sangsi hukumnya. Di level tertentu bahkan bisa masuk ke ranah hukum. Kebijakan lokal dimaksud bisa
berupa Peraturan Daerah Perda, Peraturan Kepala Daerah Perkada, Keputusan Kepala SKPD SK Kepala Dinas,
sampai keputusan kesepakatan di ingkat Sekolah Berita acara kesepakatan atau Surat Kepala Sekolah.
3. Mendorong parisipasi dan praktek transparansi pengelolaan keuangan sekolah. Sebagai upaya mengurangi
praktek pungutan di sekolah, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat perlu mendorong kembali upaya
transparansi pengelolaan keuangan sekolah dengn membuat pedolan tentang transparansi dan larangan
praktek pungutan di sekolah. Bentuknya adalah adanya pedoman tentang transparansi dan larangan praktek-
praktek pungutan sekolah. Pedoman ini berisi sangsi hukum bagi yang melanggar.
4. Penguatan kapasitas sekolah SD dalam mengelola sekolah, berupa penguatan kapasitas pengelola keuangan. Isu
transparansi masih menjadi tantangan bagi pihak sekolah terutama di SD. Salah satu penyebabnya adalah kapasitas
pengelola keuangan. Berbeda dengan ingkat SMP dan SMA yang telah mempunyai tata usaha TU atau staf
administrasi yang bisa dipekerjakan, situasi di SD belum mendukung. Salah satu alternaifnya adalah melakukan
penguatan kapasitas pengelolaan keuangan ingkat SD khususnya untuk bendahara sekolah atau guru yang ditunjuk
menjadi pengelola keuangan. Bentuk penguatan dimaksud di antaranya adalah pelaihan administrasi keuangan,
workshop khusus, kunjungan belajar, assistensi keuangan, dst. Stakeholder yang ada di sekolah perlu menyadari bahwa
sekolah adalah badan publik, sehingga pengelolaan keuangan sekolah juga perlu menganut prinsip-prinsip keterbukaan.
Sekolah idak perlu merasa risih, jika pengelolaan keuangan sudah dilakukan dengan baik. Ppenyadaran bersama
48
tentang peningnya transparansi pengelolaan keuangan di sekolah harus terus dilakukan. Transparansi dimaksud
diantaranya mendorong pembuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah APBS berbasis Parisipasi Masyarakat.
Melaporkan penggunaan dana yang bisa diakses orang tua dan peserta didik misalnya melalui papan pengumuman,
majalah dinding, atau surat kepada orang tua murid tentang pertanggungjawaban penggunaan dana.
5. Guna menguatkan kualitas layanan pendidikan, maka perlu mengefekikan kembali peran pengawas dan komite
Sekolah. Peran pengawas sekolah sangat relevan untuk melakukan pengawasan sekaligus peningkatan kapasitas
bagi pengelola keuangan. Sehingga pengawas, seidaknya memiliki jadwal ruin untuk melakukan kunjungan ke sekolah
minimal per semester. Selain kunjungan ruin, pengawas sekolah bisa menjadi mitra untuk peningkatan kapasitas bagi
pengelola keuangan. Agenda kunjungan pengawas sekolah harus jelas dan diketahui bersama jika perlu gunakan berita
acara pengawasan sehingga sekolah juga mendapatkan feedback dan langkah perbaikan. idak sekedar informal
pertemuan di sekolah, rumah makan dan tempat ngopi. Sekecil apapun pungutan akan sangat mempengaruhi
performance dari sekolah. Sehingga pengawas dapat memberikan feedback yang mendorong akuntabilitas
sekolah karena akan berpengaruh pada performance sekolah yang bersangkutan.Sedangkan komite sekolah,
dapat melakukan perannya sebagai perwakilan orang tua murid untuk menampung keluhan dan aspirasi perbaikan
meskipun bisa juga langsung ke sekolah, menyalurkan keluhan dan menjadi mitra sekaligus pengawas pelaksanaan
kegiatan sekolah. Komite sekolah bukan stempel kebijakan kepala sekolah, tetapi menjadi perwakilan akif orang tua
murid dan peserta didik yang mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran di sekolah.
PEmENUHAN KEBUTUHAN gURU
dalam Pencapaian Target Wajib Belajar 12 Tahun
S
alah satu tujuan pendirian negara republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan ini
negara memandang pendidikan sebagai sektor strategis dan
mendapat prioritas kebijakan negara. Salah satu kebijakan tersebut adalah program wajib belajar.
Tulisan ini akan membahas tentang pemenuhan kebutuhan guru dalam konteks wajib belajar 12 tahun. Tulisan dibatasi
pada pemenuhan wajib belajar 12 tahun pada sekolah formal di bawah naungan Kemdikbud. Bagian pertama tulisan ini akan
membahas tentang standar kebutuhan guru diingkat sekolah, daerah dan nasional. Bagian kedua membahas tentang faktor yang
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan guru tersebut. Tulisan ini ditutup dengan kesimpulan dan saran terkait dengan wajib belajar
12 tahun.
50