Penerapan pendidikan inklusif di lapangan

 118  - Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga pengajar guru pembimbing khusus, guru kelas dan pengawas sekolah. - Bisa dimungkinkan ada perubahan kurikulum, metode pengajaran dan bahkan penilaiannya. Oleh sebab itu diperlukan peneliian lebih lanjut untuk menyempurnakan gagasan program pendidikan inklusi. - Selain itu, diperlukan alat atau orang dewasa sebagai pendamping yang menunjang pemahaman akan kehadiran para penyandang disabilitas. - Kerjasama antara guru pembimbing khusus, guru kelas dan semua pihak, terutama yang terkait dalam keberlangsungan belajar mengajar. 3. Tantangan budaya. Perbaikan konsep publik tentang penyandang disabilitas, baik konsep yang diyakini penyandang disabilitas sendiri tentang dirinya, orang tua, dan masyarakat. Umumnya diyakini bahwa penyandang disabilitas dianggap sebagai orang yang idak mampu sehingga perlu diperlakukan secara khusus. Padahal, konsep ini justru membelenggu dan kurang kondusif bagi pengembangan rasa percaya diri dan kemampuan diri dari para penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas sebenarnya idak cacat tuna. Mereka hanya idak memiliki kemampuan untuk mendengar, idak bisa melihat dan idak bisa bicara sebagaimana orang pada umumnya. Mereka tetap dapat berkomunikasi meskipun dengan Bahasa isyarat atau gerak bibir dan bahasa tubuh. Hal ini kurang lebih sama dengan perbedaan suku atau bangsa yang berbeda bahasa. Kalau kita ingin bisa berbahasa dengan bahasa suku atau bangsa lain maka kita harus belajar dan berani mempergunakan  119  bahasa mereka. Begitu halnya dengan bahasa isyarat yang bisa dipelajari oleh siapapun. Pemahaman ini harus terus disosialisasikan kepada semua pihak, baik masayarakat umum, penentu kebijakan dan atau bahkan penyandang disabilitas itu sendiri. 4. Tantangan Regulasi. Undang-Undang Penyandang Cacat 1997 yang sekarang berlaku harus direvisi dan digani, karena isi pasal- pasalnya sudah keinggalan zaman dan sudah idak mampu mengakomodasi kebutuhan para penyandang disabilitas. Lebih lagi, perlindungan bagi hak asasi manusia idak boleh diatur dalam Permendiknas, melainkan dalam Undang- Undang. Karena itu, pemerintah perlu segera mengajukan rancangan Undang-Undang baru untuk melindungi hak para penyandang disabilitas. Drat Rancangan Undang-Undang Penyandang Disabilitas yang sudah digodok beberapa tahun ini perlu segera menjadi prioritas Prolegnas agar segera disahkan oleh anggota DPR.

G. Penutupringkasan

Sekolah reguler dengan orientasi inklusif adalah lembaga yang paling efekif untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun suatu masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua. Model sekolah inklusif akan menanamkan moral kebhinekaan dan mempertahankan keutuhan Negara RI yang adil dan beradab. Pendidikan inklusi yang menekankan kepada persamaan hak dan akses pendidikan kepada seiap warga negara tanpa kecuali pada hakikatnya adalah visi baru di bidang pendidikan sebagai bagian dari reformasi poliik yang menekankan kepada pilar  120  demokrasi, HAM, otonomi, desentralisasi, dan akuntabilitas. Bila salah satu program Nawa Cita Presiden Jokowidodo adalah membangun dari pinggiran, membangun dari pinggiran ini perlu diarikan sebagai sebuah proses untuk memanusiakan, menghargai, melindungi hak-hak mereka yang ada di dalam pinggiran kehidupan masyarakat, termasuk para penyandang disabilitas. Pendidikan inklusif harus menjadi paradigma baru dalam pendidikan bagi semua, termasuk para penyandang disabilitas yang diilhami dan didorong oleh berbagai dokumen internaional, khususnya tentang pendidikan untuk semua serta Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi mengenai pendidikan berkebutuhan khusus tahun 1994. Mengembangkan lingkungan sekolah reguler yang inklusif saat ini sudah menjadi sebuah keharusan. Banyak sekolah yang telah merinis program inklusi berusaha memasikan semua siswa merasa dihargai dengan memberikan semua kebutuhan belajar mereka dan membantu mereka mencapai potensi yang maksimal. Teladan penghargaan kepada iap siswa itulah yang akan membangun karakter kepedulian peserta didik atas sesama, tanpa melihat latar belakang yang disandangnya. Kurikulum dalam pendidikan inklusif hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak. Selama ini anak dipaksakan harus mengikui kurikulum. Oleh sebab itu sekolah hendaknya memberikan kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan anak yang memiliki berbagai kemampuan, bakat dan minat. Modiikasi penyesuaian kurikulum dilakukan oleh im pengembang kurikulum di sekolah. Tim pengembang kurikulum sekolah terdiri dari: kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus, konselor, psikolog, dan ahli lain yang terkait. Meskipun pendidikan inklusi di Indonesia saat ini mulai