Ruang lingkup Pendidikan Inklusif

 103  dan sengaja. Ki Hajar Dewantara menyebut tujuan pendidikan adalah untuk memerdekaan bangsa. Pendidikan ini mempunyai iga sifat pening, yaitu berdiri sendiri, idak bergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri. 3 Pendidikan secara umum mempunyai tujuan untuk membantu peserta didik agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu ingkah laku peserta didik bertambah, baik kuanitas maupun kualitas. Tingkah laku yang dimaksud melipui pengetahuan, keterampilan dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku yang dikemudian hari diharapkan mampu mandiri, idak bergantung pada orang lain. Jika demikian, pendidikan inklusi diselenggarakan seidaknya dengan tujuan sebagai berikut: 1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak termasuk Anak Difabel mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya. 2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar, sekurang-kurangnya 12 tahun atau setara dengan tamat SLTA sebagai upaya kesiapan menghadapi persaingan global. 3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dengan menekan angka inggal kelas dan putus sekolah semaksimal mungkin. 4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, idak diskriminaif. Persoalan penyandang disabilitas melibatkan 3 konsep dasar, yaitu penyandang disabilitas itu sendiri, makna pendidikan bagi mereka dan peranan pemerintah. Anak difabel atau penyandang disabilitas menjadi obyek sekaligus subyek 3 Ignas G Saksono, Tantangan Pendidikan Mencegah Problem Bangsa, Forkoma PMKRI-Yogjakarta, 2010, hal 16.  104  pendidikan. Pendidikan bagi mereka membutuhkan sebuah proses perkembangan, penyempurnaan dan pembaharuan terus menerus. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan perlu mendesain kebijakan pendidikan yang ramah dan berkelanjutan terhadap para penyandang disabilitas. Untuk mengembangkan dan mendampingi para penyandang disabilitas serta merumuskan kembali peranan pemerintah dan lembaga pendidikan, ada beberapa hal perlu diperhaikan. 1. Penyandang disabilitas perlu dikenali agar kita semakin mudah memahami apa keinginannya di masa mendatang. Di antara ciri yang harus dikenali adalah kondisi isik, kemampuan intelektual, kemampuan komunikasi, sosial emosional. 2. Pemerintah perlu menumbuhkan semangat pendidikan inklusif di seiap jenjang pendidikan. Yang dimaksud di sini adalah sebuah proses pendidikan yang menyertakan penyandang disabilitas dalam satu ruang kelas yang sama dengan anak-anak lain non-disabel dalam proses pendidikan. 3. Pemerintah sebagai otoritas pemegang kekuasaan harus bertanggungjawab mewujudkan pendidikan yang inklusif, pendidikan yang ramah, idak diskriminaif, sekurang- kurangnya sampai 12 tahun setara SLTA pada tahun 2030.

d. Kebijakan Pemerintah Tentang Pendidikan Inklusif

1. Layanan pemerintah terhadap para penyandang disabilitas

Secara formal Indonesia telah mendeklarasikan pendidikan inklusif pada tanggal 11 agustus 2004 di Bandung dengan  105  harapan dapat menggalang sekolah reguler untuk mempersiapkan pendidikan bagi semua anak termasuk penyandang disabilitas. Seiap penyandang difabel berhak memperolah pendidikan pada semua sektor, jalur, jenis dan jenjang pendidikan Pasal 6 ayat 1. Seiap penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang disabilitas anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat Pasal 6 ayat 6 UU RI No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Penyandang disabilitas di Indonesia belum mendapatkan hak pendidikannya secara baik. Menurut Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud ada sekitar 184.000 anak penyandang disabilitas belum menikmai indahnya pendidikan layaknya anak dengan kondisi mental dan isik normal. Sampai saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus yang telah tertangani dan masuk dalam pendidikan inklusif baru 116.000 anak dari total 300.000 anak, selebihnya masih di bawah asuhan orang tua masing-masing. Menurut laporan dari WFD World Federaion for the Deaf terdapat 70 juta komunitas tuna rungu 4 di seluruh dunia, di mana 0.5 persen dari mereka yang berusia 10-17 tahun justru memiliki kemampuan baca-tulis yang rendah dibandingkan anak yang mendengar normal usia 9-10 tahun. Hal ini juga terjadi di Indonesia, rata-rata anak-anak tuna rungu sampai dewasa memiliki kemampuan baca-tulis yang rendah 4 Galuh; isilah tuli sudah idak digunakan lagi dalam peraturan perundang- undangan, digani menjadi tuna rungu. Akan tetapi isilah tersebut justru menciderai para penyandang tuli itu sendiri. Karena menurutnya, tuli itu bukan tuna cacat, tapi hanya idak mampu mendengarkan suara saja. Perlu diketahui bahwa mendengarkan suara hanyalah salah satu cara seseorang untuk memahami komunikasi, tapi komunikasi idak selamanya harus menggunakan suara, bisa menggunakan tulisan atau bahasa yang lain yang dipahami para penyandang tuli. Jadi tuli bukanlah tuna.