114
pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaif, mandiri, dan menjadi warganegara
yang
demokrais danbertanggungjawab.
Melalui pendidikan, peserta didik diharapkan menjadi warga negara
yang demokrais dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berparisipasi
dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal penyandang disabilitas diisolasikan dari teman
sebayanya melalui model sekolah-sekolah khusus. Betapa pun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama
teman sebayanya, ini prinsip utama yang perlu dipahami. Pembedaan dan segregasi dimungkinkan setelah melalui
analisis evaluasi dan asesment penempatan secara adekuat dan objekif.
Implementasi dari tujuan pendidikan di atas adalah bahwa pendidikan inklusi seharusnya dirancang sedemikian
rupa sehingga program pendidikan dilaksanakan dengan memperhaikan
keanekaragaman karakterisik
dan kebutuhan siswa penyandang disabilitas. Penyandang
disabilitas harus memperoleh akses ke sekolah reguler di mana sekolah tersebut perlu memberikan akomodasi
dalam proses pembelajaran dalam rangka pedagogi yang berpusat pada diri anak yang dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Pada dasarnya pedagogi yang berpusat pada diri anak itu menguntungkan bagi
semua siswa, mengembangkan potensi unik siswa dan dan pada gilirannya menguntungkan bagi masyarakat secara
keseluruhan. Mereka mampu berperan serta secara akif sebagai warga negara yang demokrais dan bertanggung
jawab.
115
2. Dari sisi ketersediaan sarana pendidikan
Untuk menyukseskan sistem pendidikan inklusi pemerintah perlu mempersiapkan ketersediaan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan bagi penyandang disabilitas. Sarana prasarana tersebut disesuaikan dengan kebutuhan para
penyandang disabilitas yang terdatar di masing-masing sekolah. Secara umum sarana sekolah harus didesain
bangunannya sesuai dengan kebutuhan standar para penyandang disabilitas sehingga sekolah menjadi simbol
akses universal pada seiap individu apapun keadaan mereka. Peralatan pembelajaran perlu disesuaikan dengan
apa yang dibutuhkan oleh para penyandang disabilitas di unit sekolah.
3. Dari sisi keterampilan pendidik
Untuk memenuhi kebutuhan keberlangsungan belajar mengajar pada pendidikan inklusif, LPTK sebagai tempat
penyediaan SDM yang berkualitas memiliki tanggungjawab dalam rangka pelaksanaan pembelajaran sepanjang hayat
lifelong learning, termasuk untuk penyandang disabilitas. Di antara tugas yang harus dimaksimalkan adalah:
restrukturisasi pendidikan inklusif secara profesional, memberikan bantuan profesional bagi guru, kepala sekolah,
dan pengawas untuk untuk meningkatkan mutu pendidikan inklusi, melakukan peneliian untuk pengembangan
pendidikan inklusif, punya tanggungjawab untuk ikut meningkatkan pemahaman tentang pendidikan inklusi
kepada semua calon pendidik.
Di Jepang, misalnya, dalam menjalankan sekolah inklusi, mereka menempatkan guru umum dan guru yang terdidik
secara khusus untuk menangani para penyandang disabilitas.
116
Selain itu, seiap penyandang disabilitas mendapatkan dua pendamping, yaitu; pendamping yang membantu pada
ingkat kesulitannya seperi merangkum tulisan pelajaran yang disampaikan guru, dan pendamping saat punya hajat,
misalnya ingin ke kamar mandi dan toilet.
4. Dari sisi regulasi dan kebijakan pendidikan
Tentang hak-hak pendidikan para penyandang disabilitas sudah dieksplisitkan dalam UU No. 4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat. Dari regulasi pendidikan, kebijakan pendidikan bagi penyandang disabilitas diatur
dalam permendiknas tentang Pendidikan Inklusif, yaitu Permendiknas nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan
Inklusif. Namun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan krusial yang menarik untuk dikriisi.
Permasalahan tersebut menurut Trimo 2012 bermuara pada pemenuhan delapan standar nasional pendidikan.
Jika demikian yang diperlukan adalah monitoring dan evaluasi sekolah inklusi yang merupakan satu kesatuan, bukan
dua hal yang dipisah-pisah, dimaksudkan sebagai proses mengideniikasi
indikator-indikator penyelenggaraan
sekolah inklusi untuk mengetahui apa yang sudah ada, apa yang sudah dilakukan, apa yang belum ada, dan apa
yang belum dilakukan dalam menyelenggarakan program pendidikan inklusif di satuan pendidikan masing-masing.
Selain itu, hak-hak pendidikan para penyandang disabilitas merupakan hak asasi manusia, karena itu, regulasi pendidikan
untuk mereka harusnya idak diatur melalui Permendiknas, melainkan melalui sebuah undang-undang. Karena itu,
pemerintah perlu segera merevisi UU Penyandang Cacat tahun 1997 yang masih mempergunakan isilah ‘cacat’