Angka Putus Sekolah Buku Peta Jalan Pendidikan 12 Tahun

 27  Berbagai upaya seperi program-program bantuan sekolah, BOS, BOM, tunjangan profesi, seriikasi, beasiswa pendidikan, DAK dan DBH Pendidikan, DAU Pendidikan serta Dana Otonomi Khusus Pendidikan sudah dilakukan. Namun, permasalahan kemiskinan tetap menjadi salah satu alasan klasik yang menyebabkan masih ingginya angka putus sekolah. Berdasarkan data BPS tahun 2011 2012 dengan proyeksi jumlah penduduk tercatat angka putus sekolah adalah sebagai berikut; 0.90 untuk anak SD, 1.57 untuk anak SMP dan 2.20 untuk anak SMA. Nampak seiring dengan Angka Parisikasi Kasar APK untuk 3 tahun sebelumnya yakni ; Tahun SDMI Paket A SMPMts Paket B SMSMKMA Paket C 2011 102.57 89.83 64.90 2012 104.33 89.49 68.80 2013 107.71 85.96 66.61 2014 Belum keluar Sumber: BPS-RI, Susenas 2003-2013 Ada implikasi yang masih berlanjut dari angka putus sekolah tersebut. Presentase idak melanjutkan ke jenjang berikutnya menjadi inggi yakni sebagai berikut; SD ke SMP 18,34, SMP ke SMA 6,83 dan SMA ke jenjang Perguruan Tinggi 51.59. Jika menghitung target Wajar 12 tahun dari jenjang SD ke SMP dan jenjang SMP ke SMA, maka angka 18,34 dan 6,83 adalah angka yang sangat besar untuk mengejar terpenuhinya Wajar 12 tahun. Jika dihitung dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama 2012 untuk anak-anak yang idakbelum bersekolah pada semua usia dari 3-23 tahun, jumlah itu adalah 30.639.393 orang. Ini merupakan jumlah yang mengkhawairkan bagi  28  keberlanjutan dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Terlepas dari jumlah anak yang masih bisa melanjutkan sekolah, permasalahan angka putus sekolah perlu dimaknai sebagai permasalahan krusial yang seiap tahun perlu dicarikan solusi kebijakan dan pelaksanaan dari kebijakan tersebut. Ada sesuatu yang belum berjalan baik terkait proses pembiayaan pendidikan di Indonesia.

2. Pembiayaan Pendidikan Mahal

Undang-Undang UU No. 20 Tahun 2003 sudah mengamanatkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN atau APBD di luar pendidikan kedinasan, namun mandat ini belum sepenuhnya dilaksanakan. Amanat 20 persen alokasi APBD untuk pendidikan di daerah belum terwujud. Tidak semua daerah mampu secara konsisten mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBD, terutama dalam rangka menggraiskan biaya pendidikan Wajar 9 tahun, apalagi Wajar 12 tahun. Pemerintah telah mengeluarkan dana untuk Bantuan Operasional Sekolah BOS yang angkanya selalu mengalami kenaikan untuk pembiayaan per siswa SD SMP per tahun. Tahun 2015 dana yang dialokasikan untuk BOS Siswa SD mencapai Rp 800.000,- Per siswatahun, sedangkan untuk siswa SMP mencapai Rp 1.000.000,- Per siswatahun. Meskipun idak menutupi 100 persen biaya operasional siswa, namun angka ini cukup signiikan membiayai lebih dari 70 persen kebutuhan operasional sekolah. BOS lebih banyak dipergunakan untuk membiayai kebutuhan operasional non personalia.  29  3 ‐ ‐ 235,000 254,500 400,000 400,000 570,000 580,000 800,000 324,000 354,000 575,000 575,000 710,000 710,000 1,000,000 2005 2006 20072008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Perkembangan Dana BOS Tahun 2005-2015 SDM SMPSMPLBSMPTSatap Sumber: Juknis BOS Kemendikbud Diolah Sejak 2013, Pemerintah bahkan mulai menggulirkan BOS untuk SMA dan sederajat. Besaranya adalah BOS sebesar Rp 1.000.000,-. Adanya BOS seidaknya mengurangi beban pembiayaan pendidikan yang harus ditanggung oleh peserta didik. Permasalahan di hulu terkait dengan pembiayaan pendidikan adalah Standar Satuan Biaya pendidikan. Meskipun sudah ada aturan melalui Permendiknas No. 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Non Personalia Tahun 2009 untuk Sekolah DasarMadrasah Ibidaiyah SD MI, Sekolah Menengah PertamaMadrasah Tsanawiyah SMPMTs, Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah SMAMA, Sekolah Menengah Kejuruan SMK, Sekolah Dasar Luar Biasa SDLB, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa SMPLB, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa SMALB, namun peraturan tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam rangka menerapkan kebijakan pendidikan dasar