12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Anak Tunanetra Low vision
Masyarakat umum sering menyamakan antara tunanetra dengan buta. Meskipun tidak terlalu salah namun menyamakan tunanetra dengan buta itu
kurang tepat. Hal ini sejalan dengan pendapat Munawir Yusuf tanpa tahun pada bukunya yang berjudul Pendidikan Tunanetra Dewasa dan Pembinaaan
Karir halaman 21 “Istilah buta lebih dimaksudkan untuk menunjukkan orang yang sudah rusak penglihatannya sehingga tidak mungkin lagi difungsikan
untuk melihat.” Dengan demikian orang dikatakan buta apabila sudah tidak bisa melihat sama sekali. Sedangkan orang tunanetra lebih menunjukkan
adanya gradasi atau tingkatan kebutuhan seseorang.
1. Pengertian Anak Tunanetra Low vision
Dedy Kustawan 2013: 13 mengatakan “Anak tunanetra adalah
anak yang memiliki hambatan penglihatan yang sedemikian rupa”. Anak tunanetra merupakan anak yang mempunyai gangguan penglihatan yang
memerlukan bantuan dan penanganan khusus dalam mengikuti pembelajaran. Jadi menurut pendapat di atas anak tunanetra adalah anak
yang memilik keterbatasan penglihatan dan memerlukan penanganan dalam proses pembelajaran. Hal ini juga sejalan dengan pendapat
Purwaka Hadi 2005: 38 yang mengatakan “ tunanetra dapat diartikan sebagai suatu kondisi cacat penglihatan sehingga mampu mengganggu
proses belajar dan pencapaian belajar secara optimal sehingga diperlukan metode pengajaran, pembelajaran, penyesuaian bahan pelajaran, dan
13 lingkungan belajar”. Jadi menurut pendapat Purwaka Hadi anak
tunanetra adalah kondisi cacat penglihatan yang dapat mengganggu proses pembelajaran dan dibutuhkan cara-cara khusus sesuai dengan
keterbatasannya dalam proses pembelajaran. Pengertian tersebut juga ada kaitannya dengan anak low vision karena anak low vision merupakan
bagian dari klasifikasi tunanetra. Ardhi Widjaya 2013 :16 mengatakan bahwa anak low vision
adalah mereka yang memiliki hambatan penglihatan dan masih bisa menerima rangsang cahaya dari luar tapi ketajamannya lebih dari 621
atau anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa 621 yang dimaksudkan adalah apabila
anak normal dapat melihat suatu obyek dengan jarak 21 meter, namun untuk anak low vision hanya dapat melihat dengan jarak 6 meter saja.
Anak low vision juga dikenal dengan anak tunanetra kurang lihat atau anak kurang awas. “Anak tunanetra kurang lihat adalah orang yang
masih kurang dalam kemampuan lihatnya meskipun telah dikoreksi, akan tetapi orang ini masih bisa meningkatkan fungsi penglihatannya
menggunakan alat-alat bantu optikal dan non optikal serta memodifikasi lingkungan dan atau teknik-teknik
”, Corn dalam Anastasia dan Immanuel, 1996: 200. Anak tunanetra low vision masih bisa
menggunakan sedikit sisa penglihatannya dan dapat menggunakan kemampuan matanya untuk melakukan aktivitas sehari- hari. Hal ini
sejalan dengan pendapat Ardhi Widjaya 2013: 13 juga mengatakan
14 bahwa “orang tunanetra yang masih mempunyai sisa penglihatan yang
fungsional seperti ini kita sebut sebagai orang “kurang awas” atau lebih dikenal dengan sebutan Low vision
”. Definisi lain juga diungkapkan oleh World Health Organization dalam Ardhi Widjaya, 2013: 16 bahwa
“Seseorang dikatakan low vision apabila memiliki kelainan fungsi penglihatan walaupun telah dilakukan pengobatan, misalnya operasi atau
koreksi refraksi standart kacamata atau lensa”. Pengertian lain juga dijelaskan oleh Aqila Smart 2010: 36 bahwa : low vision adalah
mereka yang bila melihat sesuatu, mata harus didekatkan, atau mata harus dijauhkan dari obyek yang dilihatnya, atau mereka yang memiliki
pemandangan kabur ketika melihat obyek”. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat ditegaskan
bahawa anak low vision adalah anak yang mempunyai masalah dalam indera visualnya atau mengalami kerusakan dan hambatan pada indera
penglihatannya sehingga tidak dapat digunakan secara optimal. Anak low vision masih bisa menggunakan sisa kemampuan indera
penglihatannyadalam pembelajaran,
namun dalam
kegiatan pembelajaran anak low vision tetap harus mendapatkan bantuan yang
extra supaya bisa mengikuti pembelajarannya secara optimal.
2. Sebab-Sebab Ketunanetraan