70 Gambar 4. Guru menggunakan media pencerminan
Berdasarkan hasil wawancara,observasi, dan dokumentasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa guru kelas sudah
beberapa kali menggunakan prinsip menggunakan benda nyata sebagai media pembelajaran sedangkan untuk guru agama belum
pernah dilakukan.
c. Prinsip Memperhatikan Cahaya Penerangan
1 Guru menggunakan obyek riil dan kongkrit yang bercahaya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas, guru agama, dan siswa low vision. Wawancara terkait
dengan pelayanan pada saat pembelajaran yaitu penggunaan obyek riil dan kongkrit yang bercahaya dalam mengajar ABL. Saat
peneliti bertanya mengenai penggunaan prinsip pemberian obyek riil dan kongkrit yang bercahaya kepada ABL, jawabannya adalah
sebagai berikut ini. Jawaban dari guru kelas adalah “Cara itu tidak
pernah saya lakukan sebelumnya kepada ABL mbak. Karena memberikan obyek yang bercahaya itu ribet dan saya kurang tau
mau materi apa mbak.” Jawaban dari guru agama adalah “Tidak pernah mbak, kan guru agama. Guru ke
las mungkin mbak.”
71 Jawaban dari siswa tunanetra low vision adalah
“Belum pernah mbak. Benda yang dibawa belum pernah bercahaya. Kalau bawa
LCD proyektor gitu malah pernah, tapi ya tetap aja gak bisa lihat mbak.”
Berdasarkan wawancara tentang prinsip penggunaan obyek riil yang bercahaya yang diberikan kepada ABL, dapat diketahui
bahwa dalam menerapkan prinsip tersebut guru kelas, guru agama, dan juga ABL memberikan informasi bahwa prinsip tersebut belum
pernah dilakukan. Dari ABL juga didapatkan informasi bahwa guru belum pernah membawa benda riil dan nyata yang bercahaya
untuk menerangkan pelajaran kepadanya. Selain berdasarkan wawancara, dari hasil observasi peneliti
belum mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut oleh guru kelas, guru agama maupun guru olahraga. Dalam pengamatan
peneliti belum mengamati bahwa prinsip tersebut telah dijalankan. Dari awal meneliti sampai terakhir guru belum pernah membawa
benda bercahaya untuk menerangkan ABL. 2
Guru memperhatikan arah pencahayaan untuk anak low vision. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru
kelas, guru olah raga, guru agama, dan siswa low vision. Wawancara terkait dengan pelayanan pada saat pembelajaran yaitu
memperhatikan cahaya penerangan dalam mengajar ABL. Saat peneliti bertanya mengenai penggunaan prinsip memperhatikan
72 cahaya penerangan kepada ABL, jawaban dari guru kelas adalah
“Ya, sudah mbak, sebisa mungkin saya tempatkan ABL pada tempat yang tidak membuat matanya silau dan yang jelas ABL bisa
nyaman mengikuti pembelajaran saya.” Jawaban dari guru agama adalah
“Ya, kalau saya masuk kelas tempat duduk sudah bukan saya yang ngatur to mbak. Saya kan hanya guru olahraga. Saya rasa
ABL sudah sesuai tempat duduknya. Otomatis sudah diperhatikan mbak.” Jawaban dari guru olahraga adalah “Sudah mbak. Sudah
sesuai saya kira. Karena ABL sudah duduk di barisan tengah dan depan. Jadi kan pas.” Jawaban dari siswa tunanetra low vision
adalah “Ya mbak.. asalkan di depan terus cahaya gag mengenai
papan tulis, saya duduknya di tengah itu sudah gag s ilau.”
Berdasarkan wawancara tentang prinsip cahaya penerangan yang diberikan kepada ABL, dapat diketahui bahwa dalam
menerapkan prinsip tersebut guru kelas, guru agama, guru olahraga dan juga ABL memberikan informasi bahwa prinsip tersebut telah
dijalankan. Guru kelas, guru agama dan guru olahraga menggunakan prinsip tersebut dalam proses pembelajaran.
Gambar 5. Guru memperhatikan arah pencahayaan
73 Selain berdasarkan wawancara, dari hasil observasi peneliti
mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut sudah diterapkan oleh guru kelas, guru agama maupun guru olahraga. Dalam
pengamatan peneliti telah mengamati bahwa prinsip tersebut sudah dijalankan. Sesekali di dalam pengamatan guru kelas bertanya
kepada ABL “ piye ABL? Ora sulap to? ”. ABL menjawab tidak, namun tetap saja ABL tidak bisa membaca dengan jelas. Tetap
harus dibantu oleh temannya. Dalam pengamatan juga terlihat ABL mengusap-usap mata dan sering melihat catatan dari temannya.
d. Prinsip Penggunaan Warna