84 memberikan informasi bahwa prinsip tersebut telah dijalankan oleh
guru kelas sekali dan guru agama belum pernah.
Gambar 7. Guru menggunakan media video Selain berdasarkan wawancara dan dokumentasi, dari hasil
observasi peneliti mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut belum diterapkan oleh guru kelas dan guru agama,. Dalam
pengamatan peneliti belum menemukan bahwa prinsip tersebut dipakai dalam pembelajaran. Di dalam wawancara guru memang
pernah memakai media bersuara untuk pembelajaran Bahasa Indonesia, namun dalam pengamatan peneliti belum menemukan
bahwa prinsip tersebut telah dipakai. Untuk guru agama juga belum pernah menggunakan media bersuara. Dalam observasi peneliti
prinsip ini sama sekali belum teramati.
g. Prinsip Penggunaan Metode Pengajaran
1 Guru memberikan motivasi pada proses pembelajaran.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas, guru olah raga, guru agama, dan siswa low vision.
Wawancara terkait dengan pelayanan pada saat pembelajaran yaitu pemberian motivasi pada proses pembelajaran dalam mengajar
85 ABL. Saat peneliti bertanya mengenai penggunaan prinsip
pemberian motivasi kepada ABL, jawabannya adalah sebagai berikut ini. Jawaban dari guru kelas adalah
“Ya saya memberikan motivasi untuk lebih giat lagi belajarnya. Biasanya malah di tengah-
tengah pembelajaran saya memberikan motivasi kepada ABL .”
Jawaban dari siswa tunanetra low vision adalah “Ayo ABL
semangat lagi belajarnya. Kalo di rumah sering- sering belajar ya…
seperti itu mbak.” Jawaban guru agama adalah “Saya memberikan motivasi ya paling waktu mengajar, nanti kalo siswa mengerjakan,
si ABL sering mengeluh tidak bisa. Kemudian saya semangati mbak.” Jawaban dari guru agama adalah “Saya memberikan
motivasi ya paling belajar giat lagi ya ABL, supaya gak ketinggalan dengan temannya.” Jawaban dari guru olahraga adalah “Kalo saya
hanya bilang ayo ABL, semangat ABL begitu mbak. Lalu apabila dia terlihat lemes da
n tidak bersemangat nanti saya bilang “ Ayo ABL, “ora klentrak-klentruk.” Jawaban dari siswa tunanetra low
vision adalah “Sering mbak, hampir setiap pelajaran guru saya
memberi kata motivasi untuk semangat belajar.” Berdasarkan wawancara tentang prinsip pemberian motivasi
pada pembelajaran untuk ABL, dapat diketahui bahwa dalam menerapkan prinsip tersebut guru kelas sudah menggunakan prinsip
tersebut. Guru kelas sering mengucapkan kalimat motivasi yang ditujukan kepada ABL. Untuk guru agama juga sudah
86 menggunankan prinsip tersebut. Prinsip motivasi sudah sering
diucapkan oleh guru agama. Guru olahraga juga memberikan informasi bahwa telah menggunakan prinsip tersebut pada saat
pembelajaran. Informasi dari ABL memberitahukan bahwa ABL sering menerima kalimat motivasi dari guru yang mengajarnya.
Gambar 8. Guru memberikan motivasi kepada siswa Selain berdasarkan wawancara dan dokumentasi, dari hasil
observasi peneliti mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut sudah diterapkan oleh guru kelas, guru olahraga dan guru agama.
Dalam pengamatan peneliti sudah menemukan bahwa prinsip tersebut dipakai dalam pembelajaran. Guru kelas sering sekali
mengucapkan kalimat motivasi seperti ayo semangat ABL, di dalam proses pembelajaran. Dalam pengamatan sering sekali ABL
mengeluh karena tidak bisa mengerjakan soal, apalagi pada saat pelajaran Matematika. Dia sering meletakkan kepalanya dan
menunjukkan ekspresi menyerah. Pada saat itu guru kelas selalu memberikan kata penyemangat kepada ABL. Dalam pengamatan
sebenarnya bukan hanya ABL yang diberikan kata motivasi namun siswa yang lainnya juga. Untuk guru agama dalam pengamatan
87 juga sering memberikan kata motivasi juga. Guru agama sering
mendatangi tempat duduk ABL kemudian berbincang dengan dia dan sambil menepuk pundaknya sambil memberikan kata motivasi.
Untuk guru olahraga peneliti mengamati pemberian motivasi di lakukakn di lapangan pada saat olahraga. Guru olahraga terlihat
sedikit agak tegas. Pemberian motivasi terlihat apabila ABL gerakannya sedikit lemah dan kecapean. Dalam pengamatan ABL
merasa terbantu dengan kalimat motivasi. Saat guru mengucapkan kalimat tersebut selalu ABL terlihat sedikit lebih bersemangat.
2 Guru mengadakan kerja kelompok untuk membantu siswa
berinteraksi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru
kelas, guru olah raga, guru agama, dan siswa low vision. Wawancara terkait dengan pelayanan pada saat pembelajaran yaitu
mengadakan kerja kelompok untu membantu ABL. Saat peneliti bertanya mengenai penggunaan prinsip tersebut kepada ABL,
jawaban guru kelas adalah “Lumaya sering mbak Irma, saya sering
menyuruh siswa melakukan kegiatan belajar kelompok. Aktifitas A sama kok mbak seperti yang lainnya. Dia juga tidak malas untuk
menegerjakan, hanya saja sedikit lambat dalam prosesnya berfikir .”
Jawaban guru agama adala “Untuk pelajaran agama ini belum
pernah saya mengadakan kegiatan kerja kelompok mbak.” Jawaban siswa tunanetra low vision adalah
“Iya mbak, guru kelasnya sering
88 mengadakan kerja kelompok. Tapi guru yang lain belum pernah.
Dari jawaban siswa tersebut siswa juga Berdasarkan wawancara tentang prinsip pengadaan kerja
kelompok untuk membantu ABL berinteraksi, dapat diketahui bahwa dalam menerapkan prinsip tersebut guru kelas sudah
menggunakan prinsip tersebut. Guru kelas sering mengadakan kerja kelompok untuk membantu siswa mengeluarkan pendapat dan
membantu berinteraksi, khususnya ABL. Untuk guru agama belum menggunakan
prinsip tersebut
karena selama
proses pembelajarannya guru agama belum pernah menyuruh siswa
belajar kelompok. Informasi yang diperoleh dari ABL adalah mengatakan sering bekerja kelompok disuruh oleh guru kelas. Guru
agama belum pernah menyuruhnya. ABL merasa terbantu dengan adanya kerja kelompok. Dia tidak merasa kesusahan dalam
berinteraksi dengan teman sekelasnya. Selain berdasarkan wawancara, dari hasil observasi peneliti
mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut sudah diterapkan oleh guru kelas, guru kelas dalam pengamatan beberapa kali
mengadakan kerja kelompok pada pelajaran IPA. Dalam pengamatan ABL terlihat biasa saja dengan yang lainnya. Hanya
sikapnya yang selalu menunduk dan terlalu dekat sekali jarak matanya dengan buku. Dalam pelajaran agama guru agama belum
pernah mengadakan kerja kelompok. Guru agama setiap masuk kelas memang hanya menerangkan, menulis, kemudian soal.
89 3
Guru menggunakan strategi bervariasi saat pembelajaran. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru
kelas, guru olah raga, guru agama, dan siswa low vision. Wawancara terkait dengan pelayanan pada saat pembelajaran yaitu
pengggunaan strategi yang bervariasi dalam mengajar ABL. Saat peneliti bertanya mengenai penggunaan prinsip tersebut untuk
ABL, jawaban dari guru adalah “Saya sering menggunakan strategi
yang bervariasi, kadang ada permainan di dalam kelas, kadang diskusi kelompok, kadang saya suruh presentasi bergantian. dan
sepertinya siswa senang.” Jawaban yang lain adalah “Saya rasa sudah sesuai mbak. Siswa butuh strategi yang bervariasi dalam
proses pembelajaran.” Jawaban dari guru agama adalah “Strategi yang cocok menurut saya ya dengan ceramah mbak, dan sehabis itu
nanti penugasan. Jawaban dari guru olahraga adalah “Saya
mengajarkan olahraga kelas lima biasanya diawali dengan pemanasan, kemudian nanti permainan, atau jalan sehat
mengelilingi dusun Bogor ini mbak.” Kemudian jawaban yang lainnya adalah “Cara gerak ABL lambat dan tentunya berbeda
dengan yang lainnya. Namun keterbatasan penglihatannya tidak parah. Dia masih bisa berjalan normal tanpa meraba-raba
depannya. Tapi ya hanya lambat mbak gerakanya. Itu perhatikan saja Tidak jauh beda kok sama temannya. Hanya kalau didekati
memang matanya itu sedikit berbeda. Seperti gimana gitu lo mbak
90 kalau dilihat.” “Untuk kegiatan pemanasan dia tidak pernah
meminta bantuan kepada temannya. Kamarin saya suruh lompat tinggi, seet up, skot jump, jumping jap, dll. ABL tidak memerlukan
bantuan. Tapi memang lambat. Jadi temannya sudah selesai 2 menit, nanti ABL bisa 5 menitan.” Jawaban dari siswa tunanetra
low vision adalah “Sudah sesuai hanya saya agak sedikit lambat
untuk berfikir. ” “Tidak mbak, saya biasa saja kok. Kesulitannya ya
membaca itu tadi” Berdasarkan wawancara tentang prinsip penggunaan strategi
bervariasi saat pembelajaran kepada siswa kelas V terutama untuk ABL, dapat diketahui bahwa dalam menerapkan prinsip tersebut
guru kelas sudah menggunakan prinsip tersebut. Guru kelas sering mengadakan kerja kelompok, Tanya jawab, ceramah untuk
membantu siswa memahami materi yang telah diajarkan. Hal ini merupakan bentuk penggunaan strategi yang bervariasi yang
diberikan oleh guru kelas.. Untuk guru agama juga sudah menggunakan strategi bervariasi walaupun hanya dengan ceramah
dan penugasan. Guru agama memang belum sebagus guru kelas perannya dalam pembelajaran. Namun karena materinya guru
agama menganggap hal tersebut sudah sesuai. Untuk guru olahraga strategi bervariasi dapat ditunjukkan dengan pemanasan serta
permainan yang membuat siswa bergerak dan senang.
91 Gambar 9. Guru mengadakan kerja kelompok untuk siswa
Selain berdasarkan wawancara dan dokumentasi, dari hasil observasi peneliti mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut
sudah diterapkan oleh guru kelas. Terlihat sering sekali guru kelas mengadakan pembelajaran yang bervariasi. Tidak hanya ceramah
saja. Bahkan
dalam pengamatan
guru kelas
sangat mengikutsertakan ABL dalam proses pembelajaran. Yaitu terlihat
pada saat pelajaran Bahasa Indoneisa. Peneliti mengamati guru yang meminta kepada ABL untuk membaca dan menceritakan
kembalai apa yang telah dibaca. Kemudia dalam pelajaran Matematika guru menyuruh ABL ke depan untuk mengerjakan soal
yang sudah dikerjakannya. Untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, guru meminta ABL untuk membacakan dan menjelaskan
kepada teman sekelasnya tentng materi yang sudah dijatahkan untuk ABL. Pada saat pelajaran IPS guru lebih sering ceramah,
namun nanti diakhir pelajaran IPS guru memberikan soal untuk mengukur pemahaman siswa. Untuk guru agama, dalam
pengamatan selalu menerangkan materi, kemudian siswa disuruh membuka buku pelajarannya, dan setelah itu ada soal ataupun
Pekerjaan Rumah. Guru olahraga juga terlihat dalam pengamatan
92 setelah melakukan pemanasan mengadakan permainan. Saat itu
permainan yng digemari ABL adalah kasti. Selain permainan guru olahraga memberikan gerakan untuk melatih ketangkasan,
kecepatan, dan juga melatih kekuatn otot. Sekali dalam pengamatan guru olahraga mengajak siswa kelas V berjalan-jalan
mengelilingi Dusun Bogor sekitar sekolah. Dari pengamatan dan wawancara ini dapat disimpulkan bahwa guru telah menggunakan
strategi yang bervariasi untuk mengadakan pembelajaran kelas V khususnya kepada ABL.
4 Guru memberikan tindak lanjut kepada siswa.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas, guru olah raga, guru agama, dan siswa low vision.
Wawancara terkait dengan pelayanan memberikan tindak lanjut kepada siswa. Saat peneliti bertanya mengenai penggunaan prinsip
tersebut kepada ABL, jawaban dari guru kelas adalah “Untuk nilai
A memang berada di urutan empat terbawah mbak. Mungkin selain dipengaruhi keterbatasan mata, kemampuan berfikirnya juga
rendah. Soalnya k alau saya terangkan memang susah masuk.”
Jawaban lain dari guru kelas adalah “Saya mengadakan remedial
mbak. Nanti saya barengkan dengan siswa remidi yang lainnya. A memang ada keterbatasan penglihatan, tapi untuk membaca soal
dari saya dia masih bisa. Hanya saja membacanya dekat sekali sampai nunduk-nunduk
.” “Tidak mbak. Tapi kadang saya
93 mendatangi mejanya dan membantunya memahami soal.
Sebenarnya ada guru GPK yg sering membantu menerangkan khusus untuk A, namun hanya 2 kali seminggu. Kebetulan
sekarang ba ru cuti.” Jawaban dari guru agama adalah” Saya
merumuskan tujuan pelajaran sudah sesuai dengan KD dan indikator “ “Saya rasa sudah mbak. Siswa di SD ini cocoknya ya
diterangke. Kalo ga pernah diterangin nanti complain ” “Ya mbak,
saya berikan tindak lanjut ketika dia memang bener-bener tidak bisa dan ketika nilai ulangannya di bawah rata-rata. Biasanya saya
terangkan lagi, kemuadia saya kasih soal yang bobotnya lebih ringan.” Jawaban dari guru olahraga adalah “Cara saya ya mengacu
pada indikator yang telah ada, kemudian saya terapkan dalam pembelajaran. Selain itu juga saya perhatikan dengan kemampuan
siswanya.” “Ya ada mbak, bagi yang nilainya masih di bawah rata- rata nanti akan saya kasih tugas tambahan, contohnya saya suruh
meringkas kegiatan olahraga selama dua minggu dalam bentuk laporan.” Jawaban dari siswa tunanetra low vision adalah “Iya
mbak, nanti dikasih remedial sama guru. Sering dikasih tugas juga. Tugas tambahan. Kalo guru kelas nanti ada jam tambahan gitu, dan
seterusnya dikasih soal.” Berdasarkan wawancara tentang prinsip pemberian tindak
lanjut untuk membantu ABL. Dapat diketahui bahwa dalam menerapkan prinsip tersebut guru kelas sudah menggunakan
94 prinsip tersebut. Guru kelas sering mengadakan remedial untuk
siswa kelas V. Untuk ABL guru kelas sudah memberikan tambahan pelajaran apabila ABL tidak bisa ataupun belum menguasai materi
yang telah diajarkan. Untuk tindak lanjut yang dikhususkan untuk ABL memang tidak ada. Jadi guru kelas memberikan tindak lanjut
kepada semua siswa yang dianggap belum tuntas. Untuk guru agama juga sudah mengadakan tindak lanjut berupa remedial bagi
siswa yang belum tuntas. Guru agama menerangkan materi yang dianggap belum tuntas, kemudian memberikan soal yang bobotnya
lebih ringan. Sedangkan guru olahraga memberikan tindak lanjut berupa penugasan meringkas kegiatan olahraga yang sudah pernah
dilakukan. Informasi yang didapatkan dari siswa ABL adalah dia sering mengikuti pelajaran tambahan karena memang nilainya di
bawah rata-rata. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa guru sudah memberikan tindak lanjut yang diperuntukkan untuk siswa low
vision yaitu ABL. Selain berdasarkan wawancara, dari hasil observasi peneliti
mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut sudah diterapkan oleh guru kelas, guru agama, dan juga guru olahraga. Dalam
pengamatan ABL sering tidak tuntas dalam pelajaran matematika. Kemudian guru memberikan jam tambahan untuk siswa yang tidak
bisa, dan memberikan soal tambahan yang bobotnya lebih ringan.
95
D. Pembahasan
1. Asesmen bagi Siswa Tunanetra Low Vision
Berdasarkan hasil temuan, diketahui bahwa guru telah bekerja sama dengan Rumah Sakit YAP untuk meneliti kecacatan mata ABL. Guru telah
melakukan diagnosa karena ABL mengalami permasalahan dalam penglihatan. Mercer 2009: 88 menjelaskan bahwa salah satu fungsi
asesmen untuk
mendiagnosa, adalah
pengumpulan data
yang memungkinkan professional untuk mengidentifikasi siswa yang memiliki
hambatan belajar dan mendiagnosa kebutuhan khusus yang diperlukan siswa.
Hasil dari asesmen belum digunakan oleh guru untuk menentukan langkah-langkah yang diperlakukan selanjutnya. Guru tidak secara rinci
menentukan rumusan dari tujuan asesmen. Guru juga tidak menerapkan hasil asesmen ke dalam langkah pengyusunan program pendidikan
individual. Temuan ini belum sejalan dengan pendapat Budiyanto 2005: 130 yang menyatakan bahwa fungsi asesmen adalah perencanaan
pembelajaran, pada tahap ini asesmen bertujuan untuk keperluan penyusunan program pendidikan individual. Dengan demikian guru belum
melakukan tindak lanjut dari hasil asesmen dan masih melakukan pembelajaran seperti biasa tanpa ada perbedaan dengan siswa yang lainnya.
2. Program Pendidikan Individual bagi Siswa Tunanetra Low Vision
Berdasarkan hasil temuan, program pendidikan individual bagi siswa tunanetra low vision belum disusun oleh guru kelas. Walaupun SD tersebut