Prinsip Pengerasan Suara Prinsip Layanan bagi Siswa Tunanetra Low Vision

79 agama telah menggunakan prinsip tersebut dalam proses pembelajaran. Guru kelas dan guru agama Sudah memperhatikan ruang gerak untuk ABL supaya ABL mudah untuk bergerak, Guru menjelaskan bahwa ABL tidak terlalu parah untuk masalah gerakannya. Selain berdasarkan wawancara, dari hasil observasi peneliti mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut sudah diterapkan oleh guru kelas dan guru agama. Dalam pengamatan peneliti sudah menemukan bahwa prinsip tersebut dipakai dalam pembelajaran. Guru telah memperhatikan ruang gerak ABL. Dalam pengamatan ABL jarang beranjak dari tempat duduknya pada saat pembelajaran. Untuk waktu istirahat dia terlihat sama dengan siswa yang lain jika terlihat dari kejauhan. Cara dia makan dan minum juga hampir sama gerakannya dengan siswa yang lainnya. Saat pembelajaran jika dia tidak bisa membaca tulisan sering tengak tengok di buku temannya.

f. Prinsip Pengerasan Suara

1 Guru mengucapkan kalimat yang ditulis dengan bersuara keras. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas, guru olah raga, guru agama, dan siswa low vision. Wawancara terkait dengan pelayanan pada saat pembelajaran yaitu mengucapkan kalimat yang ditulis dengan bersuara saat mengajar ABL. Saat peneliti bertanya mengenai penggunaan prinsip tersebut 80 kepada ABL, jawaban dari guru kelas adalah “Ya nggak selalu mbak, tapi sering sekali saya waktu menerangkan saat menulis juga sambil mengucap. Supaya lebih mengerti mbak. Bukan cuman untuk ABL tetapi juga untuk semua murid saya.” Jawaban dari guru agama adalah “Iya mbak, tapi saya jarang menulis. Lebih sering menerangkan yang ada di buku. Setiap siswa juga mempunyai buku paket agama.” Jawaban dari guru olahraga adalah “Ya karna cuman dua kali ngajar di kelas saya keraskan mbak suaranya” Jawaban dari siswa tunanetra low vision adalah “Sering banget kalau itu mbak. Suaranya jelas banget.” Berdasarkan wawancara tentang prinsip mengucapkan kalimat yang ditulis dengan bersuara untuk ABL, dapat diketahui bahwa dalam menerapkan prinsip tersebut guru kelas, guru agama, guru olahraga dan juga ABL memberikan informasi bahwa prinsip tersebut telah dijalankan. Guru kelas, guru olahraga dan guru agama telah menggunakan prinsip tersebut dalam proses pembelajaran. Guru kelas dan guru agama sudah mengucapkan kalimat yang ditulisnya di papan tulis dengan bersuara. Untuk guru kelas memang tidak selalu namun sering, untuk guru agama lebih sering menerangkan di dalam buku, dan untuk guru olahraga sudah menerapkan juga karena hanya mengajar sebanyak dua kali. Selain berdasarkan wawancara, dari hasil observasi peneliti mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut sudah diterapkan 81 oleh guru kelas dan guru agama,. Dalam pengamatan peneliti sudah menemukan bahwa prinsip tersebut dipakai dalam pembelajaran. Guru telah mengucapkan suaranya pada saat menulis di papan tulis. Dengan seperti ini maka sangat membantu ABL karena ketika guru mengucapkan sambil menulis ABL terlihat langsung menulis apa yang telah diucapkan oleh guru. Berdasar pengamatan memang tidak semua yang diucapkan oleh guru ditulis oleh ABL. Ada beberapa yang ABL tidak tahu dan tetap dia meminta bantuan kepada temannya untuk membacakan atau meminta bantuan untuk melihat cactatan temannya. 2 Guru memperhatikan intonasi suara saat menerangkan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas, guru olah raga, guru agama, dan siswa low vision. Wawancara terkait dengan pelayanan pada saat pembelajaran yaitu memperhatikan intonasi suara saat mengajar ABL. Saat peneliti bertanya mengenai penggunaan prinsip tersebut kepada ABL, jawaban dari guru kelas adalah “Ya kalo saya rasa sudah jelas mbak, untuk lebih jelasnya kadang malah pakai bahasa jawa.Hal ini saya lakukan supaya gampang dipahami maksut dari apa yang saya ucapkan.” Jawaban dari guru agama adalah “Ya sebisa mungkin benar mbak, guru kan juga seneng kalo muridnya paham dan mengerti. Untuk itu menurut sa ya sudah benar.” Jawaban dari siswa tunanetra low vision adalah “Ya sudah mbak. Menurut saya jelas sekali.” 82 Berdasarkan wawancara tentang prinsip memperhatikan intonasi kalimat yang diucapkan untuk ABL, dapat diketahui bahwa dalam menerapkan prinsip tersebut guru kelas, guru agama, dan juga ABL memberikan informasi bahwa prinsip tersebut telah dijalankan. Guru kelas, dan guru agama telah menggunakan prinsip tersebut dalam proses pembelajaran. Guru kelas dan guru agama sudah mengucapkan kalimat dengan intonasi yang benar. Bahkan supaya lebih jelas lagi guru kelas juga mengulangi apa yang diucapkan dengan bahbas jawa. Maka dari wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa guru sudah memperhatikan dan memakai prinsip tersebut dalam proses pembelajaran. Selain berdasarkan wawancara, dari hasil observasi peneliti mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut sudah diterapkan oleh guru kelas dan guru agama. Dalam pengamatan peneliti sudah menemukan bahwa prinsip tersebut dipakai dalam pembelajaran. Guru telah mengucapkan suaranya dengan intonasi yang baik dan benar. Namun di dalam pengamatan beberapa kali guru hanya membaca biasa dan kadang terlalu cepat saat menerangkan. Di dalam pengamatan guru beberapa kali dalam pelajaran matematika menerangkan terlalu cepat. Namun dalam pelajaran Bahasa Indonesia guru telah menggunakan intonasi dengan tepat. 83 3 Guru menggunakan media pembelajaran dengan benda yang bersuara. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas, guru agama, dan siswa low vision. Wawancara terkait dengan pelayanan pada saat pembelajaran yaitu menggunakan media pembelajaran dengan benda yang bersuara saat mengajar ABL. Saat peneliti bertanya mengenai penggunaan prinsip menggunakan media pembelajaran dengan benda yang bersuara kepada ABL, jawaban dari guru kelas adalah “Media bersuara jarang sekali saya berikan kepada siswa mbak tapi beberapa kali saya pernah menggunakannya saat pelajaran bahasa Indonesia yang mendengarkan cerita.” Jawaban dari guru agama adalah “Media bersuara belum pernah saya pakai di kelas V mbak.” Jawaban dari siswa tunanetra low vision adalah “Pernah mbak, dulu pas pelajaran bahasa apa ya. Lupa mbak aku” Berdasarkan wawancara tentang prinsip menggunakan media pembelajaran dengan benda bersuara untuk ABL, dapat diketahui bahwa dalam menerapkan prinsip tersebut guru kelas sudah pernah menggunakan media tersebut namun hanya dalam pelajaran bahasa Indonesia saat materi mendengarkan cerita. Untuk guru agama belum pernah menggunakan media tersebut karena memang dalam pelajaran agama tidak ada materi yang diharuskan memakai alat atau media tersebut. Informasi yang didapatkan dari ABL 84 memberikan informasi bahwa prinsip tersebut telah dijalankan oleh guru kelas sekali dan guru agama belum pernah. Gambar 7. Guru menggunakan media video Selain berdasarkan wawancara dan dokumentasi, dari hasil observasi peneliti mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut belum diterapkan oleh guru kelas dan guru agama,. Dalam pengamatan peneliti belum menemukan bahwa prinsip tersebut dipakai dalam pembelajaran. Di dalam wawancara guru memang pernah memakai media bersuara untuk pembelajaran Bahasa Indonesia, namun dalam pengamatan peneliti belum menemukan bahwa prinsip tersebut telah dipakai. Untuk guru agama juga belum pernah menggunakan media bersuara. Dalam observasi peneliti prinsip ini sama sekali belum teramati.

g. Prinsip Penggunaan Metode Pengajaran