41 yang bersifat visual. Begitu juga dalam pembelajaran. Anak tunanetra
low vision memerlukan layanan khusus. Strategi yang digunakan dalam pembelajaran anak tunanetra low vision menurut Asep Hidayat, dkk
2013: 28 adalah :
1 Memperbesar huruf, yang dimaksudkan adalah ukuran huruf
yang diperlihatkan kepada anak low vision semestinya lebih besar dibanding dengan siswa normal.
2 Untuk konsep abstrak terapkan metode asosiatif dengan
pengalaman, pengetahuan umum dan hal kongkrit yang dikaitkan dengan kehidupan siswa.
3 Untuk gambar grafik dan bagan terapkan metode ilustratif
dalam bentuk suara. 4
Gunakan obyek riil dan kongkrit 3 dimensi dan bercahaya. 5
posisi tempat duduk penting untuk mempertimbangkan aspek sumber cahaya serta luas dan jarak pandang.
6 Ketika guru sedang menulis maka bacakan apa yang
dituliskan supaya siswa juga mampu mendengarkan. 7
Untuk kedisiplinan jangan dibedakan tapi beri kemudahan untuk siswa dapat ikut terlibat dalam peraturan kelas.
Dari pendapat ahli di atas menjelaskan tentang strategi pembelajaran anak tunanetra low vision yang bisa diterapkan di dalam
pembelajaran sehari-hari. Dengan adanya strategi di atas diharapkan anak tunanetra low vision dapat mengikuti pembelajaran dan dapat
menyerap pelajaran secara optimal. Sedangkan menurut Anastasia, dkk 1996: 201-205 menjelaskan
prinsip-prinsip pengajaran bagi anak low vision sebagai berikut. 1
Cahaya atau penerangan, ruang belajar yang dibutuhkan oleh anak low vision harus memperhatikan pencahayaannnya.
2 Warna, kondisi penglihatan yang rendah bagi anak low vision
membutuhkan kontras warna yang tajam 3
Ukuran, ukuran tulisan yang digunakan bagi anak low vision hendaknya lebih besar dibandingkan dengan anak normal.
4 Waktu, yang dibutuhkan oleh anak low vision dalam
memahami pembelajaran akan cenderung lebih lama dibanding dengan anak normal.
42 5
Metode pengajaran bagi low vision hampir mirip dengan anak normal apada umumnya. Perbedaannya adalah pada
penekanan kegiatannya yang bisa memberikan motivasi bagi anak low vision.
6 Penyesuaian ruang kelas hendaknya tidak berubah, agar
memudahkan anak low vision untuk bergerak. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat ditegaskan
bahwa pelaksanaan layanan pendidikan bagi anak low vision hendaknya memperhatikan kelemahan dan keterbatasan mereka, kemudian
menggunakan strategi sesuai dengan kebutuhan dan kelemahan siswa low vision untuk melayani. Pendapat di atas menunjukkan bahwa anak
tunanetra low vision memiliki keterbatasan penglihatan, sehingga dalam pembelajaran harus memperhatikan prinsip ukuran huruf, prinsip
obyek real, prinsip cahayapenenrangan, prinsip warna, prinsip penyesuaian tempat, prinsip suara, dan prinsip metode pemgajaran.
Berdasarkan pendapat ahli dan penjabaran di atas tentang layanan pendidikan anak low vision, maka penulis menggunakan prinsip yang
ada pada layanan pendidikan sebagai indikator untuk mengembangkan instrumen penelitian.
C. Kerangka Pikir
Tunanetra low vision adalah suatu kondisi kecacatan pada mata yang menyebabkan penderita tidak dapat menggunakan penglihatannya secara
maksimal. Siswa yang mengalami tunanetra low vision berbeda dengan siwa normal pada umumnya. Siswa tunanetra low vision memerlukan perlakuan
khusus saat mengikuti pembelajaran. Layanan belajar yang diberikan kepada