66 tulisan tersebut walaupun dengan susah payah. Dari ABL sendiri
juga sudah terbiasa dengan hal tersebut. Selain dari hasil wawancara, dari hasil observasi yang
dilakukan peneliti dari awal sampai dengan akhir, semua guru tidak pernah memberikan lembar kerja siswa berbentuk kertas
dengan bertulisan dengan huruf yang besar. Dalam setiap ulangan dan tugas-tugas, guru memberikan lembar kerja kepada ABL
sama dengan siswa yang lainnya. Lembar kerja tersebut dapat dibaca sendiri oleh ABL walaupun dengan susah payah yaitu
dengan cara mendekatkan posisi kertas itu hanya dengan jarak sekitar 5cm dari matanya. Hal itu dilakukan ABL memang karena
matanya tidak bisa melihat dengan jarak yang normal, ABL harus melihat dengan jarak yang sangat dekat.
Dari hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan bahwa guru kelas, maupun guru agama tidak menggunakan
prinsip perbesaran pada hard file atau print out Lembar Kerja Siswa maupun bahan ajar.
b. Prinsip Penggunaan Obyek Real
1 Guru menggunakan media tiruan dalam pembelajaran.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas, guru agama, dan siswa low vision. Wawancara terkait
dengan pelayanan pada saat pembelajaran yaitu penggunaan obyek real kepada siswa ABL. Berikut adalah jawaban yang
67 diberikan terkait dengan penggunaan prinsip obyek real.
“Saya membuat media tiruan hanya pada beberapa mata pelajaran mbak,
dan hanya di bab- bab tertentu.” Jawab dari guru agama adalah
“Tidak pernah mbak, kan guru agama. Guru kelas mungkin mbak.” Jawaban dari guru siswa tunanetra low vision adalah
adalah “Tidak sering mbak, tapi pernah. Pernah memakai globe,
sama alat peraga yang IPA itu. ”
Berdasarkan wawancara tentang penggunaan media tiruan yang diberikan kepada ABL, dapat diketahui bahwa dalam
menerapkan prinsip tersebut guru kelas, guru agama, dan juga ABL memberikan informasi bahwa prinsip tersebut dijalankan
beberapa kali oleh guru kelas, untuk guru agama dan guru olahraga tidak pernah menggunakan prinsip tersebut dalam proses
pembelajaran. Dari ABL juga didapatkan informasi bahwa hanya guru kelas saja yang kadang menggunakan media tiruan sebagai
alat untuk menerangkan. Selain berdasarkan wawancara, dari hasil observasi peneliti
mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut sudah pernah diterapkan oleh guru kelas, namun hanya beberapa kali saja pada
materi tertentu. Untuk guru agama dan guru olahraga belum pernah sekalipun menggunakan prinsip tersebut. Dalam
pengamatan ketika ABL di belajari menggunakan media, terlihat sedikit tertarik, namun tetap saja ABL masih terlihat pasif. Hal ini
68 terlihat karena ABL sering mengucapkan kalimat keluhan tentang
pembelajaran.
Gambar 3. Guru menggunakan media tiruan Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi
guru kelas sudah beberapa kali menggunakan prinsip dengan membawa obyek real untuk pembelajaran. Guru agama tidak
pernah menggunakan prinsip tersebut karena materi agama lebih
cocok menggunakan metode ceramah.
2 Guru menggunakan benda nyata sesuai materi yang dipelajari.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas, guru agama, dan siswa low vision. Wawancara terkait
dengan pelayanan pada saat pembelajaran yaitu penggunaan benda nyata untuk menerangkan. Jawaban dari guru kelas adalah
” Benda nyata, kalo yang memungkinkan untuk saya bawa ya
kadang bawa mbak. Nanti kalau yang materinya berkaitan dengan tubuh atau yang ada di sekitar bisa di berikan ke siswa.” Jawaban
dari guru agama adalah ” Tidak pernah mbak, kan guru agama.
Guru kelas mungkin mbak.” Jawaban dari siswa tunanetra low vision adalah
“Tidak sering mbak, tapi dulu pernah waktu
69 pelajaran IPA membawa barang yang digunakan untuk
menerangkan.” Berdasarkan wawancara tentang penggunaan benda nyata
yang diberikan kepada ABL, dapat diketahui bahwa dalam menerapkan prinsip tersebut guru kelas, guru agama, dan juga
ABL memberikan informasi bahwa prinsip tersebut dijalankan beberapa kali oleh guru kelas, untuk guru agama dan guru
olahraga tidak pernah menggunakan prinsip tersebut dalam proses pembelajaran. Dari ABL juga didapatkan informasi bahwa hanya
guru kelas saja yang kadang menggunakan benda nyata sebagai alat untuk menerangkan.
Selain berdasarkan wawancara, dari hasil observasi peneliti mengamati tentang penggunaan prinsip tersebut sudah pernah
diterapkan oleh guru kelas, namun hanya beberapa kali saja pada materi tertentu. Materi yang diamati oleh peneliti saat itu
membawa cermin saat pelajaran matematika tentang pencerminan dan benda untuk digambar saat pelajaran SBK. Untuk guru agama
dan guru olahraga belum pernah sekalipun menggunakan prinsip tersebut. Dalam pengamatan ketika ABL di belajari menggunakan
media, terlihat sedikit tertarik, namun tetap saja ABL masih terlihat pasif. Hal ini terlihat karena ABL sering mengucapkan
kalimat keluhan tentang pembelajaran.
70 Gambar 4. Guru menggunakan media pencerminan
Berdasarkan hasil wawancara,observasi, dan dokumentasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa guru kelas sudah
beberapa kali menggunakan prinsip menggunakan benda nyata sebagai media pembelajaran sedangkan untuk guru agama belum
pernah dilakukan.
c. Prinsip Memperhatikan Cahaya Penerangan