Pemberian Kegiatan dengan Melibatkan Teman Sabaya

109 adalah guru menegur CT, guru juga kadang menegur dengan mendekati CT saat berada dalam barisan. Seperti yang diungkapkan guru agama kepada peneliti dalam wawancaranya sebagai berikut: “Saya biasanya langsung menegur dia mbak. Saya dekatin dan saya beri nasehat, kadang jika posisinya berdiri yang tidak benar, maka saya langsung benarkan dengan mendekatinya.” Jadi dapat disimpulkan bahwa guru kelas, guru agama dan juga guru penjas sudah berusaha untuk memfokuskan kembali perhatian CT ketika CT sedang tidak fokus terhadap apa yang diterangkan oleh guru. Selain itu juga sikap CT yang menunjukkan perilaku hiperaktif dengan mengganggu teman-teman atau menyela pendepat teman juga sering diperingatkan guru. Guru sering mengalihakan perhatian CT agar fokus dengan memperingatkan CT berupa teguran, diberikan pertanyaan, atau hanya dipanggil namanya.

b. Pemberian Kegiatan dengan Melibatkan Teman Sabaya

Pemberian kegiatan dengan melibatkan teman sebaya dapat membantu siswa ADHD untuk bersosialisasi dengan sesama temannya, hal ini dapat mengurangi tindakannya yang hiperaktif jika dibimbing secara baik oleh guru , atau jika hanya dibiarkan begitu saja siswa ADHD justru hanya akan membuat keributan atau mengganggu teman yang lain. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti kepada guru kelas pada saat proses pembelajaran. Guru belum pernah membuat kelompok diskusi untuk semester 2 ini, guru hanya memperbolehkan siswa untuk diskusi dengan teman sebangkunya. Guru mengungkapkan bahwa alasan mengapa tidak dilakukan diskusi kelompok adalah agar siswa tidak 110 menimbulkan keramaian. Pada saat semseter satu guru mencoba beberapa kali dibentuk diskusi kelompok, namun tujuan pembelajaran kurang tercapai dengan baik karena siswa ramai sendiri dalam keompoknya. Hal ini dingkapkan guru kelas dalam wawancaranya dengan peneliti, yang menyatakan bahwa: “Iya........kalau untuk diskusi, saya pernah mencoba untuk membentuk diskusi kelompok berjumlah 5 orang, tapi ya itu mbak malah anak-anak jadi ramai sendiri. Jadi untuk diskusi sekarang lebih sering dengan teman sebangkunya, biar tidak ramai seperti itu mbak ”. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru agama. Guru pernah membuat kelompok diskusi meskipun tidak dilakukan dengan sering karena jadwal pelajarannya yang terbatas setiap minggunya dan belum terlihat pada saat observasi pelajaran agama. Namun, berdasarkan wawancara dengan peneliti, guru agama mengungkapkan bahwa kelompok diskusi ini tidak begitu diterima dengan baik oleh teman-teman CT jika CT berada dalam kelompoknya. Seperti hasil wawancara yang dilakukan peneliti berikut ini: “Mmm..kalau untuk upaya itu jelas ada ya mbak. Saya membuat diskusi kelompok untuk melibatkan siswa satu dengan yang lain, jadi bukan hanya CT saja ya tapi yang lain juga. Tapi untuk CT ya..itu mbak, karena dia susah untuk konsentrasi jadi pada saat diskusi kelompok dia kurang terlibat dengan temannya. Mungkin awalnya dia terlibat, tapi lama-lama dia tidak fokus dan kesana kemari, sehingga teman dalam kelompoknya merasa terganggu dan tidak nyaman gitu ya.” Guru penjas juga pernah melibatkan CT dengan siswa yang lain dalam diskusi kelompok maupun permainan kelompok. Pada saat membentuk kelompok diskusi maupun permainan, keberadaan CT 111 kurang diterima dengan baik oleh siswa lain. Seperti hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru penjas berikut ini: “Oh ya pernah, seperti diskusi kelompok maupun permainan kelompok to? Tapi ya karena dia sering mengganggu temannya mungkin, jadi kalau dibuat kelompok seperti itu biasanya anak- anak yang lain pada enggak mau gitu tidak mau, hehe...paling untuk praktek biasanya kadang berkelompok gitu mbak. ” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru kelas kurang memberikan kesempatan kepada CT untuk melibatkan dirinya dengan teman diskusi atau beerapa teman di kelas pada semester ini, guru hanya memperbolehkan siswa termasuk CT untuk boleh berdiskusi dengan teman sebangkunya, padahal CT lebih sering duduk sendirian di bangku paling depan kecuali ada siswa putra yang tidak berangkat kemudian CT pindah tempat duduk. Sedangkan untuk guru agama, guru pernah membuat kelompok diskusi meskipun tidak sering dilakukan dan guru penjas juga sudah berusaha melibatkan CT dengan teman sebayanya melalui kegiatan praktek penjas yang mengharuskan siswa bermain dalam kelompok.

D. Pembahsasan 1.