Tidak Membatasi Waktu dalam Mengerjakan Soal-soal Harian di

78 di depan ataupun di belakang. Seperti yang diungkapkan pak KJ selaku guru penjas kepada peneliti: “Saya jarang sekali melakukan proses pembelajaran di kelas ya, jadi tidak mengatur tempat dudukanak-anak. Untuk barisnya pun terserah mereka, saya memberikan kebebasan kepada mereka.” Jadi dapat disimpulkan bahwa guru kelas belum mengatur tempat duduk CT di depan kelas. Meskipun pada saat proses pembelajaran CT duduk di bangku depan meja guru, namun guru kelas belum memberikan layanan akomodasi kepada CT. Seperti halnya guru agama yang tidak menentukan tempat duduk siswa, dan guru penjas yang jarang melakukan proses pembelajaran di dalam kelas.

b. Tidak Membatasi Waktu dalam Mengerjakan Soal-soal Harian di

Sekolah Siswa ADHD memerlukan waktu yang lebih lama dalam hal menyelesaikan segala sesuatunya seperti halnya ketika siswa ditugaskan untuk mengerjakan soal-soal di sekolah, maka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya lebih lama dibandingkan dengan siswa yang lain. Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti pada saat proses pembelajaran terhadap guru kelas. CT tidak langsung mengerjakan tugas dalam bentuk soal-soal tertulis yang diberikan guru. CT akan mengerjakan hal lain terlebih dahulu seperti mengeluarkan mainan “mobil-mobilan” yang CT bawa dari rumah. Pada saat penelitian dilakukan, kondisi belajar mengajar siswa kelas IV dan V memang kurang kondusif hal ini karena guru harus sering 79 masuk juga ke kelas V yang belum ada gurunya karena sedang sakit dan belum ada gantinya. Sehingga pada saat siswa ditugaskan untuk mengerjakan soal, guru lebih sering keluar kelas untuk masuk di kelas IV. Hal ini membuat CT jadi semakin menunda pekerjaannya dan lebih memilih untuk main dengan teman-temannya. Pada saat guru masuk kelas, guru berkeliling kelas untuk melihat hasil pekerjaan siswa. Guru melihat hasil pekerjaan CT yang belum selesai dikerjakan, kemudian guru memberikan kesempatan kepada CT untuk menyelesaikan soal-soal dengan baik. Pemberian tambahan waktu kepada CT ini dinilai guru karena guru sudah paham bahwa CT adalah siswa yang jika diberikan instruksi untuk mengerjakan tugas maka dia tidak langsung mengerjakannya. Apalagi jika guru meninggalkan kelas ketika siswa disuruh untuk mengerjakan tugas, maka terkadang ketika guru masuk kelas dan melihat pekerjaan CT adalah pekerjaannya belum selesai atau bahkan belum diselesaikan sama sekali. Seperti dalam wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas, sebagai berikut: “Ya....meskipun dia itu lama mengerjakannya dan selalu ketinggalan dari teman-teman yang lain. Tetap saya memberikan kesempatan untuk menyelesaikannya sampai seleai. Meskipun terkadang saya juga memberikan batasan waktu karena teman yang lain sudah minta ingin dicocokkan, tapi namanya saja guru, harus lebih sabar menghadapi siswa, gitu to mba.” Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti terhadap guru agama dan guru penjas pun didapatkan hasil yang sama yaitu guru memberikan kesempatan kepada CT untuk menyelsaikan 80 tugasnya meskipun teman yang lain sudah selesai. Seperti halnya saat observasi pembelajaran PJOK, guru memberikan kesempatan kepada CT untuk boleh menumpuk hasil pekerjaannya ketika jam istirahat. Sedangkan pada saat pembelajaran agama, guru memperbolehkan CT menyelesaikan terlebih dahulu hasil pekerjaannya meskipun teman yang lain sudah selesai. Jadi, dapat disimpulkan bahwa guru sudah memberikan layanan kepada CT mengenai pemberian kesempatan untuk menyelesaikan soal- soal atau tugas hariannya di sekolah, meskipun jumlah soal yang diberikan kepada CT sama dengan siswa lainnya.

c. Menerima setiap Pekerjaan Siswa