PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN

BAB IV PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN

REKONSTRUKSI PERTANAHAN PASCA TSUNAMI DI PROVINSI ACEH E. Ruang Lingkup Partisipasi Partisipasi adalah suatu kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang ikut serta dalam suatu kegiatan secara bersama, mengembangkan langkah-langkah kegiatan dan membentuk atau menguatkan kelembagaan lokal. Paul berpendapat bahwa dalam partisipasi harus mencakup kemampuan rakyat untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. 325 Arti partisipasi sering disangkutpautkan dengan banyak kepentingan dan agenda yang berbeda yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat dan pembuatan keputusan secara politis. 326 Dalam lain hal, partisipasi masyarakat merupakan hak dan kewajiban warga negara untuk memberikan konstribusinya kepada pencapaian tujuan kelompok. Sehingga mereka diberi kesempatan untuk ikut serta dalam pembangunan dengan menyumbangkan inisiatif dan kreativitasnya. 327 Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, 325 Jim Ife, Community Development, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006, hal. 294. 326 Ibid, hal. 295. 327 Finna Rizqinna, 2010, Partisipasi Masyarakat. www.lontar.ui.id, hal. 14. Universitas Sumatera Utara pelaksanaan upaya mengatasi masalah, keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. 328 Menurut Cohen dan Uphoff, partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembuatan keputusan tentang apa yang dilakukan, dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan untuk berkontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program pembangunan dan evaluasi program pembangunan. 329 Partisipasi masyarakat dalam koridor rekonstruksi pertanahan adalah suatu proses yang melibatkan masyarakat, yaitu proses komunikasi dua arah yang terus menerus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat secara penuh dalam mendukung kegiatan rekonstruksi pertanahan yang bertujuan mengembalikan hak atas tanah kepada pemiliknya pasca tsunami di Provinsi Aceh. Menurut Ndraha, partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dapat dipilah meliputi: 330 1. partisipasi melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan sosial; 2. partisipasi dalam memperhatikan, menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya; 3. partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan; 4. partisipasi dalam pelaksanaan operasional; 5. partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat pelaksanaan pembangunan. Survei partisipasi oleh The International Association of Public Participation telah mengidentifikasi nilai inti partisipasi sebagai berikut: 331 328 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Masyarakat dan Partisipasi Masyarakat, Edisi Revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012, hal. 227. 329 Cohen dan Uphoff, 1977, dalam Harahap, 2001, Op.Cit. 330 Ndraha, 1990, dalam Lugiarti, 2004, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara 1. masyarakat harus memiliki suara dalam keputusan tentang tindakan yang mempengaruhi kehidupan mereka; 2. partisipasi masyarakat meliputi jaminan bahwa kontribusi masyarakat akan mempengaruhi keputusan; 3. proses partisipasi masyarakat mengkomunikasikan dan memenuhi kebutuhan proses semua partisipan; 4. proses partisipasi masyarakat berupaya dan memfasilitasi keterlibatan mereka yang berpotensi untuk terpengaruh; 5. proses partisipasi masyarakat melibatkan partisipan dalam mendefinisikan bagaimana mereka berpartisipasi; 6. proses partisipasi masyarakat mengkomunikasikan kepada partisipan bagaimana input mereka digunakan atau tidak digunakan; 7. proses partisipasi masyarakat memberi partisipan informasi yang mereka butuhkan dengan cara bermakna. Tjokrowinoto menyatakan alasan pembenar partisipasi masyarakat dalam pembangunan: 332 1. rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir pembangunan, partisipasi merupakan akibat logis dari dalil tersebut; 2. partisipasi menimbulkan harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat; 3. partisipasi menciptakan suatu lingkungan umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan, dan kondisi lokal yang tanpa keberadaannya akan tidak terungkap. Arus informasi ini tidak dapat dihindari untuk berhasilnya pembangunan; 4. pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari di mana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki; 5. partisipasi memperluas wawasan penerima proyek pembangunan; 6. partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh lapisan masyarakat; 7. partisipasi menopang pembangunan; 8. partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia; 9. partisipasi merupakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia; 10. partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan lokal; 11. partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri. 331 Delli Priscolli, 1997, dalam Daniels dan Walker, 2005, Op.Cit. 332 Tjokrowinoto, 1987, dalam Hasibuan, 2003, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara Thomsen 333 1. partisipasi memperluas basis pengetahuan dan representasi. Dengan mengajak masyarakat dengan spektrum yang lebih luas dalam proses pembuatan keputusan, maka partisipasi dapat: memaparkan keuntungan dan kerugian dari partisipasi masyarakat. Keuntungan dari partisipasi masyarakat adalah: a. meningkatkan representasi dari kelompok-kelompok komunitas, khususnya kelompok yang selama ini termarjinalisasikan; b. membangun perspektif yang beragam yang berasal dari beragam stakeholders; c. mengakomodir pengetahuan lokal, pengalaman, dan kreativitas, sehingga memperluas kisaran ketersediaan pilihan alternatif. 2. partisipasi membantu terbangunnya transparansi komunikasi dan hubungan- hubungan kekuasaan di antara para stakeholders. Dengan melibatkan stakeholders dan berdiskusi dengan pihak-pihak yang akan menerima atau berpotensi menerima akibat dari suatu kegiatan atau proyek, hal itu dapat menghindari ketidakpastian dan kesalahan interpretasi tentang suatu isu atau masalah; 3. partisipasi dapat meningkatkan pendekatan interatif dan siklikal dan menjamin bahwa solusi didasarkan pada pemahaman dan pengetahuan lokal. Dengan membuka kesempatan dalam proses pengambilan keputusan, maka para pembuat keputusan dapat memperluas pengalaman masyarakat dan akan memperoleh umpan balik dari kalangan yang lebih luas. Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan akan lebih relevan dengan kepentingan masyarakat lokal dan akan lebih efektif; 4. partisipasi akan mendorong kepemilikan lokal, komitmen dan akuntabilitas. Pelibatan masyarakat lokal dapat membantu terciptanya hasil outcomes yang berkelanjutan dengan memfasilitasi kepemilikan masyarakat terhadap proyek dan menjamin bahwa aktivitas-aktivitas yang mengarah pada keberlanjutan akan terus berlangsung. Hasil yang diperoleh dari usaha-usaha kolaboratif lebih mungkin untuk diterima oleh seluruh stakeholders; 5. partisipasi dapat membangun kapasitas masyarakat dan modal sosial. Pendekatan partisipatif akan meningkatkan pengetahuan dari tiap stakeholders tentang kegiatan atau aksi yang dilakukan oleh stakeholders lain. Pengetahuan ini dan ditambah dengan peningkatan interaksi antar sesama stakeholders akan meningkatkan kepercayaan diantara para stakeholders dan memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan modal sosial. Sedangkan kerugian yang mungkin muncul dari pendekatan partisipatif adalah: 333 Thomsen, 2003, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara 1. proses partisipasi dapat digunakan untuk memanipulasi sejumlah besar warga masyarakat. Partisipasi secara sadar atau tidak sadar dapat merugikan kepada mereka yang terlibat jika: a. para ahli yang melakukan proses ini memanipulasi partisipasi publik untuk kepentingannya; b. jika tidak direncanakan secara hati-hati, partisipasi dapat menambah biaya dan waktu dari sebuah proyek tanpa ada jaminan bahwa partisipasi itu akan memberikan hasil yang nyata. 2. partisipasi dapat menyebabkan konflik. Proses partisipasi seringkali menyebabkan ketidakstabilan hubungan sosial politik yang ada dan menyebabkan konflik yang dapat mengancam terlaksananya proyek; 3. partisipasi dapat menjadi mahal dalam pengertian bahwa waktu dan biaya yang dikeluarkan dipersepsikan sebagai sesuatu yang mahal bagi masyarakat lokal. Pada wilayah-wilayah di mana di dalamnya terdapat ketidakadilan sosial, proses partisipasi akan dilihat sebagai sesuatu yang mewah dan pengeluaran-pengeluaran untuk proses itu tidak dapat dibenarkan ketika berhadapan dengan kemiskinan yang akut; 4. partisipasi dapat memperlemah disempower masyarakat. Jika proses partisipasi dimanipulasi, tidak dikembangkan dalam kerangka kerja institusional yang mendukung atau terjadi kekurangan sumber daya untuk penyelesaian atau keberlanjutan suatu proyek, maka partisipan dapat meninggalkan proses tersebut, kecewa karena hanya sedikit hasil yang diraih, padahal usaha yang dilakukan oleh masyarakat telah cukup besar. Sherry Arnstein 334 334 Sherry Arnstein, 1969, Op.Cit. adalah yang pertama kali mendefinisikan strategi partisipasi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat komunitas dengan badan pemerintah agency. Dengan pernyataannya bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat citizen partisipation is citizen power, Arnstein menggunakan metafora tangga partisipasi di mana tiap anak tangga mewakili strategi partisipasi yang berbeda yang didasarkan pada distribusi kekuasaan. Universitas Sumatera Utara Gambar IV.1. Tangga Partisipasi Menurut Arnstein 335 Tangga terbawah merepresentasikan kondisi tanpa partisipasi non participation, meliputi: 1 manipulasi manipulation dan 2 terapi therapy. Kemudian diikuti dengan tangga 3 menginformasikan informing, 4 konsultasi consultation, dan 5 penentraman placation, di mana ketiga tangga itu digambarkan sebagai tingkatan tokenisme degree of tokenism. Tokenisme dapat diartikan sebagai kebijakan sekadarnya, berupa upaya superfisial dangkal, pada permukaan atau tindakan simbolis dalam pencapaian suatu tujuan. Jadi sekedar menggugurkan kewajiban belaka dan bukannya usaha sungguh-sungguh untuk melibatkan masyarakat secara bermakna. Tangga selanjutnya adalah 6 kemitraan partnership, 7 pendelegasian wewenangkekuasaan delegated power, dan 8 335 Sherry Arnstein, 1969, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara pengendalian masyarakat citizen control. Tiga tangga terakhir ini menggambarkan perubahan dalam keseimbangan kekuasaan yang oleh Arnstein dianggap sebagai bentuk sesungguhnya dari partisipasi masyarakat. Tangga partisipasi menurut Arnstein, sebagaimana gambar di atas dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, Manipulasi manipulation Kedua, . Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog; tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik atau “menyembuhkan” partisipan masyarakat tidak tahu sama sekali terhadap tujuan, tapi hadir dalam forum. Terapi therapy Ketiga, . Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme di mana peran serta masyarakat diberikan kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. Informasi information. Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik feed back. Universitas Sumatera Utara Keempat, Konsultasi consultation Kelima, . Pada tangga partisipasi ini komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi. Penentraman placation Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari partisipasi di mana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. . Pada level ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Keenam, Kemitraan partnership. Pada tangga partisipasi ini, pemerintah dan masyarakat merupakan mitra sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negosiasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk bernegosiasi dan melakukan kesepakatan. Ketujuh, Pendelegasian kekuasaan delegated power. Ini berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring Universitas Sumatera Utara dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program. Kedelapan, Pengendalian warga citizen control . Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah. 336 Partisipasi adalah hak, dan bukan sebuah alat untuk mencapai tujuan suatu kegiatan pembangunan. Inti pokok dari partisipasi adalah keterlibatan seluruh unsur masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi. Dalam konteks partisipasi masyarakat pada rekonstruksi pertanahan di Aceh telah memasuki tangga keenam yaitu Kemitraan partnership berdasarkan versi Prinsip kerjasama sinergis antara pemerintah dan masyarakat korban tsunami adalah untuk mewujudkan hasil pembangunan yang lebih besar jika dilakukan secara bersama, dibandingkan jika setiap pelaku pembangunan melakukannya sendiri-sendiri. Pemerintah di sini adalah BPN sebagai lembaga yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pertanahan. Masyarakat adalah Arnstein. Dalam kerangka rekonstruksi pertanahan di Aceh, pengertian partisipasi harus dapat direalisasikan dalam suatu model dan kerangka kerja sama di mana pemerintah pusat dan daerah bergandeng tangan dengan masyarakat dalam membangun kembali Aceh, khususnya dalam hak-hak mereka atas kepemilikan dan penguasaan tanah. 336 http:bebasbanjir2025.wordpress.com04-konsep-konsep-dasarpartisipasidiakses pada hari Kamis, tanggal 19 Juni 2014, pukul 9.53 WIB. Universitas Sumatera Utara sekelompok orang yang berdomisili di suatu daerah dalam suatu wilayah administratif tertentu. Masyarakat yang dimaksud di sini adalah sekumpulan orang yang mengalami dampak dari gempa bumi dan tsunami di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. F. Masyarakat dan Lembaga Adat Aceh Kata masyarakat adalah sekelompok manusia dalam kapasitas bersama yang mempunyai satu kesatuan sosial yang kuat. Ada kesatuan kecil, seperti; sepasang suami isteri, keluarga, dua sahabat dan kelompok, ada kesatuan lebih besar seperti; organisasi, perusahaan, partai politik, kampung, desa, kota, dan ada juga yang paling besar seperti negara atau kumpulan negara-negara. 337 Masyarakat sebagai terjemahan istilah society adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, di mana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata “masyarakat” sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen saling tergantung satu sama lain. Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu kepada sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Kata society berasal dari bahasa Latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti 337 Muliadi Kurdi, Menelusuri Karakteristik Masyarakat Desa: Pendekatan Sosiologi Budaya dalam Masyarakat Atjeh, Cetakan Kedua, Banda Aceh: Penerbit PeNA, 2014, hal. 3. Universitas Sumatera Utara teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama. 338 Menurut Soerjono Soekanto, bahwa masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama, yang warga-warganya hidup bersama untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga menghasilkan kebudayaan. Masyarakat merupakan suatu sistem sosial, yang menjadi wadah dari pola-pola interaksi sosial atau hubungan inter personal maupun hubungan antar kelompok sosial. 339 Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistematuran yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan. 340 Masyarakat dalam pengertian Sosiologi, tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan anggota-anggotanya. Dengan kata lain, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan. 338 http:file.upi.eduDirektoriFIPJUR._PEND._LUAR_SEKOLAH 1961110919 87031001-MUSTOFA_KAMILpengertian_masyarakat.pdf, diakses pada hari Kamis, tanggal 19 Juni 2014, pukul 9.47 WIB. 339 Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 91. 340 http:file.upi.eduDirektoriFIPJUR._PEND._LUAR_SEKOLAH 1961110919 87031001-MUSTOFA_KAMILpengertian_masyarakat.pdf, diakses pada hari Kamis, tanggal 19 Juni 2014, pukul 9.47 WIB. Universitas Sumatera Utara Cara yang baik untuk mengerti tentang masyarakat adalah dengan menelaah ciri-ciri pokok dari masyarakat itu sendiri. Sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu: 1. Manusia yang hidup bersama Secara teoritis, jumlah manusia yang hidup bersama itu ada dua orang. Di dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi, tidak ada suatu ukuran yang mutlak atau angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. 2. Bergaul selama jangka waktu cukup lama. Adanya kesadaran, bahwa setiap manusia merupakan bagian dari satu kesatuan. Konsep komunitas masyarakat yang baik good community mengandung sembilan nilai the competent community. 341 1. setiap anggota masyarakat berinteraksi satu dengan yang lain berdasarkan hubungan pribadi; 2. komunitas memiliki otonomi, kewenangan, dan kemampuan mengurus kepentingan sendiri; 3. memiliki viabilitas, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri; 4. distribusi kekayaan yang merata, setiap orang berkesempatan yang sama dan bebas menyatakan kehendaknya; 5. kesempatan setiap anggota untuk berpartisipasi aktif dalam mengurus kepentingan bersama; 6. komunitas memberi makna kepada anggotanya sejauhmanakah pentingnya komunitas bagi seorang anggota; 341 Talizi, 1990, hal. 57-58 dalam http:file.upi.eduDirektoriFIPJUR._PEND._LUAR _SEKOLAH 196111091987031001-MUSTOFA_KAMILpengertian_masyarakat.pdf, diakses pada hari Kamis, tanggal 19 Juni 2014, pukul 9.47 WIB. Universitas Sumatera Utara 7. di dalam komunitas dimungkinkan adanya heterogenitas dan perbedaan pendapat; 8. di dalam komunitas, pelayanan masyarakat ditempatkan sedekat dan secepat mungkin pada yang berkepentingan; 9. di dalam komunitas bisa terjadi konflik, namun komunitas memiliki kemampuan untuk managing conflict. Suatu masyarakat yang sudah maju mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 342 1. jujur; 2. tepat waktu; 3. efisien; 4. orientasi ke masa depan; 5. produktif; dan 6. tidak status simbol. Keenam ciri-ciri masyarakat maju tersebut di atas, apabila dimiliki oleh masyarakat yang berada di wilayah bencana, maka proses pendaftaran tanah dalam kegiatan RALAS dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, berdasarkan penelitian, sebagian besar masyarakat kurang memiliki ciri tepat waktu dan efisien, khususnya pada saat Tim Ajudikasi RALAS melakukan penyuluhan sosialisasi. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang. Ada dua pendapat mengenai asal kata adat ini. Di satu pihak ada yang menyatakan bahwa adat diambil dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan. “Adat” berasal dari bahasa Arab ﺕﺍﺩﺎﻋ, bentuk jamak dari ﺓَﺩﺎﻋ adah, yang berarti “cara”, 342 Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: PT. Alumni, 2004, hal. 91. Universitas Sumatera Utara “kebiasaan”. 343 Di pihak yang lain, menurut Amura, istilah ini berasal dari bahasa Sanskerta karena menurutnya istilah ini telah dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Menurutnya adat berasal dari dua kata, a dan dato. A berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat kebendaan. “Adat” pada hakekatnya adalah segala sesuatu yang tidak bersifat kebendaan. 344 Adat menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah 1 aturan perbuatan dan sebagainya yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; 2 cara kelakuan dan sebagainya yang sudah menjadi kebiasaan; 3 wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Sedangkan adat istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi satu ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola perilaku masyarakat. 345 Menurut Ensiklopedi Umum, kata “adat” diartikan sebagai: “Aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah yang terbentuk di Indonesia sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Di Indonesia, aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia itu menjadi aturan hukum yang mengikat dan disebut hukum 343 Menurut Jalaluddin Tunsam seorang yang berkebangsaan Arab yang tinggal di Aceh dalam tulisannya pada tahun 1660 dalam http:kamusbahasaindonesia.orgadat 20istiadatmiripixzz353FGahmb, diakses pada hari Kamis, tanggal 19 Juni 2014, pukul 10.19 WIB. 344 Amura dalam http:kamusbahasaindonesia.orgadat20istiadat miripixzz353F Gahmb, diakses pada hari Kamis, tanggal 19 Juni 2014, pukul 10.19 WIB. 345 http:kamusbahasaindonesia.orgadat20istiadatmiripixzz353FGahmb, diakses pada hari Kamis, tanggal 19 Juni 2014, pukul 10.19 WIB. Universitas Sumatera Utara adat”. 346 J. Prins mengatakan, “De adat overheerste tot voor kort alle terrein van het leven juist wat de plichtenleer idealiter beoogt te doen” 347 Menurut Ibnu Naja di dalam syarh al-Mughni, adat adalah suatu pengertian dari yang ada dalam jiwa orang-orang berupa perkara yang berulang-ulang kali terjadi yang dapat diterima oleh tabiat yang waras. . 348 Segi kultur ke-Aceh-an istilah adat dapat dipahami dalam makna umum, baik bernilai tatanan aturan maupun yang bernilai ritualitas, upacara dan berbagai kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Akan tetapi bila adat dilihat dari segi ilmu dan praktek sehari-hari dapat dibedakan dalam pemahaman adat sebagai norma hukum dan tatanan perilaku kehidupan sehari-hari. Perilaku adat yang sifatnya melanggar dan mendapat reaksi dari masyarakat, sehingga diberikan sanksi dapat disebut sebagai hukum adat. Sebaliknya yang bersifat tatanan adatreusam dalam perilaku kebiasaan sehari-hari disebut adat istiadat dan atau reusam. 349 Adat istiadat merupakan tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi pendahulu yang dihormati dan dimuliakan sebagai warisan yang bersendikan syariat Islam. 350 Perilaku kehidupan adat adat istiadat masyarakat Aceh dipengaruhi oleh agama Islam, baik mengenai mentalitas perilaku maupun tatanan pergaulan. Hal itu 346 Yayasan Kanisius, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1973. 347 J. Prins, 1954 dalam Yayasan Kanisius, Ibid. 348 Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha’ir, Beirut: Daar al-Turats al-Islami, 2001, hal. 37 dalam Zamakhsyari, Teori-teori Hukum Islam dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2013, hal. 118. 349 Badruzzaman Ismail, Sistem Budaya Adat Aceh dalam Membangun Kesejahteraan Nilai Sejarah dan Dinamika Kekinian, Banda Aceh: CV. Boebon Jaya, 2013, hal. 44. 350 Lihat Pasal 1 angka 29 Qanun No. 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat. Universitas Sumatera Utara terlihat dalam kehidupan masyarakat sejak lahir, dewasa, bahkan sampai upacara memasuki liang kubur. Sejak bayi yang dilahirkan, diadzankan bagi laki-laki dan qamat bagi perempuan di telinganya. Pendidikan pertama di rumah atau di meunasah adalah baca Al-Qur’an, waktu aqad nikah dikhutbahkannasehat nilai-nilai Islami, waktu sakit keras dibaca surat Yasin dan sedang Naz’a mau meninggal dibacakan talqin: La ilaa ha illallah. Meninggal dishalatkan dan pada saat masuk kubur dibaringkan menghadap kiblat. 351 Dilihat dari aspek perilaku kehidupan masyarakat Aceh demikian, menunjukkan bahwa tatanan kehidupan budaya adanya sangat dominan pengaruh agama Islam pada segenap sisi kehidupannya. Kehidupan keluarga, perwalian, kewarisan dan tatanan norma-norma kehidupan, landasan nilai utama adalah bersumber pada nilai-nilai ajaran Islam. Nilai-nilai panutan ini menjadi patron pegangan yang digambarkan dalam Narit Maja: “Adat ngon hukom agama, lagei zat ngon sifeut” Adat sangat berkait erat dengan syari’ah. 352 Berdasarkan pengertian di atas, maka masyarakat adat dapat disebut juga masyarakat hukum adat. Ter Haar merumuskan definisi masyarakat hukum adat, sebagai berikut: 353 “….geordende groepen van blijvend karakter met eigen bewind en eigen materiel en immaterieel vermogen terjemahan bebas: “…. kelompok- 351 Ismuha, “Adat dan Agama di Aceh”, Majalah Jeumala, Banda Aceh: Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh LAKA, 1993, hal. 3. 352 Badruzzaman Ismail, Sistem Budaya Adat Aceh dalam Membangun Kesejahteraan Nilai Sejarah dan Dinamika Kekinian, Op.Cit, hal. 44-45. 353 Bzn. Ter Haar, Beginselen en Stelsel Van het Adatrecht, Groningen-Jakarta: J.B. Wolters, 1950, hal. 16. Universitas Sumatera Utara kelompok teratur yang sifatnya ajek dengan pemerintahan sendiri yang memiliki benda-benda materil maupun immaterial”. Lembaga adat Aceh adalah institusi adat yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat yang memiliki peran dan fungsi dalam membina kehidupan adat dan adat istiadat Aceh. Lembaga adat bersifat otonom dan independen sebagai mitra Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupatenkota sesuai dengan tingkatannya. Pasal 98 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Pasal 2 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat, tidak ada pembagian terhadap lembaga-lembaga adat Aceh tersebut. Namun demikian menurut Badruzzaman Ismail, kelembagaan adat di Aceh dibagi ke dalam 2 dua kelompok, yaitu: 354 1. Kelompok lembaga adat tradisional, Seperti: kawasan gampong, kawasan laot, kawasan blang persawahan, kawasan glee gunung, kawasan peukan pasar, kawasan pelabuhan kesyahbandaran dan kawasan-kawasan kecil lainnya. Penanganan pengelolaan kawasan-kawasan dimaksud dilakukan oleh lembaga-lembaga fungsional fungsionaris adat, seperti Imeum Mukim, Keuchik, Imeum Meunasah, Imeum Chik, Tuha Peut, Tuha Lapan, Panglima Laot, Keujruen Blang, Peutua Seuneubok, Haria Peukan, Syahbanda dan fungsi-sungsi lainnya dalam bentuk yang lebih kecil. 354 Badruzzaman Ismail, Sistem Budaya Adat Aceh dalam Membangun Kesejahteraan Nilai Sejarah dan Dinamika Kekinian, Op.Cit, hal. 45-46. Universitas Sumatera Utara 2. Kelompok lembaga adat formal semi pemerintahan Kelompok lembaga-lembaga ini sesuai dengan sosiologis kehidupan masyarakat dalam konteks sinkronisasi dengan kebijakan tugas-tugas pemerintahan, maka atas kekuatan legalitasi pemerintah pusatdaerah, dibentuklah lembaga-lembaga adat dengan surat Keputusan Gubernur. Tahun 1986, dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh Nomor 4315431986, tanggal 9 Juli 1986, dibentuk Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh LAKA Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Kemudian seterusnya LAKA dibentuk pada setiap kabupatenkota sampai kecamatan di seluruh Aceh. Bahkan kemudian dibentuk pula LAKA pada hampir seluruh provinsi di Indonesia, di mana saja bila terdapat ada komunitas Aceh pada daerah setempat. Sesuai dengan perkembangan dinamika kehidupan masyarakat Aceh dengan keluarnya Undang-Undang No. 44 Tahun 1999, maka menyangkut dengan penyelenggaraan bidang adat dan adat istiadat dalam masyarakat, melalui Kongres LAKA tanggal 25-27 September 2002 di Banda Aceh, disepakati bahwa LAKA diubah namanya menjadi Majelis Adat Aceh MAA, sehingga segala aset dan kelembagaan dialihkan ke MAA. Berdasarkan Pasal 98 ayat 3 UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh jo Pasal 2 ayat 2 Qanun No. 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat, lembaga- lembaga adat yang telah mendapatkan legalitas yuridis formal adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Majelis Adat Aceh; 355 2. Imeum mukim; 356 3. Imeum chik; 357 4. Keuchik; 358 5. Tuha peut; 359 6. Tuha lapan; 360 7. Imeum meunasah; 361 8. Keujruen blang; 362 9. Panglima laot; 363 10. Pawang gleeuteun; 364 11. Petua seuneubok; 365 12. Haria peukan; 366 13. Syahbanda. dan 367 355 Majelis Adat Aceh yang MAA adalah sebuah majelis penyelenggara kehidupan adat di Aceh yang struktur kelembagaannya sampai tingkat gampong. Pasal 1 angka 10 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat. 356 Imeum Mukim adalah adalah kepala Pemerintahan Mukim. Pasal 1 angka 15 Ibid. 357 Imeum Chik adalah imeum masjid pada tingkat mukim orang yang memimpin kegiatan- kegiatan masyarakat di mukim yang berkaitan dengan bidang agama Islam dan pelaksanaan syari’at Islam. Pasal 1 angka 16 Ibid. 358 Keuchik adalah kepala persekutuan masyarakat adat gampong yang bertugas menyelenggarakan pemerintahan gampong, melestarikan adat istiadat dan hukum adat, serta menjaga keamanan, kerukunan, ketentraman dan ketertiban masyarakat. Pasal 1 angka 17 Ibid. 359 Tuha Peuet adalah unsur pemerintahan gampong yang berfungsi sebagai badan permusyawaratan gampong. Pasal 1 angka 18 Ibid. 360 Tuha Lapan adalah lembaga adat pada tingkat mukim dan gampong yang berfungsi membantu Imeum Mukim dan Keuchik atau nama lain. Pasal 1 angka 20 Ibid. 361 Imeum Meunasah adalah orang yang memimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di gampong yang berkenaan dengan bidang agama Islam, pelaksanaan dan penegakan syari’at Islam. Pasal 1 angka 21 Ibid. 362 Keujruen Blang adalah orang yang memimpin dan mengatur kegiatan di bidang usaha persawahan. Pasal 1 angka 22 Ibid. 363 Panglima Laot adalah orang yang memimpin dan mengatur adat istiadat di bidang pesisir dan kelautan. Pasal 1 angka 23 Ibid. 364 Pawang GleeUteun adalah orang yang memimpin dan mengatur adat-istiadat yang berkenaan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hutan. Pasal 1 angka 27 Ibid. 365 Petua Seuneubok adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat tentang pembukaan dan penggunaan lahan untuk perladanganperkebunan. Pasal 1 angka 24 Ibid. 366 Haria Peukan adalah orang yang mengatur ketentuan adat tentang tata pasar, ketertiban, keamanan, dan kebersihan pasar serta melaksanakan tugas-tugas perbantuan. Pasal 1 angka 25 Ibid. 367 Syahbanda adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat tentang tambatan kapalperahu, lalu lintas keluar dan masuk kapalperahu di laut, danau dan sungai yang tidak dikelola oleh Pemerintah. Pasal 1 angka 26 Ibid. Universitas Sumatera Utara Secara fungsional lembaga-lembaga adat harus hidup dan berkembang dengan mendorong kegiatan masyarakat guna menjadikan lembaga-lembaga tradisional itu bermanfaat dalam kawasan wewenangnya. Sedangkan lembaga adat formal semi pemerintahan, harus berfungsi sebagai koordinator, mediator, motivator, komunikator dalam mensinkronkan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan budaya adat sesuai dengan aspirasi masyarakat melakukan kegiatan mendinamisasikan dan mendayagunakan semua lembaga- lembaga adat tradisional itu berfungsi dan berperan dengan baik, arif, bijak dan cerdas. Lembaga adat formal juga secara independen dan bertanggung jawab membantu pemerintah dalam menjalankan kebijakan di bidang pembangunan adatadat istiadat, sehingga antara aspirasi budaya adat dan misi pembangunan pemerintah berjalan seiring dan tidak akan terjadi benturan-benturan dalam pelaksanaan pembangunan. 368 Lembaga adat berperan dan berfungsi sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan penyelesaian masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Lembaga adat dalam menjalankan fungsinya berwenang: 369 a. menjaga keamanan, ketentraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat; b. membantu Pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan; c. mengembangkan dan mendorong partisipasi masyarakat; d. menjaga eksistensi nilai-nilai adat dan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam; e. menerapkan ketentuan adat; f. menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan; 368 Badruzzaman, Ibid, hal. 52. 369 Pasal 4 Qanun No. 10 tahun 2008 tentang Lembaga Adat. Universitas Sumatera Utara g. mendamaikan sengketa yang timbul dalam masyarakat; dan h. menegakkan hukum adat. G. Budaya Adat Aceh dan Kearifan lokal Orang yang pertama kali memperkenalkan istilah budaya, yang disebut culture, adalah Edward B. Taylor yang mengatakan: 370 “Culture or civilization is that complex whole whitch includes knowledge, belief, art, morals, law, customs and any other capabilities, acquired by man as a member of society”. “Budaya adalah suatu peradaban yang mengandung berbagai nilai ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan dan berbagai kemampuan rekayasa keterampilan seseorang sebagai anggota masyarakat”. Kemudian R.M. Keesing memperjelas pengertian budaya: 371 “Culture is system if shared ideas, system of consept and rules and meanings that underlie and are expressed in the ways that human live. Culture refers to what humans learn”. Soejito Sastrodiharjo mengatakan: “Nilai itu merupakan “a conception of desirable”. Pada nilai ada beberapa tingkatan, yaitu nilai primer dan nilai sekunder. Nilai primer itu merupakan pegangan hidup bagi suatu masyarakat abstrak, misalnya: kejujuran, keadilan, keluhuran budi dan lain-lain, sedangkan nilai sekunder adalah nilai- nilai yang berhubungan dengan kegunaan, misalnya: dasar-dasar menerima keluarga berencana atau untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Nilai sekunder muncul setelah penyaringan nilai primer”. 372 Budaya adalah merupakan proses interaksi akal budi antar sesama manusia, wilayah lingkungan dan ruang waktu, sehingga menghasilkan “nilai-nilaikreasi” untuk dinikmati, bermanfaat menjadi acuan harkatmartabat dalam membangun 370 Edward B. Taylor, Primitive Culture: Researches into the Development of Mythology, Philisophy, Religion, Language, Art and Custom, New York: Henry Holt Co, 1871. Lihat juga EMK Masinambau, Hukum dan Kemajemukan Budaya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000, hal. 1. 371 R.M. Keesing, Cultural Anthropology; a Contemporary Perspective, New York: Holt, Rinehart Winston, 1977, dalam Muliadi Kurdi, Op.Cit, hal. 2. 372 Soejito Sastrodiharjo, Hukum Adat dan Realitas Penghidupan, dalam M. Syamsuddin, Hukum Adat dan Modernisasi Hukum, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1998, hal. 18. Universitas Sumatera Utara peradaban bangsa dan dunia civilization of human right. Untuk budaya Aceh, pemahaman budaya itu adalah bersumber kepada nilai-nilai syariat, artinya secara umum basis budaya Aceh adalah syari’at, meskipun ada sebagian berorientasi kepada yang lain. 373 Menurut Badruzzaman Ismail, nilai-nilai budaya adat Aceh dapat dipilah kepada nilai-nilai primer dan nilai sekunder. Nilai-nilai primer pegangan hidup, bernilai: 374 i. aqidah Islami hablum minallah. Han lon matei di luwa Islam, ka meunan peusan bak indatu. Ni bak matei kafee, leubeih geit kanjai. Nyang beik sagai cit tuka agama; ii. persatuan dan kesatuan hablum minan nas. Hudeip saree, matei syahid; iii. universalhablum minan nas tidak ada gap, antar agama, antar bangsa dan antar suku; iv. demokrasi musyawarah, mufakat; v. independen percaya diri tangan di atas; vi. komunal tolong menolong dan silaturrahmirambateeratakebersamaan tulong meunulong sabei keudroe-droe, ta peukong nanggroe sabei syedara; vii. transparanterbuka. Pakiban di likeu, meunan di likot. Pakiban crah meunan beukah; viii. hormat menghormati hormat guru, hormat orang tua, hormat tamu, menghormati orang lain; ix. keteladanan kepemimpinan. Peudong di keu jeut keu-imeum, peudong di likot jeut keu makmum; x. panut kepada imam pemimpin. Beuna ta ikot, nyang salah ta teugah, beik apoh-apah watee nab ala; xi. jujur, amanah dan berakhlak mulia. Kiban nyang patot meunan ta pubut, beik na meu bacut nyang meuputa; xii. maleim kaom malu diri, malu keluargaharga diri. Tasouk bajee bek lee ilat, leumah pusat hana gura. Ureung inong misee boh mamplam, lam on ta pandang mata meucaca; xiii. percaya dirikebanggaan bermartabat bangga kaom. Hareuta nyang geit, beu ta pubut keudroe, beik peuhah jaroe bak geumadei bak meulakei; xiv. cerdas dan bangga dengan pekerjaannya. Meungnyoe hanjeut ta murunoe, beik mupaloe akhei masa. Meugrak jaroe, meu-eik igoe, beik laloe bak cang haba; 373 Badruzzaman Ismail, Sistem Budaya Adat Aceh dalam Membangun Kesejahteraan Nilai Sejarah dan Dinamika Kekinian, Op.Cit, hal. 81. 374 Ibid, hal. 82-84. Universitas Sumatera Utara xv. suka damai pemaaf. Jaroe siploh ateuh ulee, muah lon lakei bak syeedara. Sigoe bak gob siploh bak lon, bak rukon kaom sesama bangsa; dan lain-lain. Sedangkan nilai sekunder adalah yang bersifat kreasi temuan-temuan baru untuk memudahkan membangun kehidupan dengan menggunakan sains dan teknologi, umpamanya mengatur kelahiran anak, membangun pabrik, industri dan sebagainya. Kehidupan yang dibangun atas pilar sumber adat budaya Aceh, mengandung 6 enam manfaat nilai value, sebagai berikut: 375 1. dimensi ritualitasagamis, dimaksudkan himpunan perilaku adat yang sarat dengan nilai-nilai tatanan adatadat istiadat, penuh dengan nilai-nilai syariat Islam untuk mencapai kesejahteraan baik pribadi maupun masyarakat; 2. dimensi ekonomiskebutuhan hidup, dimaksudkan suatu dinamika adatadat istiadat yang mengandung nilai-nilai motivasi kehidupan ekonomi melalui kreativitas individu dan masyarakat dalam bertaaruf antar sesamanya, wujud silaturrahmitolong-menolong dan saling membutuhkan, membentuk kebiasaan-kebiasaanadat mendorong kehidupan ekonomi; 3. dimensi pelestarian lingkungan hidup, dimaksudkan kebiasaanadat yang mendorong untuk membangun lingkungan, bagi kelanjutan kehidupan generasi masa depan dengan penghijauan; 4. dimensi normahukum, dimaksudkan bahwa dalam nilai-nilal adat istiadat itu mengandung normakaidah hukum untuk diterapkan dalam menyelesaikan berbagai sengketa dalam masyarakat mewujudkan suatu kondisi keseimbangan equilibrium; 5. dimensi kompetitif, dimaksudkan dengan perilaku kegiatan adat budaya, mendorong kebanggaan identiatas diri, harkat dan martabat kaum dan masyarakatnya, menghasilkan berbagai produk untuk dapat bersaing dalam pasar kehidupan global; 6. dimensi identitas, dimaksudkan suatu standarukuran kebersamaan masyarakat beradat yang memiliki khasanah perilaku adat ngon agama lagei zat ngon sifeut 375 Badruzzaman Ismail, Panduan Adat dalam Masyarakat Aceh, Op.Cit, hal. 19-20. Universitas Sumatera Utara menjadi suatu energi positif yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Dasar-dasar nilai utama sebagai sumber inspirasi dari pola-pola kepemimpinan yang bernilai filosofis dalam tatanan budaya adat Aceh, adalah mengacu kepada Narit Maja: Adat bak Poeteumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Lakseumana Matei aneuk mupat jeurat, gadoh adat pat ta mita Berkaitan dengan Narit Maja demikian, maka berdasarkan Rumusan Kesimpulan Rapat Kerja Paripurna LAKA Lembaga Adat Kebudayaan Aceh Provinsi Daerah Istimewa Aceh di Banda Aceh, tanggal 11 Oktober 1990 M22 Rabi’ul Awal 1411 H, telah menetapkan ada dua versi format Narit Maja, sebagai berikut: Versi I : “Adat bak Poeteumerureuhom, Hukom bak Syiah Kuala Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Lakseumana” Versi II : “Adat bak Poeteumerureuhom, Hukom bak Ulama Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Bentara” Adapun pemaknaan Narit Maja tersebut, dapat dipahami: Poeteumerureuhom: perlambang pemegang kekuasaan eksekutif dan kebesaran tanah Aceh. Syiah Kuala: perlambang ulama sebagai pemegang kekuasaan yudikatif. Putroe Phang: perlambang cendekiawan pemegang kekuasaan legislatif. LakseumanaBentara: perlambang keperkasaan dan kearifan dalam mengatur keragaman adat kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat. Universitas Sumatera Utara Pengertian kearifan lokal dilihat dari kamus Inggris – Indonesia, terdiri dari 2 kata yaitu kearifan, kebijaksanaan, wisdom 376 dan lokal, setempat, local. 377 Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Dengan kata lain, maka wisdom – local dapat dipahami sebagai gagasan, nilai, pandangan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dari definisi itu, dapat dipahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat. 378 376 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 1992, hal. 649. Dalam berbagai referensi disebutkan bahwa kearifan lokal adalah sistem ide dan makna yang dimiliki oleh masyarakat yang matang. Kearifan lokal itu merupakan hasil dari proses seleksi sosial yang tercermin dalam cara pandang, sikap dan prilaku masyarakat yang kondusif, serta berfungsi sebagai penataan sosial, ekonomi, pendidikan, hukum, politik dan keamanan suatu 377 Ibid, hal. 363. 378 Roy Satriadi, “Kearifan Lokal dalam Bencana”, Jeumala, Edisi 37, Januari – Juni 2012, Banda Aceh: Majelis Adat Aceh MAA, 2012, hal. 25. Universitas Sumatera Utara masyarakat lokal. Kearifan lokal diasumsikan sebagai suatu komponen atau elemen basis yang dimiliki oleh komunitas masyarakat lokal. Kearifan lokal suatu masyarakat merupakan produk budaya bukan material yang bernilai, dihargai, dihormati, dan dijunjung tinggi oleh masyarakat pendukungnya. Setiap komunitas masyarakat dapat dipastikan memiliki kearifan yang berbeda antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Kearifan lokal merupakan salah satu khasanah budaya masyarakat Aceh yang telah teruji mampu membimbing masyarakatnya dalam menata kehidupan yang beradab dan bermartabat. Karena itu, setiap keraifan lokal Aceh yang menjadi khasanah budaya masyarakat Aceh sepatutnya dibina dan dikembangkan untuk dapat diwarisi kepada generasi berikutnya. 379 Sebagai suatu komunitas masyarakat lokal, sejak dahulu Aceh sudah memiliki suatu kearifan yang diwarisi secara turun temurun. Kearifan masyarakat Aceh itu telah terbukti mampu menyelesaikan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan, terbukti telah dapat menata kehidupan masyarakat. Namun, sayang kearifan itu telah diobrak abrik oleh penjajahan Belanda dan Jepang. Pada saat kemerdekaan sejumlah kearifan lokal itu belum sempat ditata ulang. Akibatnya, banyak persoalan yang mumcul dalam masyarakat tidak terselesaikan secara arif dan bijaksana. Selain itu, 379 Yusri Yusuf, Peutua Beuna: Kearifan Lokal Masyarakat Aceh, Banda Aceh: CV. Boebon Jaya, 2012, hal. vii. Universitas Sumatera Utara karena rasa nasionalisme masyarakat Aceh yang begitu tinggi, ada kecenderungan mengabaikan kearifan lokal. 380 Sebagai sebuah warisan masa lalu, tentu saja kearifan lokal itu masih dijumpai dalam kehidupan masyarakat Aceh terutama di daerah-daerah pedesaan walaupun sudah mengalami degradasi, pasang surut sesuai dengan dinamika perkembangan zaman, dan gelombang kehidupan masyarakat yang lama didera oleh konflik. Masih dijumpai berbagai khasahan budaya masyarakat Aceh dalam kehidupan kesehariannya, baik yang berwujud ideal, sosial maupun yang berbentuk material. Salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat adat Aceh adalah Narit Maja dan Peutua Beuna. Narit Maja itu merupakan ungkapan yang pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang. Dalam Narit Maja itu tertuang bermacam petuah, nasihat, bimbingan, ajaran, larangan, ajakan, dan kondisi sosial masyarakat yang mungkin saja berulang dari masa ke masa. Narit Maja ini menjadi khasanah para orang-orang arif dan bijak yang dituakan dalam masyarakat. Orang-orang arif dan bijak ini berfungsi menjaga, membina, dan melestarikan serta meneruskan nilai-nilai kehidupan yang diyakininya dapat mensejahterakan masyarakat kepada generasi penerus. Melalui Narit Maja yang tersusun dalam bahasa Aceh yang ditata indah, bersajak, berirama, dan berbaik itu akan lebih mudah diingat dan dihapal oleh para generasi penerus. Narit Maja itu memiliki makna yang luas dan dalam, semakin dihayati semakin luas dan dalam makna dan maksudnya. 380 Ibid. Universitas Sumatera Utara Orang-orang arif dan bijak yang biasanya menyimpan Narit Maja itu adalah Peutua Beuna orang tua yang selalu berkata benar. Peutua Beuna merupakan sosok pribadi yang dihormati dan dikagumi oleh masyarakat karena ketuaannya, pengalamannya, pengetahuannya, sikapnya dan perkataannya. Peutua Beuna menjadi referensi masyarakat dalam menghadapi segala persoalan hidup yang berkaitan dengan sesama manusia, yang berhubungan dengan lingkungan dan sang Khalik. Peutua Beuna juga menjadi penasehat dan referensi bagi penguasa atau pemerintah dalam mengantisipasi, menghadapi, menyelesaikan segala persoalan kemasyarakatan, pemerintahan, politik, ekonomi, hukum, pertanian, kelautan, dan aspek pembangunan lainnya. Peutua Beuna juga tampil sebagai mediator antara pemerintah dengan rakyat dalam menyukseskan pembangunan segala bidang. Salah satu sikap mental yang menjadi prinsip kearifan yang mengagumkan dari peran Peutua Beuna adalah membela kepentingan rakyat dan menjaga wibawa pemerintah. 381 Menurut Roy Satriadi, 382 1. tata kelola, berkaitan dengan kemasyarakatan yang mengatur kelompok sosial dan tata pemerintahan keuchik, tuha peut dan sebagainya; jenis-jenis kearifan lokal, antara lain; 2. nilai-nilai adat, tata nilai yang dikembangkan masyarakat tradisional yang mengatur etika reusam, qanun dan sebagainya; 3. tata cara dan prosedur, bercocok tanam sesuai dengan waktunya untuk melestarikan alam adat meugoe, koh bak kaye, jerat binatang liar dan sebagainya; 4. pemilihan tempat dan ruang. 381 Ibid, hal. 1-4. 382 Roy Satriadi, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara Keuchik, Tuha Peut dan lembaga-lembaga adat lainnya yang merupakan simbol kearifan lokal masyarakat Aceh dalam tata kelola kemasyarakatan yang mengatur kelompok sosial dan tata pemerintahan di tingkat gampong, mempunyai peranan penting dalam menggerakkan dan memfasilitasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam mendukung pelaksanaan pendaftaran tanah melalui kegiatan Ajudikasi RALAS. Pemerintah menyadari pentingnya kedudukan dan peran serta fungsi Keuchik dan Tuha Peut dalam masyarakat, sehingga dalam manual teknis pelaksanaan rekonstruksi pertanahan yang berbasis masyarakat telah menempatkannya sebagai elemen pendukung yang terlibat dalam kegiatan POKMASDARTIBNAH dalam kedudukan sebagai ketua dan juga sebagai anggota Sekretariat Bersama serta anggota dalam panitia. Kearifan lokal dapat juga berwujud pemilihan tempat dan ruang. Kearifan lokal masyarakat Aceh dalam melakukan pertemuan-pertemuan baik kegiatan sosial, kemasyarakatan maupun keagamaan termasuk dalam kaitannya dengan rekonstruksi pertanahan, memilih tempat berupa fasilitas umum publik antara lain: meunasah, masjid, dan balai desa. Menurut wawancara dengan Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot, Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 383 “Sebelum tsunami, acara-acara dengan warga desa sering menggunakan masjid atau musholla sebagai tempat pertemuan. Namun pada saat peristiwa tsunami, seluruh masjid atau musholla yang terdapat di gampong tersebut hancurrusak, dan tidak bisa digunakan lagi. Pada saat acara 383 Hasil Wawancara dengan Bapak Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, di Pulot, hari Minggu, tanggal 8 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. Universitas Sumatera Utara sosialisasipenyuluhan dalam rangka pensertipikatan tanah melalui kegiatan RALAS di gampong kami, sangat sulit untuk mencari tempat pertemuan, bahkan terpaksa melakukan pertemuan di gampong lain yang berjauhan, hal ini mempengaruhi tingkat kehadiran masyarakat”. Kearifan lokal yang berwujud nyata, antara lain: 1. tekstual, contohnya tertuang dalam kitab kuno manuskrip, kitab, kalender; 2. tangible, contohnya bangunan yang mencerminkan kearifan lokal misal mesjid, Candi Borobodur, kain tenunan. Kearifan lokal yang tidak berwujud, misalnya Petuah yang secara verbal, berbentuk nyanyian, syair atau kata-kata bijak seperti Najid Maja. Fungsi kearifan lokal, yaitu: 384 1. pelestarian alam, seperti bercocok tanam; 2. pengembangan pengetahuan; 3. mengembangkan SDM. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono pernah mengatakan bahwa kearifan lokal sangat penting dilestarikan. Di Jawa Barat sebagai salah satu daerah rawan gempa, kearifan lokal seperti rumah panggung harus dijaga. Meski dianggap kuno atau tradisional, tipe rumah panggung biasanya lebih aman dari getaran. Rumah panggung juga relatif bisa meminimalisasi risiko kehancuran bangunan yang terjadi akibat gerakan tanah. 385 Peran Pemerintah melembagakan kearifan lokal, menurut geolog dari United State Geological Survey, Brian F Atwater, sangat diperlukan. Ia membandingkannya dengan keadaan di Jepang. Masyarakat di Miyako, Kuwagasaki, sejak dulu terbiasa 384 Roy Satriadi, Op.Cit. 385 Ibid. Universitas Sumatera Utara melakukan pencatatan tradisional dalam buku sejarah kejadian alam, terutama tsunami, yang pernah terjadi sebelumnya. Isinya, antara lain, mengenai jumlah korban, kerusakan, dan penyebabnya. Hal itu, lanjut Brian, sangat berguna sebagai peringatan bagi warga agar berhati-hati akan terjadinya tsunami. 386 Kearifan lokal dalam menanggulangi bencana banjir misalnya dengan tidak menebang pohon secara sembarang tebang, tetapi dipilih pohon tua yang sudah pantas untuk ditebang dan setelah ditebang lahan tersebut tidak dibiarkan menjadi gundul, namun pohon-pohon tersebut ditanam kembali sehingga hutan tersebut tidak musnah dan alam menjadi rusak. Kearifan lokal ini dapat dilihat pada kehidupan pembuat arang kayu bakau di daerah Kabupaten Aceh Timur, di mana mereka setelah menebang pohon bakau untuk dijadikan arang, mereka menanam kembali dengan benih yang baru. Hal ini dilakukan karena kesadaran mereka akan kelestarian hutan harus tetap dijaga. Kearifan lokal bidang astronomi dapat dikatakan sebagai karya cipta intelektual tinggi. Banyak hal dilakukan masyarakat Aceh khususnya dengan kemampuan mereka melihat bintang sebelumnya berhasil dengan baik, seperti penanaman padi hingga mencari ikan di laut. Sejak dulu mereka selalu berpatokan pada tanda bulan, bintang dan alam. Berbicara tentang bencana alam maka yang paling besar yang pernah terjadi di Aceh adalah gempa dan tsunami pada tahun 2004 silam. Peneliti tsunami purba dan geologi dari berbagai daerah dan negara berharap pemerintah ikut mensosialisasikan 386 Ibid. Universitas Sumatera Utara kearifan lokal masyarakat sebagai sistem peringatan dini bencana alam. Selain murah, kearifan lokal juga efektif menekan korban jiwa. Menurut pakar tsunami Purba dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Eko Yulianto, ada banyak kearifan lokal masyarakat Indonesia untuk mendeteksi bencana geologi, termasuk tsunami. Eko memberikan contoh legenda Nyi Roro Kidul di Jawa Barat. Sebagian masyarakat mempercayai kedatangan Nyi Roro Kidul yang ditandai dengan munculnya ombak besar. Di belakang ombak besar tersebut akan datang ombak yang lebih besar sehingga masyarakat bisa bersiap menyelamatkan diri. Masyarakat Kepulauan Mentawai, Sumatera Utara, memiliki teteu. Teteu berbentuk syair tentang penanda ombak tinggi yang akan datang serta petunjuk pengamanan yang harus dilakukan. Dalam bahasa setempat, teteu bisa diartikan gempa bumi atau kakek. 387 Kearifan lokal di Provinsi Aceh tentang tsunami salah satunya adalah smong milik masyarakat Simeulue. Smong adalah cerita turun-temurun yang lazim diceritakan dalam keluarga berisi ajakan naik ke bukit bila datang ombak besar. Kepekaan akan terjadinya bencana itu terbukti pada tsunami yang melanda Simeulue. Smong meminimalisasi korban meski letak Simeulue dekat dengan pusat tsunami. Hal yang sama juga terjadi di Kepulauan Mentawai. Pengetahuan itu hilang atau hanya berkembang terbatas di daerah tersebut. Pengetahuan tersebut juga bisa dikembangkan di daerah lain dengan potensi bencana sama. Kearifan lokal semacam itu disarankan untuk dihidupkan di masyarakat, termasuk lewat pendidikan di sekolah. Pengetahuan seperti ini lebih efektif dan murah biaya. Masyarakat bisa 387 Ibid, hal. 25-26. Universitas Sumatera Utara menyelamatkan diri secara mandiri. Bandingkan dengan sistem peringatan dini teknologi terbaru, seperti buoy. Selain biaya pembuatan yang mahal, alatnya pun mudah rusak atau hilang. Sebagaimana hukum alam, dunia berputar, zaman dan budaya pun juga mengalami siklusnya. Dunia Barat yang dikagumi secara membabi buta sekarang mengalami siklus back to nature dengan lebih mempertimbangkan pelestarian lingkungan dan proses pendidikan alamiah seperti yang pernah diajarkan oleh para leluhur. Sebaliknya masyarakat Indonesia sedang menuju kehidupan modern yang telah mulai ditinggalkan oleh dunia Barat. Sungguh suatu ironi jika di zaman yang serba instan ini kearifan lokal yang telah diwariskan oleh nenek moyang ditiru oleh dunia Barat, sedangkan masyarakat Indonesia secara perlahan tapi pasti meninggalkan kearifan lokal ini yang merupakan warisan budaya yang tidak ternilai harganya. Ciri khas orang Indonesia adalah santun, memegang teguh norma, penuh senyum dan ramah sudah mulai luntur tergerus derasnya arus globalisasi yang miskin makna. H. Partisipasi Masyarakat dalam Mendukung Pelaksanaan Rekonstruksi Pertanahan Bencana alam yang melanda Aceh telah menimbulkan kerugian yang amat besar, baik jiwa maupun harta benda. Umumnya pada saat rekonstruksi pertanahan korban bencana yang masih hidup berada di daerah pengungsian, yaitu di sekitar tempat tinggal asal maupun daerah lain. Implikasi kondisi ini adalah terpecahnya Universitas Sumatera Utara struktur, tatanan dan ikatan sosial yang selama ini telah terbentuk. Keadaan ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi BPN dalam menyusun perencanaan rekonstruksi pertanahan di Aceh berbasis partisipasi masyarakat. Masyarakat korban bencana yang masih hidup tidak hanya merupakan sumber data dan informasi dalam perencanaan rekonstruksi pertanahan, namun harus ditempatkan pula sebagai pelaku utama rangkaian kegiatan rekonstruksi pertanahan. Penempatan masyarakat pemilik tanahahli wariswali sebagai pelaku utama rekonstruksi pertanahan telah dipersiapkan setelah kejadian tsunami. Namun demikian, realisasi pendekatan partisipatif dalam seluruh proses rekonstruksi pertanahan masih memiliki keterbatasan, yaitu SDM, sarana dan prasarana yang ada pada BPN Provinsi maupun Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh dan Kantor Pertanahan Aceh Besar. Realisasi pendekatan partisipatif dalam seluruh proses rekonstruksi pertanahan diawali dengan memperkuat kelembagaan pemerintah BPN dan masyarakat yang ada, sesuai dengan tingkat kesiapan masing-masing. Penguatan kelembagaan pemerintah BPN dalam konteks partisipasi masyarakat luas dalam rekonstruksi pertanahan diartikan sebagai peningkatan pemahaman, kepekaan dan kemampuan aparat dan lembaga BPN dalam bekerja bersama masyarakat. Penguatan masyarakat dalam konteks yang sama diartikan sebagai peningkatan pengetahuan, keahlian, akses informasi dan posisi tawar kelompok ini dalam bekerja bersama BPN. Partisipasi masyarakat dalam rekonstruksi pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh meliputi partisipasi dari masyarakat secara umum termasuk pemilik Universitas Sumatera Utara tanah atau ahli waris, pemilik tanah atau ahli waris yang berbatasan anggota masyarakat terutama yang mempunyai pengetahuan dan imformasi tentang kondisi fisik dan kepemilikan tanah dilokasi kegiatan ajudikasi. Selain masyarakat secara umum, kelompok masyarakat yang ikut berpartisipasi dan berperan dalam rekonstruksi pertanahan adalah lembaga-lembaga adat Aceh. Lembaga adat Aceh yang dimaksudkan adalah lembaga adat sebagaimana diatur dalam Pasal 98 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh jo Pasal 2 ayat 2 Qanun Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat.

1. Peran Lembaga Adat Aceh dalam Rekonstruksi Pertanahan

Lembaga-lembaga Adat Aceh selain mempunyai peran di tengah-tengah kehidupan masyarakat Aceh, lembaga-lembaga adat Aceh tersebut sebagian besar juga berperan membantu Pemerintah dalam pembangunan. Dalam konteks rekonstruksi pertanahan yang dilakukan melalui kegiatan RALAS, lembaga-lembaga tersebut ikut dilibatkan. Bentuk dari peranan tersebut adalah masuknya lembaga-lembaga adat ke dalam Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan selanjutnya disebut POKMASDARTIBNAH, yang dibentuk oleh BPN, dengan tujuan untuk memberikan peluang kepada masyarakat di Provinsi Aceh yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami untuk berpartisipasi secara aktif dalam melaksanakan rekonstruksi penguasaan dan pemilikan tanahnya di gampongnya masing-masing. Pembentukan POKMASDARTIBNAH sesuai dengan Keputusan Kepala BPN Nomor Universitas Sumatera Utara 57-VII-2005 tertanggal 6 April 2005 tentang Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pembentukan POKMASDARTIBNAH, membuktikan bahwa BPN menyadari pentingnya melibatkan lembaga-lembaga adat dalam rekonstruksi pertanahan pasca tsunami, karena kehadirannya dapat menginformasikan kondisi objek fisik tanah dan subjek pemilik hak atas tanah. POKMASDARTIBNAH dibentuk oleh Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota di setiap gampong dengan susunan keanggotaan sebagai berikut: a. Ketua : Keuchik atau Sekretaris Gampong b. Wakil : Kepala Jurong yang dituakan atau tokoh masyarakat c. Sekretaris : Sekretaris Gampong atau unsur pemuda d. Anggota : 1. Unsur Imeum Mukim 2. Unsur Tuha Peuet Gampong 3. Unsur Keuchik 4. Imeum Meunasah atau Ulama Gampong 5. Tokoh Adat Gampong 6. Unsur Pemuda 7. Unsur-unsur lainnya sesuai kebutuhan POKMASDARTIBNAH membantu Kantor Pertanahan KabupatenKota Tim Ajudikasi dalam melaksanakan kegiatan antara lain: 388 a. melakukan penyuluhan kepada masyarakat pemilik tanah; 388 Lihat Pasal 2 ayat 2 Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 57-VII-2005 tentang Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Universitas Sumatera Utara b. melakukan inventarisasi, identifikasi dan penelitian terhadap subjek dan objek hak atas tanah; c. bersama-sama pemilik tanah melakukan penunjukan dan pemasangan tanda batas rekonstruksi batas bidang-bidang tanah; d. memfasilitasi dan memediasi upaya penyelesaian masalah pertanahan yang timbul; e. melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka kelancaran pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi; f. membuat Berita Acara Pelaksanaan Kegiatan dengan format yang telah ditetapkan oleh BPN. Berita Acara Pelaksanaan Kegiatan POKMASDARTIBNAH diserahkan kepada Kantor Pertanahan KabupatenKota yang bersangkutan, dan Berita Acara tersebut dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi Kantor Pertanahan KabupatenKota setempat dalam menetapkan hak-hak atas tanah. Dalam hal Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris atau para anggota POKMASDARTIBNAH berhalangan tetap, maka penggantinya dapat diambil dari unsur pejabat atau lembaga masyarakat yang bersangkutan. Dan pejabat pengganti mempunyai tanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan kegiatan POKMASDARTIBNAH. Berdasarkan penelitian keterlibatan lembaga-lembaga adat dalam rekonstruksi pertanahan pasca tsunami, selain pada POKMASDARTIBNAH juga dalam kegiatan kesepakatan warga dan pelaksanaan manual pendaftaran tanah berbasis masyarakat yang dilaksanakan melalui kegiatan Ajudikasi RALAS sesuai dengan Keputusan Kepala BPN No. 114-II2005. Berdasarkan hasil kajian bentuk keterlibatan lembaga adat dalam struktur POKMASDARTIBNAH adalah merupakan bentuk peran lembaga adat secara formal yang berfungsi sebagai koordinator, mediator, motivator, komunikator dalam Universitas Sumatera Utara mensinkronkan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. Sedangkan Secara fungsional keterlibatan lembaga-lembaga adat dalam rekonstruksi pertanahan lebih terlihat dalam bentuk partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan baik dalam tahapan kesepakatan warga maupun tahapan pendaftaran tanah. Berdasarkan Keputusan Kepala BPN No. 114-II2005, pemilik tanah harus mengisi formulir SPPTPBF yang diketahui oleh pemilik bidang tanah yang berbatasan sebagai saksi. Berkaitan dengan kegiatan pengisian formulir SPPTPBF ini Keuchik selaku lembaga adat di gampong lokasi kegiatan harus melakukan pengesahan terhadap formulir dimaksud. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Anwar Hasim, Keuchik Gampong Rima Jeuneu Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 389 Pemilik tanah atau ahli warisnya melakukan pengisian formulir SPPTPBF. Untuk menghindari kesalahan dalam pengisian formulir pemilik tanah atau ahli waris dapat menanyakan kepada Keuchik dan aparat gampong lainnya seperti Kepala Dusun, Tuha Peut dan Imam Meunasah. Di dalam formulir tersebut pemilik tanah yang berbatasan atau ahli warisnya ikut menyetujui sebagai saksi”. Keuchik, Kepala Dusun, Tuha Peut, Imam Meunasah dan aparat gampong lainnya telah mendapatkan pengetahuan tentang tata cara pengisian formulir SPPTPBF dari fasilitator BPN maupun dari luar BPN. Kebenaran isian dalam formulir SPPTPBF sangat penting bagi BPN agar penetapan pemilik tanah dan keterangan tentang fisik tanah dalam sertipikat yang dibuat oleh Tim Ajudikasi RALAS sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan menghindari dari gugatan pihak lain. 389 Hasil Wawancara dengan Bapak Anwar Hasim, mantan Keuchik Gampong Rima Jeuneu Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, hari Minggu, tanggal 15 Juni 2014, pukul 09.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006, mengatakan: 390 “Setiap isian formulir SPPTPBF harus dicek dan dijamin kebenarannya dan Keuchik harus melakukan pengesahan terhadap formulir tersebut. Kebenaran pengisian SPPTPBF oleh pemilik tanah atau ahli warisnya sangat penting karena akan dijadikan dasar bagi BPN dalam menerbitkan sertipikat atas nama yang bersangkutan dengan data fisik tanah sesuai dengan keadaan di lapangan”. Berdasarkan penelitian selain terhadap kebenaran data dan keterangan dalam formulir SPPTPBF, Keuchik dan lembaga adat lainnya juga berperan dalam proses kesepakatan warga dan pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Tim Ajudikasi RALAS. Berdasarkan penelitian dalam hal pemilik tanah adalah ahli waris atau ahli waris masih di bawah umum maka diperlukan penetapan ahli waris dan wali oleh Mahkamah Syari’ah. Dalam penetapan ahli waris dan wali oleh Mahkamah Syaria’ah, Keuchik dan Imeum Meunasah mempunyai peran berupa memberikan persetujuan tertulis tentang kebenaran dari ahli waris dan wali yang akan ditetapkan. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Armaya, Keuchik Gampong Punge Blang Cut Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh, mengatakan: 391 “Setiap pemilik tanah yang telah meninggal dunia atau tidak diketahui keberadaannya, dan apabila ada pihak yang mengakui sebagai ahli waris dari pemilik tanah tersebut, maka Keuchik bersama-sama dengan Imeum Meunasah melakukan pengecekan tentang kebenarannya. Apabila telah diyakini maka dikeluarkan persetujuan tertulis, dan persetujuan tertulis tersebut menjadi bahan pertimbangan dari Mahkamah Syari’ah dalam menetapkan ahli waris”. 390 Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006 di Banda Aceh, hari Senin, 25 Nopember 2013, pukul 11.00 WIB. 391 Hasil Wawancara dengan Bapak Armaya, Keuchik Gampong Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh, hari Minggu, 8 Juni 2014, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil penelitian dalam setiap tahapan proses kesepakatan warga dan pendaftaran tanah, harus dihadiri atau bertindak atas nama pemilik tanah. Apabila pemilik tanah tidak diketahui atau telah meninggal dunia, maka dapat diganti oleh ahli waris. Untuk menghindari kebenaran ahli waris dari pemilik tanah, harus dibuktikan melalui penetapan oleh Mahkamah Syariah. Berbeda halnya dengan Permenag No. 3 Tahun 1997, di mana dalam Peraturan tersebut penetapan ahli waris masih dimungkinkan dengan surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh yang bersangkutan yang disaksikan oleh 2 dua orang saksi dan diketahui oleh Kepala Desa dan disahkan oleh Camat. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008, mengatakan: 392 “Penetapan ahli waris dari Mahkamah Syari’ah sangat diperlukan dalam rangka menjamin kepastian pihak ahli waris. Dalam keadaan normal sesuai dengan Peraturan MNAKepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 bukti ahli waris cukup dibuat oleh yang bersangkutan disertai saksi dan diketahui oleh Kepala Desa serta dikuatkan oleh Camat, namun dalam rekonstruksi pertanahan pasca tsunami, bukti waris tersebut tidak cukup, oleh karena itu harus penetapannya melalui lembaga peradilan yang di Provinsi Aceh adalah Mahkamah Syari’ah”. Berdasarkan hasil penelitian, Keuchik, Tuha Peut, Tuha Lapan dan Imeum Meunasah sebagai lembaga adat Aceh, berperan dalam hal melakukan sosialisasi kepada masyarakat berkaitan dengan hal-hal yang perlu diketahui oleh masyarakat dalam melaksanakan kesepakatan warga. Selain itu juga berperan dalam hal mengkoordinir dan memimpin pelaksanaan rapat musyawarah gampong dalam 392 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara rangka membangun kesepakatan warga serta, kegiatan penandaan atau penggambaran bidang tanah dalam peta bidang tanah. Berdasarkan wawancara dengan Kakanwil BPN Provinsi Aceh, mengatakan: 393 “Keuchik, Tuha Peut, Tuha Lapan dan Imeum Meunasah dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat telah mendapatkan pengetahuan dari fasilitator baik dari BPN maupun dari LSM. Peran lembaga adat tersebut sangat efektif dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pelaksanaan program pendaftaran tanah pasca tsunami di Provinsi Aceh”. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Mirana, Keuchik Gampong Lampisang Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 394 “Rapat musyawarah gampong dilakukan dalam rangka membangun kesepakatan warga dengan pokok pembahasan meliputi berbagai hal menyangkut dengan pendaftaran tanah, pengisian formulir pemasangan patok tanda batas dan peta berdasarkan citra satelit. Acara tersebut dihadiri oleh aparatur gampong atau lembaga-lembaga adat lainnya sperti; Keuchik, Tuha Peut, Tuha Lapan dan Imeum Meunasah”. Berdasarkan hasil penelitian Keuchik, Tuha Peut, Kepala Dusun mengkoordinir dan memimpin warga dalam melakukan identifikasi penduduk desa atau pemilik tanah atau ahli waris yang masih selamat baik yang berada di lokasi maupun yang berada di pengungsian. Pada saat pengukuran lembaga adat tersebut ikut menghadiri dan menyaksikan pengukuran yang dilakukan oleh Tim Ajudikasi. Selain itu juga berperan memastikan kebenaran letak dan batas tanah sementara apabila pada saat pengukuran tidak dihadiri oleh pemilik tanah atau ahli warisnya. 393 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Aceh, di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 11.00 WIB. 394 Hasil Wawancara dengan Bapak Mirana, Keuchik Gampong Lampisang Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar, hari Senin, tanggal 16 Juni 2014, pukul 10.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil kajian peran Keuchik, Tuha Peut, Kepala Dusun dalam melakukan identifikasi penduduk, pemilik tanah atau ahli waris yang masih selamat sangat tepat karena lembaga adat tersebut merupakan pihak yang paling mengetahui tentang warga dan kepemilikan tanah di gampongnya. Hal ini sesuai juga dengan hasil wawancara dengan Kakanwil BPN Provinsi Aceh, 395 Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh, 396 dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar. 397 Berdasarkan hasil penelitian, Keuchik selaku kepala gampong mempunyai peran yang penting baik dalam membangun kesepakatan warga maupun dalam proses pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Tim Ajudikasi RALAS. Peran tersebut antara lain meliputi; membuat berita acara tentang kesepakatan warga, mewakili pemilik tanah atau ahli waris mengajukan pendaftaran tanah di gampongnya setelah selesai melakukan kesepakatan warga, melakukan koordinasi dengan Tim Ajudikasi dalam rangka menyepakati waktu pengukuran dan menerima pengaduan keberatan pengumuman data fisik dan yuridis berkaitan dengan kepemilikan tanah. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Anwar Hasim, Keuchik Gampong Rima Jeuneu Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 398 “Setelah masyarakat melakukan kesepakatan warga, Keuchik atas nama pemilik tanah atau ahli waris mengajukan pengukuran kepada Tim Ajudikasi yang bertugas di gampongnya. Pengajuan pengukuran tersebut dalam rangka pembuatan sertipikat hak atas tanah oleh Tim Ajudikasi Ralas. Selanjutnya berkaitan dengan pengajuan keberatan terhadap hasil pengumuman data fisik 395 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Aceh, di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 11.00 WIB. 396 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 14.00 WIB. 397 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar di Jantho, hari Rabu, 20 November 2013, pukul 11.00 WIB. 398 Hasil Wawancara dengan Bapak Anwar Hasim, mantan Keuchik Gampong Rima Jeuneu Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, hari Minggu, tanggal 15 Juni 2014, pukul 09.00 WIB. Universitas Sumatera Utara dan data yuridis yang menyangkut tentang kepemilikan tanah, dilakukan musyawarah dengan pihak-pihak yang terkait dan hasil penyelesaiannya disampaikan kembali kepada Tim Ajudikasi” Berdasarkan hasil kajian, lembaga-lembaga adat yang berada di Provinsi Aceh secara formal dilibatkan dalam rekonstruksi pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh. Keterlibatan lembaga-lembaga adat Aceh tersebut ditetapkan dalam SK Kepala BPN No.114-II2007. Peran lembaga-lembaga adat Aceh sangat penting untuk kelancaran kesepakatan warga dan proses pendaftaran tanah serta untuk memberikan keyakinan agar setiap tahapan pendaftaran tanah sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Pertimbangan keterlibatan lembaga-lembaga adat Aceh dimaksud karena dalam kapasitasnya sebagai pihak yang paling mengetahui tentang warga dan kepemilikan tanah di gampongnya.

2. Pelaksanaan Partisipasi Masyarakat

Berdasarkan penelitian, bentuk partisipasi masyarakat dalam rekonstruksi pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh adalah membangun kesepakatan warga dan pelaksanaan pendaftaran tanah.

a. Kesepakatan Warga

Pemilik tanah atau ahli warisnya atau kuasanya melakukan identifikasi bidang tanah miliknya di atas peta citra satelit sebelum bencana yang telah disediakan oleh BPN. Pemilik tanah atau ahli warisnya mengisi daftar nama penguasaanpemilikan bidang tanah. Pemilik tanahahli warisnya atau masyarakat gampong yang bersangkutan memasang tanda batas bidang tanah. Pemilik tanah atau ahli warisnya mengisi formulir pernyataan pemilikanpenguasaan fisik disertai dengan kelengkapan Universitas Sumatera Utara dokumen lainnya yang menunjukkan bukti kepemilikan tanah tersebut bila ada; copy tanda pengenal diri, copy sertipikat lama, dan lain-lain. Pemilik tanah atau ahli waris yang tidak berada di lokasi pendaftaran tanah sistematik atau meninggal dunia, maka identifikasi bidang tanah dan pemasangan tanda batas dapat dilaksanakan oleh perangkat gampong atau warga gampong yang ditunjuk berdasarkan suatu berita acara kesepakatan warga gampong setempat. Keucik atas nama warga masyarakat gampongnya dalam rangka keperluan pendaftaran hak, mengajukan permohonan pendaftaran tanah kepada Ketua Panitia Ajudikasi atau Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota setempat. Berdasarkan hasil penelitian, kesepakatan warga merupakan kesepakatan seluruh warga, khususnya pemilik tanah termasuk ahli wariswali yang berkaitan dengan: 1. batas-batas bidang tanah yang ada di gampong, dengan melaksanakan pemasangan patok-patok tanda batas untuk setiap bidang tanah; 2. pemilikan atas bidang-bidang tanah tersebut – termasuk kesepakatan waris dan atau wali jika diperlukan; 3. penandaan seluruh bidang tanah dalam suatu peta skala besar yang disediakan oleh BPN; 4. daftar nama penguasaanpemilikan bidang tanah. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Ruslan, Warga Masyarakat Gampong Lam Pulo Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh, mengatakan: 399 399 Hasil Wawancara dengan Bapak Ruslan, Warga Gampong Lam Pulo Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh, hari Selasa, tanggal 17 Juni 2014, pukul 16.00 WIB. Universitas Sumatera Utara “Sebelum BPN Tim Ajudikasi melakukan pengukuran tanah, pemilik tanah atau ahli waris yang dihadiri oleh Keuchik dan Kepala Dusun dibantu oleh masyarakat melakukan identifikasi terhadap tanah yang akan diukur dan selanjutnya dipasang patok batas tanah. Pemasangan patok batas tanah diperlukan kesaksian dari pemilik batas tanah dan apabila pemilik batas tanah atau ahli warisnya tidak hadir dalam pematokan tersebut maka Keuchik dan Kepala Dusun dapat memastikan kebenaran letak patok tanda batas tanah”. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008, mengatakan: 400 “Pada tahap kesepakakatan warga, apabila patok batas tanah telah terpasang maka harus dilakukan penandaan seluruh bidang tanah dalam suatu peta skala besar. Peta skala besar tersebut disediakan oleh BPN dan dapat diperoleh pada Tim Ajudikasi sesuai wilayah kerjanya. Peta skala besar tersebut diberikan secara gatis tanpa dipungut biaya oleh siapapun termasuk Tim Ajudikasi atau pihak aparatur gampong”. Berdasarkan hasil penelitian, langkah-langkah kegiatan membangun kesepakatan warga sebagai berikut: f melakukan identifikasi penduduk gampong atau pemilik tanah yang selamat dari bencana, baik yang berada di lokasi maupun yang berada di pengungsian; g menyelenggarakan musyawarah gampong dalam rangka membangun kesepakatan warga tersebut. h pemasangan patok tanda batas bidang tanah dilakukan pada seluruh bidang tanah yang ada di gampong yang bersangkutan; i pengisian formulir pernyataan. Setiap pemilik tanahahli wariswali baik laki- laki maupun perempuan mengisi formulir surat pernyataan pemasangan tanda batas dan penguasaan fisik, untuk setiap bidang tanah yang dimilikinya, 400 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara dengan diketahui oleh pemilik bidang tanah yang berbatasan sebagai saksi dan disahkan oleh Keuchik yang bersangkutan; j penandaan bidang-bidang tanah dalam peta. Untuk setiap bidang tanah yang sudah dipasangi patok tanda batas bidang tanah tersebut digambarkan dalam peta bidang tanah dan nama-nama pemilik bidang tanah tersebut dicatat dalam daftar bidang tanah; k membuat Berita Acara kesepakatan warga sebagai bukti telah dicapai kata sepakat antara seluruh warga yang dibuat oleh Keuchik. Berita acara tersebut memuat jumlah bidang tanah secara keseluruhan, jumlah bidang tanah yang sudah memiliki kejelasan subjek dan objeknya serta jumlah bidang tanah yang masih bermasalah. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Munawar Keuchik Gampong Mon Ikeun Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 401 “Dalam rangka kesepakatan warga terhadap tanah-tanah yang akan diukur oleh Tim Ajudikasi dilakukan musyawarah gampong. Dalam rapat musyawarah gampong tersebut dibahas berbagai hal terkait dengan rencana kegiatan pendaftaran tanah oleh BPN dan hal-hal penting lainnya seperti kewajiban pemilik tanah atau ahli waris untuk hadir pada saat pemasangan patok batas tanah dan tata cara pengisian formulir yang harus diisi oleh setiap pemilik tanah atau ahli warisnya”. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Amiruddin, Keuchik Gampong Pande Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, mengatakan: 402 “Pada tahap membangun kesepakatan warga juga dilakukan pemasangan patok oleh pemilik tanah bersama-sama dengan warga masyarakat gampong. Pemasangan patok tersebut tersebut dilakukan juga pada bidang tanah yang dimiliki secara bersama dan bidang tanah yang pemiliknya berada di luar 401 Hasil Wawancara dengan Bapak Munawar Keuchik Gampong Mon Ikeun Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, hari Senin, tanggal 16 Juni 2014, pukul 13.00 WIB. 402 Hasil Wawancara dengan Bapak Amiruddin, Keuchik Gampong Pande Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, hari Selasa, tanggal 17 Juni 2014, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara lokasi gampong. Pemasangan patok pada suatu bidang tanah dilakukan dengan sepengetahuan pemilik bidang tanah yang bersebelahan tetangga dan kepala dusun serta Keuchik”. Proses membangun kesepakatan warga tersebut di atas. Setiap gampong memperoleh fasilitasi dari Fasilitator LSM untuk membantu masyarakat dalam membangun kesepakatan tersebut. Bimbingan, pengarahan, atau penjelasan dari fasilitator disampaikan terutama kepada Aparat gampong, Tetua adat, tokoh masyarakat gampong seperti Tuha Peut, Tuha Lapan, Imam Meunasah, dan Keuchik atau organisasi masyarakat gampong seperti POKMASDARTIBNAH. Untuk selanjutnya aparat atau para tokoh tersebut menyampaikan kembali kepada warga masyarakat gampongnya. Apabila masih terdapat ketidakjelasan atau keragu- raguan atas informasipenjelasan fasilitator, maka ditanyakan ketidakjelasan tersebut kepada petugas PanitiaTim Ajudikasi atau Kantor Pertanahan setempat. Langkah-langkah kegiatan membangun kesepakatan warga sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat dilihat dalam bagian gambar di bawah ini: Universitas Sumatera Utara PERAN BPNLSM PERAN MASYARAKAT BPNLSM memberikan penjelasan LSMfasilitator mendorong dan memonitor agar proses dilakukan secepatnya LSM mengecek kelengkapan tidak LSM menghubungkan ke kantor pertanahan Kantor Ajudikasi ya Ke uc ik a ta u te tua d e sa m e m a ha m i b a g a im a na p ro se s ke se p a ka ta n wa rg a d a n p e nd a fta ra n ta na h Id e ntifika si p e nd ud uk d e sa C e k ula ng Musya wa ra h wa rg a d e sa Pe m a sa ng a n p a to k Pe ng isia n fo rm ulir Pe na nd a a n b id a ng ta na h d a la m p e ta Be rita a c a ra Ke se p a ka ta n wa rg a O utp ut Le ng ka p ? Pe ng a jua n ke ka nto r p e rta na ha n p a nitia a jud ika si Universitas Sumatera Utara Gambar IV.2. Langkah-langkah Kegiatan Membangun Kesepakatan Warga Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan kesepakatan warga dapat dilihat dalam 4 empat tahapan, yaitu: 1 Identifikasi Pemilik Tanah dan Batas Bidang Tanah Keputusan Kepala BPN No. 114-II2005, PP No. 24 Tahun 1997 dan Peraturan MANKepala BPN No. 3 Tahun 1997 tidak ada mendefinisikan apa yang dimaksudkan dengan identifikasi. Identifikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah: 403 Pemilik tanah dimaksud di sini adalah orang atau badan hukum yang memiliki tanah sebelum peristiwa tsunami, baik yang telah maupun yang belum terdaftar. Dengan demikian, identifikasi pemilik tanah adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahuimengenal identitas dari orang atau badan yang memiliki tanah sebelum tsunami, baik yang telah maupun yang belum terdaftar. 1 tanda kenal diri atau bukti diri; 2 penentu atau penetapan identitas seseorang atau benda. Batas bidang tanah adalah segala sesuatu yang membatasi bidang tanah yang dianggap sebagai batas kepemilikan tetap. Batas ini dapat berupa pagar atau lainnya, namun dapat pula tidak berpagar. 404 403 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.Cit, hal. 365. Identifikasi bidang tanah adalah suatu kegiatan untuk mengetahuimengenal batas-batas fisik kepemilikan tanah. 404 R. Rahardjo, Op.Cit, hal. 23. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penelitian, pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam melakukan identifikasi pemilik tanah dan batas-batas bidang tanah, diuraikan sebagai berikut: Perangkat gampong bersama-sama dengan masyarakat dibantu oleh fasilitator melakukan identifikasi warga yang selamat dari bencana dan yang menjadi korban, yang tinggal di pengungsian barakshelter, ataupun yang berpindah tempat tinggal setelah kejadian bencana dan menginventarisasi pemilik tanah di gampong tersebut, termasuk anak di bawah umur dan janda yang akan menjadi calon pemegang hak atas tanah. Pemilik tanahahli wariswali atau kuasanya melakukan identifikasi bidang tanah yang dikuasaidimiliki di atas peta kerja. Penandaan batas-batas bidang tanah di atas peta kerja menggunakan tinta warna merah dan diberikan nomor urut bidang tanah sesuai dengan daftar penguasaan fisikpemilikan bidang tanah. Universitas Sumatera Utara Gambar IV.3. Identifikasi Bidang Tanah pada Peta Kerja Identifikasi Bidang Tanah Kondisi di lapangan, bidang tanah yang dimiliki oleh masyarakat tergenang oleh air menjadi rawa dalam atau tenggelam menjadi pantailautan, maka identifikasi batas bidang tanah hanya dilakukan di atas peta kerja. Melakukan inventarisasi tanah musnah sebagaimana kondisi di atas dengan membuatkan daftar tanah musnah dan melaporkan kondisi ini kepada instansi berwenang yaitu Kantor Wilayah BPNKantor Pertanahan KabupatenKota setempat, Badan Pelaksana Rekonstruksi dan Rehabilitasi BRR, Pemerintah KabupatenKota setempat. Penanganan tanah musnah di Provinsi Aceh sesuai dengan amanat Pasal 3 UU No. 48 Tahun 2007 namun sampai berakhirnya penelitian ini belum ada peraturan pelaksanaannya. Identifikasi batas bidang tanah Universitas Sumatera Utara Setelah identifikasi batas bidang tanah di atas peta kerja pemilik tanah ahli wariswali melakukan pengisian pada daftar penguasaan fisikpemilikan tanah. Pemilik tanahahli wariswalinya melakukan pengisian pernyataan pemilikan penguasaan fisik dan kelengkapannya untuk setiap bidang tanah yang akan didaftarkan ke Kantor PertanahanPanitia Ajudikasi. Kenyataannya, pemilik tanah atau ahli warisnya yang tidak berada di lokasi pendaftaran tanah sistematik atau meninggal dunia, maka identifikasi bidang tanah dan pemasangan tanda batas dilaksanakan oleh perangkat gampong atau warga gampong yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa tertulis atau suatu berita acara kesepakatan warga gampong setempat. Berdasarkan wawancara dengan Rusdi Yusuf, Sekretaris Gampong Lampisang Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 405 “Setelah identifikasi pemilik tanah dan batas-batas bidang tanah dilakukan oleh pemilik tanahahli waris atau bersama warga gampong, untuk keperluan pendaftaran tanah, Keuchik atas nama warga masyarakat desanya mengajukan permohonan pendaftaran tanah kepada Ketua Panitia Ajudikasi atau Kepala Kantor Pertanahan setempat”. Tingkat keaktifan partisipasi masyarakat dalam melakukan identifikasi pemilik tanah dan batas-batas bidang tanah, masih rendah. Hal ini disebabkan faktor traumatik akibat bencana yang dialaminya terutama pada awal pelaksanaan kegiatan RALAS dan juga sebagian pemilik tanahahli warisnya tidak diketahui keberadaannya apakah masih hidup atau berdomisili di tempat pengungsian. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Anwar Hasim, Keuchik Gampong Rima Jeuneu Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 406 405 Hasil wawancara dengan Bapak Rusdi Yusuf, Sekretaris Gampong Lampisang Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, tanggal 15 Juni 2014, pukul 10.00 WIB. Universitas Sumatera Utara “Pada awal pasca bencana tsunami, warga masyarakat yang selamat dalam peristiwa tsunami masih mengalami traumatik yang sangat tinggi karena mengenang peristiwa dahsyat tersebut serta anggota keluarganya yang meninggal dunia. Pada umumnya dalam masa traumatik warga masyarakat tidak begitu aktif melakukan kegiatan-kegiatan termasuk kegiatan gampong. Keadaannya ini berdampak pada kegiatan membangun kesepakatan warga dalam rangka pensertipikatan tanah yang dilakukan oleh BPN”. Pernyataan Bapak Anwar Hasim tersebut di atas, sesuai dengan hasil wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar, 407 yang menyatakan bahwa, pada masa awal pelaksanaan kegiatan ajudikasi RALAS, keaktifan masyarakat dalam rangka pensertipikatan tanah masih rendak, antara lain karena masyarakat masih mengalami traumatik yang tinggi. 2 Pemasangan Patok Tanda Batas Berdasarkan hasil penelitian, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pemasangan patok tanda batas dapat diuraikan, sebagai berikut: Pemilik tanahahli wariswali atau kuasa tertulis melakukan pemasangan patok tanda batas di sepanjang garis batas bidang yang masing-masing batas tersebut telah disepakati oleh para tetangga yang bersebelahan pemilik tanah yang berbatasan. Tetangga batas yang tidak dapat hadir dalam penunjukan dan pemasangan tanda batas, maka diperlukan kuasa tertulis atau aparat gampong setempat dapat 406 Hasil Wawancara dengan Bapak Anwar Hasim, Keuchik Gampong Rima Jeuneu Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, hari Minggu, tanggal 15 Juni 2014, pukul 09.00 WIB. 407 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar di Jantho, hari Rabu, 20 November 2013, pukul 11.00 WIB. Universitas Sumatera Utara memberikan penunjukan dan kesaksiannya mengenai titik batas sesuai kesepakatan warga lainnya. Pemasangan patok tanda batas bidang tanah dilakukan pada seluruh bidang tanah yang ada di gampong, sepanjang kondisi di lapangan memungkinkan dipasangnya patok tersebut. Pemasangan patok ini dilakukan juga pada bidang tanah yang dimiliki secara bersama kolektif dan bidang tanah yang pemiliknya berada di luar lokasi gampong absentee. Patok dipasang pada setiap sudut batas tanah dan apabila dianggap perlu dipasang pada titik-titik tertentu sepanjang garis batas bidang tanah tersebut. Pemasangan patok pada suatu bidang tanah dilakukan dengan sepengetahuan pemilik bidang tanah yang bersebelahan tetangga, dan Kepala Dusun serta Keucik. Dalam hal pemilik bidang tanah yang berbatasan tidak dapat hadir secara lengkap maka Keuchik dan Tuha Peut atau Kepala Dusun setempat memastikan kebenaran letak patok batas pada bidang tanah tersebut sesuai dengan pengetahuannya. Berdasarkan wawancara dengan Anwar Hasim, Keuchik Gampong Rima Jeuneu Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, menyatakan: 408 “Patok bidang tanah tidak disediakan oleh masyarakat tetapi dibawa langsung oleh Tim Ajudikasi secara gratis, yang selanjutnya dipasang secara bersama dengan pemilik tanahahli waris atau masyarakat di atas bidang tanah yang ditunjuk oleh pemiliknya”. Senada dengan pernyataan Anwar Hasim di atas, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar, menyatakan: 409 408 Hasil Wawancara dengan Bapak Anwar Hasim, Keuchik Gampong Rima Jeuneu Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, hari Minggu, tanggal 15 Juni 2014, pukul 09.00 WIB. 409 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar di Jantho, hari Rabu, 20 November 2013, pukul 11.00 WIB. Universitas Sumatera Utara “Semua patok bidang tanah di lokasi ajudikasi, tidak dikenakan biaya kepada pemilik tanah karena telah disediakan oleh BPN. Untuk gampong yang memerlukan patok bidang tanah dapat mengajukan permohonan kepada Kantor Pertanahan setempat atau kantor PanitiaTim Ajudikasi”. Berdasarkan hasil kajian masyarakat terutama pemilik tanah atau ahli waris sangat memahami pentingnya kehadirannya pada saat pemasangan patok tanda batas tanah dalam rangka memastikan batas-batas tanah mereka. Kesadaran masyarakat tersebut antara lain terkait dengan kebutuhan akan tanah apalagi harta yang ditinggalkan pasca tsunami hanya berupa tanah. Tingginya nilai value ekonomis tanah dalam rangka kebutuhan tanah untuk pembangunan dan relokasi pasca tsunami juga merupakan faktor yang mendorong masyarakat pemilik tanah untuk menghadiri pemasangan patok tanda batas tanah. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Mirana, Keuchik Gampong Lampisang Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 410 “Tingginya kesadaran masyarakat terutama pemilik tanah atau ahli waris dalam pemasangan patok tanda batas tanah karena pemilik tanah sangat mengharapkan tanahnya tidak dikurangi sejengkalpun seperti sebelum peristiwa tsunami. Selain itu kesadaran masyarakat tersebut juga terkait dengan pentingnya pembuatan sertipikat tanah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum hak atas tanah”. 3 Pengisian Formulir Pernyataan Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengisian formulir pernyataan pemasangan tanda batas dan penguasaan fisik sangat diperlukan dalam rangka memastikan batas-batas tanahnya. Berdasarkan hasil penelitian, partisipasi 410 Hasil Wawancara dengan Bapak Mirana, Keuchik Gampong Lampisang Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar, hari Senin, tanggal 16 Juni 2014, pukul 10.00 WIB. Universitas Sumatera Utara masyarakat dalam pelaksanaan pengisian formulir pernyataan pemasangan tanda batas dan penguasaan fisik, dapat diuraikan sebagai berikut. Pemilik tanah atau ahli waris atau walinya melakukan pengisian formulir Surat Pernyataan Pemasangan Tanda Batas dan Penguasaan Fisik SPPTBPF untuk setiap bidang tanah yang dimilikinya, dengan diketahui oleh pemilik bidang tanah yang berbatasan sebagai saksi, dan disahkan oleh Keuchik. Formulir ini disediakan oleh BPN. Dalam pelaksanaannya ditemukan seseorang memiliki tanah lebih dari satu bidang. Terhadap hal ini, pemilik tanahahli waris yang bersangkutan harus mengisi SPPTBPF sebanyak bidang tanahnya. Dalam pelaksanaannya, terdapat pemilik bidang tanah tidak diketahui lagi keberadaannya atau telah meninggal dunia. Terhadap bidang tanah tersebut, formulir SPPTBPF diisi oleh ahli waris yang sah yang sebelumnya sudah mendapat persetujuan pewarisan dari Keuchik atau Imam Meunasah di gampong setempat. Ditemui juga adanya ketidaksepakatan antara ahli waris tentang pembagian harta warisan. Terhadap hal ini, para ahli waris disarankan menyelesaikan sengketa tersebut dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakatmusyawarah keluarga yang diketahui oleh Keuchik. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Surat Pernyataan Ahli Waris dan Kesepakatan Pembagian Warisan, dan bentuk serta formulir disediakan oleh Tim Ajudikasi. Selama pelaksanaannya, apabila usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud di atas tidak membawa hasil, maka penyelesaian sengketa waris diajukan kepada Mahkamah Syari’ah setempat dan kemudian putusan Mahkamah Syariah menjadi dasar penetapan ahli waris yang sah menurut hukum. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan wawancara dengan Anwar Hasim, Keuchik Gampong Rima Jeuneu Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, menyatakan: 411 “Apabila ahli waris belum dewasa, berdasarkan informasipetunjuk dari Tim Ajudikasi maka pengisian formulir SPPTBPF dilakukan oleh walinya yang sebelumnya sudah mendapat persetujuan perwalianpengampuan dari Keuchik dan Imeum Meunasah”. Penetapan wali yang sah menurut hukum dilakukan oleh Mahkamah Syari’ah. Dalam rangka percepatan kepentingan penetapan perwalian, Mahkamah Syari’ah mengadakan persidangan di luar kantor yaitu di gampong lokasi tanah, dengan waktu yang disepakati bersama. Anwar Hasim mengatakan bahwa dalam rangka penetapan perwalian oleh Mahkamah Syari’ah tidak dipungut biaya apapun kepada masyarakat dan Keuchik bersama fasilitator secara aktif mendata orang-orang yang memerlukan penetapan perwalian dari Mahkamah Syari’ah yang berada di wilayah gampongnya. Menurut Anwar Hasim, menyatakan: 412 “Formulir SPPTBPF yang sudah diisi tersebut disimpan oleh pemilik tanahahli waris dengan baik, untuk keperluan administrasi Keuchik memfasilitasi penggandaanfotocopy formulir tersebut. Selanjutnya formulir SPPTBPF diserahkan kepada Panitia Ajudikasi pada saat datang ke lokasi untuk melakukan pengukuran dan pemetaan”. Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat terutama pemilik tanah atau ahli waris menyadari tentang pentingnya melakukan pengisian formulir SPPTBPF yang menjadi dasar bagi Tim Ajudikasi melakukan proses pensertipikatan tanah atas nama pemilik atau ahli waris yang bersangkutan. Namun dalam pelaksanaannya ditemui kendala antara lain karena beberapa pemilik tanah atau ahli warisnya tidak 411 Hasil Wawancara dengan Bapak Anwar Hasim, Keuchik Gampong Rima Jeuneu Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar, hari Minggu, tanggal 15 Juni 2014, pukul 09.00 WIB. 412 Ibid. Universitas Sumatera Utara memahami atau tidak dapat mengisi formulir tersebut karena keterbatasan pengetahuan atau pendidikan. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut pemilik tanah atau ahli waris dapat meminta bantuan kepada fasilitator baik dari LSM maupun BPN. Apabila fasilitator tidak ada maka pemilik tanah atau ahli waris meminta warga masyarakat lainnya yang mengerti untuk membantu mengisi formulir SPPTBPF tersebut dengan data diberikan langsung oleh pemilik atau ahli waris yang bersangkutan. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Munawar, Keuchik Gampong Mon Ikeun Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 413 “Beberapa masyarakat pemilik tanah atau ahli waris tidak dapat melakukan pengisian formulir SPPTBPF karena keterbatasan pengetahuan atau pendidikan atau karena pemilikahli warisnya telah lanjut usia. Untuk mengatasi hal tersebut pengisian formulir SPPTBPF dapat fasilitasi oleh fasilitator atau masyarakat lain yang memahaminya dan bahkan dibantu oleh Keuchik, Kepala Dusun dan Imeum Meunasah yang telah mendapatkan pengetahuan melalui sosialisasi”. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006, mengatakan: 414 “Bahwa apabila dalam pengisian formulir SPPTBPF terdapat masyarakat pemilik tanah atau ahli waris tidak dapat melakukan pengisian karena keterbatasan pengetahuan atau pendidikan yang dimilikinya, maka Tim Ajudikasi juga membantu atau mengarahkan pengisian formulir SPPTBPF tersebut”. 4 Penandaan Bidang-bidang Tanah pada Peta Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan penandaan bidang-bidang tanah pada peta berdasarkan penelitian dapat diuraikan, sebagai berikut: 413 Hasil Wawancara dengan Bapak Munawar, Keuchik Gampong Mon Ikeun Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, hari Senin, tanggal 16 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. 414 Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006 di Banda Aceh, hari Senin, 25 Nopember 2013, pukul 11.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Bidang tanah yang sudah dipasangi patok tanda batas, maka bidang tanah tersebut digambarkan dalam peta kerja, dan nama-nama pemilik bidang tanah tersebut dicatat dalam daftar penguasaan fisik bidang tanah. Peta kerja identifikasi bidang tanah telah disediakan oleh BPN. Pemilik tanahahli wariswali melakukan penandatanganan daftar pemilik bidang tanah setelah bersangkutan menyepakati letak bidang tanah dalam peta dan data bidang tanah yang ada dalam daftar tersebut. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008, mengatakan: 415 “Penandaan bidang-bidang tanah pada peta yang telah disediakan oleh BPN, dilakukan oleh masyarakat, pemilik tanah atau ahli waris bersama-sama dengan Keuchik dan apatur gampong lainnya seperti Kepala Dusun dan Imam Meunasah. Dalam pelaksanaannya Tim Ajudikasi atas permintaan masyarakat atau aparat gampong juga memberikan bantuan dalam rangka penandaan bidang tanah pada peta”. Selanjutnya Keuchik membuat berita acara tentang kesepakatan warga tersebut. Berita acara memuat jumlah bidang tanah secara keseluruhan, jumlah bidang tanah yang sudah memiliki kejelasan subjek, objeknya dan jumlah bidang tanah yang dianggap masih bermasalah. Pemilik tanah melakukan pengecekan kembali terhadap hal-hal: 1 kepastian pemasangan patok tanda batas; 2 kepastian pengisian formulir pernyataan pemasangan tanda batas dan penguasaan fisik; dan 3 kepastian penggambaran pada peta kerja yang diberi nomor urut bidang tanah. Apabila ketiga hal tersebut sudah dipastikandilakukan, maka pemilik tanah sudah menyelesaikan 415 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara apa yang disebut kesepakatan warga. Sedangkan apabila ada yang belum diselesaikan, maka pemilik tanah harus menyelesaikan dan mengulangi lagi kegiatan tersebut di atas. Menurut Keputusan Kepala BPN No. 114-II2005, waktu yang tersedia bagi masyarakat dalam membangun kesepakatan warga adalah 30 hari, terhitung setelah BPN mengumumkan nama-nama gampong yang memperoleh giliran. Berdasarkan hasil penelitian, kesepakatan warga yang sudah terbangun, masyarakat melalui Keuchik mengajukan kepada Kantor Pertanahan KabupatenKota atau Tim Ajudikasi setempat bahwa gampongnya siap untuk dilakukan pendaftaran tanah. Berdasarkan wawancara dengan Bapak H.M. Ansari Yahya, Keuchik Gampong Baru Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, menyatakan: 416 “Pengajuan kesiapan pendaftaran tanah di Gampong Baru diajukan secara tertulis kepada Tim Ajudikasi dan juga melalui teleponfaks. Permintaan tersebut adakalanya meminta bantuan LSM atau fasilitator yang ada di Gampong Baru untuk menyampaikannya kepada Kantor Pertanahan Panitia Ajudikasi setempat”. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS Tahun 2006, mengatakan: 417 “Permohonan pendaftaran tanah yang diajukan oleh Keuchik gampong atas nama masyarakat gampongpemilik tanah atau ahli waris baru dapat diproses apabila semua tahap kesepakatan warga telah dilakukan. Permohonan pendaftaran tanah yang disampaikan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Tim Ajudikasi dengan memerintahkan satgas pengukuran untuk melakukan koordinasi dengan Keuchik yang bersangkutan dalam rangka pelaksanaan pengukuran”. 416 Hasil Wawancara dengan Bapak H.M. Ansari Yahya, Keuchik Gampong Baru, Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, hari Minggu, 8 Juni 2014, pukul 17.00 WIB. 417 Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006 di Banda Aceh, hari Senin, 25 Nopember 2013, pukul 11.00 WIB. Universitas Sumatera Utara

b. Pendaftaran Tanah

Selesainya pelaksanaan kesepakatan warga, belum berarti masyarakat sudah memperoleh legalitas atas pemilikan tanahnya, tetapi justru merupakan tahap awal bagi BPN untuk melaksanakan pendaftaran tanah. Proses pendaftaran tanah berbasis masyarakat yang dilaksanakan oleh Tim Ajudikasi RALAS dapat dilihat pada skema di bawah ini. Gambar IV.4. Proses Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat 1 Pengukuran dan Pemetaan Pada proses pengukuran dan pemetaan, Satuan Tugas Satgas Yuridis PanitiaTim Ajudikasi melakukan pengumpulan data kepemilikan tanah atau data yuridis formulir yang telah diisi oleh pemilik setiap bidang tanah dan pengumpulan Pe ng ukura n p e m e ta a n Bid a ng Pe ng um p ula n Da ta yurid is Pe m b ukua n ha k d a n Pe ne rb ita n se rtip ika t Pe nye ra ha n se rtip ika t Ke b e ra ta n Pe ng um um a n 30 ha ri Sid a ng Pa nitia Ya tdk Universitas Sumatera Utara data fisik melakukan pengukuran atas bidang tanah yang sebelumnya sudah dipasangi patok tanda batas oleh masyarakat. Dan Satuan Tugas Pengumpul Data Yuridis mengumpulkan formulir dari para pemilik tanah di gampong setempat. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa hal yang dilakukan oleh masyarakat dalam proses pengukuran dan pemetaan, antara lain: 1. pemilik tanahkuasanya atau ahli wariswali, baik laki-laki maupun perempuan berada di lokasi pada saat pengukuran bidang tanah. Dalam pelaksanaannya, terdapat pemilik tanahahli waris yang tidak berada di lokasi pada saat Tim Ajudikasi melakukan pengukuran; 2. kehadiran pihak yang berbatasan sangat diperlukan sebagai saksi pada saat pengukuran bidang tanah yang letaknya bersebelahan asas kontradiktur delimitasi. Dalam pelaksanaannya, saksi batas tidak semuanya hadir pada saat pengukuran dilakukan; 3. pemilik tanahahli wariswali menyerahkan formulir Penguasaan Fisik dan Penanaman Tanda Batas beserta kelengkapan dokumen lainnya yang terkait kepada PanitiaTim Ajudikasi di gampong setempat; 4. pemilik tanahahli wariswali melakukan penandatanganan Gambar Ukur yang di dalamnya tergambar bidang tanahnya masing-masing. Gambar Ukur ini merupakan formulir yang berisikan data ukuran bidang tanah dan keterangan lainnya mengenai bidang tanah yang bersangkutan. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan wawancara dengan Bapak Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 418 “Pada saat dilakukan pengukuran oleh Tim Ajudikasi dihadiri oleh pemilik tanah atau ahli waris dan Keuchik serta aparatur gampong lainnya seperti Kepala Dusun dan Imeum Meunasah serta disaksikan oleh pemilik atau ahli waris pemilik batas tanah. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua pemilik tanah atau ahli waris begitu juga pemilik batas tanah atau ahli warisnya hadir pada acara pengukuran tersebut. Ketidakhadiran pihak-pihak tersebut pada umumnya disebabkan karena bertempat tinggal di lokasi pengungsian yang berjauhan dan juga karena terlambatnya mendapatkan informasi tentang pelaksanaan kegiatan”. Pernyataan Keuchik Gampong Pulot tersebut di atas hampir bersamaan dengan pernyataan dari Keuchik Gampong Pande Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, yang mengatakan: 419 “Selain alasan berjauh tempat tinggal, ketidakhadiran beberapa pemilik tanah atau ahli waris atau pemilik batas tanah atau ahli waris pada saat pengukuran oleh Tim Ajudikasi juga karena pada saat pengukuran dilakukan pemilik tanah sedang mencari nafkah ke tempat lain seperti bertani dan melaut”. Berdasarkan wawancara dengan Kakanwil BPN Provinsi Aceh, mengatakan: 420 “Pada saat pengukuran dilakukan oleh petugas ukur Tim Ajudikasi RALAS ternyata pemilik tanah atau ahli warisnya tidak hadir, maka dapat dijadwal kembali pelaksanaannya. Keuchik gampong yang bersangkutan mengkonfirmasikan kembali kepada pemilik tanah atau ahli waris dan memberitahukan kepada Tim Ajudikasi tentang pelaksanaan pengukuran terhadap tanah tersebut”. Berdasarkan hasil penelitian, pada prinsipnya masyarakat terutama pemilik tanahahli dan pemilik batas tanahahli waris mendukung dan aktif terhadap 418 Hasil Wawancara dengan Bapak Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, di Pulot, hari Minggu, tanggal 8 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. 419 Hasil Wawancara dengan Bapak Amiruddin, Keuchik Gampong Pande Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, hari Selasa, tanggal 17 Juni 2014, pukul 14.00 WIB. 420 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Aceh, di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 11.00 WIB. Universitas Sumatera Utara pengukuran tanah yang dilakukan oleh Tim Ajudikasi. Namun ketidakhadiran masyarakat dan pemilik tanahahli waris termasuk pemilik batas tanahahli waris antara lain disebabkan faktor berjauhan tempat tinggalpengungsian, terlambat mendapatkan informasi dan tidak berada di lokasi pada saat pengukuran dilakukan karena sedang mencari nafkah di luar gampong. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh, mengatakan: 421 “Dalam rangka menghindari ketidakhadiran masyarakat terutama pemilik tanahahli waris atau pemilik batas tanah atau aparatur gampong pada saat kegiatan Tim Ajudikasi RALAS di lapangan seperti kegiatan pengukuran terutama karena sedang mencari nafkah di luar gampong, maka manajemen RALAS memerintahkan kepada Tim Ajudikasi untuk menyesuaikan kegiatan di lapangan dengan waktu-waktu yang tepat dengan memperhatikan kondisi dan kearifan lokal masyarakat setempat”. 2 Sidang Panitia Pada pelaksanaan sidang panitia, dihadiri oleh Panitia Ajudikasi beserta Satgasnya, Petugas Kantor Pertanahan setempat dan Tim Gampong terdiri dari Keucik, aparat gampong dan Tuha Peut untuk membahas dan memverifikasi data bidang tanah hasil pengukuran dan data yuridis hasil pengumpulan data yuridis yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan. Peran aktif Tim Gampong sangat menentukan “apakah kebenaran pengakuanpemilikan bidang tanah oleh seseorang adalah benar atau tidak”. Penilaian dan kesaksian dari Tim Gampong untuk menghindari sengketa kepemilikan tanah bahkan dapat mengurangi sanggahan yang mungkin terjadi saat pengumuman data fisik dan data yuridis dilaksanakan. 421 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil penelitan partisipasi masyarakat terutama pemilik tanah dalam tahapan sidang panitia adalah pasif, karena sidang panitia dilakukan oleh Panitia “A” yang tidak melibatkan masyarakat umum atau pemilik tanahahli warisnya. Keterwakilan masyarakat atau pemilik tanah dalam kepanitiaan tersebut dilakukan oleh aparatur gampong yaitu Keuchik yang berkedudukan sebagai anggota panitia “A”. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa partisipasi masyarakat terutama aparatur gampong yang menjadi anggota panitia “A” dalam sidang panitia, yaitu: 1. menghadiri setiap acara sidang panitia yang diselenggarakan oleh Panitia Ajudikasi sesuai dengan tempat dan jadwal waktu sidang; 2. membawa datadokumen yang tersedia sebagai bahan rujukan dalam menentukan kebenaran pengakuan fisikpemilikan tanah, batas bidang tanah. Dokumen dimaksud bisa berupa peta kerja hasil identifikasi bidang tanah, daftar pemilikan bidang tanah, daftar tanah musnah, daftar kepala keluarga kartu keluarga dan lain-lain; 3. memberikan informasi yang tepat dan akurat kepada Panitia Ajudikasi mengenai hasil kesepakatan warga baik untuk batas bidang tanah maupun kepemilikan tanah; 4. menyatakan apabila ditemukan adanya ketidakbenaran data fisik batas bidang, letak dan luas tanah dan atau data yuridis nama pemilik tanah dan Universitas Sumatera Utara status tanah saat sidang berlangsung, sehingga dapat dibahas dan diklarifikasi kebenaran data dimaksud. Berdasarkan hasil penelitian sesuai wawancara dengan Bapak Hermawan, Keuchik Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, 422 dan Bapak Amiruddin, Keuchik Gampong Pande Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, mengatakan: 423 “Walaupun masyarakat atau pemilik tanahahli waris tidak ikut menghadiri rapat pantia “A”, namun partisipasi masyarakat tetap dapat diberikan melalui Keuchik yang ikut dalam sidang sebagai panitia. Keaktifan masyarakat terutama pemilik tanahahli waris, juga berupa percepatan perbaikan dan melengkapi data atau dokumen kepemilikan tanah setelah dilakukan pemeriksaan oleh panitia “A”. 3 Pengumuman Panitia Ajudikasi mengumumkan data fisik hasil pengukuran dan pemetaan dan data yuridis kepada masyarakat selama 30 tiga puluh hari di tempat-tempat yang mudah dijangkau masyarakat, misalnya Kantor Pertanahan, kantor Panitia Ajudikasi, kantor gampong, meunasah, RTRW, base camp, tempat pengungsian, dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengumuman, yaitu: 1. melihat pengumuman di tempat terdekat di mana pengumuman disampaikanditempelkan, untuk kepentingan kebenarankepastian peta dan nomor letak bidang tanahnya, kebenarankepastian nomor letak bidang tanah pada daftar data fisik dan data yuridis bidang tanah, dan memastikan data 422 Hasil Wawancara dengan Bapak Hermawan, Keuchik Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, hari Senin, tanggal 16 Juni 2014, pukul 17.00 WIB. 423 Hasil Wawancara dengan Bapak Amiruddin, Keuchik Gampong Pande Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, hari Selasa, tanggal 17 Juni 2014, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara yang ada dalam daftar. Fasilitator membantu masyarakat dalam membaca hasil pengumuman dan memastikan bahwa setiap pemilik tanah mengetahui hasil pengumuman dengan benar; 2. pemilik tanahahli warisnya memberi persetujuan jika hasil pengumuman tersebut sesuai dengan kondisikeadaan yang sebenarnya baik data fisik maupun data yuridis dengan mengisi formulir persetujuan terhadap hasil pengumuman data fisik dan data yuridis, dan memberi tanggapan jika ada keberatan kepada Panitia Ajudikasi atau melalui Keuchik setempat dengan menyebutkan materi keberatannya; 3. masyarakat dan Keuchik, memberikan prioritas dalam memperoleh informasi data fisik dan data yuridis kepada perempuan janda dan anak yatim. Fasilitator, petugas BPN atau masyarakat lainnya yang lebih mengetahui juga membantu dan membimbing mereka supaya mengerti dan memahami dari pengumuman tersebut; 4. keberatan oleh pemilik tanahahli waris menyangkut kesalahan teknis, maka pengaduan disampaikan kepada Panitia Ajudikasi di base camp, tetapi jika pengaduan lebih berkaitan dengan kesepakatan pemilikan tanah maka keberatan tersebut disampaikan kepada Keuchik; 5. keberatan pemilik tanah atau ahli waris yang tidak dapat diselesaikan dan karena menyangkut kewenangan lembaga peradilan, pemilik tanahahli waris mengajukan keberatan dimaksud kepada Mahkamah Syariah atau Pengadilan Negeri setempat. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan wawancara dengan Bapak Munawar, Keuchik Gampong Mon Ikeun Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 424 “Keuchik dibantu oleh Kepala Dusun dan Imeum Meunasah memberitahukan kepada masyarakat terutama pemilik tanahahli waris atau pemilik batas atau ahli waris untuk melihat pengumuman. Pada saat pengumuman terdapat pihak yang mengajukan keberatan, pada umumnya keberatan yang disampaikan oleh masyarakat adalah berkaitan dengan luas dan kepemilikan tanah. Terhadap keberatan kepemilikan tanah, selanjutnya diselesaikan oleh Keuchik bersama- sama dengan aparatur gampong setelah melakukan koordinasi dan musyawarah dengan pihak-pihak terkait. Sedangkan berkaitan dengan keberatan luas dilanjutkan kepada Tim Ajudikasi”. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008, mengatakan: 425 “Pada saat pengumuman dilakukan oleh Tim Ajudikasi, ditemui beberapa keberatan berkaitan dengan luas yang diajukan oleh masyarakat pemilik tanah atau ahli waris. Keberatan tersebut selanjutnya dibahas oleh satgas pengukuran dengan memperhatikan bukti dan data-data yang tersedia. Terhadap keberatan yang dapat diterima, petugas pengukuran segera melakukan pengukuran ulang dan memperbaiki luasnya”. 4 Pembukuan Hak dan Penerbitan Sertipikat Setelah tahapan pengumuman selesai dilakukan, terhadap bidang tanah yang tidak diajukan keberatan, maka petugas Kantor Pertanahan KabupatenKota setempat segera memproses pembuatan buku tanah dan sertipikatnya. Bidang tanah yang masih bermasalah dan hanya dibuatkan buku tanahnya saja, ternyata kemudian pemilik atau kuasanya dapat menyelesaikan masalahnya dapat segera mendaftarkan tanahnya ke Kantor Pertanahan setempat untuk segera memperoleh sertipikatnya. Jika pengajuan dilakukan tidak lebih dari satu tahun atau program masih berjalan maka kepada yang 424 Hasil Wawancara dengan Bapak Munawar, Keuchik Gampong Mon Ikeun Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, hari Senin, tanggal 16 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. 425 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara bersangkutan tidak dikenakan biaya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 15 UU No. 48 Tahun 2007, bahkan masyarakat dibebaskan sampai dengan tahun 2009. 426 Berdasarkan hasil penelitian, partisipasi masyarakat dalam rangka pembukuan hak dan penerbitan sertipikat dilakukan dalam bentuk pasif yaitu hanya memperhatikan dan mengevaluasi kinerjapelaksanaan yang dilakukan oleh Tim Ajudikasi. Masyarakat pemilik tanah atau ahli warisnya memperhatikan dan mengevaluasi serta mempertanyakan penyelesaian sertipikat yang dibuat oleh PanitiaTim Ajudikasi yang melebihi batas maksimal yang ditetapkan dalam manual kesepakatan warga yaitu 15 lima belas hari kerja setelah berakhirnya masa pengumuman dan masa jawaban sanggahan untuk satu wilayah pendaftaran tanah atau gampong. Masyarakat pemilik tanah atau ahli warisnya juga memperhatikan dan mengevaluasi kesesuaian luas, letak dan batas-batas tanah yang tercantum dalam sertipikat hak atas tanah dengan kondisi fisik tanahnya. 5 Penyerahan Sertipikat Penyerahan sertipikat bagi bidang tanah yang tidak bermasalah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan atau melalui Panitia Ajudikasi kepada pemegang hak 426 Pasal 15 UU No. 48 Tahun 2007, menyebutkan: Permohonan penerbitan tanda bukti hak pengganti, konversi hak atas tanah, pengakuan hak atas tanah, atau penetapan hak atas tanah dan pendaftarannya bagi masyarakat di wilayah pasca bencana gempa bumi dan tsunami tidak dikenakan biaya, bea, dan pajak sampai dengan tahun 2009. Universitas Sumatera Utara sesuai dengan catatan pada buku tanah atau pihak yang diberi kuasa tertulis oleh yang bersangkutan. Pasal 31 ayat 3 PP No. 24 Tahun 1997, menyebutkan: “Sertipikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya”. Menurut Boedi Harsono bahwa sertipikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang dikuasakan olehnya. Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertipikat diterimakan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang lain. 427 Keputusan Kepala BPN No. 114-II2005, menyebutkan: bahwa penyerahan sertipikat dilakukan secara bersama-sama. Pemilik tanahkuasanya, ahli wariswali, baik laki-laki maupun perempuan, harus mengambilnya sendiri-sendiri. Berdasarkan hasil penelitian, penyerahan sertipikat hak atas tanah juga diserahkan oleh Keuchik kepada pemegang hak atas tanah. Hal ini dapat dilakukan karena Keuchik merupakan bahagian dari anggota Tim Ajudikasi dan yang lebih mengertimemahami identitas warganya sebagai pemegang hak atas tanah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Munawar, Keuchik Gampong Mon Ikeun Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, 428 427 Boedi Harsono, 2005, Op.Cit, hal. 501. dan Bapak Hermawan, 428 Hasil Wawancara dengan Bapak Munawar, Keuchik Gampong Mon Ikeun Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, hari Senin, tanggal 16 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Keuchik Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, 429 serta Bapak Amiruddin, Keuchik Gampong Pande Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, 430 “Sertipikat hak atas tanah yang telah dibuat oleh Tim Ajudikasi diserahkan langsung oleh Tim Ajudikasi kepada pemilik yang tercantum dalam sertipikat tanah. Penyerahan yang dilakukan oleh Tim Ajudikasi tersebut didampingi oleh Keuchik atau aparat gampong. Terhadap pemilik tanah yang tidak hadir beberapa kali pada saat penyerahan sertipikat yang dilakukan oleh tim ajudikasi, maka untuk efisiensi sertipikat dibagikan oleh Keuchik dan melaporkan kepada Tim Ajudikasi”. mengatakan: Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan masyarakat terutama pemilik tanah atau ahli warisnya dalam tahapan penyerahan sertipikat, yaitu: 1. Tim Ajudikasi bersama-sama dengan Keuchik melakukan penyerahan sertipikat hak atas tanah kepada yang bersangkutan; 2. pemilik tanah atau ahli wariswali atau kuasanya, baik laki-laki maupun perempuan mengambil sendiri sertipikatnya; 3. pemegang hak atas tanah tidak diperkenankan mengeluarkan biaya apapun kepada petugas Kantor PertanahanTim Ajudikasi; 4. mendengar dan mengikuti penjelasan tentang hal-hal menyangkut hak dan kewajiban sebagai pemegang hak atas tanah dari Tim AjudikasiKantor Pertanahan; Berdasarkan wawancara dengan Bapak Hermawan, Keuchik Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 431 429 Hasil Wawancara dengan Bapak Hermawan, Keuchik Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, hari Senin, tanggal 16 Juni 2014, pukul 17.00 WIB. 430 Hasil Wawancara dengan Bapak Amiruddin, Keuchik Gampong Pande Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, hari Selasa, tanggal 17 Juni 2014, pukul 14.00 WIB. 431 Hasil Wawancara dengan Bapak Hermawan, Keuchik Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, hari Senin, tanggal 16 Juni 2014, pukul 17.00 WIB. Universitas Sumatera Utara “Beberapa masyarakat pemilik tanah atau ahli waris melaporkan tentang ketidaksesuaian luas dan bentuk tanah antara sertipikat dengan keadaan sebenarnya. Terhadap keberatan ini pemilik tanah diminta untuk melaporkan langsung kepada Tim Ajudikasi. Dalam kenyataannya juga ada pemilik tanah yang melaporkan ketidaksesuaian data dalam sertipikat dengan keadaan di lapangan setelah RALAS berakhir, terhadap hal ini disarankan untuk melaporkan langsung kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar”. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 432 “Terdapat beberapa keberatan terhadap sertipikat yang dibuat oleh Tim Ajudikasi RALAS yang diajukan setelah RALAS berakhir. Permasalahan ini diselesaikan oleh petugas Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar secara normal sesuai dengan ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah beserta peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan MNAKepala BPN No. 3 Tahun 1997”.

3. Hambatan-hambatan dan Solusi dalam Partisipasi Masyarakat

Sebagaimana telah diuraikan, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan rekonstruksi pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh dilakukan mulai dari tahapan awal kegiatan kesepakatan warga hingga kegiatan penerbitan dan penyerahan sertipikat hak atas tanah pelaksanaan pendaftaran tanah. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan beberapa faktor penyebab yang menjadi hambatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan rekonstruksi pertanahan baik yang bersifat internal seperti keaktifan masyarakat itu sendiri maupun faktor eksternal yaitu keterlibatan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam rekonstruksi baik rekonstruksi secara umum maupun rekonstruksi pertanahan itu sendiri. Penyebab terhambatnya partisipasi masyarakat dalam rekonstruksi pertanahan antara lain meliputi: keaktivan masyarakat atau pemilik tanahahli waris dalam setiap tahapan 432 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar di Jantho, hari Rabu, 20 November 2013, pukul 11.00 WIB. Universitas Sumatera Utara pelaksanaan kegiatan, kondisi fisik tanah, kondisi bukti kepemilikan tanah, keterbatasan waktu pelaksanaan kegiatan, kondisi trauma yang masih dialami pasca bencana dan sosialisasi serta informasi tentang waktu pelaksanaan kegiatan. Masyarakat, tokoh masyarakat, aparatur gampong dan pemilik tanah sebagai pihak yang mengetahui tentang kondisi tanah yang didaftarkan banyak yang tidak hadir pada saat dilakukan kegiatan baik kegiatan kesepakatan warga maupun kegiatan pendaftaran tanah. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya masyarakat, tokoh masyarakat, aparatur gampong dan pemilik tanah telah meninggal dunia. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 433 “Banyaknya pemilik tanah meninggal dunia atau tidak diketahui keberadaannya, menghambat pelaksanaan pendaftaran tanah oleh tim judikasi, karena banyak tanah-tanah yang tidak diketahui lagi pemilik atau ahli warisnya. Keadaan tersebut diperparah lagi karena masyarakat yang memahami tentang kepemilikan tanah di gampong Pulot terutama tokoh masyarakat dan aparatur gampong banyak yang meninggal dunia atau tidak diketahui keberadaannya”. Mengatasi kendala tersebut apabila pemilik tanah meninggal duniahilang atau tidak diketahui keberadaannya maka dalam setiap tahapan kegiatan dapat dilakukan oleh ahli waris yang sah. Ahli waris yang sah dibuktikan dengan putusan dari Mahkamah Syari’ah KabupatenKota setempat. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008, mengatakan: 434 “Berdasarkan data laporan dari Tim Ajudikasi RALAS, salah satu permasalahan yang dihadapi oleh petugas fisik dan yuridis di lapangan adalah 433 Hasil Wawancara dengan Bapak Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, di Pulot, hari Minggu, tanggal 8 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. 434 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara pemilik tanah tidak dapat hadir karena tidak diketahui keberadaannya. Hal ini mempengaruhi pencapaian realisasi kegiatan RALAS. Mengatasi hal tersebut maka kepemilikan atas tanahnya dapat diwakili oleh ahli waris yang dibuktikan dengan penetapan Mahkamah Syari’ah. Pada tahap pelaksanaan pendaftaran tanah masih terdapat ahli waris yang belum mempunyai penetapan ahli waris”. Berdasarkan hasil penelitian sidang penetapan ahli waris korban tsunami oleh Mahkamah Syari’ah dilakukan di lapangan yaitu di gampong yang bersangkutan sehingga penetapan ahli waris dapat dilakukan dengan cepat. Berbeda halnya dalam kondisi normal di mana sidang penetapan ahli waris dilakukan di Kantor Mahkamah Syari’ah yang bersangkutan. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Syarif, Keuchik Gampong Lam Dingin, Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh, mengatakan: 435 “Untuk membuktikan ahli waris dari pemilik tanah dalam rangka pensertipikatan tanah oleh Tim Ajudikasi RALAS harus dilakukan penetapan oleh Mahkamah Syari’ah. Mahkamah Syari’ah melakukan penetapan ahli waris dengan mengadakan sidang di lapangan di gampong. Pelaksanaan sidang di lapangan sangat efektif terutama dari segi waktu. Masyarakat tidak dipungut biaya dalam penetapan ahli waris tersebut”. Saat identifikasi bidang tanah dan pelaksanaan pengukuran bidang tanah, masyarakat, tokoh masyarakat, aparatur gampong dan pemilik tanah atau ahli waris yang sah mengalami kesulitan dalam penentuan bidang tanah. Hal ini disebabkan karena kondisi fisik tanah yang hancur dan rusak termasuk tanah musnah. Tanda batas bidang tanah banyak yang hancur dan rusak baik tanda batas permanen maupun batas alam seperti pohon besar dan perkuburan umum. Berdasarkan wawancara dengan Bapak H.M. Ansari Yahya, Keuchik Gampong Baru, Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, mengatakan: 436 435 Hasil Wawancara dengan Bapak Syarif, Keuchik Gampong Lam Dingin, Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh, hari Minggu, 8 Juni 2014, pukul 10.10 WIB. Universitas Sumatera Utara “Dalam rangka mengatasi permasalahan hambatan pengukuran oleh Tim Ajudikasi berkaitan kondisi fisik tanah yang sulit untuk diidentifikasi ditempuh dengan cara mengefektifkan kesepakatan warga, karena pihak-pihak yang terlibat dalam kesepakatan warga terutama tokoh masyarakat dan aparatur gampong dianggap sangat mengetahui kondisi dan keberadaan bidang tanah sebelum bencana terjadi”. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008, mengatakan: 437 “Untuk mengatasi hambatan pengukuran dan kepemilikan tanah dalam kondisi fisik tanah yang hancur pasca bencana dapat di atasi dengan langkah penandaan pada peta kerja serta mengumumkan kepada masyarakat, sehingga apabila terdapat pihak yang berkeberatan akan dilakukan pengecekan ulang dan dilakukan musyawarah dengan masyarakat, aparatur desa dan pihak yang berkepentingan dalam rangka menemukan dan menentukan pemilik atau ahli waris yang sebenarnya atau yang lebih berhak terhadap bidang tanah tersebut”. Partisipasi masyarakat juga dipengaruhi rasa pesimisme masyarakat termasuk pemilik tanah atau ahli warisnya karena banyak alas hak atau bukti kepemilikan tanah tidak ada lagi karena hilang atau rusak pada peristiwa tsunami. Masyarakat terutama pemilik tanah atau ahli waris yang sah merasa pesimis tanahnya dapat disertipikatkan oleh Tim Ajudikasi RALAS karena tidak dapat membuktikan secara yuridis. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 438 “Masyarakat yang surat-surat tanahnya tidak ada lagi karena hancur atau hilang pada peristiwa tsunami kurang optimis tanahnya dapat disertipikatkan oleh Tim Ajudikasi. Kesan ini mempengaruhi minat masyarakat terutama pemilik tanah atau ahli warisnya untuk hadir baik pada kegiatan kesepakatan warga maupun pada kegiatan pendaftaran tanah”. 436 Hasil Wawancara dengan Bapak H.M. Ansari Yahya, Keuchik Gampong Baru, Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, hari Minggu, 8 Juni 2014, pukul 17.00 WIB. 437 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 14.00 WIB. 438 Hasil Wawancara dengan Bapak Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, di Pulot, hari Minggu, tanggal 8 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 439 “Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah oleh Tim Ajudikasi RALAS terdapat kendala berkaitan dengan anggapan masyarakat bahwa BPN tidak akan membuat sertipikat karena surat-surat bukti kepemilikan tanah tidak dipunyai lagi. Anggapan tersebut tidak benar dan dapat diatasi dengan cara mengefektifkan kesepakatan warga dan keharusan mengisi formulir SPPTBPF. SPPTBPF tersebut dapat dijadikan dasar dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah atas nama pemilik tanah atau ahli warisnya. Solusi ini merupakan upaya untuk mengatasi bukti kepemilikan tanah yang hilang dan hancur karena peristiwa tsunami”. Berdasarkan penelitian masyarakat terutama pemilik tanah atau ahli warisnya tidak berada di lokasi kegiatan pendaftaran tanah pada saat Tim Ajudikasi melakukan kegiatan lapangan pengukuran atau pengumpulan data yuridis karena sedang mencari nafkah seperti petani dan nelayan. Hal ini dapat menghambat partisipasi masyarakat dan terkendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah oleh Tim Ajudikasi. Masyarakat yang berprofesi nelayan biasanya pada hari Jum’at tidak melaut, 440 439 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar di Jantho, hari Rabu, 20 November 2013, pukul 11.00 WIB. dengan demikian pada hari Jum’at masyarakat pada umumnya berada di gampong. Namun lain halnya dengan petugas Tim Ajudikasi, di mana pada hari Jum’at beranggapan tidak efektif untuk melakukan kegiatan di lapangan dan lebih 440 Hari Jum’at merupakan hari yang sakral bagi masyarakat Aceh, hari Jum’at dilarang menangkap ikan dengan pukat. Cara lain boleh dilakukan pada hari itu, tetapi dengan pukat tidak dibenarkan, sama halnya pantangan seperti membajak. Larangan ini erat kaitannya dengan ibadah Jum’at, pada hari itu akan sulit dipenuhi jika pergi ke laut. Karena itu pada hari Jum’at kelihatan pawang komandan kapal dan anak buahnya berkeliaran dalam pakaian terbaik mereka. Kesempatan itu juga digunakan untuk urusan keluarga. Syamsuddin Daud dan Miftachuddin Cut Adek, Adat Meulaot: Adat Menangkap Ikan di Laut, Banda Aceh: CV. Boebon Jaya, 2010, hal. 22-23. Sehingga pada hari Jum’at ini kesempatan bagi petugas Tim Ajudikasi untuk menjumpai masyarakat di rumahnya. Universitas Sumatera Utara memfokuskan pekerjaan administrasi di kantor. Hal ini merupakan kontradiktur dengan kearifan lokal masyarakat adat setempat. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 441 “Warga masyarakat Gampong Pulot banyak bekerja sebagai nelayan atau melaut. Hampir setiap hari mereka melakukan kegiatan di laut kecuali hari Jum’at. Hari Jum’at umumnya mereka berada di gampong namun disayangkan pada hari tersebut Tim Ajudikasi tidak selalu melakukan kegiatan di lapangan baik kegiatan pengukuran maupun pengumpulan data yuridis”. Berdasarkan hasil penelitian, kendala tersebut diatasi oleh pimpinan BPN dan RALAS dengan memberikan pemahaman kepada petugas Tim Ajudikasi agar dalam setiap tahapan kegiatan pendaftaran tanah, memperhatikan budaya lokal, di mana pada waktu-waktu masyarakat berada di gampong, petugas lebih memprioritaskan kegiatannya di lapangan bersama-sama dengan masyarakat. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kakanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006, mengatakan: 442 “Sesuai evaluasi yang dilakukan oleh manajemen RALAS, partisipasi masyarakat tidak dapat diberikan secara maksimal karena kurangnya pemahaman petugas Tim Ajudikasi terhadap kondisi masyarakat setempat antara lain dalam penyesuaian waktu kegiatan dengan aktivitas masyarakat misalnya pada hari-hari tertentu hari Jum’at di mana masyarakat pada umumnya berada di gampong karena tidak melakukan kegiatan seperti melaut. Managemen Ralas memberikan pemahaman kepada Ketua Tim Ajudikasi untuk menyesuaikan dengan kondisi dan aktivitas masyarakat terutama dalam melakukan kegiatan lapangan”. 441 Hasil Wawancara dengan Bapak Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, di Pulot, hari Minggu, tanggal 8 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. 442 Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006 di Banda Aceh, hari Senin, 25 Nopember 2013, pukul 11.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil penelitian partisipasi masyarakat dalam rekonstruksi pertanahan juga terkendala karena masyarakatpemilik tanah atau ahli waris masih mengalami traumatik akibat bencana gempa dan tsunami terutama pada awal pelaksanaan kegiatan rekonstruksi pertanahan. Pada umumnya rasa trauma terhadap peristiwa gempa dan tsunami dialami oleh masyarakat yang berdomisili di wilayah yang berdekatan dengan pantai atau laut. Masyarakat lebih memikirkan dan mengutamakan keselamatan diri jiwa apabila bencana yang sama menimpa wilayahnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar. 443 Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006, mengatakan: 444 “Kondisi trauma yang masih dialami oleh masyarakat pasca tsunami, mempengaruhi keaktifan masyarakat dalam pendaftaran tanah oleh Tim Ajudikasi. Untuk mengatasi kondisi tersebut, Pemerintah termasuk pihak- pihak terkait seperti tokoh masyarakat, ulama termasuk BPN dan LSMNGO ikut aktif dalam memberikan pemahaman untuk mengatasi dan menormalkan atau memulihkan kembali trauma yang dialami oleh masyarakat. Upaya yang ditempuh antara lain melalui penyuluhan agama, hukum, sosial dan budaya”. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan rekonstruksi pertanahan juga dipengaruhi oleh lokasi pengungsian yang jauh dari lokasi pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah. Masyarakat, pemilik tanah atau ahli warisnya terkendala untuk menghadiri dan mengikuti kegiatan kesepakatan warga dan pendaftaran tanah yang dilakukan di gampong asalnya, antara lain karena tidak ada atau terlambatnya 443 Hasil Wawancara dengan Bapak Salamuddin, Keuchik Gampong Pulot Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, di Pulot, hari Minggu, tanggal 8 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. 444 Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006 di Banda Aceh, hari Senin, 25 Nopember 2013, pukul 11.00 WIB. Universitas Sumatera Utara informasi tentang waktu pelaksanaannya dan keterbatasan transportasi. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan Bapak Ridwan, Keuchik Gampong Jawa Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh. 445 Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008, mengatakan: 446 “Tempat pengunsian yang berjauhan dengan lokasi kegiatan ajudikasi RALAS merupakan salah satu faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam melakukan pendaftaran tanah. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi kendala tersebut dilakukan dengan cara mengutamakan atau mendahulukan informasi kepada masyarakat yang berdomisili di pengungsian yang berjauhan dengan lokasi kegiatan. Terhadap masyarakat atau pemilik tanah yang tidak hadir karena berjauhan domisili dengan lokasi kegiatan pendaftaran tanah diberikan toleransi oleh Tim Ajudikasi untuk hadir dalam kesempatan lain yang disepakati”. 445 Hasil Wawancara dengan Bapak Ridwan, Keuchik Gampong Jawa Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, hari Selasa, tanggal 17 Juni 2014, pukul 16.00 WIB. 446 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN