BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Aturan
hukum yang dipergunakan dalam rekonstruksi pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh adalah Keputusan Kepala BPN No. 114-II2005 dan PERPU
No. 2 Tahun 2007 UU No. 48 Tahun 2007. Kedua aturan hukum tersebut belum memadai untuk dijadikan dasar dalam pelaksanaan rekonstruksi
pertanahan. Belum memadai aturan hukum tersebut antara lain karena SK Kepala BPN No. 114-II2005 tidak mengatur substansi penggantian sertipikat
hilang. Substansi penggantian sertipikat hilang hanya ditemui dalam PERPU No. 2 Tahun 2007 UU No. 48 Tahun 2007 namun PERPU tersebut baru
diterbitkan pada saat rekonstruksi pertanahan telah berjalan lebih kurang tiga tahun dan tidak ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksananya. Sedangkan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tidak dapat sepenuhnya diterapkan dalam rekonstruksi pertanahan pasca tsunami. Dampak dari permasalahan
hukum tersebut mengakibatkan rekonstruksi pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh tidak berjalan maksimal. Pendaftaran tanah dalam Keputusan
Kepala BPN No. 114-II2005 secara substansi terdapat beberapa perbedaan dengan PP No. 24 Tahun 1997, terutama berkaitan dengan pastisipasi
masyarakat, peran Badan Pertanahan Nasional serta keterlibatan pihak LSMNGO, sebagai fasilitator.
Universitas Sumatera Utara
2. Badan Pertanahan Nasional BPN mempunyai peranan lebih besar dalam rekonstruksi pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh, namun belum
dilakukan secara maksimal. Berbeda halnya dengan peran BPN pada pendaftaran tanah secara normal sesuai PP No. 24 Tahun 1997, peran BPN
pada rekonstruksi pertanahan pasca tsunami berdasarkan SK Kepala BPN No. 114-II2005 tidak hanya berkaitan dengan pelaksanaan teknis pendaftaran
tanah, tetapi juga berperan dalam penyelamatan dokumen pertanahan, penetapan lokasi, mempasilitasi kesepakatan warga dan pelaksanaan
pendaftaran tanah. Peran yang belum maksimal dilakukan oleh BPN dapat terlihat dalam pencapaian realisasi target kegiatan. Dari target yang telah
direncanakan yaitu sebanyak 600.000 enam ratus ribu bidang bidang tanah, sampai berakhirnya kegiatan RALAS, BPN hanya mampu menyelesaikan
sertipikat hak atas tanah sebanyak 231.316 dua ratus tiga puluh satu ribu tiga ratus enam belas bidang tanah.
3. Masyarakat yang terdiri dari masyarakat gampong, pemilik tanah atau ahli waris serta lembaga adat mempunyai peranan penting dalam rekonstruksi
pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh, namum partisipasi masyarakat dalam rekonstruksi pertanahan tersebut masih kurang. Masyarakat dan
lembaga adat diikutsertakan dalam berbagai kegiatan rekonstruksi pertanahan baik dalam kegiatan kesepakatan warga maupun dalam setiap tahapan
kegiatan pendaftaran tanah. Keterlibatan masyarakat tersebut secara tegas diatur dalam SK Kepala BPN No. 114-II2005 serta merupakan amanat dari
Universitas Sumatera Utara
UU No. 114-II2007, dan hal ini pula yang membedakan dengan pendaftaran tanah secara norma sebagaimana diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997.
Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan rekonstruksi pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh, antara lain terlihat dari banyaknya
masyarakat terutama pemilik tanahahli waris dan pihak yang berbatasan tidak hadir pada saat dilakukan penyuluhan, sosialiasi, penunjukan batas dan
pengukuran; masyarakat tidak aktif atau kurang seksama dalam memperhatikan pengumuman data yuridis dan data fisik, serta terlambat
menyampaikan keberatansanggahan kepada petugas Tim Ajudikasi. Kendala- kendala dalam partisipasi masyarakat, antara lain: masyarakat pemilik
tanahahli waris masih mengalami trauma terutama pada awal pelaksanaan kegiatan; kurangnya informasi waktu pelaksanaan program; dan bertempat
tinggal di pengungsian yang berjauhan dengan lokasi bencana.
B. Saran