Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Kegiatan RALAS dan Solusi

penyerahan sertipikat di lokasi yang ditentukan. Undangan berisi syarat-syarat pengambilan sertipikat. Sebagai bukti bahwa sertipikat telah diserahkan, pemegang sertipikat atau kuasanya membubuhkan tanda tangan pada formulir yang disediakan. Pemilik tanah atau kuasanya menerima sertipikat termasuk perempuan pemilik tanah harus hadir dalam pertemuan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, penyerahan sertipikat dilakukan oleh Tim Ajudikasi kepada pemilinya atau kuasanya, namun dilapangan ditemukan juga dimana penyerahan sertipikat dilakukan oleh tim Ajudikasi kepada Keuchik, selanjutnya Keuchik menyerahkannya kepada pemegang hak atas tanah yang namanya tercantum dalam sertipikat. Hal ini senada dengan pernyataan Bapak H.M. Ansari Yahya Keuchik Gampong Baru. 303 Berdasarkan hasil penelitian, pada saat penyerahan sertipikat oleh Tim Ajudikasi, masyarakat memperoleh penjelasan tentang hal-hal menyangkut hak dan kewajiban sebagai pemilik tanah, proses peralihan hak, dan lain-lain.

3. Penyelesaian Permasalahan dalam Rekonstruksi Pertanahan

a. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Kegiatan RALAS dan Solusi

Berdasarkan hasil penelitian rekonstruksi pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh yang dilaksanakan melalui kegiatan RALAS ditemui beberapa 303 Hasil Wawancara dengan Bapak H.M. Ansari Yahya, Keuchik Gampong Baru, Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, hari Minggu, 8 Juni 2014, pukul 17.00 WIB. Universitas Sumatera Utara hambatan. Hambatan-hambatan tersebut mempengaruhi realisasi pelaksanaan pendaftaran tanah oleh Tim Ajudikasi RALAS. Berdasarkan kajian hambatan-hambatan yang menghambat penyelesaian pendaftaran tanah di lokasi kegiatan Ajudikasi RALAS antara lain dipengaruhi oleh faktor permasalahan kondisi pertanahan pasca bencana, ketersediaan aturan hukum, kesiapan pelaksana dan kondisi kemasyarakatan. Permasalahan pertanahan pasca tsunami yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan kegiatan rekonstruksi pertanahan antara lain meliputi; hilang dan rusaknya batas-batas tanah, meninggal atau tidak diketahui pemilik tanah atau ahli warisnya termasuk pihak yang berbatasan dan aparatur gampong, kondisi dokumen pertanahan termasuk sertipikat yang berada pada masyarakat. Kondisi fisik tanah mengakibatkan sulitnya mengidentifikasi batas tanah. Batas-batas tanah banyak yang telah hilang termasuk batas-batas alam seperti bangunan, tanamanpohon besar, tempat pemakaman, sungai, jalan dan batas alam lainnya. Berdasarkan wawancara dengan Amiruddin, Keuchik Gampong Pande Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, mengatakan: 304 “Di Gampong Pande bencana tsunami telah menghancurkan bangunan rumah masyarakat dan bahkan sisa pondasi bangunanpun tidak terlihat lagi, begitu juga pohon-pohon besar yang telah berusia puluhan tahun tidak diketahui lagi keberadaannya, hal ini sangat sulit untuk mengetahui dengan jelas bentuk dan batas-batas tanah milik masyarakat”. 304 Hasil Wawancara dengan Amiruddin, Keuchik Gampong Pande Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, hari Senin, tanggal 17 Juni 2014, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Berkaitan dengan ketidakjelasan batas fisik tanah pasca tsunami, Bapak Bukhari warga masyarakat Gampong Mon Ikeun Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 305 “Banyak tanah-tanah masyarakat yang tidak diketahui lagi batas-batasnya, patok-patok tanah yang dibuat secara permanenpun telah hilang, hancur dan tidak berada lagi pada posisi semula atau sudah berpindah tempat. Begitu juga batas-batas alam yang sebelum tsunami dapat dijadikan patokan sebagai batas bidang tanah seperti sungai dan jalan juga hancur dan berubah bentuknya”. Kondisi fisik tanah sebagaimana telah diuraikan di atas, dibenarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar 306 dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh selaku mantan Project Manager RALAS tahun 2008, 307 Berdasarkan hasil penelitian selain hancur dan hilangnya batas-batas fisik tanah karena dampak langsung dari peristiwa tsunami, juga karena adanya pembersihan yang dilakukan oleh relawan dan LSMNGO terhadap sisa-sisa bangunan di lokasi bencana. Pembersihan tersebut dilakukan dengan buldoser, sehingga batas fisik tanah yang masih tersisa menjadi semakin tidak jelas dan bahkan hilang. Hal ini dikuatkan hasil wawancara dengan Munawar, Keuchik Gampong Kecamatan Mon Ikeun Kabupaten Aceh Besar yang mengatakan bahwa di gampong yang menyatakan bahwa banyak tanah-tanah masyarakat di lokasi tsunami sulit untuk diidentifikasi kembali karena batas-batas tanahnya hancur dan hilang baik tanda batas yang dibuat dan dipasang oleh masyarakat pemilik tanah maupun batas-batas alam yang dapat dijadikan patokan keberadaan tanahnya. 305 Hasil Wawancara dengan Bapak Bukhari warga masyarakat Gampong Mon Ikeun Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, hari Rabu, tanggal 18 Juni 2014, pukul 14.00 WIB. 306 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar di Jantho, hari Rabu, 20 November 2013, Pukul 11.00 WIB. 307 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013 Pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara mereka dilakukan pembersihan sisa-sisa bangunan. Pembersihan tersebut di satu sisi bermanfaat bagi gampong mereka dan di sisi lain mengakibatkan hilang dan hancurnya sisa-sisa batas tanah masyarakat. 308 Hambatan berkaitan dengan keberadaan subyek hak pasca tsunami, antara lain karena banyaknya pemilik tanah atau ahli waris meninggal dunia, hilang, tidak diketahui keberadaan atau domisilinya berjauhan dengan lokasi kegiatan Ajudikasi RALAS. Hasil wawancara dengan Bapak Ridwan selaku Keuchik Gampong Jawa Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, mengatakan: 309 “Warga masyarakat di Gampong Jawa pada saat tsunami banyak yang meninggal dunia, hilang dan tidak diketahui lagi keberadaannya. Diantara masyarakat tersebut merupakan pemilik tanah. Selain pemilik tanah juga sangat sulit untuk mengetahui ahli warisnya, baik ahli waris yang berada di Gampong Jawa maupun yang berada di luar Gampong Jawa. Tidak semua sertipikat tanah dapat dibuat oleh Tim Ajudikasi di gampong kami karena ketidakjelasan pemilik tanah atau ahli warisnya”. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Hermawan, selaku Keuchik Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, mengatakan: 310 “Hambatan yang ditemui pada saat mengidentifikasi pemilik tanah atau ahli waris di Gampong Baet selain karena meninggal dunia atau tidak diketahui keberadaannya juga karena pemilik tanah atau ahli warisnya yang selamat tidak lagi berdomisili di Gampong Baet. Banyak pemilik tanah atau ahli warisnya yang tinggal di lokasi relokasi atau di tempat keluarga yang berjauhan dengan Gampong Baet. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Aceh: 311 308 Hasil Wawancara dengan Bapak Munawar, Keuchik Gampong Mon Ikeun Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, hari Senin, tanggal 16 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. 309 Hasil Wawancara dengan Bapak Ridwan, Keuchik Gampong Jawa Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh, hari Selasa, tanggal 17 Juni 2014, pukul 16.00 WIB. 310 Hasil Wawancara dengan Bapak Hermawan, Keuchik Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, hari Senin, tanggal 16 Juni 2014, pukul 17.00 WIB. 311 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Aceh, di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 11.00 WIB. Universitas Sumatera Utara “Tim Ajudikasi RALAS pada saat melakukan pensertipikatan tanah di lokasi tsunami banyak menemui permasalahan berkaitan tidak diketahuinya pemilik tanah atau ahli warisnya karena telah meninggal dunia atau tidak diketahui keberadaannya. Selain hal tersebut juga pemilik tanah atau ahli warisnya tidak dapat hadir pada saat Tim Ajudikasi berada di lokasi karena pemilik tanah atau ahli warisnya berdomisili jauh dari lokasi Ajudikasi”. Berdasarkan hasil penelitian, ketersediaan hukum juga merupakan hambatan dalam pelaksanaan rekonstruksi pertanahan pasca tsunami. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, pelaksanaan rekonstruksi pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh melalui kegiatan pendaftaran tanah oleh Tim Ajudikasi RALAS didasari pada SK Kepala BPN Nomor 114-II2005. SK Kepala BPN ini diterbitkan karena PP No. 24 Tahun 1997 tidak sepenuhnya dapat diterapkan dalam kondisi permasalahan pertanahan yang tidak normal pasca bencana. Disatu sisi keberadaan SK Kepala BPN tersebut merupakan solusi yang tepat dalam rangka mengisi kekosongan hukum namun dari sisi lain kedudukan SK Kepala BPN tersebut lebih rendah dari PP No. 24 Tahun 1997. Selain kedudukan SK Kepala BPN tersebut di atas, dari segi substansi pengaturannya SK Kepala BPN Nomor 114.II2005 hanya mengatur pendaftaran tanah pertama kali dan tidak mengatur penggantian sertipikat hilang. Kondisi hukum tersebut di atas mempengaruhi BPN dalam mengeluarkan kebijakan penanganan permasalahan pertanahan dalam masa pelaksanaan rekonstruksi pertanahan. Berkaitan dengan penggantian sertipikat hilang, rusak atau musnah baru diatur dalam UU No. 48 Tahun 2007, namun sangat disayangkan undang-undang sebagai payung Universitas Sumatera Utara hukum tersebut baru diterbitkan dalam masa rekonstruksi pertanahan telah berjalan lebih kurang 3 tiga tahun. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS Tahun 2006, mengatakan: 312 “Kendala yang dihadapi dalam rekonstruksi pertanahan pasca tsunami antara lain berkaitan dengan penggantian sertipikat hilang yang tidak diatur dalam SK Kepala BPN No. 114.II2005. Sehingga Tim Ajudikasi RALAS hanya melakukan pendaftaran tanah pertama kali dan tidak menerbitkan sertipikat pengganti”. Rekonstruksi pertanahan yang dilaksanakan oleh BPN melibatkan petugas Sumber Daya Manusia yang berasal dari seluruh Indonesia baik dari BPN Pusat, Kanwil BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan KabupatenKota seluruh Indonesia. Kebijakan tersebut dilakukan selain karena besarnya target Ralas dan kompleknya permasalahan pertanahan pasca tsunami juga terbatasnya pegawai di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Aceh, di mana kekurangan pegawai tersebut juga karena 40 orang pegawai di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Aceh meninggal dunia pada peristiwa tsunami. Hal ini sesuai wawancara dengan Kakanwil BPN Provinsi Aceh. 313 Berdasarkan hasil penelitian ditemui beberapa hambatan dalam pelaksanaan kegiatan Ajudikasi RALAS berkaitan kesiapan BPN antara lain: 1. terlambat penunjukan Tim Ajudikasi; 312 Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006 di Banda Aceh, hari Senin, 25 Nopember 2013, pukul 11.00 WIB. 313 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Aceh, di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 11.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 2. terbatasnya waktu pelatihan Tim Ajudikasi yang berakibat pada kurangnya pemahaman terhadap manual pendaftaran tanah berbasis masyarakat yang merupakan pola baru dalam ajudikasi; 3. keadaan basecamp ajudikasi pada lokasi kegiatan, pada umumnya kurang memadai sehingga berpengaruh pada kinerja personil ajudikasi; 314 4. terbatasnya titik dasar teknis yang telah terpasang di lokasi kegiatan RALAS akibatnya Tim Ajudikasi mengalami kesulitan dalam melakukan rekonstruksi ulang tanda batas; 5. terlambatnya pengadaanpenyediaan perlengkapan lapangan dan perlengkapan teknis di setiap tahun anggaran baru tersedia pertengahan tahun anggaran sedangkan Tim Ajudikasi harus melaksanakan tugasnya di awal tahun anggaran sehingga mempengaruhi pencapaian realisasi kegiatan; 6. adanya perbedaan prosedur yang dijalankan sesuai Manual RALAS 2005 dengan Perpu terkait dengan pembuatanpembatalan sertipikat lama; 315 7. terlambatnya pelaksanaan Diklat Tim Ajudikasi RALAS; 8. terlambat penerbitan Petunjuk Teknis Juknis terhadap penyelesaian masalah tim dan lapangan; 9. sebagian petugas Tim Ajudikasi kurang memahami kearifan lokal, adat istiadatbudaya Aceh dan syariat Islam di Provinsi Aceh; 314 Kanwil BPN Provinsi NAD, HambatanTantangan Kegiatan Rekonstruksi Pertanahan RALAS, 2007. 315 Kanwil BPN Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Laporan Kegiatan Ajudikasi RALAS 2005 dan 2006, Banda Aceh: Kanwil BPN Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2007. Universitas Sumatera Utara 10. aplikasi komputer yang dirancang khusus bagi kegiatan pendaftaran tanah berbasis masyarakat tidak dapat berjalan secara penuh, karena aplikasi yang diinstal berupa trial, sehingga pada waktu-waktu tertentu harus diinstal ulang; 11. pengecapan tidak berlaku atas sertipikat yang lama sebagaimana diatur dalam Keputusan Kepala BPN No. 114-II-2005 belum dapat dilaksanakan sebelum terbitnya Perpu di bidang Pertanahan, Perpu baru terbit tahun 2007, sedangkan kegiatan RALAS telah dilaksanakan sejak 2005; 12. adanya NGO yang tidak tuntas dalam melaksanakan tugasnya sebagai fasilitator yang menyebabkan tidak maksimalnya kegiatan pengukuran oleh Tim Ajudikasi. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar 316 dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh selaku mantan Project Manager RALAS tahun 2008, 317 ii. Kegiatan Ajudikasi Tahun 2005 dalam rangka penyelesaian hambatan-hambatan pendaftaran tanah dalam kegiatan RALAS sebagaimana diuraikan di atas, telah dilakukan langkah-langkah solusi sebagai berikut: a. pembentukan Tim Penyelesaian Ajudikasi, yaitu Working Group Kelompok Kerja dan Tim Penyelesaian Ajudikasi TIPA; b. penyempurna an hasil pekerjaan Tim Ajudikasi, meliputi: 1 pengumpulan , penataan dokumen ajudikasi 2005 sejumlah 52.620 dokumen; 316 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar di Jantho, hari Rabu, 20 November 2013, pukul 11.00 WIB. 317 Hasil Wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013, pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 2 pembanguna n data base ajudikasi 2005 sejumlah 31.692 bidang tanah; 3 penataan batas; 4 pelayanan sosialisasi dan informasi RALAS Tahun 2005. c. memaksimal kan penyuluhansosialisasi baik langsung maupun media massa, termasuk koordinasi dengan aparat terkait seperti aparat desa, Mahkamah Syariah, Baitul Mal, dan sebagainya; d. melakukan graphical index mapping GIM agar dapat dicegah terjadinya penerbitan sertipikat ganda; e. penyediaan dana yang memadai. iii. Kegiatan Ajudikasi Tahun 2006 - 2008 a. untuk mengatasi masalah ketidakberadaan warga di lokasi ajudikasi, Tim Ajudikasi bersama dengan Keuchik dan pemilik tanah yang ada menetapkan tanda batas sementara bagi pemilik tanah yang tidak berada di tempat; b. meningkatkan sosialisasi dengan pihak gampong dan pihak-pihak lainnya dalam rangka memaksimalkan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat; c. melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah, agar Pemda lebih intensif dalam memantau kinerja LSMNGO yang ada, khususnya LSMNGO yang melakukan pengukuran yang menjadi objek kegiatan RALAS; d. penambahan form seperti Daftar isian 201 D.I.201 yang ada pada peraturan pendaftaran tanah sebelumnya, yakni dalam PP No. 24 Tahun 1997, untuk menjamin kepastian hak dari pemilik tanah yang sebenarnya; 318 e. pembenahan aplikasi komputer bagi Tim Ajudikasi, sehingga tidak perlu menginstal aplikasi secara berulang-ulang.

b. Penyelesaian Pendaftaran Tanah Pasca Kegiatan RALAS