Gambaran Dampak Bencana Tsunami di Provinsi Aceh

1. Gambaran

dan Dampak Bencana Gempa bumi 98 98 Secara garis besar gempa bumi dibagi menjadi dua, yaitu gempa bumi tektonik dan gempa bumi vulkanik. Gempa bumi tektonik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pergeseran lapisan batuan di dalam bumi. Gempa jenis ini bersifat regional luas dan dapat menimbulkan akibat mengerikan bila guncangannya terjadi dalam skala besar. Sejumlah peristiwa dahsyat yang tercatat sejarah akibat gempa tektonik, misalnya terjadi di Jepang pada tahun 1933 yang mengakibatkan 366.262 rumah warga di Tokyo hancur dan memakan korban 59.065 jiwa. Di Yokohama 11.615 rumah hancur, 23.440 orang meninggal, 3.183 orang hilang, dan 42.053 orang luka-luka. Tahun 1920 di Cina terjadi juga gempa tektonik yang menelan korban 200.000 jiwa. Di Indonesia, gempa tektonik cukup besar terjadi tahun 1926 di Padang Panjang lalu di Jawa pada zaman pendudukan Jepang. Gempa yang disebut terakhir menelan korban dalam kisaran 4.000 orang. Sedangkan gempa bumi jenis kedua adalah gempa vulkanik, gempa jenis ini tidak sedahsyat gempa tektonik karena bersifat lokal. Artinya, getaran dari perut bumi hanya dirasakan oleh daerah yang dekat dengan wilayah gunung api. Radius getarannya pun tergantung pada besar kecilnya letusan gunung api. Lihat Faizal Adriansyah, Aceh Laboratorium Bencana, Banda Aceh: Acehpoint, 2012, hal. 6-7 dan 9. Bencana gempa bumi di Aceh yang diikuti dengan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 termasuk kepada jenis gempa tektonik. 9,1 Skala Richter yang terjadi 26 Desember 2004, merupakan salah satu gempa bumi terkuat sepanjang sejarah modern di bagian Barat Indonesia, merupakan peristiwa alam yang diakibatkan oleh tumbukan dua lempeng tektonik di dasar laut yang sebelumnya telah “jinak” selama lebih dari seribu tahun. Namun, adanya tambahan tekanan sebanyak 50 milimeter per tahun secara perlahan, dua lempeng tersebut akhirnya mengentakkan 1.600 Km patahan dengan keras. Episentrumnya terletak di 250 Km Barat Daya Provinsi Aceh. Retakan yang terjadi, yakni berupa longsoran sepanjang 10 meter, telah melentingkan dasar laut dan kemudian mengambrukkannya. Ambrukan ini mendorong dan mengguncang kolam air ke atas dan ke bawah. Inilah yang mengakibatkan serangkaian ombak dahsyat. Hanya dalam waktu kurang dari setengah jam, tsunami langsung menyusul, menghumbalang pesisir Aceh dan pulau-pulau sekitarnya hingga 6 km ke arah Universitas Sumatera Utara daratan. Sebanyak 126.741 jiwa melayang, dan setelah tragedi itu 93.285 orang dinyatakan hilang. Sekitar 500.000 orang kehilangan hunian, sementara 750.000 an orang mendadak menjadi tunakarya. 99 Skala bencana yang terjadi dapat dilihat dari besarnya jumlah korban manusia dan kerusakan yang ditimbulkannya. Sebanyak 16 enam belas kabupatenkota mengalami kerusakan. Dari seluruh kabupatenkota yang terkena bencana tsunami, kabupatenkota yang mengalami kerusakan terparah adalah Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Jaya dan Kabupaten Aceh Besar. Desa yang terkena tsunami sebanyak 654 desa 11,4 dan persentase keluarga miskin terkena tsunami sebesar 15,16 63.977 KK. 100 Menurut Himpunan Laporan Satlak I, II, dan III jumlah korban di 15 kabupaten di Provinsi Aceh 101 mencapai 126.602 meninggal dunia dan telah dimakamkan, serta hilang 93.638 orang dari jumlah ini sebagian meninggal berada di pengungsiandi luar Aceh. Jumlah pengungsi sampai dengan tanggal 21 Maret 2005 adalah sebanyak 514.150 jiwa di 21 kabupatenkota. 102 Secara keseluruhan, tragedi bencana gempa dan tsunami di Aceh memiliki dampak kerugian lebih dari 97 dari PDRB Provinsi Aceh. 103 99 BRR, Perumahan-Membentang Atap Berpilar Asa-Seri Buku BRR-Buku 7, Jakarta: Penerbit BRR Bekerjasama dengan Multi Donor Fund dan UNDP, 2009, hal. viii. Di bawah ini dapat dijelaskan lokasi tempat pengungsian dan jumlah para pengungsi. 100 Data UNSYIAH for Aceh Reconstruction, 7 Maret 2005. 101 Data Bakornas PBP, 21 Maret 2005, pukul 17.00 WIB. 102 Himpunan Laporan Satlak I, II, dan III. 103 Republik Indonesia, Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias, Sumatera Utara, Maret 2005, hal. 2. Universitas Sumatera Utara Gambar II.1. Jumlah Pengungsi per 21 Maret 2005 Tabel II.2. Jumlah Pengungsi per KabupatenKota No. KabKota Jumlah Pengungsi RumahTenda Darurat BarakHuntara Total 1. Banda Aceh 48.360 1.561 49.921 2. Aceh Besar 91.157 6.328 97.485 3. Sabang 3.712 - 3.712 4. Pidie 74.404 11.456 85.860 5. Bireuen 46.768 3.035 49.860 6. Aceh Utara 26.662 450 27.112 7. Lhokseumawe 952 1.542 2.494 8. Aceh Timur 13.182 527 13.709 9. Langsa 6.156 - 6.156 10. Aceh Tamiang 3.224 2.205 3.224 11. Aceh Jaya 38.217 2.205 40.422 12. Aceh Barat 70.804 1.885 72.689 13. Nagan Raya 16.560 480 17.040 14. Aceh Barat Daya 3.480 - 3.480 15. Aceh Selatan 16.148 - 16.148 16. Aceh Singkil - 105 105 17. Simeulue 18.009 - 18.009 Universitas Sumatera Utara No. KabKota Jumlah Pengungsi RumahTenda Darurat BarakHuntara Total 18. Bener Meriah 648 - 648 19. Aceh Tengah 5.288 - 5.288 20. Gayo Lues 234 - 234 21. Aceh Tenggara 611 - 611 Total 484.576 29.574 514.150 Sumber: Laporan Satlak I Lhokseumawe tanggal 18 Maret 2005. Tabel di atas menunjukkan, jumlah pengungsi terbanyak berada di Kabupaten Aceh Besar yaitu 97.485 orang sedangkan di Kota Banda Aceh jumlah pengungsi sebanyak 49.921 orang. Berdasarkan hasil penelitian, lokasi-lokasi pengungsian tersebut pada umumnya jauh dari lokasi tsunami dan lokasi asal pengungsi. Hal ini mempengaruhi pelaksanaan pendaftaran tanah berbasis masyarakat melalui kegiatan RALAS. Pelaksana RALAS dan masyarakat yang tinggal di lokasi bencana sebagai lokasi kegiatan RALAS sangat sulit untuk mengetahui dengan pasti keberadaan subyek hak atas tanah masih hidup atau tidak. 104 Hal tersebut senada dengan pernyataan warga masyarakat yang berada pada lokasi pengungsian, merasa kurang nyaman berada di lokasi pengungsian karena jauhnya lokasi pengungsian dengan gampong tempat asalnya. 105 104 Hasil wawancara dengan Kakanwil BPN Provinsi Aceh, Hari Selasa, tanggal 25 Maret 2014, Pukul 10.00 WIB. 105 Hasil wawancara dengan Fahrizal warga masyarakat Gampong Baru, Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, tanggal 23 Maret 2014, pukul 16.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Hasil penilaian kerusakan dan kerugian yang dilakukan oleh Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional BAPPENAS dan World Bank, menyatakan ada beberapa sektor yang mengalami kerusakan dan kerugian yang antara lain sebagai berikut: 106 1. sektor sosial, termasuk perumahan, pendidikan, kesehatan, agama dan budaya, kerusakan 13,657 dan kerugian 532 dengan total 16,186. 2. sektor infrastruktur, termasuk transportasi, komunikasi, energi, air dan sanitasi bendungan, kerusakan 5,915 dan kerugian 2,239 dengan total 8,154. 3. sektor produksi, termasuk agribisnis, perikanan, industri dan perdagangan, kerusakan 3,273 dan kerugian 7,721 dengan total 8,154. 4. lintas sektor, termasuk lingkungan, pemerintahan, bank dan keuangan, kerusakan 2,346 dan kerugian 3,718 dengan total 6,064. Selain keempat sektor di atas yang mengalami kerusakan dan kerugian akibat dampak yang ditimbulkan oleh gempa bumi dan tsunami, terdapat juga beberapa aspek yang mengalami hal yang sama yaitu; aspek sosial dan kemasyarakatan, aspek ekonomi, infrastruktur, dan pemerintahan. Kerusakan pada aspek sosial dan kemasyarakatan mempengaruhi proses pendaftaran tanah berbasis masyarakat yang dilaksanakan melalui kegiatan RALAS, dikarenakan fasilitas layanan kesehatan rusak seperti rumah sakit maupun alat-alat kesehatan, masyarakat yang menderita luka maupun trauma kurang maksimal dilayani, sehingga berdampak terhadap keaktifan masyarakat dalam proses pendaftaran tanah. Rusaknya rumah-rumah ibadah seperti meunasah juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat, karena biasanya masyarakat Aceh selalu menggunakan fasilitas meunasah sebagai tempat bermusyawarah, termasuk 106 Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional BAPPENAS dan World Bank, Damage and Loss Assessment, 2005. Universitas Sumatera Utara tempat berkumpulnya masyarakat dalam rangka membicarakan kesepakatan warga dan musyawarah terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah. 107 Aspek ekonomi meliputi sektor perindustrian, perdagangan, koperasi, usaha kecil dan menengah UKM, pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan dan ketenagakerjaan. Dampak yang ditimbulkan dari kerusakan aspek ekonomi di bidang pertanahan adalah rendahnya nilai ekonomi tanah di lokasi bencana, hal ini disebabkan karena bukti kepemilikan tanah yang dimiliki masyarakat banyak yang musnah atau hilang begitu juga dengan batas-batas tanah yang hancur karena bencana sehingga tidak dapat diketahui lagi dengan jelas fisik tanahnya. 108 Berdasarkan hasil wawancara dengan Fahrul Razi, mengatakan bahwa tanah di lokasi tsunami sulit untuk mencari pembelinya karena tidak ada buktialas hak dan kekhawatiran aspek keamanan dan kenyamanannya. 109 Pernyataan tersebut sama dengan pernyataan Safrida warga gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. 110 Aspek infrastruktur meliputi bidang perumahan, perhubungan, energi, pos dan telematika, air minum dan sanitasi serta sumber daya air. Akibat rusaknya aspek infrastruktur terutama sarana dan prasarana transportasi, berdampak terhadap pelaksanaan pendaftaran tanah berbasis masyarakat yang dilaksanakan melalui 107 Hasil wawancara dengan Bapak H.M. Ansari Yahya, Keucik Gampong Baru, Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, tanggal 16 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. 108 Hasil wawancara dengan Irwansyah, NotarisPPAT di Kota Banda Aceh, tanggal 17 Juni 2014, pukul 15.00 WIB. 109 Hasil wawancara dengan Fahrul Razi, warga masyarakat Gampong Baru, Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, tanggal 16 Juni 2014, pukul 17.00 WIB. 110 Hasil wawancara dengan Safrida, warga masyarakat Gampong Baet, Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, tanggal 17 Juni 2014, pukul 13.00 WIB. Universitas Sumatera Utara kegiatan RALAS, dikarena sulitnya Tim Ajudikasi turun ke lokasi bencana untuk melaksanakan proses pendaftaran tanah. 111 Infrastruktur pertanahan seperti gedung Kantor Wilayah BPN Provinsi Aceh mengalami kerusakan berat sedangkan gedung Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh hancur total, termasuk rusakhilangnya dokumen pertanahan mengakibatkan pelayanan terhadap pertanahan terhambat. 112 Moda transportasi yang dimiliki oleh BPN seperti: mobil dinas, sepeda motor dinas hilanghancur terkena tsunami sehingga perlu pengadaan yang memerlukan biaya besar dan waktu yang lama. 113 Aspek pemerintahan antara lain meliputi aparatur, sarana prasarana pemerintahan, batas administrasi. Kerusakan yang dialami oleh BPN di Provinsi Aceh pada aspek pemerintahan, antara lain: meninggalnya pejabatstaf BPN sebanyak 40 orang, 6 enam kantor hancur atau rusak parah termasuk perlengkapan survei, peralatan, komputer, buku tanah, dokumen-dokumen pertanahan serta terhambatterhentinya pelayanan pertanahan kepada masyarakat. Kondisi tersebut mempengaruhi terhadap pelaksanaan rekonstruksi pertanahan di Provinsi Aceh. 114

2. Upaya Penanggulangan Dampak Bencana