Mekanisme pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik berbasis masyarakat dilaksanakan melalui 14 empat belas kegiatan sebagai berikut:
208
1. kegiatan penyiapan infrastruktur pendaftaran; 2. kegiatan delineasi batas dan rekonstruksi bidang;
3. kegiatan identifikasi batas bidang tanah dan kepemilikan tanah; 4. kegiatan musyawarah desa;
5. kegiatan pengukuran rekonstruksi bidang tanah dan verifikasi data yuridis; 6. kegiatan pengecekan letak batas dan kepemilikan bidang tanah;
7. kegiatan pengukuran penataan batas; 8. kegiatan sidang panitia;
9. kegiatan pengumuman data yuridis dan data fisik; 10. kegiatan penyerahan hasil ajudikasi;
11. kegiatan pengesahan peta pendaftaran; 12. kegiatan pembukuan hak;
13. kegiatan penerbitan sertipikat; dan 14. kegiatan penyerahan sertipikat.
Penjelasan mekanisme pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik berbasis masyarakat dalam 14 empat belas kegiatan tersebut di atas, secara rinci
akan dibahas pada BAB III dan BAB IV.
2. Pengaturan Rekonstruksi Pertanahan dalam UU No. 48 Tahun 2007
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang rekonstruksi pertanahan pasca tsunami Keputusan Kepala BPN No. 114-II2005 tidak cukup
untuk dijadikan dasar hukum oleh pemerintah dalam melakukan tindakan pemerintahan serta upaya menanggulangi berbagai langkah perbaikan dari sisi fisik
maupun psikis untuk mengatasi kondisi yang tidak normal pada daerah yang terkena bencana di Provinsi Aceh. Permasalahan pertanahan sebagai dampak gempa bumi
dan tsunami, diperlukan penanganan khusus dan mendesak untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul terutama di bidang pertanahan, dengan menetapkan Peraturan
208
Keputusan Kepala BPN No. 114-II2005.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Pengganti Undang-Undang PERPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UUD
1945. Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 mengatakan:
“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang”.
Menurut pendapat Ketua Majelis Adat Aceh MAA Badruzzaman Ismail, SH, M.Hum Mantan Panitia Rancangan PERPU No. 2 Tahun 2007:
209
“Bahwa rancangan PERPU No. 2 Tahun 2007 telah digodokdisiapkan sejak tahun 2005, yang diharapkan pada tahun 2005 sudah ada, sehingga
pelaksanaan rekonstruksi pertanahan pasca tsunami di Provinsi Aceh mempunyai dasar hukum yang kuat terhadap substansi dalam PERPU, namun
disayangkan undang-undang itu baru keluar tahun 2007, sebulan kemudian baru keluar UU No. 48 Tahun 2007”.
Sejalan dengan Pasal 2 UUD 1945 tersebut, menurut Herman Sihombing,
210
209
Hasil wawancara dengan Ketua Majelis Adat Aceh MAA Badruzzaman Ismail, SH, M.Hum mantan panitia rancangan PERPU No. 2 Tahun 2007, hari Selasa, 10 Juni 2014, pukul 10.00
WIB.
merupakan hukum tata negara dalam keadaan bahaya, yakni sebuah rangkaian pranata dan wewenang secara luar biasa dan istimewa untuk dalam waktu sesingkat-
singkatnya dapat menghapuskan keadaan darurat atau bahaya yang mengancam, ke dalam kehidupan biasa menurut perundang-undangan dan hukum yang umum dan
biasa. Dalam keadaan normal sistem norma hukum diberlakukan berdasarkan konstitusi dan produk hukum lain yang resmi. Dalam keadaan abnormal sistem
hukum tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik. Maka pengaturan keadaan darurat mempunyai arti penting sebagai dasar hukum bagi pemerintah mengambil tindakan
210
Herman Sihombing, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia, Jakarta: PT. Djambatan.
Universitas Sumatera Utara
guna mengatasi keadaan abnormal tersebut. Pada keadaan abnormal darurat pranata hukum yang diciptakan untuk keadaan normal tidak dapat bekerja.
Secara umum, hukum negara dalam keadaan darurat diberlakukan dalam keadaan yang sangat genting. Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua
yakni hukum tata negara darurat objektif dan subjektif. Hukum tata negara darurat subjektif adalah hak negara untuk bertindak dalam keadaan bahaya atau darurat
dengan cara menyimpang dari ketentuan undang-undang atau bahkan ketentuan undang-undang dasar. Sedangkan hukum tata negara darurat objektif adalah Hukum
Tata Negara yang berlaku ketika negara berada dalam keadaan darurat, bahaya, atau genting.
Menurut Jimly As-Shiddiqie, negara berada dalam keadaan darurat sehingga diberlakukan hukum darurat jika terjadi beberapa keadaan di bawah ini:
211
1. keadaan bahaya karena ancaman perang yang datang dari luar negeri; 2. keadaan bahaya karena tentara nasional sedang berperang di luar negeri;
3. keadaan bahaya karena peperangan yang terjadi di dalam negeri atau ancaman pemberontakan bersenjata oleh kelompok separatis di dalam negeri;
4. keadaan bahaya karena kerusuhan sosial yang menimbulkan ketegangan sosial yang menyebabkan fungsi-fungsi pemerintahan konstitusional tidak dapat
berfungsi sebagai mestinya; 5. keadaan bahaya karena terjadinya bencana alam natural disaster atau
kecelakaan yang dahsyat yang menimbulkan kepanikan, ketegangan dan mengakibatkan mesin pemerintahan konstitusional tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya;
6. keadaan bahaya karena tertib hukum dan administrasi yang terganggu atau menyebabkan mekanisme administrasi negara tidak dapat dijalankan
sebagaimana mestinya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 7. keadaan bahaya karena kondisi keuangan negara seperti yang dalam UUD
India disebut “financial emergency”
212
211
Jimly Asshiddiqie, Op.Cit, hal. 68-70. Lihat juga Hukum Negara dalam Keadaan Darurat Staatsnoodrecht,
dan kondisi administrasi negara yang
http:yamicloud.blogspot.com201304hukum-negara-dalam-keadaan- darurat.htmldiakses
pada tanggal 22 Januari 2014, pukul 7.34 WIB.
212
Article 360 Konstitusi India.
Universitas Sumatera Utara
tidak mendukung atau di mana ketersediaan keuangan negara yang tidak memungkinkan dilaksanakannya tugas-tugas pemerintahan oleh lembaga-
lembaga penyelenggara negara sebagaimana mestinya sementara kebutuhan untuk bertindak sudah sangat genting dan mendesak untuk dilakukan
213
8. keadaan lain di mana fungsi-fungsi kekuasaan konstitusional yang sah tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.
; dan
Berdasarkan point no. 5 tersebutlah lahirlah Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No. 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum dalam Rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan
Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara kemudian ditetapkan pada tanggal 28 Desember 2007 menjadi
Undang-Undang No. 48 Tahun 2007. Undang-Undang tersebut menjadi payung hukum dalam rangka pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pada wilayah bencana
di Aceh. Beberapa ketentuan yang perlu dimuat untuk mengatasi penyelesaian
di bidang hukum antara lain untuk mengatasi akibat hukum bagi tanah musnah karena gempa dan tsunami yang tidak dapat lagi difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan
oleh pemiliknya, di mana Pemerintah melaksanakan program penggantian tanah. Konsekuensi penggantian tersebut adalah bahwa semua buku tanah, sertipikat hak
atas tanah, dan dokumen yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan atas bukti- bukti kepemilikan lainnya tidak berlaku. Selanjutnya untuk tanah yang musnah akan
dilakukan penataan kembali dengan memperhatikan tata ruang. Di samping itu banyak nasabah bank yang mempunyai simpanan atau hutangnya di bank telah
213
G.S. Pande, Constitutional Law of India, 9
th
Edition, Allahabad Law Agency, 2003, hal. 659.
Universitas Sumatera Utara
meninggal atau hilang akibat bencana tersebut harus diumumkan oleh bank untuk dapat diketahui ahli warisnya agar bank dapat menyelesaikan aktiva dan pasiva
nasabah tersebut secara baik dan adil. UU No. 48 Tahun 2007 mempunyai tujuan
untuk mempercepat pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat di Provinsi Aceh.
214
Ad.1 Tanah yang terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami
Fokus kajian rekonstruksi pertanahan dalam UU No. 48 Tahun 2007, meliputi: 1 tanah yang terkena bencana alam gempa bumi dan
tsunami; 2 kepemilikan dan pengelolaan tanah; 3 dokumen; dan 4 biaya, bea dan pajak.
Pengaturan mengenai tanah yang terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami dalam UU No. 48 Tahun 2007 meliputi; tanah musnah,
215
tanah yang masih ada dan telah terdaftar
216
serta tanah yang masih ada tetapi belum terdaftar.
217
Berdasarkan Pasal 4 UU No. 48 Tahun 2007, hak atas tanah musnah termasuk hak yang membebani tanah musnah menjadi hapus dan buku tanah, tanda bukti hak
dan dokumen yang berkaitan dengan tanah atau bukti kepemilikan lain atas tanah musnah dinyatakan tidak berlaku lagi sebagai tanda bukti yang sah.
214
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum dalam Rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
215
Tanah Musnah adalah tanah yang sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam dan tidak dapat diidentifikasi lagi sehingga tidak dapat
difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Lihat Pasal 1 angka 2 UU 48 Tahun 2007.
216
Tanah yang masih ada dan telah terdaftar adalah tanah yang telah dilakukan pendaftaran sesuai dengan PP No. 10 Tahun 1961 atau PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
217
Tanah yang masih ada tetapi belum terdaftar adalah tanah yang belum dilakukan pendaftaran sesuai dengan PP No. 10 Tahun 1961 atau PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
Universitas Sumatera Utara
Pemilik tanah musnah baik yang telah terdaftar maupun yang belum terdaftar sesuai Pasal 5, memperoleh tanah pengganti atau ganti kerugian melalui pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi yang telah ditetapkan dari pemerintah daerah atau Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Tata
Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006 menyatakan bahwa penggantian tanah musnah korban tsunami diberikan dalam
bentuk relokasi melalui Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi dan Pemerintah KabupatenKota.
218
Pengaturan tanah musnah dalam UU No. 48 Tahun 2007 tersebut merupakan terobosan baru dalam hukum tanah Indonesia, karena adanya perhatian Pemerintah
terhadap korban bencana alam tsunami di Provinsi Aceh sedangkan dalam UUPA tidak mengenal adanya tanah pengganti bagi pemilik tanah musnah dan dalam UUPA
hanya menyebutkan tanah musnah menyebabkan putusnya hubungan hukum atau hapusnya hak seseorang atas tanahnya sebagaimana diatur dalam Pasal 27, 34 dan
Pasal 40 tentang hapusnya hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Pasal 3 UU No. 48 Tahun 2007, menyebutkan penetapan dan pengumuman
tanah musnah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan berdasarkan asas transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Pasal tersebut juga mengharuskan ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pengumuman tanah musnah ditetapkan
218
Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006 di Banda Aceh, hari Senin, 25 Nopember 2013, pukul 11.00
WIB.
Universitas Sumatera Utara
dengan Peraturan Kepala BPN. Berdasarkan hasil penelitian sampai berakhirnya penelitian ini belum diterbitkan Peraturan Kepala BPN dimaksud.
Tanah yang masih ada baik terdaftar maupun tidak terdaftar, yang dapat diidentifikasi maupun tidak, dilakukan pengukuran kembali dan penetapan batas
berdasarkan penunjukkan batas oleh pemegang hak atas tanah atau ahli waris bersama masyarakat, pejabat kelurahan, gampong, atau desa setempat dan Kepala Kantor
Pertanahan untuk kemudian dibuatkan sertipikat hak atas tanah.
219
Pasal 6 UU No. 48 Tahun 2007, merupakan dasar hukum partisipasi masyarakat dalam rekonstruksi pertanahan pasca tsunami. Partisipasi
wargamasyarakat diawali dengan dilakukannya kesepakatan warga. Kesepakatan warga di sini adalah kesepakatan seluruh warga, khususnya pemilik tanah termasuk
ahli wariswali tentang: 1 batas-batas bidang tanah yang ada di desakelurahan, dengan melaksanakan pemasangan patok-patok tanda batas untuk setiap bidang
tanah; 2 pemilikan atas bidang-bidang tanah tersebut termasuk kesepakatan waris dan atau wali; 3 penandaan seluruh bidang tanah dalam suatu peta skala besar yang
disediakan oleh BPN melalui Tim Ajudikasi setempat; dan 4 daftar nama penguasaanpemilikan bidang tanah.
Pasal 7 ayat 1 dan 2 UU No. 48 Tahun 2007, menyebutkan tanah yang sudah terdaftar tetapi tanda bukti haknya rusak, hilang, atau musnah, diterbitkan tanda bukti
hak pengganti dengan sistem penomoran identitas bidang. Dengan penerbitan tanda bukti hak pengganti maka tanda bukti hak atas tanah yang lama dinyatakan tidak
219
Pasal 6 UU No. 48 Tahun 2007.
Universitas Sumatera Utara
berlaku lagi. Selanjutnya ayat 3 dan 4 menyebutkan tanah yang belum terdaftar dapat dilakukan pengakuan hak atau penegasan hak oleh Kepala kantor Pertanahan
serta pemberian hak atas tanah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pada ayat 5 menyebutkan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat 3 dan ayat 4 dilaksanakan dengan sistem penomoran identitas bidang. Berdasarkan Pasal 7 tersebut, penanganan terhadap tanah yang masih ada
pasca tsunami dilakukan dengan 2 dua cara yaitu; penggantian sertipikat karena rusak atau hilang dan pendaftaran tanah pertama kali baik melalui pengakuan atau
penegasan hak terhadap bekas tanah hak milik adat maupun melalui pemberian hak atas tanah tanah negara.
Proses penggantian sertipikat karena bukti haknya rusak, hilang atau musnah tidak disebutkan secara rinci dalam UU No. 48 Tahun 2007, sedangkan dalam Surat
Keputusan Kepala BPN Nomor 114-II.2005 hanya mengatur penerbitan sertipikat melalui kegiatan pendaftaran tanah pertama kali.
Pengaturan tentang penggantian sertipikat rusak, hilang atau musnah dapat dilihat dalam PP No. 24 Tahun 1997. Pasal 57 sampai dengan Pasal 60 PP No. 24
Tahun 1997
220
220
Pasal 57 PP No. 24 Tahun 1997, menyebutkan:
yang memberi ketentuan tentang penerbitan sertipikat pengganti
1 atas permohonan pemegang hak diterbitkan sertipikat baru sebagai pengganti sertipikat yang rusak, hilang, masih menggunakan blanko sertipikat yang tidak digunakan lagi, atau yang
tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi; 2 permohonan sertipikat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat diajukan
oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT atau
kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 41, atau akta
Universitas Sumatera Utara
bahwa dengan penerbitan tanda bukti hak pengganti baru maka tanda bukti hak atas tanah yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi. Mengenai penerbitan sertipikat
pengganti terdapat ketentuannya lebih lanjut dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 139 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
sebagaimana dimaksud Pasal 43 ayat 1, atau surat sebagaimana dimaksud Pasal 53, atau kuasanya;
3 dalam hal pemegang hak atau penerima hak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sudah meninggal dunia, permohonan sertipikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan
menyerahkan surat tanda bukti sebagai ahli waris; 4 penggantian sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dicatat pada buku tanah yang
bersangkutan. Pasal 58 PP No. 24 Tahun 1997, menyebutkan:
Dalam hal penggantian sertipikat karena rusak atau pembaharuan blanko sertipikat, sertipikat yang lama ditahan dan dimusnahkan.
Pasal 59 PP No. 24 Tahun 1997, menyebutkan: 1 permohonan penggantian sertipikat yang hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah
dari yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertipikat hak yang bersangkutan;
2 penerbitan sertipikat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didahului dengan pengumuman 1 satu kali dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon;
3 jika dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari dihitung sejak hari pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak ada yang mengajukan keberatan mengenai akan diterbitkannya
sertipikat pengganti tersebut atau ada yang mengajukan keberatan akan tetapi menurut pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan keberatan tersebut tidak beralasan, diterbitkan
sertipikat baru;
4 jika keberatan yang diajukan dianggap beralasan oleh Kepala Kantor Pertanahan, maka ia menolak menerbitkan sertipikat pengganti.
5 mengenai dilakukannya pengumuman dan penerbitan serta penolakan penerbitan sertipikat baru sebagaimana dimaksud pada ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 dibuatkan berita acara oleh
Kepala Kantor Pertanahan; 6 sertipikat pengganti diserahkan kepada pihak yang memohon diterbitkannya sertipikat
tersebut atau orang lain yang diberi kuasa untuk menerimanya; 7 untuk daerah-daerah tertentu Menteri dapat menentukan cara dan tempat pengumuman yang
lain daripada yang ditentukan pada ayat 2. Pasal 60 PP No. 24 Tahun 1997, menyebutkan:
1 penggantian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam lelang eksekusi didasarkan atas surat keterangan dari
Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan yang memuat alasan tidak dapat diserahkannya sertipikat tersebut kepada pemenang lelang;
2 Kepala Kantor Pertanahan mengumumkan telah ditertibkannya sertipikat pengganti untuk hak atas tanah atau milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan tidak
berlakunya lagi sertipikat yang lama dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon.
Universitas Sumatera Utara
1997 tentang Pendaftaran Tanah selanjutnya disebut Peraturan MNAKepala BPN No. 3 Tahun 1997.
221
Untuk penerbitan sertipikat pengganti tidak dilakukan pengukuran maupun pemeriksaan tanah dan nomor hak tidak diubah.
222
221
Pasal 137 menyebutkan:
Sedangkan UU No. 48 Tahun 2007, penerbitan sertipikat pengganti tetap dilakukan pengukuran
maupun pemeriksaan tanah dan nomor hak dilakukan dengan sistem penomoran
1 permohonan penerbitan sertipikat pengganti karena rusak atau karena masih menggunakan blangko sertipikat lama dapat diajukan oleh yang berkepentingan dengan melampirkan
sertipikat atau sisa sertipikat yang bersangkutan; 2 sertipikat dianggap rusak apabila ada bagian yang tidak terbaca atau ada halaman yang sobek
atau terlepas, akan tetapi masih tersisa bagian sertipikat yang cukup untuk mengidentifikasi adanya sertipikat tersebut;
3 penerbitan sertipikat karena masih menggunakan blangko lama meliputi juga penggantian sertipikat hak atas tanah dalam rangka pembaharuan atau perubahan hak yang menggunakan
sertipikat lama dengan mencoret ciri-ciri hak lama dan menggantinya dengan ciri-ciri hak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat 3.
Pasal 138 Permen AgrariaKepala BPN No. 3 Tahun 1997, menyebutkan: 1 penerbitan sertipikat pengganti karena hilang didasarkan atas pernyataan dari pemegang hak
mengenai hilangnya sertipikat tersebut yang dituangkan dalam Surat Pernyataan seperti contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran 25;
2 pernyataan tersebut dibuat di bawah sumpah di depan Kepala Kantor Pertanahan letak tanah yang bersangkutan atau Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau pejabat lain
yang ditunjuk Kepala Kantor Pertanahan; 3 dalam hal pemegang atau para pemegang hak tersebut berdomisili di luar
KabupatenKotamadya letak tanah, maka pembuatan pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 dapat dilakukan di Kantor Pertanahan di domisili yang bersangkutan atau di
depan pejabat Kedutaan Republik Indonesia di negara domisili yang bersangkutan; 4 dengan mengingat besarnya biaya pengumuman dalam surat kabar harian sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 59 PP No. 24 Tahun 1997 dibandingkan dengan harga tanah yang sertipikatnya hilang serta kemampuan pemohon, Kepala Kantor Pertanahan dapat menentukan
bahwa pengumuman akan diterbitkannya sertipikat tersebut ditempatkan di papan pengumuman Kantor Pertanahan dan di jalan masuk tanah yang sertipikatnya hilang dengan
papan pengumuman yang cukup jelas untuk dibaca orang yang berada di luar bidang tanah tersebut;
5 sebagai tindak lanjut pengumuman akan diterbitkannya sertipikat pengganti, maka dibuat Berita Acara Pengumuman dan PenerbitanPenolakan Penerbitan Sertipikat Pengganti dengan
menggunakan daftar isian 304A. Pasal 139 Permen AgrariaKepala BPN No. 3 Tahun 1997, menyebutkan:
Untuk penerbitan sertipikat pengganti tidak dilakukan pengukuran maupun pemeriksaan tanah dan nomor hak tidak diubah.
222
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Edisi Revisi, Cetakan 10, Jakarta: Djambatan, 2005, hal.
502.
Universitas Sumatera Utara
identitas bidang. Berdasarkan kajian pengukuran ulang sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 48 Tahun 2007 dalam rangka memastikan keberadaan fisik tanah yang
pada saat bencana tsunami banyak tanah-tanah yang tidak jelasrusak bahkan tidak ditemukan lagi batas-batasnya.
Permohonan hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau oleh pihak lain
yang merupakan penerima hak berdasarkan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang dibuat dalam hal dilakukan pemindahan hak atau peralihan karena
penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi dalam rangka likuidasi.
223
Penggantian sertipikat yang rusak atau pembaharuan blankonya dapat segera dilaksanakan dengan penyerahan sertipikat yang diganti. Tetapi penggantian
sertipikat yang hilang harus melalui tata cara untuk mencegah penyalahgunaan kemungkinan penerbitan sertipikat penggantinya. Permohonannya harus disertai
pernyataan sumpah oleh pemohon di hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuknya, mengenai hilangnya sertipikat yang bersangkutan. Diikuti dengan
pengumuman satu kali dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon, untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan
mengajukan keberatan. Di daerah-daerah tertentu menteri dapat menentukan cara Dalam hal pemegang hak atau penerima hak yang dimaksudkan di atas sudah
meninggal dunia, permohonan sertipikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya, dengan menyerahkan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
223
Boedi Harsono, Op.Cit, hal. 503.
Universitas Sumatera Utara
pengumuman yang lain, apabila biaya yang diperlukan tidak sebanding dengan harga tanah yang bersangkutan.
224
Penggantian sertipikat dicatat pada buku tanah yang bersangkutan. Oleh Kepala Kantor Pertanahan diadakan pengumuman mengenai telah diterbitkannya
sertipikat pengganti tersebut dan tidak berlakunya lagi sertipikat yang lama dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon. Sertipikat pengganti
diserahkan kepada pihak yang memohon penggantian atau pihak lain yang diberi kuasa olehnya untuk menerimanya.
Berdasarkan kajian Tim Ajudikasi RALAS hanya melakukan pendaftaran tanah pertama kali dan tidak melakukan pendaftaran tanah atau pembuatan sertipikat
pengganti karena bukti haknya rusak, hilang atau musnah. Tim Ajudikasi Ralas dalam melakukan pendaftaran tanah pasca tsunami mempedomani kepada Surat Keputusan
Kepala BPN Nomor 114-II.2005 dimana dalam surat keputusan tersebut tidak mengatur tentang pensertipikatan pengganti.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh mantan Project Manager RALAS Tahun 2006, yang menyatakan
bahwa Tim Ajudikasi Ralas hanya melakukan pendaftaran tanah pertama kali terhadap bidang-bidang tanah di lokasi tsunami.
225
224
Pasal 59 PP No. 24 Tahun 1997.
225
Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006 di Banda Aceh, hari Senin, 25 Nopember 2013, pukul 11.00
WIB.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh mantan Project Manager RALAS Tahun 2008:
226
“Setelah terbitnya UU No. 48 Tahun 2007, penanganan sertipikat pengganti dilaksanakan secara khusus yaitu oleh Kantor Pertanahan dan bukan oleh Tim
Ajudikasi. Mengingat dalam Surat Keputusan Kepala BPN No. 114-II.2005 tidak mengatur tentang penggantian sertipikat hilang maka dalam
pelaksanaannya berpedoman kepada PP No. 24 Tahun 1997”.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh mantan Project Manager RALAS Tahun 2006:
227
“Pembuatan sertipikat pengganti terhadap bidang-bidang tanah di lokasi tsunami tidak dapat sepenuhnya mempedomani PP No. 24 Tahun 1997,
seperti halnya pengambilan sumpah, oleh karena berkaitan dengan sumpah tidak dilakukan, namun tetap dilakukan pengumuman di media cetak koran
dan biaya pengumuman tidak dibebankan kepada pemilik tanah atau ahli warisnya”.
Berdasarkan analisis tidak dilakukan sumpah terhadap sertipikat pengganti
karena bukti haknya hilang, rusah atau musnah sebagaimana dimaksud dalam PP No. 24 Tahun 1997, merupakan suatu kebijakan dalam rangka mempermudah prosedur
dan percepatan pengembalian hak-hak atas tanah korban tsunami dan juga karena penggantian sertipikat tersebut dilakukan secara massal.
Tanah yang masih ada pasca tsunami yang belum terdaftar yang berasal dari bekas tanah hak milik adat,
228
226
Hasil wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2008 di Banda Aceh, hari Selasa, 19 November 2013 Pukul 14.00 WIB.
dapat dilakukan pengakuan atau penegasan hak oleh
227
Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Aceh Mantan Project Manager RALAS tahun 2006 di Banda Aceh, hari Senin, 25 Nopember 2013, pukul 11.00
WIB.
228
Tanah hak milik adat dalam UUPA disebut dengan Hak Ulayat. Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah
yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Boedi Harsono, Op.Cit, hal. 185, 186. Menurut Badruzzaman Ismail, Hak Tanah GleeUlayat dari aspek alamiah dasar merupakan hak dari
persekutuan atas tanah yang didiami wilayah kekuasaanbeschikkingsgebied, sedangkan pelaksanaannya dilakukan masyarakat itu atau oleh kepala masyarakat atas nama persekutuan.
Badruzzaman Ismail, Sistem Budaya Adat Aceh dalam Membangun Kesejahteraan Nilai Sejarah dan Dinamika Kekinian, Banda Aceh: CV. Boebon Jaya, 2013, hal. 287.
Universitas Sumatera Utara
Kantor Pertanahan untuk diterbitkan tanda bukti hak. Tanah yang belum terdaftar yang berasal dari tanah negara dapat diberikan hak atas tanah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pendaftaran tanah tersebut, dilaksanakan dengan sistem penomoran identitas bidang.
229
Pendaftaran tanah yang belum terdaftar pasca tsunami pendaftaran tanah pertama kali diatur secara terinci dalam Surat Keputusan Kepala BPN No. 114-
II.2005 sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya dan dilaksanakan oleh Tim Ajudikasi RALAS.
Ad.2 Kepemilikan dan pengelolaan tanah
Tanah merupakan salah satu harta yang paling utama bagi seluruh umat manusia untuk menjalani kehidupannya termasuk di Provinsi Aceh. Namun
berdasarkan keistimewaan dan kekhususan yang diberikan oleh undang-undang khusus kepada Provinsi Aceh UU No. 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh,
maka tanah-tanah yang masih ada yang ahli warisnya sudah tidak ada lagi dan beragama Islam, maka tanahnya berada di bawah pengelolaan Baitul Mal.
230
Pasal 13 UU No. 48 Tahun 2007 menyebutkan tentang peralihan hak. Sebagai suatu hak yang bersifat kebendaan, hak atas tanah dapat beralih dan diperalihkan.
Suatu hak atas tanah akan beralih jika kepemilikannya berpindah kepada orang lain
229
Ibid, Pasal 7 UU No. 48 Tahun 2007.
230
Baitul Mal adalah Lembaga Agama Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berwenang menjaga, memelihara, mengembangkan, dan
mengelola harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali pengawas berdasarkan Syariat Islam. Ibid, Pasal 1 angka 6 UU No. 48 Tahun
2007. Bandingkan juga dengan Pasal 2 Peraturan Gubernur Aceh Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Harta Agama yang Tidak Diketahui Pemilik dan Ahli
Warisnya serta Perwalian selanjutnya disebut Pergub Aceh No. 11 Tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
tanpa melalui suatu perbuatan hukum, tetapi beralih akibat terjadinya suatu peristiwa hukum tertentu, misalnya karena terjadi kematian atau meninggalnya seseorang maka
harta peninggalannya beralih kepada ahli warisnya. Suatu hak atas tanah dapat diperalihkan jika melalui suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang hak
atas tanah tersebut. Peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena jual beli, hibah, tukar-menukar atau perbuatan lain yang bersifat mengalihkan hak atas tanah.
231
Menurut Pasal 37 PP No. 24 Tahun 1997, peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan
dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta
yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dalam ketentuan tersebut tidak dijelaskan apa yang
dimaksud beralih dan diperalihkan, tetapi hanya diatur tentang peralihan suatu hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.
Secara teoritis berdasarkan ketentuan dalam hukum kebendaan suatu hak atas kebendaan dikatakan “beralih” yaitu suatu proses berpindahnya hak atas tanah dari
pemegang hak yang lama kepada pihak lain karena pemegang haknya meninggal dunia. Proses seperti ini disebut dengan pewarisan. Peralihan hak atas tanah tersebut
terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya seorang pemegang hak atas tanah, maka secara otomatis hak atas tanah tersebut beralih kepada ahli warisnya.
231
J. Andy Hartanto, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertipikat, Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2009, hal. 41-42.
Universitas Sumatera Utara
Jadi, ahli waris di sini memperoleh peralihan hak atas tanah karena suatu peristiwa hukum tertentu, bukan karena perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang hak
atas tanah selaku subyek hukum. Suatu hak atas tanah dialihkan atau diperalihkan apabila hak atas tanah
tersebut dipindahkan atau dipindahtangankan darioleh pemegang hak selaku subyek hukumhak kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan
dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak atas tanah yang dialihkan. Jadi peralihan hak atas tanah terjadi karena memang disengaja dan merupakan hak
kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak atas tanah yang dialihkan. Jadi
peralihan hak atas tanah terjadi karena memang disengaja melalui suatu perbuatan hukum antara pemegang hak lama dengan pihak kedua yang akan menjadi penerima
hak dan sekaligus nantinya adalah sebagai pemegang hak baru. Dilihat dari sudut pandang konsep kepemilikan, maka bagi pihak yang secara
hukum memiliki hak atas tanah, baik yang telah didaftarkan maupun belum didaftarkan dapat mengalihkan hak atas tanah yang dimilikinya. Mengalihkan hak
atas tanah, maksudnya memindahkan hak atas tanah yang dimiliki kepada pihak lain, dengan pemindahan dimaksud, maka haknya akan berpindah. Hak right yang
dimaksud, adalah hubungan hukum yang melekat sebagai pihak yang berwenang atau berkuasa untuk melakukan tindakan hukum. Di dalam terminologi hukum kata-kata
Universitas Sumatera Utara
“right” diartikan hak yang legal, atau dasar untuk melakukan sesuatu tindakan secara hukum.
232
Secara yuridis, peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui beberapa proses, antara lain:
233
1. jual beli; 2. hibah;
3. tukar menukar; 4. pemisahan dan pembagian biasa;
5. pemisahan dan pembagian harta warisan; 6. penyerahan hibah wasiat;
7. hipotik; 8. credit verband.
Perkembangannya, peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena adanya Hak Tanggungan dan wakaf. Menurut Peraturan Menteri Agraria No. 14 Tahun 1961
Pasal 1 menentukan, bahwa: “Pemindahan hak, ialah jual beli termasuk pelelangan di muka umum, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut
adat dan perbuatan lain yang dimaksudkan untuk mengalihkan sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain”.
Terkait dengan pemindahan atau peralihan hak atas tanah, dilihat dari karakteristik hak dan proses peralihan haknya, memiliki unsur hukum yang berbeda,
terutama yang terkait dengan syarat formil dan materiil, prosedur, maupun mekanisme yang sangat ditentukan oleh sifat atau keadaan subyek dan obyek hak.
Namun demikian syarat utama adalah harus adanya alat bukti hak atas tanah, yakni bukti kepemilikan secara tertulis formil yang berupa “sertipikat” untuk tanah yang
232
I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta: Dinar Grafika, 2000, hal. 487.
233
Soetomo, Pedoman Jual Beli Tanah Peralihan Hak Sertipikat, Malang: Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya, 1981, hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
telah didaftarkan, maupun “bukti pendukung” untuk tanah yang belum didaftarkan atau belum bersertipikat. Bukti yang dimaksud dapat berupa: akta jual beli, hibah,
fatwa waris, surat keputusan pemberian hak atas tanah dan bangunan, dan lain-lain. Hal tersebut untuk memberikan kepastian dan kekuatan hukum atas kepemilikan
tanah, sehingga peralihan hak atas tanah tersebut memenuhi syarat legalitas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peralihan hak atas tanah menurut yuridis dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada Kantor Pertanahan
KabupatenKota setempat. Langkah tersebut terkait erat dengan prosedur peralihan hak atas tanah, karena prosedur menentukan legalitas dari peralihan hak. Dengan
demikian legalitas peralihan hak atas tanah sangat ditentukan oleh syarat formil maupun materiil, prosedur dan kewenangan bagi pihak-pihak terkait, baik
kewenangan mengalihkan maupun kewenangan pejabat untuk bertindak. Prosedur hukum beralihnya suatu hak atas tanah dapat ditelusuri baik sebelum maupun setelah
berlakunya UUPA. Menurut ketentuan tersebut terlihat jelas bahwa peralihan hak atas tanah harus
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Dengan demikian ada unsur absolut yang harus dipenuhi dalam mengalihkan hak atas tanah, yakni adanya akta peralihan
hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT.
234
Berbeda halnya peralihan hak atas tanah di wilayah yang terkena bencana gempa bumi dan tsunami, PPAT atau Notaris dilarang membuat akta peralihan
234
J. Andy Hartanto, Op.Cit, hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
penguasaan, pemilikan, atau pembebanan sebelum diketahui secara jelas data yuridis dan data fisiknya.
235
PPAT danatau Notaris yang tetap membuat akta peralihan penguasaan, pemilikan, atau pembebanan terhadap tanah di wilayah yang terkena bencana gempa
bumi dan tsunami di hadapannya, maka akta yang dibuat tersebut batal demi hukum. PPAT atau Notaris yang melanggar larangan tersebut dapat dikenakan sanksi
administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
236
yang berlaku yaitu untuk notaris berlaku UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan bagi
PPAT berlaku PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selain sanksi administratif yang diterima oleh PPAT atau Notaris yang
membuat akta peralihan penguasaan, pemilikan, atau pembebanan terhadap tanah di wilayah yang terkena gempa bumi dan tsunami sebelum diketahui secara jelas data
yuridis dan data fisiknya, dapat juga dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 lima ratus
juta rupiah.
237
Senada dengan ketentuan Pasal 13 UU No. 48 Tahun 2007 di atas, BPN juga mengeluarkan keputusan yang melarang pengalihan penjualan tanah sebagai suatu
upaya untuk melindungi para korban tsunami yang rentan dari tekanan-tekanan untuk
235
Pasal 13 UU No. 48 Tahun 2007.
236
Pasal 13 UU No. 48 Tahun 2007.
237
Pasal 33 UU No. 48 Tahun 2007.
Universitas Sumatera Utara
dengan segera mengalihkan tanah mereka pada saat bergumul dengan kesedihan, rasa kehilangan, cedera dan penyakit.
238
Ad.3 Dokumen
Dokumen pertanahan dapat berupa dokumen tertulis atau dokumen elektronik. Dokumen pertanahan dalam bentuk elektronik berlaku sebagai alat bukti yang sah
dan memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan dokumen tertulis. Apabila dokumen pertanahan dalam bentuk elektronik akan diterbitkan sebagai produk hukum
tertulis maka dapat dilakukan pencetakan dokumen elektronik. Data dokumen pertanahan dalam bentuk elektronik yang telah diterbitkan sebagai produk hukum
tertulis, tetap disimpan di dalam database pertanahan. Pasal 14 UU No. 48 Tahun 2007 dan Pasal 35 PP No. 24 Tahun 1997
di atas, tidak ada menjelaskan bagaimana langkah-langkah perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap dokumen pertanahan yang rusak, musnah atau
hilang. Berdasarkan penelusuran di lapangan, terdapat beberapa langkah-langkah yang dilakukan oleh BPN terhadap dokumen pertanahan yang rusak, musnah atau
hilang, yaitu: Penanganan Dokumen Pertanahan yang berasal dari Kantah yang terkena tsunami. Mobilisasi dari Aceh ke Jakarta, stabilisasi penyimpanan dengan
cold storage, pengeringanvacuum freeze dry chamber, demobilisasi Jakarta ke Aceh,
dan penataan dokumen berjumlah: ± 15 ton.
238
Laporan Bersama BRR dan Mitra Internasional. Aceh dan Nias Satu Tahun Setelah
Tsunami: Upaya Pemulihan dan Langkah ke Depan, Desember 2005.
Universitas Sumatera Utara
Buku tanah sebagian besar dapat diselamatkan dan telah dilakukan penyelamatan, kegiatan ini merupakan kerjasama BPN, Arsip Nasional dan JICA,
melalui teknologi tinggi yang penanganannya dilakukan di Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kakanwil BPN Provinsi Aceh, bahwa
dokumen pertanahan tersebut sudah dikembalikan ke Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh dan Kakanwil BPN Provinsi Aceh dalam masa pelaksanaan rekonstruksi
pertanahan pasca tsunami.
239
Berdasarkan Pasal 192 Peraturan MNAKepala BPN No. 3 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa semua daftar umum dan dokumen-dokumen yang telah
dipergunakan sebagai dasar pendaftaran merupakan dokumen Negara. Dokumen- dokumen pertanahan tersebut harus dijaga dengan baik, karena merupakan arsip
hidup yang selalu dipergunakan oleh BPN terutama dalam kegiatan pendaftaran selanjtunya.
Berdasarkan kajian dalam rangka penyelamatan dokumen-dokumen pertanahan terutama yang berada pada Kantor Pertanahan dan untuk menghindari
kerusakan atau hilangnya dokumen akibat peristiwa bencana alam seperti peristiwa tsunami di Provinsi Aceh maka dokumen-dokumen pertanahan baik dalam bentuk
tertulis maupun elektronik harus disimpan dalam tempat yang aman seperti dalam suatu “Bank Data Pertanahan”, sehingga apabila terjadi kejadian seperti tsunami di
Aceh, maka dokumen tersebut masih tetap ada di “Bank Data Pertanahan”.
239
Hasil wawancara dengan Kakanwil BPN Provinsi Aceh, hari Selasa, 25 Maret 2014, pukul 10.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Ad.4 Biaya, Bea, dan Pajak
240
Mengingat situasi dan kondisi yang ada di wilayah bencana tidak memungkinkan maka masyarakat yang terkena bencana tsunami tidak diwajibkan
membayar biaya, bea dan pajak sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Permohonan penerbitan tanda bukti hak pengganti, konversi hak atas tanah, pengakuan hak atas tanah, atau penetapan hak atas tanah dan pendaftarannya bagi
masyarakat di wilayah pasca bencana gempa bumi dan tsunami tidak dikenakan biaya, bea, dan pajak sampai dengan tahun 2009.
241
Dalam rangka memberikan kemudahan penyediaan hak atas tanah dan bangunan yang diperuntukkan bagi korban
bencana alam nasional yang melanda Aceh, Pemerintah “menggratiskan” penerbitan tanda bukti hak pengganti, konversi hak atas tanah, pengakuan hak atas tanah, dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB,
242
240
Biaya adalah uang yang dikeluarkan untuk mengadakan mendirikan, melakukan dsb sesuatu; ongkos; belanja; pengeluaran. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.Cit, hal. 129. Bea
adalah 1 pajak; cukai; 2 biaya; ongkos, Ibid, hal. 103. Pajak adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah
sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dsb. Ibid, hal. 715.
dengan mengeluarkan
241
Ibid, Pasal 15 UU No. 48 Tahun 2007.
242
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang disingkat dengan BPHTB, diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dengan UU No. 21 Tahun 1997
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan. Dalam UU No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 disebut dengan UU BPHTB, memberikan pengertian mengenai BPHTB, yaitu Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Jadi BPHTB adalah sama dengan Pajak Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan. Yang dimaksud dengan Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, UU BPHTB menyebutkan bahwa Perolehan Hak atas Tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa
hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Sejak 1 Januari 2011, BPHTB masuk dalam pajak daerah. Pengalihan wewenang pemungutan
atau devolusi BPHTB dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah KabupatenKota adalah sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
sebagai dasar hukumnya yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104PMK.012005 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
561KMK.032004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Konteks Pasal 61 ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997 jo Pasal 19 ayat 4 UUPA, biaya pendaftaran tanah diberikan “gratis”, hanya kepada dua hal, yaitu:
1. jika pemohon dapat membuktikan tidak mampu membayar biaya tersebut; 2. untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu
6 enam bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris.
amanat Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah PDRD. Dengan demikian per tanggal 1 Januari 2011 Kantor Pelayanan Pajak Pratama KPP Pratama sudah
tidak lagi melayani pengelolaan pelayanan BPHTB, sehingga wajib pajak yang akan melaporkan pembayaran BPHTB sehubungan dengan proses transaksi properti yang dilakukannya akan langsung
ditangani oleh Pemerintah KabupatenKota setempat.
http:eddiwahyudi.com20101231mulai-1- januari-2011-bphtb-telah-resmi-menjadi-pajak-daerahdiakses
pada tanggal 12 Juni 2014, pukul 9.03 WIB.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERANAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL MELAKSANAKAN
REKONSTRUKSI PERTANAHAN PASCA TSUNAMI DI PROVINSI ACEH
A.
Struktur Lembaga Pertanahan
1. Dasar Pembentukan Lembaga Pertanahan
Sejak berlakunya Agrarisch Wet 1870 Pemerintah Penjajah Belanda mengeluarkan Ordonansi Staatsblad 1823 No. 164, di mana penyelenggaraan
kadasteral diserahkan kepada lembaga yang diberi nama Kadasteral Dient. Karena perannya yang strategis bagi masyarakat Belanda, pejabat lembaga ini diangkat dan
diberhentikan oleh Gubernur Jenderal. Dalam perjalanannya Kadasteral Dient ini masih terus berlaku hingga lahirnya UUPA. Sedangkan statusnya adalah Instansi
Pemerintah sekaligus petugas fungsional.
243
Masa penjajahan Jepang 1942-1945, secara prinsip pengaturan soal pertanahan tidak jauh berbeda dengan masa penjajahan Belanda, Jawatan Kadasteral
Dient misalnya, masih tetap di bawah Departemen Kehakiman dan hanya namanya yang diganti menjadi Jawatan Pendaftaran Tanah dan kantornya diberi nama Kantor
Pendaftaran Tanah. Masa kemerdekaan, tekad Pemerintah untuk membenahi dan
menyempurnakan pengelolaan pertanahan makin bulat. Menyadari bahwa landasan
243
B.F. Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan dalam Hukum Tanah Indonesia, Jakarta: Toko Gunung Agung, 205, hal. 114.
Universitas Sumatera Utara