Pendidik dalam Pendidikan Karakter

31 seseorang. Pendidikan karakter tidak dapat hanya diceramahkan, atau dipaksakan lewat proses indoktrinasi berselubung pendidik. Pendidikan karakter perlu didasarkan pada strategi yang tepat. Zamroni Darmiyati Zuchdi, 2011: 174-177 menyatakan ada tujuh strategi yang ditawarkan dalam mewujudkan pendidikan karakter di sekolah yaitu yang pertama tujuan, sasaran, dan target yang akan dicapai harus jelas dan konkret. Kedua, pendidikan karakter dikerjakan tidak hanya oleh sekolah, melainkan harus ada kerjasama antara sekolah dengan orangtua siswa sehingga akan lebih efektif dan efisien. Ketiga menyadarkan pada semua guru akan peran yang penting dan bertanggung jawab dalam keberhasilan melaksanakan dan mencapai tujuan pendidikan karakter. Pembelajaran yang dilaksanakan oleh para guru harus mengembangkan kesadaran akan pentingnya keterpaduan antara hati, pikiran, tangan, cipta, rasa, dan karsa di kalangan peserta didik guna mengembangkan karakter masing-masing. Keempat, perlu adanya kesadaran guru akan “hidden curriculum”, dan merupakan instrumen yang amat penting dalam pengembangan karakter peserta didik. Kelima, guru harus menekankan pada daya kritis dan kreatif peserta didik critical and creative thinking, kemampuan bekerja sama, dan keterampilan mengambil keputusan. Metode pembelajaran yang paling tepat untuk mencapai tujuan tersebut adalah Cooperative Learning dan Problem Based Teaching and Learning. Keenam, 32 memanfaatkan kultur sekolah dalam pengembangan karakter peserta didik. Nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, norma-norma, semboyan- semboyan sampai kondisi fisik sekolah yang ada perlu dipahami dan didesain sedemikian rupa sehingga fungsional untuk mengembangkan karakter siswa. Ketujuh, pada hakikatnya salah satu fase pendidikan karakter adalah merupakan proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari khususnya di sekolah yang dapat dimonitor dan dikontrol oleh kepala sekolah dan guru. Muchlas Samani Hariyanto 2011: 111 strategi pengembangan karakter secara makro dapat dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat karakter yang dirumuskan menggunakan berbagai sumber ideologi bangsa, perundangan yang terkait, pertimbangan teoritis seperti teori tentang otak, psikologis, nilai dan moral, pendidikan, dan sosio-kultural, serta pertimbangan empiris berupa pengalaman dan praktik terbaik best practice dari tokoh-tokoh, kelompok kultural, pesantren, dan lain-lain. Pada tahap pelaksanaan implementasi dikembangkan pengalaman belajar learning experience dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri peserta didik. Proses ini berlangsung di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pada tahap evaluasi hasil dilakukan pengukuran asesmen untuk perbaikan berkelanjutan yang 33 sengaja dirancang dan dilaksanakan untuk mendeteksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik. Kemendiknas Udin Saripudin Winatraputra, 2010: 12 pada tataran mikro, pengembangan nilaikarakter dapat dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan pendidikan school culture, kegiatan ko- kurikuler danatau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat. Pengembangan nilai dan sikap karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategimetode pendidikan nilai valuecharacter education. Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilaikarakter dilaksanakan dengan mengintegrasikan dalam semua mata pelajaran embeded approach terutama untuk mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Untuk kedua mata pelajaran tersebut nilaikarakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran instructional effects dan juga dampak pengiring nurturant effects. Sementara itu untuk mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama selain pengembangan nilaikarakter, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki dampak pengiring nurturant effects berkembangnya nilaikarakter dalam diri peserta didik. 34 Dalam lingkungan satuan pendidikan sekolah harus dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial-kultural sekolah memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga sekolah lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di sekolah yang mencerminkan perwujudan nilaikarakter. Kegiatan ko-kurikuler maupun ekstrakurikuler perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan reinforcement dalam rangka pengembangan nilaikarakter. Kegiatan ko-kurikuler yaitu kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler, yakni kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Dokter Kecil, Palang Merah Remaja, Pecinta Alam dan lain-lain. Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orangtuawali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di sekolah menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing. Desain pendidikan karakter dalam tataran mikro dapat digambarkan sebagai berikut: