Tujuan Perguruan Silat Pusaka Djakarta

Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta tidak mungkin bertahan dan berkembang menjadi perguruan pencak silat yang besar sampai saat ini tanpa sosok pendiri yang kuat dan guru yang berjiwa besar. H. Sanusi atau yang lebih sering disapa babe Uci merupakan pendiri dan Guru Besar Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta. Meskipun sudah tidak muda lagi, semangat dan tekad beliau untuk melestarikan kebudayaan pencak silat betawi patut diacungi jempol. Beliau selalu menjaga pola makan dan waktu aktivitasnya sehari hari dengan benar, maka tak ayal babe Uci masih segar bugar di kala usianya ke 84 tahun saat ini. “Sejak muda, saya hanya makan sekali sehari. Saya hanya makan siang sekitar pukul 14.00,” kata pria yang akrab dipanggil babe Uci ini dirumahnya di Manggarai Selatan, Jakarta Selatan. 55 Hanya ketika sangat lapar dan harus pergi beliau makan dua keping biskuit sebagai pengganjal perut. Kebiasaan itu bermula ketika babe Uci tinggal di pesantren yang berada di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat, saat usianya 15 tahun. Disana, para santri membiasakan diri makan secukupnya dan seadanya. Mereka tak pernah berlebihan dan selalu makan bersama. Menurut Sang guru, makan banyak akan menutupi hati. “Betul ajaran beliau Guru babe Uci, banyak makan bukan hanya membuat hati tertutup lemak, melainkan juga membuat orang menjadi tamak, serakah, dan rela berbuat apa saja demi memuaskan nafsu” kata babe Uci. 55 http:pencaksilat-pusakadjakarta-babeuci.blogspot.co.id diakses pada tanggal 6 September 2016. Babe Uci mulai berlatih pencak silat saat berusia 12 tahun di kawasan Sawah Besar. Beliau belajar ilmu silat dengan gurunya yang bernama Mursadi bin Rabidun. Kendati demikian, Anak pertama dari enam bersaudara ini selalu ingat, sang guru silat tak sembarangan melatih dan tak semua anak terpilih ikut latihan. Hanya mereka yang rajin shalat dan mengaji yang boleh ikut berlatih. Dulu, mereka biasa berlatih setelah shalat isya dan mengaji. Latihan silat biasa dimulai dari pukul 20.00 hingga dini hari dan dibimbing langsung oleh sang pelatih, Murasdi bin Rabidun. Beliau mengenang, kala itu kawasan Sawah Besar berupa kampung dengan kebon penuh pepohonan dan tanpa listrik. Dia menjelaskan, mereka yang belajar pencak silat harus harus rajin shalat dan mengaji karena harus pandai meredam keinginan berkelahi yang sering timbul ketika orang belajar bela diri. Sebagai pesilat, mereka harus lebih pandai menahan diri karena silat bukan untuk pamer diri. Sang guru juga sering membawa Uci kecil berkeliling ke perguruan silat disejumlah daerah. Tidak hanya menyambangi kampung-kampung di seputar Jakarta, seperti Kwitang, Rawa Belong, Menteng Dalam, dan Pasar Minggu, tetapi mereka juga ke kota lain seperti Bekasi, Bogor, dan Garut. Selain mempelajari aliran gerak silat lain, tujuan berkeliling juga untuk menjaga dan menjalin silaturahmi dengan para guru perguruan silat lain. Hal yang istimewa adalah setiap kampung Jakarta memiliki aliran silat sendiri. Tak kurang dari 300 aliran silat dikenal dari Jakarta, sementara Babe Uci menguasai tujuh aliran. Babe Uci mulai merintis kepelatihan silat saat dirinya masih menimba ilmu di Pesantren, tepatnya saat berusia 17 tahun. Beliau merasa prihatin melihat banyak kawan yang bengong kala senggang dan tak punya kegiatan lain setelah pelajaran usai dan semua kewajiban dilaksanakan. Dia lalu menawarkan diri mengajar silat dan semua temannya antusias. Kegiatan mengajar silat itu pun di lakukan tanpa sepengetahuan guru dipesantren. Mereka diam-diam berlatih pada malam hari. “Ketika kami lulus, tak hanya ilmu agama yang kami dapat. Kami semua pandai silat dan guru-guru pun bingung dari mana kami belajar silat dan kapan menekuninya. Saya diam saja, tak membocorkan rahasia bersama” jelas Babe Uci Setelah merantau mencari ilmu di Pondok Pesantren selama 10 tahun, Babe Uci kembali ke Jakarta. Beliau akhirnya mendirikan Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta yang beraliran gerak cepat pada tahun 1957. Tujuan utama babe Uci mendirikan Perguruan Pencak Silat adalah untuk melestarikan Budaya Betawi yang semakin hilang ditinggal minat generasi muda Jakarta. Profil H. Sanusi babe Uci