Faktor Pendukung Dan Penghambat Komunikasi Persuasif Dalam

Maulid nabi Muhammad SAW dan terpaksa menutup jalan, tidak satu warga pun yang tidak setuju dengan acara tersebut, bahkan sebagian dari mereka ada yang ikut membantu untuk menjadikan halaman rumah sebagai tempat parkir dan tak sedikit juga yang ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. d. Pemerintah Sebagai salah satu cagar budaya nusantara, pencak silat memiliki keunikan kebudayaan yang seharusnya dapat dilestarikan dan diperhatikan. Salah satu yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah dengan mengenalkan kepada masyarakat umum maupun luar negeri sebagai wisata kebudayaan. Dukungan Pemerintah sangat dibutuhkan agar kebudayaan Indonesia bisa bertahan dan tidak diambil negara lain. Tanpa terkecuali Perguruan silat Pusaka Djakarta, perguruan silat beraliran gerak cepat khas Betawi ini sangat membutuhkan dukungan Pemerintah untuk bisa bertahan. Semenjak pertama kali beridiri, perguruan silat maupun Babe Uci sangat sering mendapatkan penghargaan, piagam, atau dipercaya untuk mengisi acara Nasional maupun Internasional. Penghargaan seperti itu merupakan bentuk dukungan Pemerintah kepada pewaris kebudayaan-kebudayaan bangsa, juga dengan penghargaan tersebut bisa memacu semangat penerus generasi bangsa untuk terus berkarya dan terus berprestasi dibidang pencak silat. Terakhir, Perguruan Silat Pusaka Djakarta dipercaya oleh Pemerintahan Provinsi Pemprov DKI Jakarta sebagai wakil kontingen DKI Jakarta dalam pegelaran “TAFISA Games 2016” cabang seni pencak silat di Jakarta Oktober lalu. 2. Faktor Penghambat a. Manusia Yang Tidak Bersyukur Nikmat yang diberikan Allah SWT kepada manusia di dunia ini sungguh sangat besar dan tak ada satu pun manusia yang bisa menggantinya. Namun, terkadang banyak manusia yang kurang bersyukur atas nikmat yang telah diberikan, hingga akhirnya terjerumus ke dalam lingkaran syeitan. Hal inilah yang membuat proses komunikasi persuasif dalam aktivitas dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta sedikit terhambat. Terkadang, dakwah ataupun pesan yang Babe Uci sampaikan hanya sebatas masuk kuping kanan keluar kuping kiri bagi sebagian murid di PSPD, sehingga intisari dari dakwah tersebut tidak meresap di hati nurani mereka. Kendati demikian, Babe Uci tetap selalu membimbing mereka sampai pikiran dan hati nurani mereka mendapatkan hidayah dari Alah SWT. Dalam penyampaian dakwah Babe Uci kepada muridnya yang mantan preman memang ada yang sukses ada juga yang tidak. Ada beberapa mantan preman tersebut yang ternyata kembali memalak warga dan pedagang-pedagang di pasar. Alasan mereka kembali pun seragam karena dengan mencari nafkah dengan cara halal tak sebanyak hasil dari memalak. Hal tersebutlah yang dikatakan Babe Uci adalah manusianya yang tidak beryukur. “saya juga membuat mereka keluar biar ga malak lagi juga ga gitu aja, saya kasih mereka pekerjaan lewat kenalan beberapa temen saya. Ya memang pekerjaannya paling hanya sebagai satpam, sopir, atau office boy . Tapi pekerjaan itu kan lebih halal dibanding mereka malakin warga ama pedagang. Ya cuman itu tadi, ada beberapa dari mereka yang malak lagi, negeresahin warga lagi, nyusahin warga lagi. Awalnya saya kira faktor ekonomi yang membuat mereka malak, tapi bukan, mereka itu ga bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Tapi saya ingatkan lagi ke mereka bahwa hidup di diunia ini cuma sementara jadi jangan berbuat yang macem macemlah. Inget istri ama anak di rumah, buat apa harta hasil malak? Ga berkah. Itu yang selalu saya ucapkan ke mereka.” 67 b. Kurangnya Pelatih Silat Yang Memahami Ilmu Agama Selain Babe Uci Sebagai seorang pendidik atau guru harus bisa memberikan contoh yang baik kepada setiap muridnya, tanpa terkecuali di dunia pendidikan pencak silat. Sebagai untuk ilmu beladiri, perlu juga dibarengi dengan ilmu agama, tujuannya agar tetap membumi dan tidak mempergunakan ilmu silat untuk kejahatan. Dengan demikian sudah sewajarnya guru-guru silat di PSPD harus memberikan wejangan, nasehat, juga pencerahan kepada setiap muridnya. Nasehat itu diberikan dengan tujuan agar murid-murid di PSPD bisa menggunakan ilmu beladiri yang dipelajari untuk membela diri sendiri dan menolong orang lain. Namun, permasalahannya adalah jarangnya pelatih silat di PSPD yang memahami agama selain Babe Uci. 67 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak H. Sanusi, kamis, 27 Oktober 2016, pada pukul 19.00 WIB. Seharusnya setiap pelatih juga memahami ilmu agama yang mumpuni agar dapat memberikan pencerahan, wejangan, dan contoh perilaku bijaksana yang baik kepada setiap murid-muridnya. Faktor belum adanya regenerasi yang mumpuni di bidang ilmu agama inilah yang menurut peneliti dapat menghambat komunikasi persuasif dalam aktivitas dakwah di Perguruan Silat Pusaka Djakarta. c. Kurangnya Informasi Tentang Pencak Silat Sebagai Media Dakwah Di zaman era digital sekarang, sangat mudah untuk mencari informasi apapun. Sudah banyak media online yang dapat menyebar informasi secepat mungkin. Handphone pun sudah multifungsi bukan hanya untuk telepon dan sms saja, melainkan untuk browsing internet dan mengirim e-mail dengan bentuk yang semakin minimalis. Namun dari sekian banyak kemajuan dan perkembangan teknologi yang ada informasi akan seni pencak silat sangat susah ditemui baik di media cetak ataupun di media online. Kurangnya minat media massa untuk mem - publish seni pencak silat membuat masyarakat kurang informasi akan seni pencak silat Indonesia. Terutama informasi akan pencak sebagai media untuk menyebarkan dakwah, sangat jarang ditemui. Karena memang media massa selama ini hanya mem- publish pencak silat sebagai seni beladiri budaya Indonesia. Sudut pandang yang mereka pilih selalu seninya saja, sehingga masyarakat hanya tahu pencak silat sebagai seni bukan sebagai media dakwah. Padahal dalam pencak silat sangat kental akan nilai spritualnya dengan prinsip-prinsip keagamaan sebagai ruh nya. Jika saja, banyak tulisan ataupun artikel tentang silat sebagai media untuk berdakwah, mungkin silat bisa menjadi alternatif para da’i, ulama, ataupun kyai-kyai di Indonesia untuk berdakwah dan menyebarkan syiar Islam. 90

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan aktivitas dakwah H. Sanusi dengan komunikasi persuasif di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta. Dari kesimpulan tersebut, penulis dapat melihat benuk komunikasi persuasif seperti apa yang dilakukan dalam aktivitas dakwah H. Sanusi di Perguruan Pencak silat Pusaka Djakarta dan media apa saja yang digunakan dalam menyampaikan dakwah. Diantaranya sebagai berikut: 1. Dakwah yang diberikan Oleh Bapak H. Sanusi atau Babe Uci di Perguruan silat Pusaka Djakarta menggunakan dakwah bil lisan dan bil hal , yaitu dakwah dengan ucapan dan dengan perbuatan nyata. Dakwah dengan ucapan diantaranya berdoa sebelum dan selesai latihan, pengajian rutin malam jumat, dan pemberian nasehat atau dakwah setelah selesai latihan. Adapaun dakwah menggunakan perbuatan nyata diantaranya tradisi kenaikan sabuk, tradisi bakar sabuk, peringatan acara hari besar agama Islam seperti Maulid nabi Muhammad SAW, dan silaturahmi antar ranting serta perguruan silat tetangga. 2. Agar penyampaian dakwah lebih effisien dan intensif Babe Uci menggunakan strategi komunikasi antar pribadi dengan teori komunikasi persuasif dan menggunakan metode icing , yaitu upaya menyusun atau menata pesan komunikasi sedemikian rupa sehingga enak didengar, dilihat, atau dibaca dan orang memiliki kecenderungan untuk mengikuti apa yang disarankan oleh pesan tersebut. 3. Adapun pesan yang selalu Babe Uci berikan kepada muridnya selalama proses komunikasi persuasif dalam aktivitas dakwah di PSPD ada empat yaitu: a. Pentingnya pendidikan dan menjaga akhlaq b. Keutamaan sholat c. Budayakan disiplin dan malu d. Jagalah diri sendiri dan keluarga

B. Saran

1. Harus Lebih Banyak Lagi Informasi Tentang Pencak Silat dan Pencak Silat Sebagai Media Dakwah Seharusnya informasi tentang pencak silat lebih banyak dimuat lagi baik di media massa maupun di artikel maupun di blog. Terutama informasi akan pencak sebagai media untuk menyebarkan dakwah, sangat jarang ditemui. Karena memang media massa selama ini hanya mem- publish pencak silat sebagai seni beladiri budaya Indonesia. Sudut pandang yang mereka pilih selalu seninya saja, sehingga masyarakat hanya tahu pencak silat sebagai seni bukan sebagai media dakwah. Padahal dalam pencak silat sangat kental akan nilai spritualnya dengan prinsip-prinsip keagamaan sebagai ruh nya. Jika saja, banyak tulisan ataupun artikel tentang silat sebagai media untuk berdakwah, mungkin silat bisa menjadi alternatif para da’i, ulama, ataupun kyai-kyai di Indonesia untuk berdakwah dan menyebarkan syiar Islam. 2. Regenerasi Dalam Berdakwah Melalui Pencak Silat Harus Berjalan Pencak silat sebagai warisan budaya Bangsa Indonesia banyak mengandung unsur spiritual di dalamnya. Pada masa penjajahan terdahulu, para pesilat pada masa itu juga membekali diri mereka ilmu agama dengan cara berguru pada kyai-kyai masa itu, contohnya Si Pitung . Maka dari itu, setiap guru ataupun pelatih silat harus memahami lebih dalam ilmu agama. Tujuannya adalah agar ilmu ilmu agama yang mumpuni agar dapat memberikan pencerahan, wejangan, dan contoh perilaku bijaksana yang baik kepada setiap murid-muridnya. Selain itu, juga bertujuan agar ilmu agama yang diberikan bisa diturunkan secara turun temurun layaknya jurus dalam silat dan tidak terputus begitu saja. DAFTAR PUSTAKA A.H. Hasanuddin. 1982. Rethorika Dakwah dan Publistik Dalam Kepemimpinan. Surabaya: Usaha Nasional. Abdurrahman, Oemi. 2001. Dasar-Dasar Public Relations. Bandung: Pt. Citra Aditya Bakti. Asmara, H. Toto. 1997. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama. Bachtiar, Wahdi. 1997. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos. Cangara, H. Hafied. 2013. Perencanaan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Changara, Hafied. 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dr. M. Budayatna, MA, dan Dra. Nina Mutmainah. 2002. Komunikasi Antarpribadi . Jakarta: Universitas Terbuka. G. Robbins, James dan Barbara S. Jones. 1995. Komunikasi yang Efektif. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya. H. M. Arifin. 1994. Psikologi Dakwah . Jakarta: Bumi Aksara. H.A. Widjaja. 1997. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Bandung: Bumi Aksara. http:pencaksilat-pusakadjakarta-babeuci.blogspot.co.id Ilaihi, Wahyu. 2013. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ilaihi, Wahyu. 2013. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Jumroni dan Suhaimi. 2006. Metode-Metode Penelitian Komunikasi . Ciputat: UIN Jakarta press. Mahfudh, Syeikh Ali. Hidayah Al-Mursyidin . Beirut: Daar Al- Ma’rif. Maryono, O’ong. 2016. Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia. Meleong. M.A, Lexy. 2004. Metedologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Mulyana. 2014. Pendidikan Pencak Silat: Membangun Jati Diri dan Karakter Bangsa. Bandung: Remaja Rosdakarya. Munsyi, Abd. Kadir. 1983. Metode Diskusi dalam Dakwah. Surabaya: al- Ikhlas. Omar, Toha Yahya. 1992. Ilmu Dakwah. Jakarta: Widjaya.