ACHMAD FAIZAL RIWANTO FDK
AKTIVITAS DAKWAH H. SANUSI DENGAN KOMUNIKASI PERSUASIF DI PERGURUAN PENCAK SILAT PUSAKA DJAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh: Achmad Faizal Riwanto
NIM: 1112051000155
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1437H/2016M
(2)
(3)
(4)
(5)
i
ABSTRAK Achmad Faizal Riwanto
Komunikasi Persuasif Dalam Aktivitas Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
Dakwah dapat menggunakan media apa saja tanpa terkecuali seni beladiri pencak silat. Pada perakteknya seni beladiri pencak silat mengandung nilai-nilai luhur yang merujuk pada ajaran Islam. Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta merupakan perguruan silat beraliran gerak cepat yang berasal dari Betawi. Perguruan ini selalu menerapkan nilai-nilai dakwah islam dalam setiap gerakan, visi, misi, dan sebagai pedoman perguruan silat tersebut. Cara paling tepat dalam penyampaian materi dakwah agar terlihat menarik adalah dengan menggunakan komunikasi persuasif, karena ia merupakan sarana dalam penyampaian pesan yang dilakukan dengan suatu ajakan atau seruan tanpa merasa dipaksa. Metode komunikasi persuasif inilah yang digunakan H. Sanusi (babe Uci) dalam aktivitas dakwahnya di Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta.
Hasil Penelitian ini menampilkan aktivitas-aktivitas dakwah yang ada di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta (PSPD). Dalam dakwahnya Perguruan Silat ini menggunakan metode dakwah bil lisan dan bil hal. Dari hasil pengamatan peneliti, babe Uci selain sebagai pendiri PSPD juga sering memberikan pesan dakwah secara persuasif kepada muridnya. Hal inilah yang membedakan Perguruan Silat Pusaka Djakarta dengan Perguruan Silat lainnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan masuk kedalam jenis penelitian deskriptif. Dimana penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai suatu fenomena secara detil.
Teori yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah teori komunikasi persuasif dari Jalaludin Rahmat, yaitu Komunikasi Persuasif didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan pendapat, perilaku, dan tindakan orang lain melalui pendekatan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri. Proses itu sendiri adalah setiap gejala atau fenomena yang menunjukan suatu perubahan yang terus menerus dalam konteks waktu, setiap pelaksanaa atau perlakuan secara terus-menerus.
Adapun pertanyaan dalam penelitian ini yaitu, aktivitas dakwah apa saja yang terdapat di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta?,bagaimana bentuk komunikasi persuasif H. Sanusi dalam aktivitas dakwah di perguruan pencak silat Pusaka Djakarta?, apa faktor pendukung dan penghambat aktivitas dakwah H. Sanusi dengan komunikasi persuasif di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta?
Kata kunci: Dakwah, H. Sanusi, Komunikasi Persuasif, Pencak Silat, Pusaka Djakarta.
(6)
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang selalu mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas Dakwah H. Sanusi
dengan Komunikasi Persuasif di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah bagi junjungan besar nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia kepada jalan kebenaran.
Adapun skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun guna memenuhi salah satu persyaratan yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal ini, penulis tentu menyadari bahwa skripsi ini tidak akan mampu terselesaikan tanpa bantuan dari pihak lain yang telah memberikan bimbingan, nasihat, serta motivasi baik secara moral maupun material. Oleh karenanya, penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2. Drs. Masran, M.A, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Fita Fathurokhmah SS, M.Si, Sekertaris Jurusan Komunikasi dan
(7)
iii
4. Artiarini Puspita Arwan, M.Psi, Dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan, arahan serta inspirasi yang amat berharga bagi penulis.
5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan berbagai pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada penulis selama dalam masa perkuliahan.
6. Segenap Pimpinan serta Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani penulis dalam menggunakan buku-buku serta literatur yang penulis butuhkan selama penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orangtua tercinta, Suyanto dan Hj. Badriah, yang selalu menjadi inspirasi serta memberikan dukungan baik secara moral maupun material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Adik saya Mochammad Raihan Budiman yang selalu memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis.
9. Tante saya Lia Hilalia yang sudah saya anggap seperti ibu sendiri. Beliau juga yang selalu mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan skripsi dan cepat lulus.
10.H. Sanusi, Guru Besar di Perguruan Silat Pusaka Djakarta, narasumber yang sudah mau memberikan banyak pencerahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11.Para sahabat Coeg Brotherhood, Soniatul Fallah, Mulla Sadra, Zulfikar Alfariz, Putra Sanubari, Fajry Ferdiawan, dan Muhammad Ridho
(8)
iv
Sastrawijaya yang dengan candaan dan bantuan mereka bisa menenangkan pikiran dan hati penulis dikala sulit mengerjakan skripsi ini.
12.Ahmad Sauqi dan Muhammad Soleh yang selalu siap membantu kapanpun dan di manapun, sehingga skripsi ini bisa selesai.
13.Para Dewan pelatih di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta yang sudah banyak memberikan masukan maupun kritiknya agar skripsi ini bisa dipakai sebagaimana mestinya.
14.Ridho Falah Adli, Arif Faturrahman, Taufik Abdullah, Muhammad Aidillah Putra, Dityan Zahra Pranisa, dan Annisah Bilqis sahabat perkuliahan super, yang selalu memberikan motivasi serta suka duka selama 4 tahun masa kuliah.
15.Para pemain futsal anti kejuaraan, Akbar Ramadhan, Giovanni, Ahmad Fikri, Arif Syahrizal, Fahmi Syamsi, Ridho Andriansyah, Ferdy Rizki, Rahmat Agung, Trisaka Octarian, Indra Ramadhan, dan Asep Hermawan tetaplah mencari keceriaan dalam setiap permainan.
16.Kawan senasib sejak semester awal, Milki Amirussaleh, Hilman Zulfahmi, Hidayatul Munir, Nirma Sugiarti, dan Imas hayati Nufus yang selalu berbagi kesulitan maupun kebahagiaan.
17.Para keluarga kecil KPI E angkatan 2012 terimakasih sudah mengisi warna kehidupan penulis 4 tahun terakhir, tanpa kalian kuliah mungkin tidak akan semenyenangkan ini.
(9)
v
18.Keluarga Besar KPI angkatan 2012 serta kakak-kakak senior dan adik-adik junior yang sudah memberikan inspirasi kepada peneliti.
19.Keluarga besar KKN Share 2015 serta Keluarga Besar Desa Pasir Gintung, semoga tali silaturahmi tetap tersambung di antara kita. 20.Keluarga besar Teras KPI, yang selalu menjadi tempat bagi penulis
dalam menyalurkan hobi sekaligus mengasah kempuan penulis.
21.Orang-orang yang telah memberikan dukungan dan membaca skripsi ini yang mohon maaf belum dapat saya cantumkan namanya.
Penulis berharap semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikianlah pengantar yang dapat penulis sampaikan, akhir kata penulis mohon maaf jika terdapat kesalahan penulisan dalam skripsi ini.
Jakarta, Desember 2016
(10)
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...i
KATA PENGANTAR ...ii
DAFTAR ISI ...vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7
1. Tujuan penelitian ... 7
2. Manfaat penelitian ... 8
E. Tinjauan Pustaka ... 8
F. Metodologi Penelitian ... 10
1. Metode Penelitian ... 10
2. Lokasi Penelitian ... 12
3. Sumber Data ... 12
4. Teknik Pengumpulan Data ... 13
5. Teknik Analisis Data ... 14
G. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II LANDASAN TEORI A. Ilmu Komunikasi ... 17
1. Pengertian Komunikasi ... 17
2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi ... 19
3. Jenis-Jenis Komunikasi ... 23
B. Komunikasi Persuasif ... 26
1. Pengertian Komunikasi Persuasif ... 26
2. Metode Komunikasi Persuasif ... 27
3. Unsur-unsur Komunikasi Persuasif ... 30
4. Strategi Komunikasi Persuasif ... 32
C. Aktivitas Dakwah ... 33
(11)
vii
2. Pengertian Dakwah ... 34
3. Unsur-unsur dakwah ... 36
c. Materi dakwah ... 38
d. Metode dakwah ... 39
D. Pencak Silat ... 40
1. Pengertian Pencak Silat ... 40
2. Manfaat pencak Silat ... 42
3. Silat sebagai dakwah dan mental spritual ... 43
BAB III GAMBARAN UMUM PERGURUAN PENCAK SILAT PUSAKA DJAKARTA A. Sejarah Pencak silat Betawi ... 45
B. Sejarah Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta ... 47
C. Makna Logo Pusaka Djakarta ... 51
D. Visi dan Misi Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta ... 51
E. Tujuan Perguruan Silat Pusaka Djakarta... 52
F. Profil Guru Besar dan Struktur Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta . 54 BAB IV HASIL ANALISIS DATA A. Data Narasumber Penelitian ... 61
B. Aktivitas Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta ... 62
a. Dakwah Bil Lisan (Menggunakan Perkataan) ... 64
b. Dakwah Bil Hal (Dakwah Menggunakan Kegiatan) ... 66
C. Aktivitas Dakwah H. Sanusi Dengan Komunikasi Persuasif di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta ... 70
D. Faktor Pendukung Dan Penghambat Komunikasi Persuasif Dalam Aktivitas Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta ... 82
1. Faktor Pendukung ... 82
2. Faktor Penghambat ... 86
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93 LAMPIRAN
(12)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah dapat menggunakan media apa saja tanpa terkecuali seni beladiri pencak silat
.
Olahraga seni beladiri pencak silat adalah khasanah budaya dan budaya bangsa.
Pencak silat mengandung banyak nilai-nilai luhur di dalamnya, di antaranya dengan banyak memasukan nilai-nilai Islam dalam perjalanannya.
Misalnya, selalu berwudhu dan berdoa sebelum melakukan latihan silat.
Di dalam silat mereka menemukan nilai spiritual yang lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt, dapat pula melatih kepekaan indrawi, mengolah kelebihan dan kelenturan anatomi tubuh dan mempelajari sebanyak-banyaknya pertanda alam yang ada di sekeliling
.
Banyak hal postif yang didapat dari pencak silat, pembentukan mental yang kuat dengan kepribadian yang baik menjadi tujuan utama
.
Pada dasarnya pencak silat merupakan sebuah seni, yang banyak mengajarkan kepada kita tentang hidup yang seimbang dan sederhana.
Ada beberapa kegiatan yang memiliki nilai spiritual dalam pencak silat, diantaranya:pengajian seriap malam jum’at yang menjadi jadwal rutin setiap
(13)
Hal yang positif inilah yang membuat masyarakat umumnya dan anak-anak usia dini khususnya merasa harus mendalami pencak silat
.
Selain untuk melindungi diri dari tindakan kejahatan, juga menjaga jiwa dari perbuatan yang dilarang agama.
Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta merupakan perguruan pencak silat beraliran gerak cepat yang berasal dari betawi, selalu menerapkan nilai-nilai dakwah Islam dalam setiap gerakan, visi, misi, dan sebagai pedoman dalam perguruan silat tersebut. Sesuai dengan motto
perguruan “belajar untuk ibadah, istiqomah untuk jaga amanah”, selain
untuk belajar ilmu bela diri, pencak silat Pusaka Djakarta juga selalu mengajarkan ajaran-ajaran Islam dalam setiap latihannya, seperti berwudhu dan salat sunnah dua rakaat serta berdoa sebelum memulai latihan rutin.
Menurut H. Sanusi (babe Uci), pendiri dan guru besar Pusaka Djakarta, berwudhu, solat sunnah dua rakaat, serta berdoa sebelum latihan silat bertujuan agar pesilat selalu ingat dalam batin dan pikiran mereka bahwa berlatih silat bukan untuk menjadi jagoan dan mencari musuh. Berlatih silat bertujuan untuk membela diri dan mendekatkan diri kepada Allah Swt serta menjain silaturahmi antara pesilat lainnya. Hal tersebut sudah H. Sanusi atau babe Uci terapkan semenjak beliau pertama kali mendirikan perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta.
Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta menggunakan beberapa metode dalam aktivitas dakwahnya, diantaranya adalah dakwah bil lisan (menggunakan lisan atau secara verbal)dan dakwah bil hal (menggunakan
(14)
3
beberapa kegiatan yang berhubungan dengan dakwah islam). Kedua metode tersebut digunakan H. Sanusi atau babe Uci dalam menyampaikan dakwahnya kepada murid-murid di perguruan pencak silat Pusaka Djakarta. Penjelasan di atas sangat jelas bahwa penyampaian dakwah Islam tak selalu harus lewat majelis atau pengajian tetapi juga bisa melalui pencak silat. Karena sesungguhnya Islam telah memberi kemudahan bagi seluruh pemeluknya yang ingin menyebarluaskan seluruh perintah dan larangan Allah SWT khususnya, bagi para juru dakwah
.
Allah memberikan kebebasan dalam menyampaikan pesan dakwah dengan berbagai metode dakwah, serta saluran yang dipergunakan dalam menyampaikan pesan-pesan agama.
Dalam Surat An-Nahl ayat 125, Allah berfirman:Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik
.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebihmengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
(15)
Seiring perkembangan zaman, da’i-da’i harus semakin kreatif untuk menyampaikan pesan dakwah di masyarakat
.
Kehadiran dakwah dalam kehidupan sehari-hari kini memiliki porsi yang besar, terlebih ketika media elektronik mulai menayangkan beberapa acara yang bersifat dakwah, seperti sinetron maupun pengajian yang tidak hanya ditayangkan ketika bulan Ramadhan saja.
Walaupun demikian, bukan berarti dakwah dengan menggunakan metode tradisional ditinggalkan.
Justru dakwah dengan menggunakan metode tradisional memiliki porsi tersendiri di dalamnya.
Metode tradisional dalam berdakwah di antaranya dengan mengadakan pengajian dari rumah-kerumah maupun menggunakan media masjid atau majelis sebagai tempat berdakwah
.
Para ulama terdahulu menggunakan metode dakwah dengan mendatangi tempat-tempat yang yang dapat digunakan untuk berdakwah sehingga dapat langsung berhadapan dengan mad’unya.
Cara paling tepat dalam penyampaian materi dakwah agar terlihat menarik adalah dengan menggunakan komunikasi persuasif, karena ia merupakan sarana dalam penyampaian pesan dapat dilakukan dengan suatu ajakan atau seruan tanpa merasa dipaksa. Karena sesunguhnya dakwah bukanlah propaganda yang memaksakan kehendak orang lain. Dengan demikian, kegiatan dakwah pada dasarnya sebagai suatu proses komunikasi antara seorang komunikator dan komunikan dalam mengupayakan
(16)
5
perubahan perilaku seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan perasaannya kepada orang lain dan dapat memberikan hiburan, memberikan inspirasi, meyakinkan atau mengajak untuk berbuat sesuatu.
Kegiatan komunikasi dapat diterima dengan baik dan mendatangkan hasil yang diinginkan, baik secara verbal atau nonverbal pesan dirumuskan dalam bentuk yang tepat, disesuaikan, dipertimbangkan berdasarkan keadaan penerima, hubungan pengirim dan penerima dan dengan situasi waktu komunikasi dilakukan.
Secara spesifik, kebersamaan dalam komunikasi mengandung sifat persuasif, yang artinya bahwa komunikasi merupakan upaya mempengaruhi orang lain dalam usaha mengubah perilaku seseorang yang hendak kita inginkan, karena bujukan, rayuan merupakan ciri khas yang menandai pada tingkatan paling mendasar.1
Situasi komunikasi yang harus dilakukan adalah upaya seseorang untuk mengubah tingkah laku orang lain atau sekelompok orang lain melalui penyampaian beberapa pesan. Komunikasi persuasif disini sangat erat hubungannya dengan pengontrolan tingkah laku. Dengan kata lain mengubah tingkah laku seseorang dengan cara memberi penjelasan-penjelasan yang memungkinkan orang lain atau komunikan dapat mengikutinya dengan sadar tanpa paksaan.
(17)
Komunikasi persuasif selain sebagai sarana penyampaian pesan, ia pun merupakan sarana penyampaian materi dakwah agar selalu menarik, aktual, dan mempunyai efek pesan terhadap komunikator maupun komunikannya. Sehingga secara cara penyampaian dakwah melalui komunikasi persuasif dapat dilakukan dimanapun tanpa terkecuali di perguruan pencak silat. Sehingga komunikasi persuasif tersebut mempunyai ciri khas tersendiri.
Berdasarkan uraian latar belakang dan uraian pokok pikiran diatas, penulis tertarik untuk melakukan pengkajian dan penelitian secara mendalam dan selanjutnya dijadikan sebagai pembahasan skripsi dengan judul: “Aktivitas Dakwah H. Sanusi dengan Komunikasi Persuasif di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta”.
B. Fokus Penelitian
Dilihat dari latar belakang diatas, maka penelitian ini fokus pada segala macam bentuk aktivitas dakwah H. Sanusi dengan komunikasi persuasif di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
.
Adapun sub fokusnya adalah metode dan cara penyampaian dakwah kepada para anggota yang dilakukan oleh H. Sanusi pencak silat Pusaka Djakarta.
(18)
7
C. Rumusan Masalah
Perumusan masalah diambil dari latar belakang diatas maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Aktivitas dakwah apa saja yang dilakukan H. Sanusi di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta?
2. Bagaimana komunikasi persuasif dalam aktivitas dakwah H. Sanusi di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat komunikasi persuasif dalam aktivitas dakwah H. Sanusi di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan pembatasan dan perumusan yang sudah dipaparkan di atas maka tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari penelitian skripsi ini sebagai berikut:
1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui dan menggambarkan komunikasi persuasif seperti apa dalam aktivitas dakwah yang dilakukan H. Sanusi di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
.
b. Untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang objektif mengenai hambatan dan kendala terhadap komunikasi persuasif dalam aktivitas dakwah yang dilakukan H. Sanusi di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
.
(19)
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat akademis, hasil penelitian diharpakan mampu memberikan kontribusi positif dalam menunjang berbagai analisis studi-studi kesenian dan bela diri dalam era sekarang ini, yang mana studi dan analisis itu dikaitkan dengan komunikasi persuasif dalam aktivitas dakwah pada masyarakat
.
b. Secara praktis, dengan adanya penelitian ini semoga dapat meningkatkan mutu dan kualitas dalam kegiatan dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
.
Selain itu, hasil penelitian ini diharakan dapat memberikan sumbangan teoritis bagi pengembangan dakwah melalui seni bela diri
.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skiripsi ini, penulis telah mengkaji beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul peneliti yaitu, komunikasi persuasif dalam aktivitas dakwah di perguruan pencak silat pusaka djakarta
.
Dari situ penulis menemukan beberapa skripsi yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan judul yang penulis ambil, berikut adalah tinjauan pustakanya:
Skripsi karya Yusra, terdapat kesamaan subjek dan metode penelitian yaitu komunikasi persuasif dan metode kualitatif deksriptif. Yang
(20)
9
membedakan adalah objek penelitiannya yaitu komunikasi persuasif Geuchik dalam pembinaan taraf hidup masyarakat Gampong Bili Sa, Kecamatan Bireum Bayeun.2
Skripsi karya Muhammad Farhan, terdapat kesamaan subjek dan metode penelitian yaitu komunikasi persuasif dan metode kualitatif deksriptif. Yang membedakan adalah objek penelitiannya yaitu komunikasi
persuasif pada rubrik “perjalanan menjadi Kyai” di surat kabar Minggu
pagi.3
Pada skirpsi karya Afifah, terdapat kesamaan konsep dan metodologi yang dipilih
.
Affifah disini menggunakan konsep tentang aktivitas dakwah dengan menggunakan metode kualitatif.
Perbedaan dengan skripsi penulis adalah dari objek penelitiannya, Afifah fokus pada aktivitas dakwah perguran pencak silat beksi Ciganjur.
4Selanjutnya pada skripsi karya A
.
Samsul Anwar, terdapat kesamaan pada konsep dan metodologi yang dipilih, yaitu aktivitas dakwah dengan menggunakan metode kualitatif.
Perbedaan dengan skripsi penulis
2 Yusra, Komunikasi Persuasif Geuchik dalam Peningkatan Taraf Hidup Masyarakat
Gampong Paya Bili Sa, Kecamatan Bireum Bayeun, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, Sekolah Tinggi Islam Agama Islam (STAIN) Zawiyah Cot Kala Langsa, 2013.
3 Muhamad Farhan, Ko u ikasi Persuasif Pada Rubrik Perjala a Me jadi Kyai di
Surat Kabar Minggu Pagi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
4 Afifah, Aktivitas Dakwah Perguruan Pencak Silat Beksi Betawi Ciganjur, Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007
.
(21)
adalah dari objek penelitiannya, Samsul fokus pada aktivitas dakwah Hizbut Tahrir Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Bogor
.
5F. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, yakni penelitian yang dilalui dengan proses observasi, pengumpulan data yang akurat berdasarkan fakta dilapangan disertai wawancara dengan narasumber
.
“Penelitian kualitatif dilakukan dama situasi yang wajar(natural setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif
.
6Sementara metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif
.
Metode deskriptif kualitatif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa.
Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi.
Ciri dari metode deskriptif ini ialah titik berat pada observasi dan suasana alamiah (naturalis setting).
7
5 Samsul Anwar, Aktivitas Dakwah Hizbut Tahrir Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Bogor,
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010
.
6Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Ciputat: UIN Jakarta press, 2006), hal
.
41.
7Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung
.
PT.
Remaja Rosdakarya, 2007), hal.
35.
(22)
11
Metode ini digunakan untuk menghimpun data yang aktual
.
Keinginan yang dilakukan dalam pengumpulan data dengan menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi dalam perguruan pencak silat tersebut
.
Keadaan yang peneliti gambarkan sesuai dengan judul yang diangkat.
Penelitian ini mengunnakan analisis kualitatif bersifat deskriptif.
Data yang dihasilkan berupa data dan apa yang didapat bedasarkan hasil penelitian
.
Dalam hal ini peneliti membuat deskriptif tentang bagaimana penyampaian dakwah H. Sanusi dapat diaplikasikan dalam proses pelatihan pencak silat di Perguran Pencak Silat Pusaka Djakarta
.
Metode penelitian deskrtiptif kualitatif dipilih karena peneliti mengidentifikasi serta mendeskripsikan masalah-masalah yang berkenaan dengan segala bentuk aktifitas dakwah H. Sanusi dengan komunikasi persuasif di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta.
Adapun dalam penelitian ini juga menggunakan tradisi fenomologi. Dalam tradisi ini, fenomologi berpandangan bahwa manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka, sehingga mereka dapat memahami lingkungan
.
Tradisi fenomologi memberikan penekanan sangat kuat pada persepsi dan interpretasi dari pengalaman subjektif manusia. Pendukung teori ini berpandangan bahwa cerita atau pengalaman individu adalah lebih
(23)
penting dan memiliki otoritas lebih besar daripada hipotesa penelitian sekalipun.8
Dengan menggunakan tradisi fenomenologi peneliti ingin menggali lebih dalam bagaiamana pengalaman H. Sanusi (babe Uci) mendirikan perguruan pencak silat sejak 1957 hingga sekarang dan memiliki ratusan murid. Selain itu juga untuk menambah refrensi dalam penulisan skripsi komunikasi persuasif dalam aktifitas dakwah di Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta.
2. Lokasi Penelitian
Bedasarkan latar belakang Penelitian ini di sanggar pusat Perguruan Pencak Silat Pusaka Jakarta, yang beralamat di Jln
.
Swadaya III, Manggarai, Jakarta Selatan.
3. Sumber Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari berbagai sumber yaitu:
a. Data premier adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
.
Untuk itu data premier dilakukan dengan mengadakan wawancara,
(24)
13
observasi dan penelusuran dokumen yang dilakukan peneliti di Sanggar Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
.
b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh penulis dari buku-buku, artikel, dan bahan informasi lain yang berkaitan dengan masalah penelitian
.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah:
a. Observasi
Observasi adalah melakukan pengumpulan langsung untuk memperoleh data yang diperlukan
.
9 Peneliti mengawasi dengan cermat setiap perkembangan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Data yang akan diperoleh adalah segala bentuk aktifitas dakwah H. Sanusi dengan komunikasi persuasif di perguruan pencak silat Pusaka Djakarta
.
Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengamatan pada bagaimana metode dakwah dan cara-cara penyampaiannya guna memberikan siraman rohani kepada para anggota pencak silat Pusaka Djakarta.
9Lexy Meleong
.
M.
A.
Metedologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004), hal.
157(25)
b. Wawancara
Dalam wawancara ini peneliti akan melakukan wawancara dengan sejumlah pihak yang berkaitan dengan penelitian ini
.
Peneliti akan melakukan wawancara terhadap pendiri sekaligus pimpinan, guru besar, ustadz/ pelatih, dan anggota Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
.
Peneliti akan melakukan wawancara dengan Bapak H.
Sanusi selaku pendiri sekaligus guru besar pencak silat Pusaka Djakarta, dan Soniatul Fallah sebagai pelatih Pencak Silat Pusaka Djakarta cabang Buncit Pulo.
Dalam proses wawancara, peneliti menggunakan beberapa media pendukung yaitu tape recorder, alat tulis, camera digital, handphone.
c. Dokumentasi
Pada tahap dokumentasi, peneliti mengumpulkan buku-buku, majalah, berkas-berkas, dan juga artikel-artikel dari internet yang berkaitan dengan Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
.
5. Teknik Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat analisis deskriptif yaitu metode penelitian yang menghasilkan data
(26)
15
deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari subjek yang dapat diamati
.
Pada tahapan ini penafsiran temuan melalui kerangka konsep merupakan upaya memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan
.
Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi yang diperoleh dari lapangan.
Analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan proses yang terus menerus dilakukan seiring dilakukannya pengumpulan data
.
Analisis data dilakukan untuk menarik kesimpulan
.
Analisis data menurut Moleong (2004) adalah proses mengorganisasikan data dan mengurutkan data ke dalam pola katergori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan menjadi hipotesis kerja sesuai dengan pengolahan data.
Analisis data dalam penelitian ini deskriptif kualitatif, yaitu setelah data diklasifikasikan sesuai aspek data yang terkumpul lalu ditafsirkan kembali secara logis
.
Dengan demikian akan tergambar sejauh manakah komunikasi persuasif dalam aktifitas dakwah dalam perguran pencak silat Pusaka Djakarta.
dengan melihat data-data yang diperoleh penulis melalui observasi dan wawancara, setelah itu dianalisis dan disusun dalam laporan penelitian.
(27)
G. Sistematika Penulisan
1. Pendahuluan
Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah ,batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan
.
2. Kajian teoritis
Dalam bab ini memuat ruang lingkup teori tentang pengertian komunikasi, pengertian persuasif, pengertian komunikasi persuasif dan metode komunikasi persuasif, dakwah dan metode dakwah, dan pencak silat.
3. Gambaran umum Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
Bab ini berisi profil Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta (PSPD), Profil itu sendiri terdiri atas sejarah singkat PSPD, Visi dan Misi, serta struktur PSPD
.
4. Temuan dan hasil analisis data
Pada bab ini memuat deskripsi tentang aktivitas dakwah H. Sanusi dengan komunikasi persuasif di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta (PSPD)
.
5. Penutup
Pada bab ini meliputi kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan dan saran-saran
.
(28)
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ilmu Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Pengertian Komunikasi secara etimologis berasal dari bahasa latin, yaitu communicatio. Istilah tersebut bersumber dari perkataan communis yang artinya sama makna atau sama arti.10
Everet M. Rogers (1985) mengemukakan bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.11
Secara terminologi, istilah komunikasi adalah suatu tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang-lambang, yang mengandung arti atau makna, atau lebih jelasnya, suatu pemindahan atau penyampaian informasi, mengenai pikiran, dan perasaan-perasaan.12
Menurut Hovlan, komunikasi dapat didefinisikan “as the process by which an individuals the communicator-transmitastimuli (ussualy verbal
symbols) to modify the behavior of other individuals communicateest.”
Dengan mengkomunikasikan rangsangan dalam bentuk kata-kata terltulis
10 Suryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h. 14. 11 H. Hafied Cangara, Perencanaan & Strategi Komunikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013), h. 33.
12 James G. Robbins dan Barbara S. Jones, Komunikasi yang Efektif, (Jakarta: CV.
(29)
atau lisan, komunikaor mampu mengubah perilaku individu atau komunikan lainnya.13
Menurut Onong Uchayana, komunikasi berarti suatu proses penyampaian suatu pesan seseorang kepada orang lain.14
Harold Laswell juga mendifinisikan komunikasi yang dituangkan di dalam kata-kata “who says what to whom in what channel in what effect”, dengan pengertian sebagai berikut:
Who: merupakan sumber dari mana gagasan berkomunikasi itu dimulai dan
juga who disini dapat pula bermakna sebagai komunikator.
What: maksud says what di sini tak lain adalah pesan (message) yang disampaikan, dapat berubah buah pikiran, keterangan atau pernyataan sebuah sikap.
Channel: adalah saluran yang menjadi medium (jamak dari media) dari
penyampain pesan tersebut sehingga dapat diterima oleh komunikan.
Whom: whom disini adalah komunikan, yaitu sasaran yang dituju oleh seorang komunikator untuk menyampaikan pesaanya.
Effect: adalah hasil dari komunikasi yang dilancarkan tersebut, diterimakah
atau ditolak.15
Dari beberapa pengertian diatas, penulis berkesimpulan bahwa komunikasi merupakan proses transformasi pesan antara dua individu atau lebih yang memiliki makna berupa simbol dalam bentuk kata(verbal),
13 Dr. M. Budayatna, MA, Dra. Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2002), h. 23.
14 Onong Uchayana, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 4. 15 H. Toto Asmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 30.
(30)
19
gerakan (non-verbal) dengan efektif sehingga bisa dipahami dengan mudah untuk tujuan tertentu.
2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi
Komunikasi tidak hanya berkutat pada persoalan pertukaran berita dan pesan, tetapi juga melingkupi kegiatan individu dan kelompok berkaitan dengan tukar menukar data, fakta, dan ide. Menurut Onong Uchyana (1996), ada beberapa fungsi yang melekat dalam proses komunikasi, yaitu sebagai berikut:
a. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lainsehingga mengambil keputusan yang tepat.
b. Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif dalam masyarakat.
c. Motivasi, menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek ataupun jangka panjang, mendorong orang untuk menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.
(31)
d. Debat dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyeleaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dengan masalah yang menyangkut kepentingan bersama.
e. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta pembentukan keterampilan dan kemahiran yang diperlukan dalam semua bidang kehidupan.
f. Memajukan kehidupan, menyebarkan hasil kebudayaan dan seni dengan tujuan melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang serta membangun imajinasi dan mendorong kreativitas dan kebutuhan estetikanya.
g. Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan imaji dari tari, drama, kesenian, kesusastraan, musik, olahraga, kesenangan, kelompok, dan individu.
h. Integrasi menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang diperlukan agar saling mengenal, mengerti, serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan orang lain.16
(32)
21
Pendapat lain mengatakan, bahwa komunikasi mempunyai tiga fungsi sosial, yaitu:
a. Fungsi pengawasan, menunjukan pada upaya pengumpulan, pengolahan, produksi dan penyebarluasan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi baik di dalam maupun di luar lingkungan suatu masyarakat. Upaya ini selanjutnya diarahkan pada tujuan untuk mengendalikan apa yang terjadi di lingkungan masyarakat. Misalnya, mencegah kekerasan, memlihara ketrtiban dan keamanan.
b. Fungsi korelasi, menunjukan pada upaya memberitakan interpretasi atau penafsiran informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi. Atas dasar interpretasi informasi ini diharapkan berbagai kalangan atau sebagian masyarakat mempunyai pemahaman, tindakan atau reaksi yang sama atas peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan kata lain, melalui fungsi korelasi ini komunikasi diarahkan pada upaya pencapaian konsesus (kesepakatan). Kegiatan yang demikian, lazim disebut sebagai kegiatan propaganda. Misalnya pemberitaan surat kabar yang isinya menyarankan agar warga masyarakat mau menerima dan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB).
c. Fungsi sosialisasi merujuk pada upaya pendidikan dan warisan nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip dari satu generasi ke genarasi lainnya atau dari anggota/ kelompok masyarakat
(33)
lainnya. Misalnya pendidikan dan pewarisan mengenai kemampuan berbahasa kepada anak-anak dan cucunya, kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya, penyuluhan program KB kepada masyarakat.17
Dari berbagai penjelasan fungsi diatas, penulis menyimpulkan bahwa komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan-tujuan jangka pendek ataupun jangka panjang. Tujuan jabgka pendek, misalnya memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati dan sebagainya. Adapun jangka panjang dapat diraih melalui keahlian komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing, ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan tersebut berkaitan dalam arti bahwa berbagai pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karir, misalnya memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial dan kekayaan.
R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnent, dalam buku beliau yang berjudul “Teaching for Effective Communication” bahwa tujuan sentral komunikasi terdiri atas tiga tujuan, yaitu:
a. To secure understanding (untuk menyamakan pemahaman).
b. To estasblish acceptance (membangun penerimaan).
c. To motivate action (memotivasi tindakan).18
17 Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999),h.
44-45.
18 H.A. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Bandung: Bumi Aksara, 1997),
(34)
23
Tujuan pertama dari komunikasi adalah to secure understanding yaitu memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya. Setelah komunikan mengerti dan menerima maka penerimanya itu harus dibina (to establish acceptance). Pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to
motive action). Jadi, tujuan komunikasi bagimana suatu pesan dapat sampai
dan diterima oleh komunikan sehingga menimbulkan efek tertentu.
Secara singkat dapat ditegaskan bahwa komunikasi bertujuan mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan, dan tindakan. Setiap akan mengadakan komunikasi, komunikator perlu mempertanyakan tujuannya.19
3. Jenis-Jenis Komunikasi
Pengelempokan jenis-jenis komunikasi bertujuan untuk membedakan antara bentuk satu komunikasi dan komunikasi yang lainnya dengan tujuan efektifitas pesan komunikasi, terutama pada sasaran dan media yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan agar sesuai dengan tujuan komunikasi.
Jenis komunikasi dapat dibedakan menjadi: 1. Komunikasi personal, terdiri atas:
a. Komunikasi intrapersonal; b. Komunikasi interpersonal; 2. Komuniaksi publik.
3. Komunikasi massa.
(35)
a. Komunikasi intrapersonal
Komunikasi intrapribadi atau komunikasi intrapersonal adalah proses penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi dalam diri komunikator, antara diri sendiri. Jenis komunikasi ini merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolis dari pesan-pesan yang diproduksi melalui proses pemikiran internal individu.20
Aktivitas dari dari komunikasi intrapribadi yang dilakukan sehari-hari dalam upaya memahami diri pribadi, diantaranya berdoa, bersyukur, intropeksi diri dengan meninjau perbuatan, seperti melamun, merencanakan aktivitas yang akan dilakukan, dan berimajinasi secara kreatif.
b. Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antarindividu yang lain atau kurang lebih secara tatap muka
(face to face). Sebagaimana dinyatakan oleh R. Wayne Pace yang dikutip
oleh Hafied Changara, “international communication involving to more
people in face to face setting.”21
Menurut sifatnya komunikasi antar pribadi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu komunikasi diadik dan komunikasi kelompok-kelompok kecil. Adapaun yang dimaksud dengan komunikasi diadik adalah komunikasi yang berlangsung dua orang secara tatap muka.
20 Suryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 102.
21 Hafied Changara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
(36)
25
Sedangkan komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi yang berlangsung anatara tiga orang atau lebih secara tatap muka yang anggotanya antara satu sama lain saling berinteraksi.22
c. Komunikasi publik
Komunikasi publik adalah prsoes komunikasi yang terjadi antara satu individu dengan khalayak yang banyak secara tatap muka seperti acara pidato presiden, ceramah agama, khutbah jumat, dan pengajian majelis
ta’lim.
Dalam komunikasi publik penyampaian pesan berlangsung secara kontinu dengan pembicara dan yang dapat diidentifikasi. Interaksi antara narasumber dengan penerima pesaan sangat terbata. Hal ini karena waktu yang digunakan sangat terbatas.23
d. Komunikasi massa
Komunikasi massa adalah jenis komunikasi dimana pesan yang disampaikan secara langsung oleh komunikan, tapi melalui sebuah media massa, seperti, radio, televisi, media cetak, dan internet.
Perbedaan komunikasi massa dengan komunikasi lain intinya adalah sifat pesan dan komunikasi massa yang terbuka dengan khalayak yang variatif baik dilihat dari segi agama, suku, pekerjaan, dan sebagainya.24
22 Hafied Changara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 32. 23 Hafied Changara, Pengantar Imu komunikasi, h. 33. 24 Hafied Changara, Pengantar Imu Komunikasi, h. 35-37.
(37)
B. Komunikasi Persuasif
1. Pengertian Komunikasi Persuasif
Secara etimologi, persuasi adalah “meyakinkan, lunak, tanpa
kekerasan”. Sedangkan secara istilah persuasif dapat diartikan “sebuah
pendekatan untuk dapat meyakinkan, membujuk, dengan sebuah argumen yang menguraikan suatu masalah atau keadaan yang dibuktikan dengan data-data dan fakta-fakta yang bertujuan untuk memengaruhi dan agar mereka mau mengikuti atau melakukan sebagaimana yang diharapkan.25
Jalaludin Rahmat dalam bukunya yang berjudul Psikologi Komunikasi mengatakan bahwa komunikasi persuasif dapat didefinisikan juga sebagai proses memengaruhi dan mengendalikan pendapat, perilaku, dan tindakan orang lain melalui pendekatan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.26
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi persuasif adalah sebuah proses mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku orang lain, baik secara verbal maunpun non verbal. Proses itu sendiri adalah setiap gejala atau fenomena yang menunjukan suatu perubahan yang terus menerus dalam konteks waktu, setiap pelaksanaa atau perlakuan secara terus-menerus. Ada dua persoalan yang berkaitan dengan pengunaan proses, yakni persoalan dinamika objek, dan persoalan penggunaan bahasa.
25 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Penerbit
Arkola, 1994), h. 593.
26 Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h.
(38)
27
Komunikasi persuasif dapat dilakukan secara rasional dan secara emosional. Dengan cara rasional, komponen kognitif pada diri seseorang dapat dipengaruhi. Aspek yang dipengaruhi berupa ide ataupun konsep. Sementara komunikasi persuasi secara emosional, biasanya menyentuh aspek afeksi, yaitu hal yang berkaitan dengan kehidupan emosional seseorang. Melalui cara emosional, aspek simpati dan empati seseorang dapat digugah.27
Maksud komunikasi persuasif dalam kerangka dakwah adalah komunikasi yang senantiasa berorientasi pada segi-segi psikologis mad’u dalam rangka membangitkan kesadaran mereka untuk menerima dan melaksanakan ajaran Islam.
2. Metode Komunikasi Persuasif
Seorang komunikator hendaknya membekali diri mereka dengan teori-teori persuasif agar ia dapat menjadi komunikator yang efektif. Sehubungan dengan proses komunikasi persuasif, terdapat beberapa teori yang dapat digunakan sebagai dasar kegiatan yang dalam pelaksanaanya bisa dikembangkan menjadi beberapa metode, anatara lain:28
a) Metode asosiasi: adalah penyajian pesan komunikasi
dengan jalan menumpangkan pada suatu peristiwa yang aktual, atau sedang menarik perhatian dan minat massa. Metode ini secara umum sering dilakukan oleh kalangan
27 Soleh Soemirat, dkk, Komunikasi Persuasif (Universitas Terbuka, 2007) h. 4-5. 28 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h.
(39)
pebisnis atau para politikus. Popularitas figur-figur tertentu dimanfaatkan dalam kerangka pencapaian tujuan-tujuan tertentu.
b) Metode integrasi: kemampuan untuk menyatukan diri
dengan komunikan dalam arti menyatukan diri secara komunikatif, sehingga tampak menjadi satu, atau mengandung arti kebersamaan dan senasib serta sepenanggungan dengan komunikan, baik dilakukan secara verbal maupun nonverbal. Contoh pada penggunaan kata kita bukan kata saya atau kami. Kata kita berarti saya dan anda. Hal ini mengandung makna bahwa yang diperjuangkan komunikator bukan kepentingan diri sendiri melainkan juga kepentingan komunikan.
c) Metode pay-off dan fear-arousing: yakni kegiatan
mempengaruhi orang lain dengan jalan melukiskan hal-hal yang menggembirakan dan menyenangkan perasaannya atau memberi harapan (iming-iming), dan sebaliknya dengan menggambarkan hal-hal yang menakutkan atau menyajikan konsekuensi yang buruk dan tidak menyenangkan perasaan.
d) Metode Icing: yaitu upaya menyusun pesan komunikasi
sedemikian rupa sehingga enak didengar, atau enak dilihat atau enak dibaca dan orang memiliki kecenderungan untuk
(40)
29
mengikuti apa yang disarankan oleh pesan tersebut. Metode
Icing dalam kegiatan komunikasi persuasif adalah seni
menata pesan dengan imbauan-imbauan sedemikian rupa sehingga menarik.
.
Wilbur Schramm di dalam bukunya “The Process and Effect of Mass
Communication,” mengemukakan bahwa berhasilnya komunikasi persuasif
perlu dilaksanakan suatu persuasif yang biasa disebut AIDDA.29 Formula AIDDA merupakan kesatuan dari tahapan-tahapan komunikasi persuasif, di antara penjelasannya sebagai berikut:
a. Attention (perhatian)
b. Interest (ketertarikan)
c. Desire (keinginan)
d. Action (kegiatan)
Formulasi AIDDA diatas didahului dengan upaya membangkitkan perhatian. Apabila perhatian sudah terbangkit kini menyusul upaya
menumbuhkan rasa tertarik atau “minat” dalam mengutarakan hal-hal yang
menyangkut kepentingan komunikan, oleh karenanya seorang komunikator terlebih dahulu harus mengenal siapa komunikan yang dihadapinya. Selanjutnya memunculkan hasrat keinginan pada komunikasi untuk ajakan, bujukan, dan rayuan. Di sini himbauan emosional perlu ditampilkan oleh
29 Oemi Abdurrahman, Dasar-Dasar Public Relations, (Bandung: Pt. Citra Aditya Bakti,
(41)
komunikator sehingga selanjutnya komunikan dapat mengambil keputusan
untuk melakukan suatu keinginan “kegiatan”, sebagaimana diharapkan oleh
komunikator.
3. Unsur-unsur Komunikasi Persuasif
Menurut Aristoteles, komunikasi dibangun oleh tiga usur yang fundamental, yakni, orang yang berbicara, materi pembicarannya, dan orang yang mendengarkannya. Aspek pertama yang disebut persuader atau komunikator, yang merupakan sumber komunikasi; aspek kedua adalah pesan; aspek ketiga adalah persuadee atau komunikan, yang merupakan penerima komunikasi.
Persuader adalah sekelompok orang atau individu yang
menyampaikan pesan dengan tujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku orang lain baik secara verbal maupun non- verbal. Oleh karena itu seorang persuader harus memiliki nilai etos yang tinggi. Selain itu seorang komunikator juga harus memiliki sifat reseptif, yaitu bersedia menerima gagasan dari orang lain, selektif dalam menerima berbagai informasi, digestif, yaitu mampu menerima berbagai gagasan, asimilatif yaitu mampu menciptakan gagasan-gagasan baru yang orisinal sebagai bahan untuk komunikasi, transitif, yaitu memiliki kemampuan meilih kata-kata yang funsional, mampu menyusun kata-kata secara logis, memilih waktu yang tepat untuk komunikasinya dan lain-lain.
Dengan semikian tugas seorang komunikator dalam komunikasi persuasif sangatlah berat, karena ia harus mempunyai berbagai kemampuan
(42)
31
untuk meyampaikan pesannya agar dapat diterima oleh komunikan dengan baik yang kemudian ia mampu melakukan saran yang diajukan oleh komunikator.
Persuadee adalah orang/ sekelompok orang yang menjadi tujuan
pesan itu disampaikan dan disalurkan oleh persuader baik secara verbal maupun non verbal. Kepribadian dan ego merupakan dua faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan komunikan terhadap komunikasi, termasuk di dalamnya faktor persepsi dan pengalaman.
Pesan adalah segala sesuatu yang memberikan pengertian kepada penerima. Pesan bisa berbentuk verbal maupun non verbal, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Efek komunikasi persuasif adalah perubahan yang terjadi pada diri
persuader sebagai akibat dan diterimanya pesan melalui proses komunikasi,
efek yang bisa terjadi berbentuk perubahan sikap, pendapat, dan tingkah laku. Lingkungan komunikasi persuasif adalah konteks situaisonal dimana proses komunikasi persuasif ini terjadi. Hal itu bisa berupa konteks historis, konteks fisik temporal, kejadian-kejadian kontemporer, impending events dan norma-norma sosiokultural.30
30 Herdiyan Maulana & Gumgum Gumelar, Pesikologi Komunikasi dan Persuasi, (Jakarta:
(43)
4. Strategi Komunikasi Persuasif
Strategi adalah rencana terpilih yang bersifat teliti dan hati-hati atau serangkaian manuver yang teah dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam mempertimbangkan strategi komunikasi persuasif yang akan diterapkan, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Spesifikasi tujuan persuasif; b) Identfikasi kategori sasaran; c) Perumusan strategi persuasif;
d) Pemilihan metode persuasif yang akan diterapkan.31 Dalam komunikasi persuasif paling tidak memiliki tiga tujuan, yakni membentuk tanggapan, memperkuat tanggapan, dan mengubah tanggapan. Secara umum, sasaran persuasif dapat diidentifikasi berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, keanggotaan dalam kelompok primer, dan minat khusus sasaran. Selain itu, dapat dilihat dari aspek sasaran pedestrian, sasaran pasif dan kelompok diskusi, sasarn terpilih, sasaran kesepakatan, dan sasaran terorganisasi.
Dalam memilih metode persuasif, ada tiga pendekatan yang bisa dilakukan, yakni pendekatan berdasarkan media yang digunakan, sifat hbungan antara persuader dan sasarannya, serta pendekatan psikososial.
(44)
33
C. Aktivitas Dakwah
Aktivitas dakwah dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan yang mengarah pada perubahan terhadap sesuatu yang belum baik agar menjadi lebih baik lagi.
1. Pengertian Aktivitas
Aktivitas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah keaktifan, kegiatan, atau kesibukan atau bisa juga salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian sesuatu organisasi.32
Banyak sekali aktivitas yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, namun berarti atau tidaknya kegiatan bergantung pada individu tersebut. Karena menurut Samuel Sahoe sebenarnya aktivitas bukan hanya sekedar kegiatan, beliau mengatakan bahwa aktivitas dipandang sebagai usaha mencapai atau memenuhi kebutuhan.
Salah satu kebutuhan manusia adalah menuntut ilmu untuk menjadi pintar atau pandai. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka manusia harus belajar dengan cara membaca buku atau mengeyam pendidikan di sekolah, berdiskusi dalam suatu organisasi atau komunitas, atau tempat-tempat menimba ilmu.
Seseorang yang ingin mendalami ilmu agama dan ingin membangun atau berinteraksi dengan masyarakat yang islami misalnya, tentu ia harus
32 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
(45)
melakukan aktivitas yang membantu tercapainya keinginan tersebut. Seperti membaca buku-buku keagamaan, mengikuti pengajian, atau melakukan diskusi-diskusi tentang keagamaan dan kemasyarakatan. Mengkaji norma-norma ajaran Islam tentang hubungan sesama manusia dan tak kalah pentingnya adalah mengadaptasikannya atau menerapkan ilmu yang telah diperoleh ke dalam kehidupan yang nyata.
2. Pengertian Dakwah
Pengertian dakwah dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari kata kerja (fi’il) da’a, yad’u, da’watan yang berarti menyeru, memanggil, dan mengajak.33 Dakwah dalam bahasa Indonesia dipahami
sebagai “ajakan, seruan, panggilan, dan undangan kepada ajaran Tuhan”.34
Secara terminologi (istilah), pengertian dakwah akan dikemukakan oleh beberpa pendapat para tokoh yang memberikan pengertian menurut sudut pandang masing-masing, yaitu sebagai berikut:
a. Prof. Toha Yahya Omar mendefinisikan dakwah sebagai usaha mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.35
b. Drs. Hamzah Yakub dalam bukunya publistik Islam, memberikan pengertian dakwah sebagai usaha mengajak
33 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), h. 127. 34 Toha Yahya Omar, Ilmu Dakwah (Jakarta: Widjaya,1992), h. 1
(46)
35
manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah Swt dan Rasul-Nya.36
c. Drs. Arifin M.Ed mendefinisikan dakwah sebagai sesuatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan, serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai massage yang disampaikan padanya tanpa adanya unsur paksaan.37
d. Syeikh Ali Mahfudh mendefinisikan bahwa inti dari dakwah adalah mengajak manusia ke jalan Allah agar mereka berbahagia di dunia dan di akhirat.38
e. Prof. Dr. Quraisy Shihab mendifinisikan dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah situasi tertentu kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat dan dakwah seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.39
36 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 19. 37 H. M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), cet ke-3, h. 6.
38 Syeikh Ali Mahfudh, Hidayah Al-Mursyidin, (Beirut: Daar Al-Ma’rif), h. 17.
39 Quraisy Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
(47)
Bila dipahami dari berbagai sudut pandang terlihat bahwa esensi dakwah Islam sesungguhnya kegiatan dan upaya mengajak manusia atau orang lain agar kembali kepada kesucian, agar menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya secara utuh dan menyeluruh.
3. Unsur-unsur dakwah
Unsur-unsur dakwah merupakan pembagian penting dalam berdakwah. Disini, terdapat banyak kesamaan yang amat sangat mendasar antara teori yang digunakan para ulama atau pun para cendikiawan muslim dengan teori Laswell S-M-C-R=Ef, maka dalam dakwah ada istilah da’i (pelaku dakwah), mad;u (sasaran dakwah), maddah (maeri dakwah),
wasilah (media dakwah), thariqah (pesan dakwah), dan atsar (efek).
a. Da’i (pelaku dakwah)
Da’i adalah individu atau sekelompok muslim dan muslimah yang
mempunyai keteladanan yang baik dalam mengemban misi Islam dalam
upaya menyeru kepada yang ma’ruf dan menegah dari perbuatan
munkar.40 Pada prinsipnya setiap seorang muslim mempunyai kewajiban untuk menyampaikan dakwah islamiyah, paling tidak untuk dirinya dan keluarga. Sebagaimana diamanatkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran yang berbunyi:
40 K.H. Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), cet ke-1,
(48)
37
َ ُيَأٓ َي
َ يِ
َٱ
ذ
َهُل ُقَو امر َن ۡ ُكيِ ۡهَأَو ۡ ُكَسُفنَأ ْاك ُق ْا ُنَماَء
ُس ذنٱ
َو
ُةَر َجِ
ۡٱ
ۡ
َ ۡيَ َع
َن ُصۡعَي
َ ٞلاَدِش ٞظ ََِغ ٌةَ ِئٓ
ذ
َلَم
َ ذّٱ
َنوُرَ ۡؤُي َم َن ُ َعۡفَيَو ۡ ُهَرَ
َ
أ ك َم
٦
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (Q.S. At-Tahrim: 6)
Dengan demikian dapat dipahami bahwa setiap seorang yang menyatakan beragama Islam, maka secara otomatis ia memikul suatu kewajiban untuk meaksanakan dakwah Islam.
b. Mad’u (sasaran dakwah)
Mad’u merupakan target yang menjadi objek utama dalam berdakwah. A.H. Hasanuddin berpendapat bahwa “Orang yang diseru,
dipanggil, atau diundang”.41 Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dipahami, bahwa yang dinamakan dengan mad’u memiliki berbagai
kelas yang terbagi dalam sosial, ekonomi, geografis, profesi, bahkan sampai kepada tingkatan usia dan pengetahuan. H.M. Arifin dalam bukunya yang berjudul Psikologi Dakwah, menjabarkan tingkatan yang ada, yaitu:
41 A.H. Hasanuddin, Rethorika Dakwah dan Publistik Dalam Kepemimpinan, (Surabaya:
(49)
1. Sosiologis, meliputi berbagai lapisan masyarakat, yaitu masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan, Kota kecil, serta masyarakat marjinal di Kota besar.
2. Struktur kelembagaan, biasanya dikenal dengan istilah priyai, abangan, dan santri. Hal ini banyak ditemukan di daerah masyarakat jawa.
3. Tingkatan usia, mulai dari yang muda hingga yang tua. Hal ini terjadi karena dipengaruhi tingkat kedewasaan yang seiring dengan usia.
4. Profesi, tingkatan ini biasanya mencakup petani hingga eksekutif. 5. Ekonomi, struktur antara yang kaya hingga yang miskin.
6. Jenis kelamin (baik pria maupun wanita).
7. Masyarakat khusus, tunasusila, tunawisma, tunakarya, narapidana dan sebagainya.42
c. Materi dakwah
Materi dakwah yang disampaikan oleh da’i tidak lain adalah sesuai
dengan Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, syariah, dan akhlak.43
Seorang da’i dituntut untuk memilih dan menentukan topik tertentu
yang akan disampaikan kepada mad’u yang mendengarkannya dengan
memperhatikan kondisi serta kebutuhan mad’u yang menjadi objek
42 H.M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 13-14.
(50)
39
dakwah tersebut, dengan harapan da’unya dapat memahami betul apa yang disampaikan da’i sehingga mad’u tidak mengalami kesulitan untuk
memahami dan mencernanya. d. Metode dakwah
Abdul Kadir Munsyi, mengartikan metode sebagai cara untuk menyampaikan sesuatu.44 Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran agama Islam disebutkan bahwa metode adalah “suatu cara yang sistematis dan umum terutama dalam mencari kebenaran ilmiah”.45 Metode adalah cara kerja yang sistematis dan teratur untuk pelaksanaan suatu cara kerja.46
Dari banyaknya pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode adalah sebuah cara yang digunakan dalam menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan agar tercapainya kesepahaman tentang apa yang disampaikan. Rafiffuddin dan M. Abdul Djalil, menguraikan beberapa metode dalam berdakwah, yaitu sebagai berikut: 1) Qoulan Ma’rufan, bakwah bil lisan atau dengan bicara dalam pergaulannya sehari-hari yang disertai dengan misi agama seperti penyebarluasan salam.
2) Dakwah bil qalam dengan menggunakan keterampilan tulis menulis berupa artikel.
44 Abd. Kadir Munsyi, Metode Diskusi dalam Dakwah, (Surabaya: al-Ikhlas, 1983), cet
ke-1, h. 29.
45 Soeleiman Yusuf, Slamet Susanto, Pengantar Pendidian Sosial, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1981), h. 38.
46 Paus A. Partanto, M. Dahlan al-Bahri, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Usaha
(51)
3) Dakwah bil hal dengan menggunakan berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat.
4) Dakwah dengan alat-alat elektronik seperti radio, televisi, komputer, dan alat lainnya yang dapat menunjang berdakwah.47
D. Pencak Silat
1. Pengertian Pencak Silat
Menurut kamus besar bahasa indonesia, silat berarti “permainan”
(keahlian) dalam mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, menyerang, dan membela diri, baik dengan maupun tanpa senjata.
Menurut Ali Sabeni, pencak dapat diartikan jurus-jurus. Silat dapat diartikan Shalat, sebelum Shalat didahului dengan wudhu. Di dalam proses wudhu, tangan kiri dan tangan kana saling membersihkan dari hal-hal yang kotor. Jadi pencak silat itu bukan untuk mencari permusuhan atau berkelahi, namun untuk sarana pergaulan seperti layaknya tangan kiri dan tangan kanan tadi.48 Sebab itulah orang-orang yang pandai silat janganlah sombong dan takabur. Dia harus ramah-tamah, dan jangan sekali-kali berbuat keonaran.
47 Raffifuddin, M. Abd. Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Pustaka Setia, 1997), cet
ke-1, h. 25.
48 Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pencak Silat, (Jakarta: Dinas
(52)
41
Selain itu Ali Sabeni menyatakan bahwa Silat itu kependekan dari Silaturahmi. Jadi orang-orang yang belajar silat dapat diartikan dididik untuk bersilaturahmi dengan sesama umat.
Ada juga tentang kode menghormat kepada para tamu dengan cara kepalan tangan kanan ditutup oleh telapak tangan kiri diletakkan di muka dada. Ini mengandung arti bahwa kekuatan yang dimiliki oleh tangan kanan jangan sampai ditonjolkan (sombong), karena itu tandanya harus ditutup dengan telapak tangan kiri. Jelasnya gerakan tersebut melambangkan jangan sampai memperlihatkan kekuatan pada siapapun, jangan sombog, dan takabur.
Dengan demikian yang disebut pencak silat itu adalah jurus-jurus serta kembangannya yang berupa tarian baik mempergunakan senjata maupun tangan kosong yang berfungsi sebagai silaturahmi, olahraga, pendidikan mental spiritual, sarana pergaulan serta untuk membela diri.
Ada banyak sekali aliran pencak silat di tanah air Indonesia, salah satunya adalah pencak silat khas Betawi. Pencak silat Betawi atau maen pukulan, memiliki peranan sangat penting dalam kancah penccak silat nasional. Mengingat hampir separuh dari sekitar 600-800 aliran atau perguruan yang ada di Indonesia berasal dari Jakarta. Ada sekitar 317 aliran maen pukulan di tanah Betawi, yang merupakan pengembangan dari sekitar 100-200 pecahan aliran dari aliran inti. Jumlah 317 aliran tersebut merupakan data yang dimiliki PPS (Perguruan Pencak Silat) Putra Betawi, namun perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikannya. Keempat aliran
(53)
inti itu didasarkan atas karakter dan bentuk maen pukulan, yang terdiri dari gerak cepat, gerak rasa, gerak kuat, gerak teguh, dan gerak rasa.49
2. Manfaat pencak Silat
Pencak silat merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia yang bernilai luhur. Nilai-nilai luhur pencak silat terkandung dalam jati diri yang meliputi 3 hal pokok sebagai satu kesatuan, yaitu budaya Indonesia sebagai jiwa dan sumber motivasi penggunaannya, pembinaan mental spiritual/ budi pekerti, bela diri, seni, dan olahraga sebagai aspek integral dan substansinya.
R. Asikin mengatakan bahwa fungsi atau manfaat pencak silat bukan untuk berkelahi semata, tetapi untuk:
a. olahraga, di dalam pencak silat terdapat unsur-unsur olahraga untuk menyehatkan badan. Tidak sedikit para atlet silat yang memiliki badan sehat, dikarenakan dengan silat kita dapat merenggangkan otot-otot yang tegang, sehingga otot-otot tersebut menjadi kuat. Jadi, jelas disini bahwa pencak silat itu mengandung unsur olahraga.
b. Kesenian, dalam gerakan pencak silat banyak sekali mengandung gerakan-gerakan tarian. Tiap aliran pun memiliki gerakan atau tarian yang berbeda-beda, tergantung asal aliran pencak silat tersebut. Jadi
49O’ong Maryono, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, (Jakarta: Pustaka Obor
(54)
43
dengan kita berlatih silat, secara tidak langsung kita melestarikan kesenian bangsa Indonesia.
c. Pendidikan, di dalam pelatiahn pencak silat terdapat proses latih-melatih jurus silat. Ada orang yang melatih dan ada juga orang yang dilatih. Dalam penyampaiannya, materi pelatihan sangat beragam, tergantung kepada pengalaman dan pengetahuan si pelatih itu sendiri.
d. Membela diri, suda sangat jelas bahwa silat bukan untuk berkelahi tetapi untuk membela diri. Ali Sabeni mengatakan bahwa pencak silat bukan untuk berkelahi atau mencari musuh, melainkan untuk membela diri jika ada yang menyerang.50
3. Silat sebagai dakwah dan mental spritual
Silat sebagai seni budaya yang sudah ada sejak dahulu memberikan cerita tersendiri, di antaranya adalah silat sebagai media dakwah oleh para ulama dalam menyebarkan ajaran Islam di bumi Nusantara. Untuk menarik minat masyarakat, dalam silat yang diajarkan oleh para ulama umumnya memiliki muatan nilai keislaman.
Namun, tidak semua perguruan pencak silat memiliki dan mengajarkan pencak silat mental spritual. Perguran pencak silat yang menajarkan pencak silat mental spiritual tidak ditampilkan secara tersendiri, tetapi bersama-sama atau terpadu dengan cabang pencak silat lain yang
50 Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pencak Silat, (Jakarta: Dinas
(55)
diajarkan oleh perguruan pencak silat tersebut sebagai bagian yang terpadu. Dalam hal ini, pencak silat merupakan pelengkap tetapi sangat penting dari cabang pencak silat lain yang tampilannya merupakan pencak silat pokok.51
Disebutkan pula bahwa kata silat berasal dari kata salat, dan sebelum salat kita diwajibkan untuk berwudhu. Dalam berwudhu tangan kiri dan tangan kanan saling membersihkan dari kotoran-kotoran. Demikian pula dalam pencak silat, harus silih asah, silih asih, dan silih asuh. Informasi lain, silat juga kependekan dari kata silaturahmi. Dengan demikian pencak silat itu adalah untuk bersilaturahmi bukan untuk bermusuhan atau berkelahi.52
51 Mulyana, Pendidikan Pencak Silat: Membangun Jati Diri dan Karakter Bangsa,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), cet ke-2, h. 89-90.
52 Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pencak Silat, (Jakarta: Dinas
(56)
45
BAB III
GAMBARAN UMUM PERGURUAN PENCAK SILAT PUSAKA DJAKARTA
A. Sejarah Pencak silat Betawi
Sejarah silat betawi secara pasti masih belum jelas dan belum penulis temui. Namun, proses lahirnya pencak silat betawi sebagai produk akulturasi dan etnis-etnis yang dominan mempengaruhi, serta peranan pencak silat betawi dimasa kolonial barat dan masa pendudukan Jepang. Leluhur masyarakat Betawi mengenal asal muasal pencak silat bukan sebagai kegiatan ilmu bela diri murni, karena lahir dari tradisi masyarakat yang mengutamakan mental spriritual. Pencak silat merupakan unsur kebudayaan yang paling umum dilakukan saat itu, dengan nuansa keagamaan sebagai ruh utamanya. Selain untuk mempertahankan diri dari serangan bangsa asing, kala itu pencak silat diciptakan sebagai sebagai penunjang ritual tradisi.53 Hal yang terpenting ketika ketika membicara pencak silat dalam khasanah budaya adalah kekuatan dalam diri manusia maupun di luar manusia, yaitu kekuatan alam.
Sekitar pertengahan abad 19, berangsur-angsur muncul nama atau aliran-aliran maupun gaya pencak silat yang ada di batavia (Jakarta), menyusul kemunculan sosok pendekar, jawara, dan jagoan yang piawai ilmu bela diri. Pada masyarakat Betawi, istilah jawara ditujukan untuk guru
53O’ong Maryono, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, (Jakarta: Pustaka Obor
(57)
pencak silat atau orang yang pandai ilmu bela diri, dan melindungi masyarakat. Seorrang jawara Betawi dilarang untuk berjudi, merampok, memperkosa, minum minuman keras, dan melakukan perbuatan tercela lainnya. Gejolak sosial yang dipelopori para jawara betawi, membuat pemerintah Belanda saat itu ketat mengawasi kegiatan terkait pencak silat dan menghambat perkembangannya, terutama pada daerah yang meiliki tingkat kerawanan dan perlawanan cukup tinggi.
Berbeda dengan masa kolonial Belanda, pencak silat betawi dan indonesia sangat berkembang pesat pada zaman pemerintahan Jepang. Pada masa itu pencak silat digunakan sebagai sarana propaganda dan alat untuk mengusir kolonial Belanda serta beberapa kepentingan Jepang dalam menghadapi sekutu. Namun, tetap saja pencak silat saat itu hanya dimanfaatkan dan digunakan sebagai alat untuk memperkuat penjajah. Setelah berakhirnya penjajahan baik dari kolonial Belanda maupun Jepang, pencak silat dapat bangkit dengan seutuhnya.
Pada tahun 1948, sepuluh perguruan aliran pencak silat Betawi mendirikan suatu organisasi untuk mewadahi semua aliran pencak silat betawi, yaitu Persatuan Pencak Silat Putera Betawi. Persatuan Pencak Silat Putera Betawi yang disingkat PPS. Betawi adalah organisasi yang pertama kali mewadahi perguruan-perguruan pencak silat Betawi. Kiprah PPS putera Betawi dalam perjalanan pencak silat Indonesia tidak bisa dikesampingkan. PPS Putra Betawi merupakan salah satu top organisasi yang berada di dalam kelembagaan Ikatan Pencak Silat seluruh Indonesia
(58)
47
(IPSI). Tujuan berdirinya PPS Putera Beatwi karena ingin anak-anak Betawi dapat berkiprah dalam pentas pencak silat nasional, terutama karena pada PON VIII 1973, pencak silat akan menjadi cabang olahrga yang akan di pertandingkan. Pada saat pertama kali berdiri, PPS Putera Betawi beranggotakan kurang lebih 50 perguruan pencak silat betawi. Sampai saat ini kurang lebih ada 300 perguruan pencak silat Betawi di bawah naungan PPS Putera Betawi. Salah satu perguruan yang berada di bawah naungan PPS Putera Betawi adalah Perguruan pencak silat Pusak Djakarta.
B. Sejarah Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta merupakan salah satu perguruan pencak silat beraliran gerak cepat yang beasal dari betawi. Perguran pencak silat ini didirikan oleh H. Sanusi atau babe Uci dan para rekannya pada tahun 1957. Pada pertama kali didirikan perguruan ini bernama Pencak Silat Pusaka Putera Djakarta (PSPPD). Namun, atas saran Mursadi (Guru babe Uci), nama perguruan ini berubah menjadi Pencak Silat Pusaka Djakarta hingga saat ini. babe Uci mengatakan nama Pusaka Djkarta diambil karena kita sebagai orang Jakarta harus memiliki pusakanya sendiri, makanya diberi nama Pusaka Djakarta.
Dalam setiap gerakan jurus PSPD berasal dari Pangeran Pakpak, beliau merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati. Pangeran Pakpak mengajarkan ilmu beladirinya secara turun temurun kepada muridnya hingga sampai pada babe Uci. Dilihat dari latar belakangnya yang berasal
(59)
dari Sunan Gunung Jati yang merupakan sosok yang memiliki ilmu keagamaan, baik spiritual maupun jasmani. Maka tidak heran dalam setiap gerakan pencak silat Pusak Djakarta mengandung kaidah-kaidah ajaran Islam.
Pusaka Djakarta selalu menerapkan nilai-nilai dakwah Islam dalam setiap gerakan, visi, misi, dan pedoman dalam perguran silat tersebut. Selain untuk belajar ilmu bela diri, pencak silat Pusaka Djakarta juga selalu mengajarkan ajaran-ajaran Islam dalam setiap latihannya. Seperti berwudhu dan salat sunnah dua rakaat serta berdoa sebelum memulai latihan rutin. Metode pelatihan dan pengajian yang ada di Perguruan PSPD membuat setiap anggota memiliki unsur mora dan agama. babe Uci juga selalu memberikan nasehat-nasehat setelah selesai latihan. Nasehat yang selalu diingatkan adalah untuk selalu menjaga akhlak, menjaga solat, dan selalu hormati yang lebih tua serta hargai yang lebih muda.
Dalam pelatihannya Perguruan PSPD tidak memungut biaya sepeser pun kepada muridnya. Karena babe Uci selalu melarang berlatih silat untuk memperkaya diri. Karena ketika babe Uci belajar silat dari guru-guru terdahulu pun tidak dipungut biaya, hal itu pun sudah menjadi peraturan yang terus berlaku turun temurun. Bagi babe Uci, solat dan doa nya para murid sudah menjadi imbalan dan ladang pahala baginya untuk bekal di akhirat kelak.
(60)
49
“saya ga minta bayaran buat latian, yang penting kalian solat! Silat
juga bukan untuk jadi sok jagoan dan mencari keributan, tapi untuk bersilaturahmi dengan sesama” pesan babe Uci.54
Pencak Silat Pusaka djakarta sebagai sosial budaya kedaerahan yang sudah ada sejak dahulu hadir sebagai pemererat persaudaraan dan tolong menolong sesama manusia, selain itu PSPD menciptakan pemuda penerus geneasi bangsa yang kuat baik secara mental maupun spiritual agar terhindar dari pengaruh budaya asing dan perbuatan yang menjurus pada hal-hal negatif.
PSPD sebagai alat pemersatu di masyarakat, banyak mengikuti kegitan sosial di wilayah setempat sebagai wujud kepedulian sosial. Dengan gerakan yang cepat dan menyerang titik vital, PSPD mulai naik keatas pentas setiap acara kelurahan, kecamatan, provinsi, bahkan tingkat nasional sebagai bentuk promosi pencak silat Pusaka Djakarta ke masyarakat.
Perguruan PSPD memiliki jadwal latihan rutin dalam setiap
minggunya. Hari Jumat malam Ba’da Isya dipilih sebagai jadwal rutin untuk
berlatih silat. Biasanya anak-anak usia dini terlebih dahulu yang memulai latihan sampai dengan pukul sembilan malam, setelah anak-anak barlah orang-orang dewasa yang berlatih dikarenakan seusai mereka menyelesaikan aktivitas masing masing diluar latihan silat, biasanya mereka berlatih sampai pukul 12 malam dini hari.
54 Pesan Babe Uci dalam pengajian setelah latihan silat, Kamis 8 September 2016, pukul
(61)
Hingga saat ini, PSPD memiliki ratusan murid yang terbagi dalam 13 ranting dan tersebar di wilayah Jabodetabek. 13 ranting tersebut adalah:
1) Ranting Mangggarai 2) Ranting Menteng Dalem 3) Ranting Rawajati
4) Ranting Batu Merah 5) Ranting Kalibata 6) Ranting Pulo 7) Ranting Ketapang 8) Ranting Tambun 9) Ranting Fatahillah 10)Ranting Al Ikhlas 11)Ranting Al Hikmah 12)Ranting Pekojan 13)Ranting Cimanggis
(62)
51
C. Makna Logo Pusaka Djakarta
1) Lima Jari bermakna, Pancasila, rukun Islam dan sumpah perguruan. 2) Obor bermakna, penerang atau petunjuk pada bidang seni budaya
Indonesia khususnya bidang pencak silat.
D. Visi dan Misi Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
Seperti organisasi pada umumnya, Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakata memiliki visi dan misi sebagai tujuan dan prinsip dasar perguruan. Visi:
Gambar:
(63)
a. Memelihara dan mendorong tumbuh kembangnya seni pencak silat khas budaya Betawi Jakarta.
b. Menjalin hubungan yang erat dan produktif dengan sesama organisasi pencak silat yang tergabung dalam IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). c. Menjadi mediator dan fasilitator bagi semua anggota perguruan pencak silat pusaka djakarta dalam berhubungan dengan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (PEMDA DKI) pada khususnya dan Pemerintah Pusat umumnya.
Misi:
a. Membina kepedulian, kemandirian, dan kemajuan seluruh anggota perguruan pencak silat pusaka djakarta dalam kehidupan sehari-hari mereka.
b. Mempererat tali persaudaraan sesama anggota perguruan pencak silat pusaka djakarta dengan masyarakat umum.
c. Menjadi konseptor, inisiator serta motor pendorong bagi masyarakat jakarta dalam menciptakan suasana kota jakarta yang bersih, aman, dan nyaman.
E. Tujuan Perguruan Silat Pusaka Djakarta
Tujuan umum dari perguruan silat Pusaka Jakarta terkandung di dalam lima pilar pendidikan karakter dalam pencak silat yakni:
(64)
53
1) Takwa
Takwa berarti beriman teguh kepada pemilik alam semesta, yakni Allah Swt. Bertakwa artinya meyakini akan kebesaran Allah Swt dan menjalankan seluruh ajaran-Nya secara Kaffah atau total. 2) Tanggap
Tanggap berarti peka, peduli, antisipatif, proaktif, dan mempunyai kesiapan diri terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi berikut semua kecenderungan, tunturan, dan tantangan yang menyertainya berdasarkan sikap berani, mawas diri, dan terus meningkatkan kualitas diri.
3) Tangguh
Tangguh berarti bersikap ulet dan sanggup mengembangkan kemampuan diri dalam menghadapi dan menjawab setiap tantangan serta dapat mengatasi setiap persoalan, hambatan, dan gangguan dengan baik.
4) Tanggon
Tanggon berasal dari bahasa Jawa yang artinya teguh, tegar, konsisten, dan konsekuen dalam memegang prinsip menegakkan keadilan, kejujuran, dan kebenaran.
5) Trengginas
Trengginas dalam bahasa Jawa berarti enerjik, aktif, kreatif, dan inovatif, berpikir luas serta sanggup bekerja keras untuk mengejar kemajuan yang bermutu dan bermanfaat bagi diri sendiri dan
(65)
masyarakat berdasarkan sikap kesediaan untuk membangun diri sendiri dan sikap bertanggung jawab atas pembangunan masyarakatnya.
Selain lima pilar pendidikan karakter dalam pencak silat di atas, tujuan dari perguruan silat Pusaka Jakarta secara khusus terkandung di dalam sumpah perguruan atau Undang-undang perguruan silat Pusaka Jakarta, diantaranya adalah:
1) Kami akan taat pada perintah Allah Swt dan Rasul-Nya, dan akan mengerjakan apa yang diperintahkan, serta akan meninggalkan apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.
2) Kami akan mentaati Undang-undang Negara Republik Indonesia yang berasarkan Pancasila.
3) Kami akan patuh dan hormat pada kedua orang tua, Ibu dan Bapak. 4) Kami akan taat dan patuh pada guru-guru selama guru itu benar, dan
akan selalu mematuhi segala peraturan-peraturan perguruan.
5) Kami akan memperbanyak silaturahmi, menyantuni anak yatim piatu, serta fakir miskin dan akan selalu menghindari segala keributan-keributan atau perkelahian-perkelahian yang tidak ada gunanya.
F. Profil Guru Besar dan Struktur Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
(66)
55
Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta tidak mungkin bertahan dan berkembang menjadi perguruan pencak silat yang besar sampai saat ini tanpa sosok pendiri yang kuat dan guru yang berjiwa besar. H. Sanusi atau yang lebih sering disapa babe Uci merupakan pendiri dan Guru Besar Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta. Meskipun sudah tidak muda lagi, semangat dan tekad beliau untuk melestarikan kebudayaan pencak silat betawi patut diacungi jempol. Beliau selalu menjaga pola makan dan waktu aktivitasnya sehari hari dengan benar, maka tak ayal babe Uci masih segar bugar di kala usianya ke 84 tahun saat ini.
“Sejak muda, saya hanya makan sekali sehari. Saya hanya makan
siang sekitar pukul 14.00,” kata pria yang akrab dipanggil babe Uci
ini dirumahnya di Manggarai Selatan, Jakarta Selatan.55
Hanya ketika sangat lapar dan harus pergi beliau makan dua keping biskuit sebagai pengganjal perut. Kebiasaan itu bermula ketika babe Uci tinggal di pesantren yang berada di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat, saat usianya 15 tahun. Disana, para santri membiasakan diri makan secukupnya dan seadanya. Mereka tak pernah berlebihan dan selalu makan bersama. Menurut Sang guru, makan banyak akan menutupi hati.
“Betul ajaran beliau (Guru babe Uci), banyak makan bukan hanya
membuat hati tertutup lemak, melainkan juga membuat orang menjadi tamak, serakah, dan rela berbuat apa saja demi memuaskan
nafsu” kata babe Uci.
55http://pencaksilat-pusakadjakarta-babeuci.blogspot.co.id/ diakses pada tanggal 6 September
(1)
Jadi gini, dalam setiap dakwahnya babe selalu menjelaskan manfaat dan akibat yang didapat apabila kita menjalankan atau melanggar nasehat yang beliau sampaikan. Contohnya, ketika saya mengambil keuntungan materi dari mengajarkan silat, padahal babe sangat melarang setiap muridnya untuk mengambil keuntungan materi dari berlatih silat. Akibatnya waktu itu murid saya semakin hari semakin berkurang bahkan tidak tersisa satupun. Setelah itu saya teringat pesan babe agar tidak mengambil keuntungan materi dari mengajarkan silat, sejak saat itu saya meninggalkan kebiasaan saya untuk mengambil keuntungan materi dari mengajarkan silat serta mulai untuk belajar ikhlas dalam segala hal.
Pewawancara Narasumber
Achmad Faizal Riwanto Soniatul Fallah
(2)
Acara buka puasa bersama Pencak Silat Pusaka Djakarta
(3)
Kenaikan sabuk peserta silat Pusaka Djakarta di bumi perkemahan Ragunan
(4)
Bapak H. Sanusi (Babe Uci) sedang memberikan tausiyah pada pengajian malam Jumat
Pusaka Djakarta bersama Perguruan Silat Betawi lainnya di acara lebaran Betawi sebagai bentuk silaturahmi
(5)
Latihan rutinan silat Perguruan Pusaka Djakarta
(6)
Bapak H. Sanusi (Babe Uci) bersama para pelatih dalam acara ulang tahun Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta