Makna Logo Pusaka Djakarta Visi dan Misi Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta

masyarakat berdasarkan sikap kesediaan untuk membangun diri sendiri dan sikap bertanggung jawab atas pembangunan masyarakatnya. Selain lima pilar pendidikan karakter dalam pencak silat di atas, tujuan dari perguruan silat Pusaka Jakarta secara khusus terkandung di dalam sumpah perguruan atau Undang-undang perguruan silat Pusaka Jakarta, diantaranya adalah: 1 Kami akan taat pada perintah Allah Swt dan Rasul-Nya, dan akan mengerjakan apa yang diperintahkan, serta akan meninggalkan apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya. 2 Kami akan mentaati Undang-undang Negara Republik Indonesia yang berasarkan Pancasila. 3 Kami akan patuh dan hormat pada kedua orang tua, Ibu dan Bapak. 4 Kami akan taat dan patuh pada guru-guru selama guru itu benar, dan akan selalu mematuhi segala peraturan-peraturan perguruan. 5 Kami akan memperbanyak silaturahmi, menyantuni anak yatim piatu, serta fakir miskin dan akan selalu menghindari segala keributan-keributan atau perkelahian-perkelahian yang tidak ada gunanya.

F. Profil Guru Besar dan Struktur Perguruan Pencak Silat Pusaka

Djakarta Ringkasan Biografi H. Sanusi babe Uci Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta tidak mungkin bertahan dan berkembang menjadi perguruan pencak silat yang besar sampai saat ini tanpa sosok pendiri yang kuat dan guru yang berjiwa besar. H. Sanusi atau yang lebih sering disapa babe Uci merupakan pendiri dan Guru Besar Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta. Meskipun sudah tidak muda lagi, semangat dan tekad beliau untuk melestarikan kebudayaan pencak silat betawi patut diacungi jempol. Beliau selalu menjaga pola makan dan waktu aktivitasnya sehari hari dengan benar, maka tak ayal babe Uci masih segar bugar di kala usianya ke 84 tahun saat ini. “Sejak muda, saya hanya makan sekali sehari. Saya hanya makan siang sekitar pukul 14.00,” kata pria yang akrab dipanggil babe Uci ini dirumahnya di Manggarai Selatan, Jakarta Selatan. 55 Hanya ketika sangat lapar dan harus pergi beliau makan dua keping biskuit sebagai pengganjal perut. Kebiasaan itu bermula ketika babe Uci tinggal di pesantren yang berada di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat, saat usianya 15 tahun. Disana, para santri membiasakan diri makan secukupnya dan seadanya. Mereka tak pernah berlebihan dan selalu makan bersama. Menurut Sang guru, makan banyak akan menutupi hati. “Betul ajaran beliau Guru babe Uci, banyak makan bukan hanya membuat hati tertutup lemak, melainkan juga membuat orang menjadi tamak, serakah, dan rela berbuat apa saja demi memuaskan nafsu” kata babe Uci. 55 http:pencaksilat-pusakadjakarta-babeuci.blogspot.co.id diakses pada tanggal 6 September 2016.