BAB III
KAJIAN ORGANOLOGIS SULIM
3.1 Tradisi Pembuatan Sulim Pada Masa Pra-Kristen
Pada awalnya proses pembuatan sulim harus mengikuti pola-pola ritual tertentu, namun lama kelamaan seiring perkembangan zaman dan masuknya agama
pola-pola tersebut berubah dengan mengabaikan aspek ritualnya. Kalau proses pembuatan taganing menurut adat pra-Kristen merupakan tata
cara atau rangkaian kegiatan bersifat religius yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba untuk menghubungkan manusia dengan Mulajadi Nabolon, roh nenek
moyang dan sesama manusia, tidak sama halnya dengan proses pembuatan sulim pada masa itu. Ritual proses pembuatan sulim dilakukan hanya oleh beberapa
oknum yang memiliki pengetahuan alam gaib yang ditujukan untuk menambah ilmu kebatinan sipelaku tersebut.
Berbicara bahan material, teknis, dan pola pengukuran dalam proses pembuatan sulim pada masa pra-agama dengan pasca agama pada prinsipnya
hampir sama. Sebab sulim yang akan dibuat sama-sama terbuat dari bambu dan bambu tersebut akan dilobangi sesuai dengan tonika nada dasar yang diinginkan.
Yang membedakannya adalah cara sipembuat dalam memilih bahan atau bambu yang tepat serta bagaimana proses dalam pelobangannya.
Menurut Bapak Sinurat, yang juga merupakan salah seorang pemain dan pembuat sulim dari Tiga Balata mengatakan bahwa konon katanya seseorang yang
ingin membuat sulim dengan tujuan ilmu kebatinan haruslah mengikuti pola ritual tertentu. Beliau menjelaskan bahwa ritual tersebut hanya pernah dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
orang-orang tertentu yang memiliki kharisma dan bakat tertentu dalam hal warisan kebatinan dan bersedia untuk menjalani syarat-syarat ritual tertentu. Selain
menyangkut bahan dan proses pembuatan yang dilakukan, teknis pelaksanaan ritual tersebut juga menyangkut pengucapan ayat-ayat tertentu berupa mantra sebagai
syarat pelengkap ritual tersebut. Namun dalam hal teknis ritual yang akan penulis paparkan berikut ini hanya menyangkut berbagai tahapan pelaksanaan atau proses
pembuatan, sebab Bapak Sinurat selaku narasumber manceritakan berdasarkan pengalaman orang lain yang beliau sendiri pun belum pernah melakukannya. Dan
beliau menambahkan bahwa tidak sembarang orang boleh mengetahui mantra tersebut dan sipelaku juga tidak akan bersedia jika mantranya diberitahu secara
sembarang kepada orang lain termasuk beliau sendiri. Jadi yang boleh diberitahu adalah bagaimana tentang teknis pembuatannya saja.
Adapun tahapan ritual proses pembuatan sulim tersebut adalah sebagai berikut. Ketika seseorang ingin membuat sebuah sulim, maka langkah awal yang
harus dilakukan adalah memilih jenis bambu yang tumbuhnya di daerah lahan basah atau yang digenangi air, dan bambu tersebut harus tumbuh memanjang dan
melengkung ke arah jalan yang kira-kira sering dilewati oleh orang banyak. Ketika seorang melintas dari tempat tersebut, maka lengkungan ruas bambu itulah yang
dilewati oleh orang tersebut. Dengan kata lain, posisi lengkungan ruas bambu itu harus tepat di atas kepala orang-orang yang melintas dari tempat tersebut.
Kemudian setelah bambu ditemukan, lalu ditebang, dan penebangan tersebut dilakukan harus dari ruas paling bawah, tidak boleh ditebang dari bagian
tengah ataupun mendekati ujungnya. Setelah penebangan selesai, bambu yang telah ditebang tersebut kemudian dipotong menjadi beberapa ruas sesuai dengan berapa
jumlah ruas yang memungkinkan dapat dibuat menjadi sulim dari bilahan bambu
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Lalu langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah meletakkan ruas bambu yang telah dipotong tersebut ke atas tungku api untuk dikeringkan, yang
tentunya jarak antara tungku dengan bambu tersebut diatur sedemikian rupa agar bambu tidak terbakar dan tidak terlalu panas karena jarak yang terlalu dekat.
Pengeringan dilakukan selama beberapa minggu hingga bambu benar-benar kering dan kokoh.
Setelah bambu tersebut kering sesuai dengan yang diinginkan, kemudian bambu dipindahkan ke atas asbes rumah di mana posisi asbes tersebut tingginya
harus di atas kepala sipemilik rumah. Bambu yang diletakkan di atas asbes tersebut didiamkan untuk beberapa lama hingga waktu pelobangan dilakukan.
Hal yang paling menarik dan mistis dari tahapan pembuatan sulim ini adalah pada saat proses pelobangan mulai dilakukan. Uniknya adalah bahwa setiap lobang
yang hendak dibuat harus dimulai dan diakhiri dengan tragedi orang yang meninggal. Maksudnya adalah ketika sipembuat hendak membuat lobang pertama
hingga lobang terakhir, sipemilik harus menyaksikan bahwa ada sebuah peristiwa orang yang meninggal, dan orang meninggal yang disaksikan orang tersebut harus
meninggal dengan cara yang tidak wajar seperti kecelakaan berupa jatuh dari kendaraan, tabrakan, terhanyut di sungai, mendadak meninggal akibat diguna-
gunai dan lain sebagainya. Setiap satu orang korban yang meninggal dengan cara yang tidak wajar
tersebut mewakili satu buah lobang yang akan dibuat pada bambu tersebut. Dengan kata lain, jika ada 7 tujuh buah lobang yang akan dibuat dalam sebuah sulim
lobang yang dimaksud terdiri dari satu lobang tiupan dan enam lobang nada, maka sipembuat harus menyaksikan 7 tujuh orang korban meninggal baik di
waktu yang bersamaan maupun berbeda. Oleh karena itu, dahulu untuk membuat
Universitas Sumatera Utara
sebuah sulim yang mengandung nilai mistis itu butuh waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tergantung cepat atau lambatnya seorang pembuat tersebut
menyaksikan tragedi orang meninggal. Namun dalam tahapan pelobangan, ada syarat awal yang harus dilakukan yakni setiap hendak melobangi bambu dari
lobang yang pertama hingga lobang yang ketujuh, sipembuat harus terlebih dahulu mengucapkan beberapa mantra sebelum melobangi bambu tersebut. Mantra yang
harus diucapkan sebelum pembuatan lobang dalam istilah Batak Toba tersebut dikenal dengan istilah tabas. Apabila ketujuh lobang sudah selesai terbentuk maka
langkah terakhir yang dilakukan adalah pengucapan tabas terakhir sebagai tahapan penyempurnaan. Apabila keseluruhan syarat tersebut terpenuhi maka jadilah sebuah
sulim yang diinginkan. Namun perlu diketahui bahwa apabila sulim tersebut sudah jadi, maka yang boleh memainkannya adalah hanya sipemilik selaku sipembuat itu
sendiri. Konon katanya jika sulim tersebut dipakai secara sembarang oleh orang yang tidak bertanggung jawab maka orang tersebut akan mengalami musibah.
Demikianlah sebuah proses ritual yang harus dilakukan untuk menghasilkan sebuah sulim yang berisi nuansa mistis.
Tetapi, pada zaman sekarang ini oknum-oknum yang melakukan ritual tersebut sudah mulai berkurang bahkan nyaris tidak pernah terdengar lagi. Hal ini
disebabkan karena adanya agama sebagai mediator untuk membatasi hubungan manusia dengan roh-roh atau makhluk yang tidak kelihatan.
Di dalam bahasan ini, penulis tidak menjelaskan terlalu detail tentang ritual pembuatan sulim dengan segala aspek-aspeknya, sebab inti dari skripsi ini bukanlah
membahas tentang sebuah kajian ritual. Penulis hanya memaparkan secara garis besarnya saja melalui wawancara dengan beberapa orang narasumber seperti
Marsius Sitohang, S. Sinurat, Guntur Sitohang yang merupakan orang terpercaya
Universitas Sumatera Utara
dan merupakan para maestro pemusik tradisional Batak Toba yang telah memiliki banyak pengalaman hidup bermain musik tradisi selama puluhan tahun lamanya.
Hal ini bertujuan untuk menambah referensi terhadap para pembaca bahwa ternyata dahulu pernah diadakan ritual proses pembuatan sulim yang memang awalnya
jarang didengar oleh masyrakat Batak Toba secara umum.
3.2 Klasifikasi sulim