harus dijunjung tinggi. Hal itu tampak dari filosofi yang dianut tentang ketiga golongan ini. Hula-hula, mata ni mual si patio-tioon, mata ni ari so husoran
artinya hula-hula adalah sumber mata air yang selalu dipelihara supaya tetap jernih dan matahari yang tidak boleh ditentang. Hula-hula diberi sebutan sebagai
debata na tarida atau wakil Tuhan yang dapat dilihat, karena merupakan sumber berkat, perlindungan dan pendamai dalam sengketa. Elek marboru artinya hula-
hula harus selalu menyayangi borunya dan sangat pantang untuk menyakiti hati dan perasaan boru. Manat mardongan tubu artinya orang yang semarga harus
berperasaan seia sekata dan sepenanggungan sebagai saudara kandung dan saling hormat menghormati.
Adapun fungsi dalihan na tolu dalam hubungan sosial antar marga ialah mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan, hak
dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat bagi masyarakat Batak Toba. Dimana saja ada masyarakat Batak Toba, secara otomatis
berlaku fungsi dalihan na tolu, dan selama orang Batak Toba tetap mempertahankan kesadaran bermarga, selama itu pulalah fungsi dalihan na tolu
tetap dianggap baik untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya.
2.5 Sistem mata pencaharian
Secara tradisional, mata pencaharian masyarakat Batak Toba umumnya adalah bercocok tanam. Pekerjaan bercocok tanam yang dilakukan adalah
berladang dan menanam padi di sawah. Di samping itu, mereka juga mengelola hasil hutan terutama untuk memenuhi hidup sehari-hari. Salah satu ciri khas desa-
desa kecil yang terdapat di Samosir adalah bentuk dari permukiman tradisionalnya. Pola permukiman desa-desa tersebut umumnya terdiri atas beberapa perumahan
Universitas Sumatera Utara
yang dikelilingi oleh rerimbunan pohon di antara bentangan lahan persawahan di sekelilingnya.
Menurut hukum adat, dahulu lahan yang dijadikan untuk bercocok tanam tersebut diperoleh dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat
tanah warisan tetapi tidak boleh menjualnya. Tapi seiring perkembangan zaman, hukum tersebut lama kelamaan sudah mulai tidak dipakai lagi, sebab sudah ada
beberapa oknum yang pernah menjual tanahnya meskipun tanah itu warisan marganya. Kendatipun demikian, penduduk Samosir masih banyak yang memegang
teguh hukum adat tersebut. Gambaran umum tentang keadaan lingkungan alam khususnya yang
didapatkan di Pulau Samosir sedikit berbeda. Meskipun terdapat juga lahan-lahan persawahan kecil di Pulau tersebut,wilayah Samosir merupakan wilayah yang
relatif kering dan kurang subur jika dibandingkan dengan wilayah Batak Toba yang lainnya. Untuk memenuhi debit air yang dibutuhkan tanaman terkadang sebagian
besar penduduk mengandalkan air hujan, sebab selain lahan yang relatif kering, sistem irigasi juga tidak berjalan maksimal. Oleh karena itu, sebagian besar
masyarakat menghidupi dirinya dengan bertanam bawang. Sebab menurut penduduk setempat, selain perawatannya yang lebih mudah, biasanya bawang
merupakan salah satu tanaman yang tidak terlalu membutuhkan banyak debit seperti tanaman yang lain. Di samping itu, ada juga yang bertanam padi dan sayur-
sayuran. Selain sektor pertanian, perternakan juga merupakan salah satu mata
pencaharian penduduk Samosir, antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Usaha nelayan atau penangkapan ikan dilakukan
sebagian penduduk yang bermukim di pinggiran pantai Danau Toba. Sebagian dari
Universitas Sumatera Utara
mereka beternak ikan dan umumnya menggunakan jaring terapung yang dikenal dengan istilah doton. Doton adalah sejenis jaring yang digunakan untuk menangkap
ikan yang ada di Danau Toba. Jenis ikan yang diternakkan pada umumnya adalah ikan mas dan ikan mujair. Jika ditelusuri dari berbagai daerah di sepanjang
pinggiran Samosir, misalnya mulai dari Tomok, desa-desa kecil sekitar kota Pangururan, hingga wilayah Palipi, kita akan menemukan peternakan ikan seperti
ini. Hasil dari pertanian dan peternakan tersebut sebagian dijual di pasar dan sebagian lagi dikonsumsi oleh keluarga. Sedangkan penduduk yang bermukim jauh
dari kawasan pantai biasanya bermatapencaharian sebagai petani, peternak ataupun wiraswastawan. Sektor kerajinan tangan juga berkembang. Misalnya tenun,
anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, yang ada kaitannya dengan pariwisata. Jika ditinjau secara keseluruhan sebagian besar masyarakat Batak Toba di
Samosir saat ini bermata pencaharian sebagai petani, peladang, nelayan, pegawai, wiraswasta dan pejabat pemerintahan. Dalam berwiraswasta bidang usaha yang
banyak dikelola oleh masyarakat adalah usaha kerajinan tangan seperti usaha penenunan ulos, ukiran kayu, dan ukiran logam. Saat ini sudah cukup banyak juga
yang memulai merambah ke bidang usaha jasa.
2.6 Batak Toba di Bona Pasogit