3.3.4 Kontinuitas dan perubahan fisik sulim
Berbicara tentang kontinuitas dalam konteks fisik, berarti berbicara tentang adanya hal-hal yang masih tetap eksis, dipertahankan, dan masih berlanjut hingga
pada saat ini yang berkaitan dengan kondisi fisik instrumen itu sendiri. Hal yang tetap dipertahankan sebagai wujud kontinuitas fisik sulim adalah bahwasanya dari
zaman dahulu hingga pada saat ini bentuk sulim selalu samatetap dan tidak pernah berubah-ubah, tetap terbuat dari bambu bahkan jumlah lobang penentu kualitas
bunyi selalu sama yakni memiliki satu lobang hembusan dan 6 enam buah lobang nada.
Secara umum, bentuk fisik sulim tidak ada yang berubah. Yang berubah adalah proses pembuatannya dan adanya pengembangan metode baru dalam
menciptakan sulim yang lebih kaya terkait akan fungsi dan penggunaannya. Kristenisasi pada masyarakat Batak Toba membawa pengaruh atas munculnya
oknum-oknum tertentu yang membawa praktek ritual pembuatan sulim. Pada masa reformasi ini, pembuatan sulim dengan melakukan ritual sudah sangat jarang
ditemukan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut Bapak J.Sinurat, salah seorang pemain dan pembuat sulim mengatakan bahwa selama beliau menjadi
pengrajin sulim, ritual pembuatan sulim tidak pernah lagi dilakukan. Beliau juga menambahkan, bahwa menurut beliau ritual pembuatan sulim diabaikan karena
nilai kepemilikan sulim pada masa sekarang ini sudah mengalami perubahan. Tujuan seorang pengrajin sulim sudah lebih dominan kepada tujuan dagang dengan
mengutamakan keuntungan secara ekonomis dan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan aspek-aspek proses pembuatan dan proses ritualnya. Maka
tidak heran kalau praktek ritual tersebut diabaikan, sebab pada prakteknya pun untuk membuat satu buah sulim membutuhkan waktu yang relatif lama.
Universitas Sumatera Utara
Selain daripada perubahan dalam proses pembuatan yang dulunya memakai ritual menjadi non-ritual, hal yang berubah adalah adanya metode baru dalam
menciptakan sebuah sulim yang lebih kaya akan fungsi dan penggunaannya. Dahulu awalnya sulim tidaklah memiliki nada dasar tetap yang sudah ditentukan
pada masa itu, sebab sulim awalnya tidak dimainkan dalam sebuah ensambel yang disesuaikan dengan nada dasar dan mengikuti pola akord tertentu. Sehingga
dulunya sulim memiliki bentuk ukuran yang berbeda-beda yang sifatnya bebas tanpa harus mengikuti pola,aturan pembuatan tertentu. Dalam arti bahwa ketika itu
nada-nada yang dihasilkan oleh sulim belum sesuai dengan standardisasi nada yang dihasilkan oleh piano.
Sedangkan pada masa kini, sulim sudah diciptakan dengan berbagai inovasi. Tanpa harus menghilangkan ciri khas warna bunyinya, sulim sudah tersedia dengan
aturan pembuatan tertentu yang diselaraskan dengan standardisasi bunyi piano. Tidak hanya dari kunci atau nada dasar tertentu saja bahkan sulim juga sudah
diciptakan berdasarkan 12 dua belas nada yang ada pada wilayah range satu oktaf nada piano mulai dari nada C standard hingga c’ C oktaf. Hal ini bisa terjadi
karena semakin meningkatnya permintaan dan kebutuhan masyarakat pendukungnya terhadap penyajian sulim itu sendiri. Salah satu bukti yang paling
signifikan adalah dengan hadirnya sulim dalam mengiringi lagu ibadah gereja, berbagai lagu dalam paduan suara, dan juga dalam komposisi musik lagu Batak
tradisional maupun populer dalam industri rekaman dimana situasi tersebut memaksa supaya sulim juga harus disesuaikan dengan nada dasar lagu ataupun
repertoar yang diinginkan Kemudian selain daripada itu, aspek lain yang bisa dilihat adalah ketika
sulim tidak lagi hanya memainkan nada-nada pentatonis, tetapi juga mampu
Universitas Sumatera Utara
dimainkan dengan nada-nada yang diatonis bahkan dapat diwarnai dengan penambahan nada kromatis. Hal ini terjadi karena sulim tidak lagi semata hanya
memainkan repertoar gondang Batak Toba yang mengandung ciri khas nada pentatonis, tetapi juga sudah sering ditampilkan untuk mebawakan lagu-lagu baik
itu lagu tradisional Batak Toba, lagu Populer Batak atau non-Batak, lagu Rohani gereja, maupun lagu-lagu sekuler lainnya dimana sudah banyak terkontaminasi oleh
nada-nada musik Barat. Sejalan dengan uraian tersebut di atas, mungkin hal inilah yang memicu diciptakannya sulim dengan 12 kunci nada dasar yang berpatokan
pada pelarasan nada musik Barat.
3.4 Kajian Fungsional Sulim
Dalam pembahasan kajian fungsional, penulis hanya menitikberatkan bahasan pada sistem pelarasan tuning, teknik permainan, dan proses pembelajaran
sulim.
3.4.1 Sistem pelarasan tuning
Wilayah nada range dan jangkauan nada ambitus yang terdapat pada sulim dibedakan menurut besar kecilnya diameter bambu. Apabila diameter bambu
memiliki ukuran yang besar maka akan menghasilkan bunyi dengan jangkauan nada ambitus yang rendah. Sebaliknya apabila memiliki diameter yang kecil maka
otomatis akan menghasilkan bunyi dengan jangkauan nada ambitus yang tinggi. Secara umum ambitus nada paling tinggi yang mampu dijangkau oleh sipemain
pada sebuah instrumen sulim adalah nada oktaf ke-2 dalam wilayah nada range 2 oktaf. Selain ukuran diameter dan panjang-pendeknya bambu, faktor yang juga
Universitas Sumatera Utara