PENINGKATAN MENGENAL WUJUD BENDA DAN SIFATNYA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS IV SD 2 BANJARHARJO KECAMATAN DLINGO, KABUPATEN BANTUL TAHUN PELAJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

PENINGKATAN MENGENAL WUJUD BENDA DAN SIFATNYA

DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND

LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS IV SD 2 BANJARHARJO

KECAMATAN DLINGO, KABUPATEN BANTUL TAHUN PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Disusun oleh

KARUNIA HADI NIM. X 7108702

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

PENINGKATAN MENGENAL WUJUD BENDA DAN SIFATNYA

DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND

LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS IV SD 2 BANJARHARJO

KECAMATAN DLINGO, KABUPATEN BANTUL TAHUN PELAJARAN 2010/2011

( PTK Pada Siswa Kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun pelajaran 2010/2011)

SKRIPSI

Oleh:

KARUNIA HADI NIM X 7108702

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripi dengan judul :

Peningkatan Mengenal Wujud Benda dan Sifatnya dengan Model Pembelajaran CTL Pada Siswa Kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2010/2011

Ditulis oleh :

Nama : Karunia Hadi NIM : X7108702

Telah disetujui untuk dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hari : Tanggal :

Pembimbing I

Drs. Kuswadi, M.Ag NIP. 19530506 198103 1 002

Oleh :

Pembimbing II

Dr. Peduk Rintayati, M. Pd NIP. 19540224 198203 2 001


(4)

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :

Peningkatan Mengenal Wujud Benda dan Sifatnya dengan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2010/2011.

Oleh :

Nama : Karunia Hadi

NIM : X7108702

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Tanggal : Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Kartono, M.Pd ... Sekretaris : Drs. Usada, M.Pd ... Anggota I : Drs. Kuswadi, M. Ag ………. Anggota II : Dr. Peduk Rintayati, M.Pd ... Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd


(5)

commit to user

ABSTRAK

Karunia Hadi, PENINGKATAN MENGENAL WUJUD BENDA DAN

SIFATNYA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS IV SD 2

BANJARHARJO KECAMATAN DLINGO, KABUPATEN BANTUL TAHUN 2010, Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas sebelas Maret Surakarta, Oktober 2010.

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatan pengenalan wujud dan sifat benda pada siswa kelas IV SD Banjarharjo, Dlingo, Bantul dengan menggunakan model pembelajaran CTL.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan dua siklus, setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo. Sumber data penelitian berasal dari hasil wawancara, hasil belajar IPA, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi untuk data aktivitas siswa dan guru, kajian dokumen untuk data proses pembelajaran dan tes untuk data hasil belajar. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis model interaktif yang terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPA pada materi mengenal wujud dan sifat benda ada peningkatan mengenal wujud dan sifat benda dalam pembelajaran IPA yang menggunakan model pembelajaran CTL. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan persentase ketuntasan belajar IPA siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo pada keadaan awal hanya 31,25%; dan pada siklus pertama 56,25%; kemudian pada siklus kedua menjadi 81,25%. Dengan demikian direkomendasikan bahwa pembelajaran IPA yang menerapkan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pengenalan wujud dan sifat benda pada siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2010/2011.


(6)

commit to user

ABSTRACT

Karunia Hadi, IMPROVING CHARACTERISTICS AND OBJECT’S FORMS IDENTIFICATION USING CONTEXTUAL TEACHING LEARNING APPOROACH THE FOURTH GRADE STUDENT OF SD 2 BANJARHARJO, DLINGO, BANTUL IN 2010, Thesis, Surakarta : Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University. October 2010.

The aim of the classroom action research is to improve characteristics and object’s forms the fourth grade students of SD 2 Banjarharjo, Dlingo, Bantul by using Contextual Teaching Learning approach.

The type of the study is a classroom action research which consist of two cycles, each cycle consists of four stages : planning, action, observation, and reflection. Subject of the study is the fourth grade students of SD 2 Banjarharjo, Dlingo, Bantul. The sources of data are derived from the result of interview, students’ test achievement of Science, syllabus and lesson plan. Techniques of collecting data used are observation of teacher and students activities, documentation of teaching and learning process and test of students achievement. Technique of analyzing data use interactive model of analysis technique comprising three analysis component, they are data reduction, data service and verification or conclusion.

Based on the result of the research that has been conducted in two cycles by implement in contextual teaching learning approach in learning Science subject of identifying characteristics, there is improvement of the students’ achievement. It can be seen from the percentage increase of students’ number who can achieve minimal score standard (KKM) of Science: only 31, 25% in the pretest ; 56,25% in the first cycle; then it becomes 81,25% in the second cycle. Thus, it recommended to apply CTL in learning science to enhance students’ achievement in identifying characteristics and object’s forms on the fourth grade students of SD 2 Banjarharjo, Dlingo, Bantul in 2010/2011 academic year.


(7)

commit to user

MOTTO

Menemukan sesuatu yang baru dalam hidup tidak dimulai dengan menemukan wilayah yang baru tetapi dimiliki dari mata pikiran yang baru.

(Marsel Proust)

Keadaan tidak menciptakan problem, tetapi tindakan kitalah yang menciptakan problem itu.

(Brian Tracy) .


(8)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada :

Ayah dan Ibu tercinta yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang yang tak pernah lekang oleh waktu dan selalu mendoakan, memberikan motivasi, bimbingan dan kasih sayang dengan tulus ikhlas serta mendukung, menuntunku disetiap langkahku.


(9)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan.

Skripsi yang berjudul “Peningkatan Mengenal Wujud Benda Dan Sifatnya Dengan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2010 / 2011” Ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam menyusun skripsi ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sangat tulus kepada semua pihak, khususnya kepada :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin penulisan skripsi.

2. Drs. Rusdiana Indianto, M. Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan persetujuan skripsi.

3. Drs. Kartono, M. Pd., Ketua Program Studi PGSD yang telah memberikan izin penulisan skripsi.

4. Drs. Kuswadi, M. Ag., pembimbing I, dan Dr. Peduk Rintayati, M. Pd., Pembimbing II yang telah memberikan arahan, dorongan, dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar. 5. Drs. Hasan Mahfud, M. Pd., Pembimbing Akademik yang memberikan


(10)

commit to user

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi PGSD yang telah memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis.

7. Rekan-rekan PGSD yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dan memberi warna selama menjadi mahasiwa dan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kepala sekolah, guru, staf, dan murid-murid SD 2 Banjarharjo terima kasih atas kerja sama dan bantuannya.

9. Bapak, Ibu, kakak dan Dewi tercinta yang senantiasa selalu memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Tak ada gading yang tak retak, tak ada sesuatu yang sempurna. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk lebih baik lagi di masa yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.

Surakarta, April 2011

Penulis


(11)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 6


(12)

commit to user

2. Kajian Tentang Model Pembelajaran CTL Dalam IPA ... 15

B. Penelitian yang Relevan ... 26

C. Kerangka Pemikiran... 27

D. Hipotesis... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian……… 29

B. Subyek Penelitian …………..……… 30

C. Bentuk dan Strategi Penelitian ………...……….. 30

D. Data dan Sumber Data ……….. 32

E. Teknik Pengumpulan Data….……… 33

F. Teknik Validitas Data……..………. 35

G. Teknik Analisis Data………. 36

H. Indikator Kinerja …..……… 38

I. Prosedur Penelitian ……….. 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Penelitian ... 48

B. Deskripsi Data Tindakan... 52

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 79

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan ... 83

B. Implikasi ... 83

C. Saran .... ... 84 DAFTAR PUSTAKA


(13)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Indikator Keberhasilan Penelitian ... 39

2 Frekuensi Data Nilai Tes Awal Sebelum Tindakan... 50

3 Hasil Tes Awal Sebelum Tindakan ... 51

4 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pada Siklus 1 ... 58

5 Frekuensi Data Nilai Tes Pertemuan 1 Siklus 1 ... 60

6 Hasil Tes Pertemuan 1 Siklus 1 ... 61

7 Frekuensi Data Nilai Tes Pertemuan 2 Siklus 1 ... 62

8 Hasil Tes Pertemuan 2 Siklus 1 ... 63

9 Frekuensi Data Nilai Pertemuan 3 Siklus 1 ... 63

10 Hasil Tes Pertemuan 3 Siklus 1 ... 65

11 Frekuensi Data Nilai Rata-Rata Siklus 1 ... 65

12 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pada Siklus 2 ... 71

13 Frekuensi Data Nilai Tes Pertemuan 1 Siklus 2 ... 73

14 Hasil Tes Pertemuan 1 Siklus 2 ... 74

15 Frekuensi Data Nilai Tes Pertemuan 2 Siklus 2 ... 74

16 Hasil Tes Petemuan 2 Siklus 2 ... 74

17 Frekuensi Data Nilai Tes Pertemuan 3 Siklus 2 ... 76

18 Hasil Tes Pertemuan 3 Siklus 2 ... 78

19 Frekuensi Data Nilai Rata-Rata Siklus 2 ... 78

20 Hasil Observasi Aktivitas siswa Pada Siklus 1 dan Siklus 2... 80


(14)

commit to user

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK

Gambar Halaman

1 Uang Logam dan Batu ... 8

2 Asap Kendaraan ... 8

3 Kecap dan Minyak ... 9

4 Air Mengalir ... 10

5 Skema Kerangka Berfikir ... 28

6 Model PTK ... 31

7 Siklus Observasi ... 34

8 Bagan Siklus Analisis Interaktif ... 37

9 Prosedur PTK ... 39

10 Grafik Data Nilai Sebelum Tindakan ……… . 51

11 Garafik Data Nilai Pertemuan 1 Siklus 1 .. ... 60

12 Garafik Data Nilai Pertemuan 2 Siklus 1 …………. ... 62

13 Garafik Data Nilai Pertemuan 3 Siklus 1 ……... 64

14 Grafik Nilai Rata-Rata Siklus 1 ... 65

15 Grafik Perbandingan Siswa Belajar Tuntas awal Sebelum Tindakan dengan Siklus 1 ……….... 66

16 Grafik Data Nilai Pertemuan 1 Siklus 2 ……… .. 73

17 Garafik Data Nilai Pertemuan 2 Siklus 2 ……… 75

18 Garafik Data Nilai Pertemuan 3 Siklus 2 ……… .... 77

19 Grafik Nilai Rata-Rata Siklus 2 ... 78

20 Grafik Perbandingan Siswa Belajar Tuntas awal Sebelum Tindakan, Siklus 1 dan Siklus 2 ……… .. 82


(15)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kriteria Ketuntasan Miniml (KKM) ... 89

2 Kisi-Kisi Soal Tes Awal ... 90

3 Soal Tes Sebelum Tindakan ... 94

4 Rekapitulasi Nilai Siswa Sebelum Tindakan ... 98

5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1 ... 99

6 Lembar Pengamatan ... 109

7 Kisi-Kisi Soal Tes Siklus 1 ... 112

8 Soal Tes Pertemuan 1, 2, dan 3 Siklus 1 ... 121

9 Rekap Nilai Siklus I ... 129

10 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 2 ... 131

11 Petunjuk Praktikum Siklus 2 ... 141

12 Kisi-Kisi Soal Tes Siklus 2 ... 145

13 Soal Tes Siklus 2 ... 159

14 Rekap Nilai Siklus 2 ... 167

15 Kisi-Kisi Wawancara Sebelum Tindakan ... 169

16 Pedoman Wawancara Sebelum Tindakan ... 170

17 Kisi-Kisi Wawancara Untuk Siswa Pada Siklus 1 ... 171

18 Pedoman Wawancara Untuk Siswa Pada Siklus 1 ... 172

19 Kisi-Kisi Wawancara Untuk Siswa Pada Siklus 2 ... 173

20 Pedoman Wawancara Untuk Siswa Pada Siklus 2 ... 174

21 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pada Siklus 1... 175

22 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pada Siklus 2 ... 177

23 Lembar Observasi Kinerja Guru Pada Siklus I ... 179

24 Lembar Observasi Kinerja Guru Pada Siklus 2 ... 182

25 Dokumentasi Pelaksanaan Tindakan ... 185


(16)

commit to user

27 Surat Izin Penyusunan Skripsi ... 194 28 Surat Izin Penelitian... 195 29 Surat Keterangan ... 196


(17)

(18)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA) merupakan pelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung. Karena itu siswa harus mempunyai alat bantu untuk mengembangkan sejumlah keterampilan supaya siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar serta dirinya sendiri.

Pelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan teknologi, karena IPA memiliki kekuatan untuk membangkitkan minat siswa serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga fakta penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu mutu pembelajaran IPA perlu ditingkatkan secara berkelanjutan untuk mengimbangi perkembangan teknologi. Untuk meningkatkan mutu pembelajaran tersebut, tentu banyak tantangan yang dihadapi. Untuk anak-anak sekolah dasar yang taraf berpikirnya masih berada pada tingkat konkret, maka semua yang diamati, diraba, dicium, dilihat, didengar, dan dikecap akan kurang berkesan jika sesuatu itu hanya diceritakan, karena mereka belum dapat menyerap hal yang bersifat abstrak.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan, kenyataan yang terjadi di SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul khususnya kelas IV, mata pelajaran IPA kompetensi dasar mengenal wujud dan sifat benda sangat memprihatinkan. Mata pelajaran IPA tidak begitu diminati dan kurang disukai siswa. Bahkan, banyak siswa yang mengeluh dalam hal menerima pelajaran. Siswa seringkali merasa bosan dan kurang puas terhadap apa yang telah diketahuinya. Sesuai dengan Lampiran halaman dari 16 siswa yang ada, hanya 5 siswa yang mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal. Padahal kriteria


(19)

commit to user

ketuntasan minimal yang telah ditetapkan pada kompetensi dasar wujud benda dan sifatnya hanya 60 seperti yang terlampir dalam Lampiran 1 halaman 89. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran IPA di kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul sangat berpusat pada guru. Siswa tidak berperan aktif dalam proses pembelajaran untuk membangun dan menemukan sendiri melalui proses interaksi langsung dengan lingkungan sekitar. Siswa cenderung hanya memperoleh pengetahuan melalui fakta – fakta yang telah ditulis di buku. Padahal pola pembelajaran yang hanya terpaku pada buku dan tidak dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari akan menyulitkan dalam memahami suatu konsep. Temuan inilah yang kemudian mendasari penulis untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas. Proses pembelajaran ini perlu diperbaiki supaya siswa mampu memahami konsep akademik yang yang dipelajari. Khususnya pada mata pelajaran IPA kompetensi dasar wujud dan sifat benda.

Untuk mengatasi masalah mengenal wujud benda dan sifat benda tersebut maka sebaiknya guru harus mampu memilih dan menggunakan model pembelajaran yang tepat. Penggunaan model pembelajaran yang tepat akan membuat proses pembelajaran lebih efektif. Model pembelajaran juga merupakan alat untuk mencapai tujuan pengajaran yang ingin dicapai, sehingga penggunaan model pembelajaran yang baik dan tepat akan semakin berhasil sebagai sarana pencapaian tujuan. Karena siswa adalah pembelajar, guru sebagai pengelola pembelajaran di kelas perlu memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan siswa dalam menuangkan ide yang terkait dengan mata pelajaran yang diberikan, khususnya mata pelajaran IPA. Dengan demikian kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan akan memunculkan kreatifitas tinggi yang pada akhirnya siswa mampu mengenal wujud benda dan sifatnya dengan baik.

Salah satu model pembelajaran yang cocok diterapkan dalam pembelajaran IPA di SD adalah model pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL). Menurut Karnadi (2008: 59), CTL adalah konsep pembelajaran yang membantu dalam mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata, dan memotivasi


(20)

commit to user

siswa membuat hubungan anatara pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Model pembelajaran ini menekankan adanya pengamatan secara langsung terhadap suatu objek yang akan dipelajari. Melalui model pembelajaran ini siswa belajar melalui kegiatan yang dialami sendiri. Anak tidak hanya menghafal seperangkat fakta-fakta dan konsep yang siap diterima, tetapi anak lebih dirangsang untuk terampil mengembangkan sendiri fakta-fakta dan konsep dari apa yang dilihatnya secara nyata (Nurhadi : 2002). Dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran CTL, siswa dilibatkan untuk turut berfikir sehingga emosi siswa dapat terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran guna meningkatkan keterampilan siswa melalui suatu kegiatan, serta mengamati suatu proses atau kejadian dengan sendirinya, sehingga akan memperkaya pengalaman dan meningkatkan serta membangkitkan rasa ingin tahu. Dengan model pembelajaran CTL dalam pembelajaran IPA, siswa akan lebih memahami sesuatu yang bersifat abstrak dan lebih mampu mengingat dalam jangka waktu yang relatif lebih lama.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul ”PENINGKATAN MENGENAL WUJUD BENDA DAN SIFATNYA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS IV SD 2 BANJARHARJO, KECAMATAN DLINGO, KABUPATEN BANTUL TAHUN PELAJARAN 2010/2011”.

B. Identifikasi Masalah

Mengacu pada latar belakang masalah di atas, ada beberapa permasalahan yang teridentifikasi, antara lain :

1. Seringkali siswa mengalami kebingungan terhadap pelajaran IPA kompetensi dasar wujud benda dan sifatnya yang telah diterima.

2. Konsep dan fakta-fakta yang telah diterima siswa merupakan pengetahuan yang telah tersaji, sehingga konsep dan fakta- fakta tersebut mudah terlupakan.


(21)

commit to user

3. Dalam pembelajaran IPA seringkali guru merupakan pusat pembelajaran. 4. Siswa diharapkan belajar melalui kegiatan yang dialami sendiri, sehingga

anak tidak menghafal seperangkat fakta-fakta dan konsep yang siap diterima, tetapi anak dirangsang untuk terampil mengembangkan sendiri fakta-fakta dan konsep dari apa yang dilihatnya secara nyata melalui kegiatan praktikum.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan terfokus pada pokok masalah, perlu dilakukan pembatasan masalah. Penelitian tindakan kelas ini hanya dibatasi pada pembahasan upaya peningkatan mengenal wujud benda dan sifatnya dengan model pembelajaran CTL pada siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2010/2011.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah dengan menggunakan model pembelajaran CTL mampu meningkatkan pengenalan wujud dan sifat benda pada siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2010/2011 ?

E. Tujuan Penelitian

Mengacu pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, tuujuan penelitian ini untuk :

1. Meningkatkan pengenalan wujud dan sifat benda pada siswa kelas IV SD Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul dengan menggunakan model pembelajaran CTL.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait baik bersifat praktis maupun teoretis.


(22)

commit to user

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu teori belajar, sehingga dapat dipakai sebagai referensi dalam upaya pelaksanaan penelitian lebih lanjut dalam aspek pengembangan teori yang sama namun dalam kelas yang berbeda.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

a. Siswa

1) Memberikan pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi siswa melalui penggunaan model pembelajaran CTL.

2) Dapat meningkatkan pengenalan wujud dan sifat benda.

b. Guru

1) Mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan model pembelajaran CTL

2) Memberikan masukan bagi guru, bahwa model pembelajaran CTL dapat membantu meningkatkan pengenalan wujud dan sifat benda.

c. Kepala Sekolah

Sebagai input dalam memberi motivasi kepada guru agar lebih berkreatifitas, beraktivitas, dan berinovasi dalam melakukan kegiatan mengajar, khususnya pengajaran IPA.


(23)

commit to user

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoretis

1. Kajian Tentang Mengenal Wujud Benda dan sifat benda a. Hakikat Mengenal

Mengenal berasal dari kata kenal yang mempunyai arti tahu. Kenal mendapat awalan me- menjadi mengenal yang artinya 1) mengetahui, 2) kenal akan, dan 4) mengetahui tanda-tandanya. Seseorang yang telah mengenal pasti telah mempunyai pengetahuan tentang apa yang sudah dikenal.

Dalam Yuliani (2007:5) Piaget menyatakan bahwa otak kita mengetahui bagaimana cara mengenal benda melalui input dari indera seperti mata, telinga, kulit, hidung, dan mulut. Kelima indera tersebut secara langsung akan menunjukkan reaksi tertentu terhadap lingkungan di sekitar kita. Misalnya, kita tidak akan mengenal bagaimana bentuk batu dan bentuk air tanpa kita lihat terlebih dahulu dengan menggunakan mata sebagai alat pengelihatan. Begitu juga jika ingin mengetahui bentuk gula yang berbeda-beda adalah dengan cara menggunakan indera pengelihatan.

Selanjutnya, Piaget dalam Yuliani (2007 : 5) menyatakan bahwa tidak hanya interaksi langsung indera dengan kenyataan, tetapi harus juga ada pemikirkan tentang perubahan. Inilah yang akan membangun seseorang untuk mengenal suatu benda.

Pengetahuan atau mengenal tentang benda merupakan pengetahuan yang bersifat fisik. Pengetahuan fisik berasal dari lingkungan fisik di sekitar anak yang dapat berupa warna benda, bentuk benda, dan jenis benda dan sebagainya. Pengetahuan fisik dibangun pada saat anak mengunakan asosiasi antara benda dengan perlakuan yang diberikan pada benda tersebut. Misalnya,


(24)

commit to user

ada seorang anak yang baru saja menemukan kelereng kemudian kelereng itu dimasukkan ke dalam botol. Apa yang terjadi kemudian ? dapat dipastikan bahwa bentuk kelereng yang ada di dalam botol bentuknya tetap seperti kelereng. Mengenal bahwa bentuk benda itu tetap merupakan pengetahuan yang bersifat indrawi.

Alesis Carrel dalam Aholiab Watoly (2001:141) menyetujui kebenaran pendapat yang menunjukkan bahwa pengetahuan indrawi yang dimiliki manusia diperoleh dari inderanya, namun selalu bersifai relasional.

Secara entomologis betapapun objektifnya pengetahuan indrawi tersebut, jelas ia hanya ditangkap oleh satu indera saja., oleh karena itu tidak dapat dipandang sebagai pengetahuan yang utuh. Jenis pengetahuan indrawi ini belum mempunyai dasar dasar obyektif yang kokoh. Warna, suara, rasa tidak termuat secara esensial di dalam konsep yang kokoh. Unsur-unsur tersbut hanyalah sensasi yang disebabkan di dalam diri manusia oleh kualitas-kualitas primer dan tentu saja tidak mempunayai dasar obyektif yang sama. Warna, bau, rasa, serta suara akan lenyap dan berhenti apabila tanpa mata yang melihat unsur warna, atau tanpa telinga yang mendengar suara, tanpa langit-langit mulut yang merasakan, atau hidung tanpa membau. Unsur-unsur tersebut akan direduksi ke dalam sebab-sebab mereka, yaitu kumpulan bentuk, dan gerakan dari bagian-bagian, bila tidak diterima indera subjek. Walaupan sifat pengetahuan indrawi sangat terbatas, namun pengetahuan indrawi menjadi sangat penting karena jenis pengetahuan ini dapat bertindak selaku pintu gerbang pertama menuju pengetahuan yang lebih utuh.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mengenal adalah Pengetahuan yang dibangun pada saat anak mengunakan asosiasi antara benda dengan perlakuan yang diberikan pada benda tersebut. Pengetahuan ini dibangun melalui alat indera. sifat pengetahuan indrawi sangat terbatas, namun pengetahuan indrawi menjadi sangat penting karena jenis pengetahuan ini dapat bertindak selaku pintu gerbang pertama menuju pengetahuan yang lebih utuh.


(25)

commit to user

b. Materi Wujud Benda dan Sifat Benda untuk kelas 4 SD adalah sebagai berikut :

1. Konsep Wujud Benda

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1991 : 1131 ), wujud berarti rupa dan bentuk yang bisa diraba. Sedangkan benda berarti segala sesuatu yang berwujud atau berjasad.

Haryanto ( 2004 : 81 ) mendefinisikan wujud benda adalah segala sesuatu yang konkret dan berwujud. Wujud benda ada tiga macam, yaitu : a). Benda padat

Benda padat adalah suatu benda yang berwujud penuh dan hampir tidak berongga dan mempunyai bentuk tertentu. Contoh benda padat dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut :

Gambar 1. Uang Logam dan Batu.

b). Benda Gas

Benda gas adalah zat ringan yang sifatnya seperti udara. Contoh wujud benda gas dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut :

Gambar 2. Asap kendaraan

c). Benda Cair

Benda cair adalah suatu benda yang berwujud cairan yang dapat berubah bentuk sesuai tempat yang ditempatinya.


(26)

commit to user

Contoh benda cair dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut :

Gambar 3. Kecap dan Minyak Goreng

2. Konsep Sifat-sifat benda

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1991 : 937 ), sifat adalah rupa dan keadaan yang tampak pada suatu benda.

3. Sifat Benda Menurut Rosa Kemala ( 2006 : 71-80 ) dalam Jelajah IPA untuk Kelas IV adalah sebagai berikut :

a). Sifat benda padat

a. Wujud benda padat tidak mengikuti wadahnya b. Bentuk benda padat dapat diubah bentuknya.

c. Benda padat memiliki bentuk dan ukuran yang tetap walaupun dipindahkan ke tempat yang berbeda-beda

b). Sifat benda gas

(1) Memiliki bentuk yang berubah-ubah dan selalu mengisi ruang yang ditempatinya.

(2) Memiliki volume yang tidak tetap. c). Sifat benda cair

(1) Memiliki bentuk yang berubah-ubah mengikuti wadah yang ditempatinya

(2) Volume benda cair tetap.

(3) Mampu meresap melalui celah-celah yang kecil

(4) Air mengalir dari permukaan air yang tinggi menuju permuakan air yang rendah. Contoh air mengalir dari permukaan air yang tinggi menuju permukaan air yang rendah dapat di lihat pada Gambar 4. Sebagai berikut :


(27)

commit to user

c. Pengertian IPA

Kira-kira setengah abad terakhir ini, yakni setelah Perang Dunia II, Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi berkembang dengan pesat. Ilmu pengetahuan atau Science telah mempengaruhi sebagian besar kehidupan manusia.

Srini M Iskandar (2001 : 13) menyatakan beberapa definisi IPA, yaitu : 1) IPA adalah sekumpulan pengetahuan yang telah disusun secara

sistematik tentang alam semesta.

2) IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan terutama didasarkan atas pengamatan dan induksi.

3) IPA adalah pengetahuan tentang fakta dan hukum-hukum yang didasarkan atas pengamatan dan disusun dalam suatu sistem yang teratur.

4) IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun sistematik yang di dalam penggunaannya secara umum terlintas pada gejala-gejala alam. 5) Perkembangan IPA ditunjukkan tidak hanya oleh kumpulan fakta tetapi

juga metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Leo Sutrisno (2007 : 19) menyatakan bahwa IPA adalah usaha manusia untuk memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang tepat. Jadi, IPA mengandung tiga hal yakni proses, prosedur, dan produk.

Ilmu Pengetahuan Alam diambil dari kata latin Scientia yang artinya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan proses (www.wikipedia.org/wiki/IPA). Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa IPA adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. IPA merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. ”Real Science is both product and process, inseparably Joint” (Agus S dalam www.wikipedia.org/wiki/IPA).

Sedangkan Powler (www.wikipedia.org/wiki/IPA) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan


(28)

commit to user

yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.

Dari beberapa definisi tentang pengertian IPA di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPA adalah sekumpulan pengetahuan yang sistematik tentang alam semesta beserta gejala-gejala alam yang menyertainya yang di dalamnya mengandung tiga hal, yakni proses, prosedur, dan produk.

d. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Dari definisi IPA yang dikemukakan Srini M Iskandar (2001 : 13) dapat disimpulkan bahwa hakikat pengertian IPA meliputi tiga hal yaitu :

1) Produk IPA yaitu fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori.

2) Proses IPA atau metode ilmiah yaitu cara kerja yang dilakukan untuk mencapai hasil-hasil / produk IPA.

3) Sikap Ilmiah yaitu semua tingkah laku yang diperlukan selama melakukan proses IPA sehingga terjadi produk IPA.

e. Nilai-nilai Ilmu Pengetahuan Alam

Yang dimaksud dengan nilai adalah sesuatu yang dianggap benar dan menjadi tujuan yang hendak dicapai. Nilai-nilai IPA ditunjukkan dari beberapa segi kehidupan anatara lain adalah:

1) Nilai Praktis

Adalah sesuatu yang dianggap bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari.

2) Nilai Intelektual

Adalah sesuatu yang memberikan kepuasan kepada seseorang karena dia telah mampu menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah. Dengan kata lain sesuatu yang memberikan kepuasan intelektual. 3) Nilai Keagamaan

Bidang Science memang tidak akan membahas tentang Tuhan, tetapi semakin dalam manusia mempelajari tentang Science, makin sadarlah manusia itu akan keterlibatan di alam raya bahwa semua ada yang mengatur yakni Tuhan Yang Maha Esa.

4) Nilai Pendidikan

Setelah teknologi semakin maju, peranan IPA semakin besar karena orang-orang menyadari bahwa tanpa penemuan-penemuan IPA teknologi tidak akan berkembang.


(29)

commit to user

f. Karakteristik Pelajaran IPA di Sekolah Dasar

IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep – konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar ( Departemen Pendidikan Nasional, 2004 : 32).

Sedangkan pendidikan IPA di SD ditunjukkan agar siswa dapat mempelajari tentang diri sendiri dan alam sekitar. Dalam hal ini, pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi, agar siswa mampu menjelajahi dan mengalami alam sekitar secara ilmiah.

Dalam IPA terdapat tiga komponen utama yaitu proses, produk dan sikap. Produk IPA dapat berbentuk konsep, generalisasi, prinsip, teori dan hukum. Proses IPA diGambarkan sebagai langkah-langkah penyelidikan yang meliputi masalah, observasi, hipotesis, menguji hipotesis, dan kesimpulan. Sikap IPA berkaitan dengan ketelitian, kejujuran, dan membuat keputusan. IPA juga diartikan sebagai hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melaui serangkaian proses ilmiah antara lain : penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan. Oleh karena itu dalam pembelajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak anak didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar yang paling otentik dan tidak akan habis digunakan. Melalui alam, siswa akan lebih jelas dalam menentukan suatu konsep karena lewat proses penelitian dan pengamatan yang cermat.

Selanjutnya Enstein berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh Nash dalam bukunya Darmojo ( 1993 : 4 ), Menyatakan bahwa : Science in the atemt to make the chaotic diversity of our sense cxperience correspond to a logically uniform system of thought. Makna dari kalimat tersebut kurang lebih adalah bahwa IPA itu merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai


(30)

commit to user

pengalaman menjadi suatu pola berfikir yang logis tertentu. Yang dimaksud dengan ( a logically uniform system of thought ) itu tak lain adalah pola berfikir ilmiah.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, karakteristik pelajaran IPA dalam peneltian ini adalah suatu ilmu atau pengetahuan yang mengamati dan memahami berbagai gejala alam, yang bersifat analitis, logis, rasional, lengkap dan cermat, yang berupa prinsip-prinsip, teori-teori, hukum-hukum, konsep-konsep, maupun fakta-fakta yang ditujukan untuk menjelaskan gejala alam serta menghubungkan berbagai gejala alam yang satu dengan yang lain sehingga membentuk sudut pandang yang baru terhadap objek yang diamatinya.

g. Penilaian Pembelajaran IPA

Penilaian adalah kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran sehingga diketahui apakah suatu program telah berhasil. Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun psikomotor. Menurut Lia Yuliati (dalam http:liayuliati. wordpress.com/ 2011/ 05/ 01/ penilaian dalam pembelajaran IPA)Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam penilaian, yaitu penilaian unjuk kerja, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

1) Penilaian Unjuk Kerja

Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan siswa dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut siswa melakukan tugas tertentu seperti: praktek di laboratorium, praktek sholat, praktek olahraga, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi/ deklamasi dan sebagainya.


(31)

commit to user

Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut. a) Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan siswa untuk

menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.

b) Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.

c) kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.

d) Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua dapat diamati.

e) Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan pengamatan.

2. Penilaian Tertulis

Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes Tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada siswa dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal siswa tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, mengGambar dan lain sebagainya.

Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu 1) soal dengan memilih jawaban (pilihan ganda,dua pilihan (benar-salah, ya-tidak), dan menjodohkan); 2) Soal dengan mensuplai-jawaban (isian singkat atau melengkapi,uraian terbatas, uraian obyektif/non-obyektif, dan uraian terstruktur/non-terstruktur).

3. Penilaian Proyek

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan siswa pada mata pelajaran tertentu secara jelas.


(32)

commit to user

4. Penilaian Produk

Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan siswa membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, Gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.

5. Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya siswa dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh siswa. Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya siswa secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleg guru dan siswa. Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan siswa sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan siswa dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar siswa melalui karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi, musik, laporan hasil pengamatan.

2. Kajian Tentang Model Pembelajaran CTL Dalam Pembelajaran IPA

a. Pelajaran IPA di Kelas IV Sekolah Dasar

Menurut Nasution dan Budistra (2002 : 32 ),Pelajaran IPA untuk kelas IV perlu disesuaikan dengan usia dan tingkat usia dan tingkat berfikir mereka. Usia murid kelas IV berkisar antara 9-10 tahun. Taraf berfikir murid kelas IV masih pada taraf mengingat materi yang telah dipelajari, fakta-fakta khusus, teori, struktur, proses atau yang termasuk ranah ingatan ( recall ).


(33)

commit to user

Taraf berfikir lainnya menjelaskan pengertian kata-kata, membuat ringkasan, menjelaskan sebab akibat, semua itu termasuk ranah pemahaman ( comperehension ).

Pengetahuan dan pemahaman murid kelas IV itu terekam dengan baik, maka wujud yang konkret lebih berkesan daripada konsep-konsep abstrak. Oleh sebab itu di dalam pelajaran IPA kelas IV perlu menggunakan model dan metode yang dapat menampilkan hal-hal yang konkret. Sebagai contoh pelajaran IPA dengan indikator mengidentifikasi sifat air dapat dilakukan melalui pembelajaran yang menggunakan pendekatan lingkungan. Caranya, sebelum mengajak murid ke lapangan atau alam sekitar jelaskan terlebih dahulu beberapa sifat air. Kemudian bawalah murid untuk melihat selokan yang ada di dekat sekolah. Akan lebih jelas lagi dan sangat berkesan apabila murid-murid diajak melihat air terjun. Dari kegiatan pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan lingkungan akan memudahkan siswa menerima dan memahami fakta-fakta yang mereka pelajari.

b. Pengertian Model Pembelajaran

Proses pembelajaran di sekolah tidak lepas dari perangkat dalam pembelajaran seperti metode, strategi, prencana pembelajaran, media, kurikulum, dan lain sebagainya. Salah satu diantara yang lainnya adalah model pembelajaran. Terdapat banyak model pembelajaran baru, yang dapat digunakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan aktifitas pembelajaran.

Model yakni cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan informasi dari guru, dimana informasi tersebut dibutuhkan untuk mencapai kompetensi pengajaran (Dwijiastuti, dkk, 2005: 5).

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain menurut Joyce di dalam (Trianto, 2007: 5).


(34)

commit to user

Arends dalam Trianto (2007: 5-6), menyatakan “The term teaching model refers to a particular appoarch to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system.” Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:

(1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;

(2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);

(3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan

(4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, di dalam Trianto, 2007: 6).

Dalam kehidupan sehari-hari, kata model digunakan dalam beberapa konteks. Dalam lingkup pendidikan istilah model telah lama digunakan. Model mengajar merupakan patokan bagi guru untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar. Model pembelajaran adalah suatu pola instruksional yang memberikan proses sepesifikasi dan penciptaan situasi lingkungan tertentu yang mengakibatkan para siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan khusus pada tingkah laku mereka (Dwijiastuti, dkk, 2005:24).

Menurut Syaiful Sagala (2003:68), model pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan intruksional tertentu. Model pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Sedangkan menurut Akhmad Sudrajat (dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com), model pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.


(35)

commit to user

Model pembelajaran ini sebagai penjelas untuk mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana belajar yang menyenangkan (Syaiful Sagala, 2003:68).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu siasat dalam mengajar yang digunakan untuk memaksimalkan hasil pembelajaran dengan arah atau hal yang kita ambil untuk menuju suatu sasaran. Model pembelajaran tentu tidak kaku harus menggunakan pendekatan tertentu, tetapi sifatnya lugas dan terencana, artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.

c. Pengertian Contextual Teaching and Learning

Contextual Teaching and Learning oleh Advance Techonology Environmental and Energy Center ( dalam http:// www. Atteec.org/learning/ instructor/ contectual. Htm )disebutkan bahwa :’’Students learn best-and retain what they have learned-when(1)they are interested in the subject matter and (2)concepts are applied to the contex of the students’ own lives.’’(Advance Techonology Environmental and Energy Center Fellows 2000)

Advance Techonology Environmental and Energy Center became formally involved in Contextual Teaching and Learning (CTL) methodos in 1999 as one of the regional cluster teams in a University of Wisconsin-Madison research project (‘’TeachNET’’) funded by the U.S. Departement of Education. By June 2001, Advance Techonology Environmental and Energy Center’s growing experience in CTL’s problem-based learning approach was infused into the Fellows Institute. Principles and practices of contextual learning continue to be incorporated in the Fellows Institute curricular projects.

Dikatakan bahwa siswa belajar dengan baik dan mengingat apa yang mereka pelajari ketika (1) Mereka tertarik dengan bahan ajar atau subjek yang dipelajari dan (2) Konsep yang dipelajari pada konteks kehidupan siswa. Advance Techonology Environmental and Energy Center menjadi bahan resmi termasuk metode CTL di tahun 1999. salah satu dari kelompok daerah di Universitas Wiconsin, Madison melakukan penelitian tentang ‘’teachNet’’ yang dibiayai oleh Departemen Pendidikan Amerika. Bulan Juni 2001, Advance Techonology Environmental and Energy Center mengembangkan penelitian


(36)

commit to user

pada masalah CTL yaitu dasar pendekatan pembelajaran dengan memasukkan dalam institut. Prinsip dan praktik dari pembelajaran CTL adalah penggabungan secara berkelanjutan dalam kurikulum institut.

Shawn and Linda (2004), CTL is a collaborative interaction with students, a high level of science content with other content and skill areas. Furthermore, the CTL strategies were best implemented when teachers used them in conjunction with sound classroom management techniques. CTL merupakan interaksi kolaboratif anak antara ilmu pengetahuan dengan kondisi area anak.

http://www.Journal+Of+Elementary+Sciense+Education//Acces10/02/2010 Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikiomotorik.

Sarah (2005), CTL is one of the most powerful tools used in the career tech classroom. But teachers of other subjects are in increasingly recognizing its value, and programs such as the one at UGA are helping to promote the practice. CTL salah satu pendekatan yang sangat baik diterapkan di kelas dan di sini guru diharapkan mampu meningkatkan terus prakteknya.

http://www.tehnique.acteoline.org/putting+It+Into+Context.Acces10/02/2010 Sedangkan CTL menurut Hidayati (2008:7-27) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna dalam materi pembelajaran yang mereka pelajari, kemudian menghubungkan dengan kontek kehidupan sehari-hari, yaitu lingkungan pribadi, sosial dan budayanya. Tugas guru adalah membantu siswa untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu guru harus merencanakan kegiatan pembelajaran yang aktif untuk menemukan pengetahuan atau konsep baru.

Karnadi,dkk ( 2008 : 59 ) mendiskripsikan bahwa pembelajaran CTL adalah konsep pembelajaran yang membantu dalam mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata, dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka.


(37)

commit to user

Elaine B. Johnson (2007:65) mengemukakan definisi “CTL yaitu sebuah system yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah”.

Sedangkan Martinis Yamin (2008:152) mendeskripsikan bahwa “CTL merupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti halnya membuat hubungan yang bermakna, melakukan pengerjaan yang berarti, dan melakukan pembelajaran yang diatur sendiri”.

Departemen Pendidikan Nasional (2003:5) mengemukakan bahwa pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu : konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian sebenarnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CTL merupakan sebuah model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam mencapai tujuan pembelajaran di mana dalam pelaksanaanya guru membantu siswa memahami makna dalam materi yang dihubungkan dengan kontak kehidupan sehari-hari secara nyata. Sehingga materi pembelajaran dapat terserap oleh siswa dengan baik.

d. Karakteristik Model Pembelajaran CTL

Menurut Halil (dalam http:halil4. wordpress.com/ 2010/ 02/ 26/ model pembeljaran _contextual_ teaching and _learning) menyatakan karakteristik CTL terbagi menjadi :


(38)

commit to user 1). Konstruktivisme

Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.

2). Inquiry

a). Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. b). Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis . 3). Questioning ( Orang Bertanya)

a) Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.

b) Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.

4). Learning Community (Masyarakata Belajar)

a) Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.

b) Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri. c) Tukar pengalaman.

d) Berbagi ide.

5). Modelling (Pemodelan)

a) Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.

b) Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya. 6). Reflection (Refleksi)

a) Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari. b) Mencatat apa yang telah dipelajari.

c) Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok. 7). Authentic Assesment (Penilaian Yang Sebenarnya) a) Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa. b) Penilaian produk (kinerja).

c) Tugas-tugas yang relevan dan CTL.

e. Ciri-ciri Pembelajaran CTL

Menurut Blanchard, ciri-ciri CTL :

1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks.

3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri.

4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri.

5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.

6) Menggunakan penilalian otentik.


(39)

commit to user

Sedang menurut Wina Sanjaya (2007:258) yang memberikan perbedaan pembelajaran CTL dengan pembelajaran yang lain, adanya ciri-ciri sebagai berikut :

1) Menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran.

2) Siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi.

3) Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil. 4) Kemampuan didasarkan atas pengalaman.

5) Tujuan akhir dari pembelajaran CTL adalah kepuasan diri. 6) Tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri.

7) Pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya.

8) Siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.

9) Pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.

10) Tujuan yang ingin dicapai adanya seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara, misalnya denagn evaluasi psoses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman dan lain sebagainya.

f. Langkah-langkah dalam Pembelajaran CTL

Menurut Halil (dalam http:halil4. wordpress.com/ 2010/ 02/ 26/ pendekatan_ctl_contextual_teaching and_learning) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran CTL sebagai berikut :

1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4) Ciptakan masyarakat belajar.

5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.


(40)

commit to user

g. Model Pembelajaran CTL dalam Pembelajaran IPA

Untuk beradaptasi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan teknologi, pembelajaran IPA di SD/MI perlu terus ditingkatkan kualitasnya. Informasi yang harus diketahui oleh manusia setiap hari begitu beraneka, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, sehingga tidak mungkin kita memilih dan memahami sebagian kecilpun dari informasi tersebut tanpa memanfaatkan cara atau strategi tertentu untuk memperolehnya.

Belajar IPA adalah suatu proses (aktivitas) berpikir disertai dengan aktivitas fisik. Pembelajarn IPA yang ingin dicapai, di antaranya yaitu memiliki kemampuan berpikir kritis, dan kenyataan yang ada di lapangan. Juga dapat kita cermati bahwa agar kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan dengan baik, maka proses pembelajaran yang dilaksanakan harus melibatkan siswa secara aktif. Sehingga dalam hal ini pemilihan model pembelajaran CTL sangat tepat dalam pembelajaran IPA.

Pendefinisian pembelajaran dengan model pembelajaran CTL yang dikemukakan oleh ahli sangatlah beragam, namun pada dasarnya memuat faktor-faktor yang sama. Pembelajaran dengan CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu model pembelajaran yang dimulai dengan mengambil, mensimulasikan, menceritakan, berdialog, bertanya jawab atau berdiskusi pada kejadian dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa, kemudian diangkat ke dalam konsep IPA yang akan dipelajari dan dibahas. Melalui pendekatan ini, memungkinkan terjadinya proses belajar yang di dalamnya siswa mengeksplorasikan pemahaman serta kemampuan akademiknya dalam berbagai variasi konteks, di dalam ataupun di luar kelas, untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya baik secara mandiri ataupun berkelompok. Di lain pihak, CTLmembantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh


(41)

commit to user

dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.

Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yakni:

1. Konstruktivisme (Constructivisme)

Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.

2. Bertanya (Questioning)

Questioning merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa.

3. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperolih siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari penemuan sendiri.

4. Masyarakat belajar (Learning community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Learning community bisa terjadi apabila ada komunikasi dua arah. Seseorang yang terlibat dalam learning community memberi informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. 5. Pemodelan (Modelling)

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola, cara melafalkan bahasa inggris, dan sebagainya. Dengan begitu, guru memberi model tentang ’ bagaimana cara belajar’.


(42)

commit to user 6. Refleksi (reflection)

Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.

7. Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)

Assesment adalah pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan Gambaran perkembangan belajar siswa. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian ( assesment ) bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari ( learning how to learning ), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Karena assesement menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa saat melakukan pembelajaran. ( Depdiknas, 2003 : 11-19 ).

Dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran CTL, siswa dilibatkan untuk turut berfikir sehingga emosi siswa dapat terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran guna meningkatkan keterampilan siswa melalui suatu kegiatan, serta mengamati suatu proses atau kejadian dengan sendirinya, sehingga akan memperkaya pengalaman dan meningkatkan serta membangkitkan rasa ingin tahu.Sehingga siswa akan lebih memahami sesuatu yang bersifat abstrak dan lebih mampu mengingat dalam jangka waktu yang relatif lebih lama.


(43)

commit to user

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian tentang peningkatan hasil belajar IPA belum banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Salah satu penelitian yang sama-sama menggunakan model pembelajaran CTL adalah penelitian dengan judul Penerapan Pendekatan CTL ( Contextual Teaching Learning ) Dalam Pembelajaran Biologi Sebagai Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Cawas ( Ika Setya Peny Fatmawati : 2007 ), dengan kesimpulan bahwa melalui model pembelajaran kotekstual dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas VII Tahun Ajaran 2007/2008. Dalam penelitian tersebut terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persaamanya adalah sebagai berikut: (1) penelitian sama-sama menggunakan model pembelajaran CTL, (2) penelitian sama-sama dilaksanakan pada pelajaran IPA. Sedangkan Perbedaannya adalah sebagai berikut : (1) penelitian yang telah dilaksanakan Ika variabel terikatnya adalah hasil belajar Biologi, sedangan dalam penelitian ini mengenal wujud dan sifat benda adalah variabel terikatnya, (2) penelitian yang dilaksanakan Ika pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Cawas Tahun pelajaran 2007/2008, sedangkan penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.

Selanjutnya Ani Syafi’atin dalam penelitiannya yang berjudul Penggunaan Strategi Contextual Teaching Learning dengan Pendekatan Inquiry Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Kelas V SD MI Al Hikmah Sumberrejo Gedangan Malang Tahun 2010. Dalam penelitian ini dengan CTL dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD MI Al Hikmah Sumberrejo Gedangan Malang. Dalam penelitian tersebut terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persaamanya adalah sebagai berikut: (1) penelitian sama-sama menggunakan model pembelajaran CTL, (2) penelitian sama-sama dilaksanakan pada pelajaran IPA. Sedangkan Perbedaannya adalah sebagai berikut : (1) penelitian yang telah dilaksanakan Ika variabel terikatnya adalah prestasi belajar IPA, sedangan dalam penelitian ini mengenal wujud dan sifat benda adalah variabel terikatnya, (2) penelitian yang dilaksanakan Ani pada


(44)

commit to user

siswa kelas V SD MI Al Hikmah Sumberrejo Gedangan Malang Tahun 2010 , sedangkan penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.

C. Kerangka Berpikir

Suatu proses pembelajaran dapat mencapai hasil yang baik apabila siswa termotivasi untuk melakukannya. Pada kenyataanya kemampuan siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul dalam mengenal wujud benda dan sifatnya masih rendah. Hal ini disebabkan guru hanya menggunakan model pembelajaran yang konvensional sehingga siswa tidak termotivasi untuk aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu guru kurang dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki siswa yaitu guru selalu mendominasi kegiatan pembelajaran yang membuat siswa tidak bisa mengembangkan kemampuan serta bakat dan kreativitas yang dimilikinya dan siswa cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.

Beberapa upaya agar siswa terdorong untuk belajar diantaranya adalah penyajian materi yang menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan semangat, minat dan motivasi belajar. Hal itu dapat dilakukan dengan mengubah penyajian pembelajaran. Salah satunya dapat dilakukan dengan model pembelajaran CTL. Model pembelajaran CTL merupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti halnya membuat hubungan yang bermakna, melakukan pengerjaan yang berarti, dan melakukan pembelajaran yang diatur sendiri”.

Dengan model pembelajaran tersebut siswa dapat secara langsung turut berperan aktif dalam proses pembelajaran nyata yang ada dalam kehidupan sehari-harinya. Sehingga mempermudah siswa dalam mengenal wujud dan sifat benda.


(45)

commit to user

Berdasarkan uraian di atas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut :

pP

Gambar 5. Skema Kerangka Berfikir

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut :“ Dengan Model Pembelajaran CTLdapat meningkatkan pengenalan wujud dan sifat benda pada siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul tahun pelajaran 2010/2011.

Kondisi Awal

Kondisi Akhir Tindakan

Guru belum menggunakan Model Pembelajaran CTL

Pengenalanwujud dan sifat benda rendah. Hanya 31,25% siswa yang mampu mencapai

batas tuntas

penggunaan model pembelajaran CTL mampu

meningkatkan pengenalan wujud benda dan sifatnya Dalam pembelajaran guru

menggunakan Model Pembelajaran CTL

Siklus 1

Ada sebanyak 8 siswa atau 56,25% siswa yang mampu

mencapai batas

t unt as Siklus 2

Ada sebanyak 14 siswa atau 81,25% siswa yang mampu mencapai batas


(46)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2010/2011. Adapun pemilihan tempat didasarkan pada pertimbangan :

a. Merupakan SD tempat mengajar peneliti sehingga mempermudah dalam melakukan penelitian.

b. SD tersebut memiliki jumlah siswa yang memenuhi untuk dilakukan penelitian.

c. Lingkungan SD yang mendukung untuk diadakan penelitian.

d. Untuk meningkatkan kemampuan mengenal wujud benda dan sifatnya pada siswa kelas IV, tahun pelajaran 2010/2011.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester satu ( ganjil ) Tahun ajaran 2010/2011. Lebih tepatnya bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2010 atau selama 5 bulan. Untuk penelitian di SD 2 Banjarharjo dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2010 yang terdiri dari 2 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 3 kali pertemuan. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

a. Pada Bulan Agustus penulis menyelesaikan tahapan penyusunan judul dan proposal penelitian.

b. Pada Bulan September sampai minggu ke dua penulis mengajukan proposal penelitian

c. Pada minggu ke tiga Bulan September sampai Minggu ke empat bulan September penulis mengurus izin penelitian


(47)

commit to user

d. Pada Bulan Oktober sampai minggu ke tiga bulan November penulis melaksanakan penelitian.

e. Pada Bulan November sampai Bulan Desember penulis melakukan penelitian dan penyusunan laporan.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. Dengan jumlah siswa sebanyak 16, yang terdiri 8 siswa putri dan 8 siswa putra.

C. Bentuk dan Srategi Penelitian a. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). I G A K Wardhani, dkk (2007:13) penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action Research, yaitu suatu action research yang dilakukan di kelas yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.

Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian untuk mengatasi permasalahan terkait dengan kegiatan belajar mengajar yang terjadi pada suatu kelas. Menurut Sarwiji Suwandi (2008:15) penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang reflektif. Kegiatan penelitian berangkat dari permasalahan yang riil yang dihadapi oleh guru dalam proses belajar mengajar, kemudian direfleksikan alternatif pemecahan masalahnya dan ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan terencana dan terukur. Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas membutuhkan kerjasama antara peneliti, guru, siswa dan staf sekolah lainnya untuk menciptakan suatu kinerja sekolah yang lebih baik.


(48)

commit to user

b. Strategi Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan strategi model siklus. Menurut Sarwiji Suwandi (2008:34) langkah-langkah pelaksanaan PTK dilakukan melalui empat tahap, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observasing), dan refleksi (reflecting). Secara jelas langkah-langkah tersebut dapat diGambarkan pada Gambar 6 sebagai berikut :

Model PTK (pengembangan)

(Sarwiji Suwandi, 2008: 35)

Gambar 6. Siklus Penelitian Tindakan

Secara rinci prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas diuraikan sebagai berikut:

1. Siklus pertama ( I )

a. Merencanakan tindakan yang akan dilakukan. b. Melakukan tindakan sesuai yang direncanakan.

c. Melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan dan mengidentifikasi masalah.

d. Melakukan refleksi oleh peneliti.

Plan

Reflect Act

Observe

Plan

Reflect Act

Observe

Siklus 1 Siklus 2


(49)

commit to user 2. Siklus kedua ( II )

a. Merencanakan tindakan berdasarkan siklus pertama untuk perbaikan meningkatkan Persentase.

b. Melakukan tindakan sesuai yang direncanakan.

c. Melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran Siklus 2 dan mengidentifikasi masalah.

d. Melakukan refleksi oleh peneliti.

D. Data dan Sumber Data

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun angka (Arikunto, 1993 : 91)

Data yang dikumpulkan berupa informasi tentang kemampuan siswa dalam mengenal wujud benda dan sifatnya. Data informasi yang paling penting dikumpulkan untuk kemudian dikaji yang menghasilkan data kualitatif. Data tersebut akan digali dari berbagai sumber dan jenis data yang dimanfaatkan dalam penelitian, meliputi :

1. Informan atau nara sumber, yaitu siswa kelas IV dan teman sejawat SD 2 Banjarharjo untuk mendapatkan informasi tentang model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran IPA terutama materi wujud benda dan sifatnya. 2. Tempat dan Peristiwa

a. Tempat : Ruang kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul.

b. Peristiwa : Kegiatan Belajar Mengajar dengan menggunakan model pembelajaran CTL dalam pembelajaran IPA terutama materi wujud benda dan sifatnya.

3. Dokumen dan Arsip

a. Dokumen : Daftar nilai digunakan untuk mendapatkan data nilai siswa SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul.


(50)

commit to user 4. Hasil pekerjaan siswa dan buku penilaian. 5. Tes hasil belajar

Tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui peningkatan mengenal wujud benda dan sifatnya setelah dilakukan tindakan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah teknik observasi atau pengamatan langsung, analisis dan tes.

1. Observasi

Observasi atau pengamatan dapat mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. ( St.Y.Slamet dan Suwarto, WA,2007:44). Observasi ini dilakukan secara formal di dalam ruang kelas pada saat pembelajaran IPA sedang berlangsung.

Observasi dilakukan untuk memantau proses pembelajaran IPA kompetensi dasar mengenal wujud benda dan sifatnya yang sedang berlangsung di kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan penerapan model pembelajaran CTL yang digunakan guru untuk meningkatkan kemampuan mengenal wujud benda dan sifat benda. Selain itu, observasi juga digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Observasi akan dilaksanakan secara kolaboratif dengan teman sejawat dari peneliti.

Dalam hal ini pengamat mengambil posisi di tempat duduk belakang, mengamati jalannya proses pembelajaran sambil mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.

Hasil observasi akan dianalisis untuk mengetahui berbagai kelemahan ataupun kelebihan dalam penerapan model pembelajaran CTL yang telah dilakukan untuk kemudian diupayakan solusinya. Selain itu observasi juga dilakukan untuk memantau proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan


(51)

commit to user

untuk menata langkah perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Obsevasi dipusatkan pada proses dan hasil tindakan pembelajaran beserta peristiwa-peristiwa yang melingkupinya. Langkah-langkah observasi menurut Amir ( 2007 :134) meliputi : (1) Perencanaan (planning), (2) pelaksanaan observasi kelas (classroom), (3) pembahasan balikan (feedback).

Siklus observasi di atas dapat diGambarkan ke dalam Gambar 7 sebagai berikut :

Gambar 7. Siklus observasi (David Hopkins, 1992: 243) dalam Amir (2007: 135).

2. Wawancara

Wawancara dilaksanakan setelah pelaksanaan siklus 1 dan Siklus 2. Wawancara dilakukan terhadap siswa SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, untuk menggali informasi guna memperoleh data yang berhub ungan dengan proses pembelajaran IPA Wawancara dilaksanakan di ruang kelas IV. Yang menjadi subyek wawancara adalah siswa dengan hasil belajar yang rendah. Sedangkan yang menjadi pertanyaan dalam wawancara adalah pengenalan wujud benda dan sifat benda serta jalanya proses pembelajaran IPA.

Planning


(1)

commit to user

1. Hasil Observasi Siswa

Hasil observasi terhadap siswa dari siklus 1 sampai Siklus 2 mengalami peningkatan. Pada saat pelaksanaan tidakan siklus 1 terdapat 2 siswa yang memperoleh interpretasi kurang, 7 siswa mendapat intrepretasi cukup, dan 7 siswa mendapat interpretasi baik, sedangkan pada Siklus 2 tidak ada siswa yang mendapat interpretasi kurang. Siswa yang tadinya mendapat interpretasi kurang mengalami peningkatan aktivitas menjadi cukup. Secara keseluruhan pada Siklus 2 terdapat 2 siswa yang mendapat interpretasi cukup dan 14 siswa mendapat interpretasi baik. Kenaikan aktivitas siswa dapat dilihat pada Tabel 20 Sebagai berikut :

Tabel 20. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 1 dan 2 Interpretasi

No Aktivitas

Baik Cukup Kurang

1. Aktivitas siswa pada siklus 1 7 siswa 7 siswa 2 siswa

2 Aktivitas siswa pada Siklus 2 14 siswa 2 siswa -

2. Hasil Observasi Kinerja Guru

Dari data observasi aktivitas guru selama pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran CTL dalam siklus 1 dan Siklus 2 maka diperoleh hasil observasi sebagai berikut:

a. Guru mampu mengkondisikan siswa sehingga siswa siap menerima pelajaran

b. Motivasi yang diberikan guru sudah merata.

c. Apersepsi yang diberikan guru mampu menmancing siswa untuk menggali pengetahuan.

d. Guru menyampaikan materi dengan jelas.

e. Guru menjembatani siswa dalam menemukan contoh benda dan sifat benda.


(2)

commit to user

Dari analisis data dan observasi selama pembelajaran IPA, secara umum menunjukan perubahan yang signifikan. Guru telah berhasil menerapkan pembelajaran CTL untuk meningkatkan pengenalan wujud benda dan sifat benda.

3. Cara-cara Mengatasi Kendala Penerapan Model Pembelajaran Kontestual

Hambatan yang dihadapi selama melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran CTL yang diterapkan pada kelas IV untuk peningkatkan mengenal wujud benda yaitu, banyak siswa yang kesulitan belajar sendiri untuk menemukan suatu pemahaman konsep, karena mereka terbiasa mendapatkan penjelasan dari guru atau dapat dikatakan, siswa masih bingung untuk mengutarkan pendapat mereka atau bingung dalam merangkai kata-kata yang sesuai sehingga banyak siswa yang malu untuk maju ke depan. Adapun hal dilakukan guru dalam mengatasi masalah diatas adalah guru menggunakan bermacam-macam media pembelajaran yang sesuai sebagai pemodelan, guru membantu siswa memahami materi dengan bersama-sama menyimpulkan materi, guru membantu siswa dalam merangkai kata-kata yang sesuai, guru memberikan apresiasi bagi siswa yang mau mengutarakan pendapatnya di depan kelas baik salah maupun benar, dibentuk kelompok belajar, jadi sebelum salah seorang siswa maju mereka telah dapat menjelaskan konsepnya kepada teman satu kelompok mereka. Melihat keseluruhan proses pembelajaran terjadi peningkatan yang berarti.

4. Peningkatan Mengenal Wujud Benda dan Sifat Benda

Pengenalan siswa terhadap wujud benda dan sifat benda mengalami peningkatan yaitu dari keadaan awal, siswa yang tuntas KKM hanya 31,25% dari jumlah 16 siswa. Pada siklus 1 dilaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran CTL, siswa yang tuntas KKM menjadi 56,25% atau meningkat sebanyak 22,91% dari keadaan awal. Setelah dilakukan tindak lanjut dalam Siklus 2, siswa yang tuntas KKM menjadi 81,25% atau meningkat 50% dari keadaan awal siswa. Untuk lebih jelasnya, Perbandingan rata-rata ketuntasan pada keadaan


(3)

commit to user

awal sebelum tindakan dengan siklus 1 dan siklus 2 dapat dilihat pada Tabel 21 sebagai berikut :

Tabel 21. Perbandingan Persentase Siswa Belajar Tuntas

Keterangan Persentase Siswa Belajar Tuntas

Keadaan awal 31,25%

Siklus 1 56,25%

Siklus 2 81,25%

Berdasarkan Tabel 21 perbandingan persentase siswa belajar tuntas di atas,maka dapat dibuat grafik ke dalam Gambar 20 sebagai berikut:

0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00%

Keadaan aw al Siklus 1 Siklus 2

Gambar 20. Grafik perbandingan persentase siswa belajar tuntas pada tes awal, siklus 1, dan Siklus 2

Dari hasil evaluasi tersebut dapat disimpulkan bawah pengenalan wujud dan sifat benda pada siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo kelas IV mengalami peningkatan. Berdasarkan peningkatan yang telah dicapai siswa maka pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dianggap cukup dan diakhiri pada siklus 1ni.


(4)

commit to user

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian peningkatan mengenal wujud benda dan sifatnya dengan model pembelajaran CTL pada siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2010 / 2011 maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

Dari uraian dan penjelasan yang telah dibahas pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CTL dapat meningkatkan pengenalan wujud dan sifat benda pada siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan persentase ketuntasan belajar IPA siswa kelas IV SD 2 Banjarharjo pada tes awal hanya 31,25%, pada tes siklus pertama 56,25% kemudian pada siklus kedua naik menjadi 81,25%.

B. Implikasi

Penerapan pembelajaran dan prosedur dalam penelitian ini didasarkan pada pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran CTL dalam pelaksanaan pembelajaran IPA. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah model siklus. Prosedur penelitiannya terdiri dari 2 siklus. Siklus 1 dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 12 Oktober 2010, hari Jum’at tanggal 22 Oktober 2010, dan hari selasa, 26 Oktober 2010. Siklus 2 dilaksanakan pada hari Jumat, 05 November 2010, Kamis, 11 November 2010, dan Jumat, 19 November 2010. Adapun indikatornya adalah : (1) Menunjukkan contoh benda padat yang ada di sekitar lingkungan sekolah, (2) mengidentifikasi sifat-sifat benda padat, (3) menunjukkan contoh benda cair yang ada di sekitar lingkungan sekolah, (4), mengidentifikasi sifat-sifat benda cair, (5) menunjukkan contoh benda gas yang ada di sekitar lingkungan sekolah, (6) menyebutkan sifat-sifat benda gas.


(5)

commit to user

Berdasarkan hasil penelitian, maka implikasi dari penelitian ini adalah :

1. Model pembelajaran CTL dapat diterapkan pada materi mengenal wujud

dan sifat benda dalam pembelajaran IPA.

2. Model pembelajaran CTL dapat meningkatkan pengenalan wujud dan

sifat benda pada pembelajaran IPA.

3. Model pembelajaran CTL dapat dimanfaatkan oleh guru untuk

mengaktifkan siswa meningkatkan hasil pembelajaran siswa

4. Model pembelajaran CTL sangat cocok untuk mata pelajaran IPA karena

dalam pembelajaran IPA bersifat kongkrit.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan model pembelajaran CTL pada kelas IV SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2010/2011, maka saran-saran yang diberikan sebagai sumbangan pemikiran untuk meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan meningkatkan kompetensi peserta didik SD 2 Banjarharjo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2010/2011 pada khususnya sebagai berikut :

1. Bagi Sekolah

Membantu penggunaan model pembelajaran CTL dalam rangka

meningkatkan kemampuan belajar siswa. 2. Bagi Guru

a. Untuk meningkatkan pengenalan wujud dan sifat benda diharapkan menggunakan model pembelajaran CTL.

b. Untuk meningkatkan keaktifan, kreativitas siswa dan keefektifan pembelajaran diharapkan menerapkan model pembelajaran CTL.

c. Adanya tindak lanjut terhadap penggunaan model pembelajaran CTL pada materi mengenal wujud dan sifa benda.


(6)

commit to user

3. Bagi Siswa

a. Siswa hendaknya dapat berperan aktif dengan menyampaikan ide atau pemikiran pada proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar sehingga memperoleh hasil belajar yang optimal. b. Siswa dapat mengaplikasikan hasil belajarnya ke dalam kehidupan sehari


Dokumen yang terkait

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS

0 5 205

Peranan Model Ctl (Contextual Teaching Learning) Dalam Meningkatkan Minat Dan Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Mata Pelajaran Pkn ( Di Mis Irsyadul Khair)

0 22 179

Peningkatan Hasil Belajar PKn dalam Materi Peranan Globalisasi Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) di kelas IV MI. Masyirotul Islamiyah Tambora Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 4 180

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS IV SD NEGERI 02 ASTOMULYO TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 7 52

Penerapan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learnig/CTL untuk meningkatkan hasil belajar PKN pada siswa kelas IV MI Miftahussa’adah Kota Tangerang

0 10 158

Peningkatan hasil belajar ips siswa melalui pendekatan pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) materi perkembangan teknologi kelas IV MI AL Mursyidiyyah Pondok Benda Pamulang Tangerang Selatan Tahun pelajaran 2013/2014

0 13 176

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS V SDN SUMBAGA 02 KECAMATAN BUMIJAWA KABUPATEN TEGAL TAHUN PELAJARAN 2009 2010

0 19 52

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS IV SD KRISTEN MANAHAN SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009 2010

1 6 92

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) Meningkatkan Keterampilan Berbicara Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SD

0 4 15

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS VA SD MODEL KABUPATEN SLEMAN.

0 0 198