BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Buah – Buahan sebagai Produk Hortikultura
Buah – buahan segar sebagai produk primer hasil pertanian yang merupakan bagian dari hortikultura memiliki karakteristik umum sebagai berikut
Sunarjono; 2006: 7: 1. Mudah rusak bila disimpan tanpa perlakuan khusus, misalnya penyimpanan
dengan suhu rendah 4 C atau dengan dikemas.
2. Ketersediaan produk bersifat musiman dan meruah tersedia dalam jumlah melimpah ataupun tersedia sepanjang tahun.
3. Harga produk ditentukan oleh kualitas bukan kuantitas. 4. Bukan merupakan kebutuhan pangan utama namun juga penting untuk
dikonsumsi oleh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral.
Kitinoja dan Kader 2007: 80 menjelaskan secara lebih lanjut mengenai karakteristik umum dari hortikultura sebagai berikut:
1. Dipanen dan dimanfaatkan dalam keadaan hidup atau segar, sehingga bersifat mudah rusak Perishable.
2. Komponen utama mutu ditentukan oleh kandungan air, bukan oleh kandungan bahan kering dry matter.
3. Bersifat meruah vulominous atau bulky sehingga sulit atau mahal dalam biaya pengangkutannya.
4. Harga komoditi ditentukan oleh kualitas, bukan kuantitasnya saja.
5. Bukan merupakan kebutuhan pokok yang diperlukan dalam jumlah besar, namun diperlukan setiap harinya, bila tidak mengkonsumsinya akibatnya tidak
akan dirasakan secara langsung. 6. Produk hortikultura penting sebagai sumber vitamin dan mineral, bukan
diutamakan untuk sumber kalori dan protein. 7. Selain memenuhi kebutuhan jasmani, juga digunakan untuk memenuhi
kebutuhan akan keindahan.
2.2. Perlakuan Pasca Panen
Bahan – bahan hasil pertanian merupakan bahan – bahan yang mudah rusak perishable, sehingga setelah dipanen harus segera diberi perlakuan untuk
memperpanjang masa simpannya. Segala upaya untuk menyiapkan hasil produksi pertanian setelah dipanen disebut dengan pasca panen Dewi; 2008: 2. Perlakuan
pasca panen yang tepat akan mempengaruhi mutu atau kualitas dari produk tersebut saat dipasarkan. Perlakuan pasca panen yang tepat dengan setiap
karakteristik produk akan dapat meminimalisir kerugian yang mungkin terjadi dan tidak perlu dialami.
Perlakuan pasca panen terbagi menjadi beberapa jenis perlakuan atau kegiatan. Sediaoetomo 2004: 4 membagi perlakuan pasca panen menjadi 4
empat perlakuan, yaitu pengeringan, pengangkutan, penyimpanan, dan seleksi. Menurut Zulkarnain 2009: 172, yang termasuk dalam perlakuan pasca panen
adalah grading, pengemasan, pengangkutan, penyimpanan, perlakuan untuk mempertahankan mutu penyimpanan suhu rendah dan pelapisan lilin atau
waxing, dan persiapan untuk pemasaran pembersihan, trimming atau
9
pemotongan bagian yang cacat atau rusak, dan curing. Perlakuan pasca panen juga terbagi menjadi beberapa perlakuan seperti pembersihan, sortasi dan grading,
pengecilan ukuran, waxing, dan curing Dewi; 2008: 12.
2.2.1. Pembersihan
Pembersihan atau sering disebut juga pencucian menurut Dewi 2008: 14 bertujuan untuk menghilangkan kontaminan baik yang menghasilkan tingkat
resiko dari ringan sampai berat terhadap konsumennya. Kontaminan yang dimaksud meliputi:
1. Bagian tanaman seperti daun, ranting, dan cabang. 2. Tanah, pasir, dan bahan logam yang berasal dari lahan pertanian
3. Kotoran hewan, rambut, dan sejenisnya. 4. Serangga dan telurnya.
5. Pestisida dan pupuk. 6. Minyak mineral.
7. Mikroba dan toksin. Zulkarnain 2009: 183 menjelaskan bahwa pencucian juga berguna untuk
meningkatkan nilai tambah dari produk sebelum dipasarkan. Pencucian buah dapat dilakukan dengan menggunakan air, sikat, maupun deterjen NaOH 0,35
dan klorin dengan kandungan kurang dari 50 ppm Khomsan, dkk; 2004: 97. 2.2.2.
Pengeringan
Sediaoetomo 2004: 4 - 5 menjelaskan bahwa kadar air yang tinggi pada saat panen memungkinkan berlangsungnya berbagai proses kerusakan. Kadar air
10
yang rendah dapat menurunkan proses metabolik yang masih terjadi pada produk yang telah dipanen. Hasil panen harus diusahakan dapat dikeringkan menurut
persyaratan tertentu agar dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama tanpa menjadi rusak. Kadar air yang rendah juga dapat meringankan biaya
pengangkutan jika biaya tersebut turut dihitung berdasarkan berat bahan yang diangkut.
2.2.3. Sortasi
Sortasi menurut Dewi 2008: 21 - 22 adalah suatu proses pemisahan bahan hasil pertanian yang sudah bersih menjadi berbagai fraksi kualitas atas
dasar bentuk, ukuran, densitas, tekstur, dan warna. Tujuan dari dilakukannya sortasi adalah:
1. Mendapatkan kualitas yang baik dan seragam. 2. Memberikan standarisasi untuk perbaikan cara – cara pengolahan.
3. Memberikan kualitas pada konsumen sehingga mempunyai nilai ekonomis yang sesuai dengan kualitasnya.
Sortasi dapat dilakukan secara manual maupun mekanis. Sortasi manual
dilakukan dengan tenaga manusia dimana sortasi lebih bersifat visual mengandalkan penglihatan operator sehingga ruangan sortasi harus bersih dan
terang, serta tenaga sortasi yang terampil dan terlatih. Sortasi mekanis dilakukan dengan menggunakan alat, cara ini umumnya dilakukan untuk kapasitas produksi
yang besar dan kontinyu.
11
2.2.4. Grading
Grading adalah sortasi produk menjadi berbagai fraksi kualitas sesuai dengan standar kualifikasi yang telah diakui, berdasarkan atas dasar nilai
komersial dan kegunaannya. Grading sangat tergantung pada faktor – faktor yang diinginkan konsumen Dewi; 2008: 24. Tujuan dari kegiatan grading tidak jauh
berbeda dengan tujuan dari kegiatan sortasi. Zulkarnain 2009: 173 menjelaskan bahwa tujuan dari grading adalah untuk menghilangkan perbedaan yang
mencolok dan untuk konsolidasi. Perbedaan yang mencolok perlu dihindari terutama di dalam pengemasan karena dapat menimbulkan asumsi yang negatif,
namun Salunkhe dan Reddy 2000: 51 memaparkan secara lebih rinci tujuan dari grading, yaitu:
1. Memperlancar kegiatan pemasaran 2. Menghindarkan pertidaksetujuan di antara penjual dan pembeli.
3. Sebagai acuan dasar dalam harga yang diumumkan di pasar. 4. Membantu mengembangkan standar yang sesuai selama pengumpulan produk
segar pada suatu dasar yang sesuai. 5. Penting sebagai dasar dalam periklanan produk segar.
6. Pemberian merek dan nilai pada produk segar itu sendiri. Faktor – faktor yang dapat digunakan sebagai kriteria untuk grading bahan
hasil pertanian adalah Dewi; 2008: 24: 1. Sifat fisik meliputi: kadar air, ukuran, bentuk, berat, densitas, tekstur,
kenampakan, warna, benda asing, dan lain – lain.
12
2. Sifat kimia meliputi: komposisi kimia, ketengikkan, indeks asam lemak bebas, bau dan cita rasa, residu, dan lain – lain.
3. Sifat biologis meliputi: perkecambahan, jenis dan jumlah kerusakan karena insekta dan jamur, bakteri, dan lain – lain.
2.2.5.
Pengecilan Ukuran
Pengecilan ukuran menurut Dewi 2008: 25 merupakan cara pemotongan atau pemecahan bahan hasil pertanian menjadi bagian – bagian yang lebih kecil.
Pengecilan ukuran pada bahan padat disebut pemotongan atau penghancuran. Pengecilan ukuran untuk bahan cair disebut emulsifikasi atau atomisasi.
Proses pengecilan ukuran dilakukan dengan berbagai macam metode yang disesuaikan dengan tujuannya. Metode pengecilan ukuran yang dipakai antara lain
adalah: 1. Kompresi atau penggilingan atau penghancuran.
2. Pemukulan. 3. Penggosokan.
4. Pemotongan treaming. 5. Kombinasi pemotongan dengan pengguntingan shearing.
2.2.6.
Pelapisan Lilin Waxing
Pelapisan lilin atau Waxing dilakukan untuk mendapatkan penampilan yang berkilau dan menekan penguapan kadar air sehingga memperlambat
pelayuan atau mengendalikan pelayuan bahan. Komoditas yang dapat diberi
13
perlakuan ini antara lain: timun, apel, jeruk, melon, tomat, cabe, wortel dan umbi dahlia. Waxing dapat dilakukan dengan cara Dewi; 2008: 26:
1. Pelapisan paraffin dengan memasukkan bahan dalam lilin cair. 2. Pelapisan dengan emulsi air atau larutan hidrokarbon dengan cara manual,
penyemprotan, atau sebagai buih foam.
Pelapisan dengan menggunakan emulsi lilin juga dapat disertai dengan perlakuan pemberian bakterisida atau fungisida untuk mencegah serangan bakteri
atau jamur. Jenis lilin yang digunakan harus mampu menahan laju transpirasi serta mampu mempertahankan produk agar tetap dalam kondisi puncak sehingga dapat
diterima oleh konsumen. Jenis lilin yang biasa digunakan adalah lilin lebah dan lilin carnauba Zulkarnain; 2009: 181 - 182.
2.2.7. Curing
Curing merupakan perlakuan pasca panen dengan memberikan suhu dan kelembaban udara tertentu terhadap suatu produk. Curing dapat membantu
penyembuhan luka yang terjadi pada produk sewaktu pemanenan Zulkarnain; 2009: 183. Perlakuan ini menyebabkan tambahan biaya tetapi secara ekonomis
menguntungkan karena dapat memperpanjang umur simpan Dewi; 2008: 27.
2.2.8. Pengemasan
Salunkhe dan Reddy 2000: 55 menjelaskan bahwa peningkatan teknologi pengemasan sejak awal tahun lima puluhan telah berkontribusi pada peningkatan
efisiensi pemasaran buah dan sayur segar. Banyak konsumen yang lebih menerima produk dengan kondisi yang lebih segar dan lebih sedikit kerusakan dan
14
penampilan yang lebih baik karena daya simpan yang meningkat. Keuntungan lain dari kegiatan pengemasan adalah:
1. Ditampilkan dalam unit yang mudah ditangani secara efisien. 2. Disajikan dalam unit yang mudah disimpan.
3. Menjaga kualitas dan mengurangi buangan. 4. Menyokong kegiatan pelayanan, pembelian, dan promosi penjualan.
5. Mengurangi biaya transportasi. 6. Memfasilitasi kecenderungan baru dalam penanganan barang dan transportasi.
Wadah yang digunakan untuk mengemas hendaknya tidak terlalu berat, tidak banyak ruang terbuang, namun kuat. Bahan yang digunakan juga harus
memilki sifat keporian poreus yang baik untuk mendukung pertukaran udara yang lancar sehingga peningkatan suhu dan kelembaban akibat respirasi produk
dapat ditekan. Hal ini dapat memperkecil timbulnya penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan Zulkarnain; 2009: 174.
2.2.9.
Pengangkutan Transpor Bahan Makanan
Zulkarnain 2009: 177-178 menjelaskan pemasaran produk hortikultura sangat tergantung pada kelancaran angkutan, karena tempat produk dihasilkan dan
tempat produk dipasarkan biasanya tidak berdekatan, sedangkan produk tersebut harus sampai ke tangan konsumen dalam keadaan segar. Produk yang tersedia
cepat dan tepat waktu yang disertai dengan kualitas yang baik akan membangkitkan rasa percaya konsumen terhadap produsen dan penjual produk
tersebut. Pengangkutan jarak dekat dapat dilakukan dengan menggunakan
15
pikulan, sepeda motor, truk atau pick up, sedangkan untuk jarak jauh dapat menggunakan pesawat terbang.
Sejumlah bahan makanan akan mudah tercecer hilang dan tidak dimanfaatkan untuk konsumsi pada saat pengangkutan berlangsung. Berbagai
jenis bahan makanan memerlukan cara pengangkutan terentu, ada yang ditranspor secara curah bulk, dan ada yang dikemas dalam dus, karung, kaleng, dan
sebagainya. Cara pengangkutan juga harus yang cukup murah, agar bahan pangan tidak menjadi terlalu mahal saat sampai kepada konsumen, sehingga tidak
terjangkau oleh daya belinya Sediaoetama; 2004: 5–6. 2.2.10.
Penyimpanan
Penyimpanan bahan makanan harus memenuhi syarat – syarat tertentu, terutama bagi bahan yang mudah rusak Sediaoetama; 2004: 6. Kitinoja dan
Kader 2007: 85 menyatakan bahwa penyimpanan yang baik dapat dilakukan dengan memanen produk pertanian pada kondisi kematangan yang optimal,
pengontrolan hama dan penyakit, pengaturan atmosfer, perlakuan kimiawi, irradiasi, refrigerasi, pengontrolan dan penyesuaian suhu simpan,dan lain – lain.
Tujuan dari penyimpanan produk segar adalah memperlambat aktivitas biologis yang masih terjadi tanpa menyebabkan kerusakan, serta memperlambat
pertumbuhan mikroorganisme penyebab penyakit dan menghambat transpirasi tumbuhan. Tabel yang menggambarkan suhu penyimpanan, RH, daya simpan, dan
titik beku beberapa komoditi buah dapat dilihat pada Lampiran 2.
16
2.3. Bisnis Eceran Retail
Menurut Sopiah dan Syihabudhin 2008: 7, bisnis atau usaha penjualan eceran retailing sebagai penjualan barang – barang atau jasa produk kepada
konsumen akhir. Penjualan eceran meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk
penggunaan pribadi dan bukan bisnis Kotler; 2003: 535. Beberapa jenis toko yang baru mulai muncul untuk memenuhi berbagai
perbaikan terhadap preferensi konsumen atas berbagai level dan jenis pelayanan. Para pengecer dapat memposisikan diri mereka dalam rangka menawarkan salah
satu dari empat tingkat pelayanan, yaitu Burstiner; 2001: 7: 1. Swalayan
Self Service Swalayan merupakan dasar dari semua operasi diskon. Banyak pelanggan
yang melakukan sendiri proses menemukan, membandingkan, dan memilih guna menghemat uang. Jenis – jenis yang termasuk ke dalam usaha swalayan adalah
toko khusus, toko serba ada, pasar swalayan, toko kenyamanan convenience, toko diskon, pengecer potongan harga, toko pabrik factory outlet, dan pasar
hiper hypermarket. 2. Swapilih
Self Selection Para pelanggan mencari sendiri, walaupun mereka dapat meminta bantuan.
Para pelanggan menyelesaikan transaksi mereka setelah membayar kepada pramuniaga.
17
3. Pelayanan terbatas Limited Service Pengecer ini menjual lebh banyak barang, dan pelanggan memerlukan
lebih banyak informasi serta bantuan. Toko jenis ini juga menawarkan jasa seperti kredit dan hak mengembalikan barang.
4. Pelayanan penuh Full Service Pramuniaga siap membantu dalam tiap tahap dari proses menemukan,
membandingkan, dan memilih. Pelanggan yang suka dilayani akan memilih toko jenis ini. Biaya pegawai yang tinggi, ditambah dengan proporsi yang tinggi atas
barang khusus dan barang yang perputarannya lambat serta jasa yang banyak, menyebabkan terjadinya eceran yang berbiaya tinggi.
Kotler 2003: 536 membagi tipe – tipe pedagang eceran menjadi tiga
bagian besar, yaitu: 1. Store Retailer pedagang eceran bertoko
a. Toko khusus b. Toko serba ada
c. Toko swalayan d. Toko super, toko gabungan, dan hypermarket.
e. Toko pemberi potongan harga f. Toko Gudang
g. Ruang pamer katalog 2. Non Store Retailer pedagang eceran bukan toko
a. Penjualan langsung b. Pemasaran langsung
18
c. Mesin penjaja otomatis d. Pelayanan pembeli
3. Retailer Organization organisasi pedagang eceran a. Mata rantai perusahaan
b. Rantai suka rela dan koperasi pedagang eceran c. Koperasi konsumen
d. Organisasi Franchise e. Konglomerat dagang
2.4. Persediaan