Perancangan sistem pengendalian persedian buah segar pada toko raja buah segar Jakarta Barat

(1)

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN

PERSEDIAAN BUAH SEGAR PADA TOKO RAJA BUAH

SEGAR JAKARTA BARAT

Buyung Syahid Abdullah

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M / 1431 H


(2)

Aminudin. Prinsip – prinsip Riset Operasi. (Jakarta, Erlangga: 2005).

Assauri, Sofjan. Manajemen Produksi dan Operasi. (Jakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: 2004).

Burstiner, I. Basic Retailing. Eight Edition. (Boston, Irwin Publisher: 2001).

Chase, Richard B. dan Nicholas J. Aquilano. Production and Operations Management 13th Edition. (Boston, Richard D. Irwin Inc.: 2005).

Chase, Richard B, F. Robert Jacobs, dan Nicholas J. Aquilano. Operational Management for Competitive Advantage 10th Edition. (New York, McGraw-Hill Irwin Inc.: 2004).

Dewi, Yohana S. Kusuma. Teknologi Hasil Pertanian. (Bandung, Alfabeta: 2008).

Hadijati, Wiwiek. Lembar Informasi Pertanian. Penanganan Pasca Panen Buah.

(Jakarta, Sinar Tani: 2009).

Handoko, T. Hani. Dasar – dasar Manajemen Produksi dan Operasi.

(Yogyakarta, BPFE Yogyakarta: 2000).

Herjanto, Eddy. Manajemen Operasi. Cetakan Ketiga (Jakarta, Grasindo: 2008).

Indrajit, E. R. dan R. Djokopranoto. Manajemen Persediaan. (Jakarta, Grasindo: 2003).

Khomsan, Ali, dkk. Pengantar Pangan dan Gizi. (Jakarta, Penebar Swadaya: 2004).

Kitinoja, Lisa dan Adel A. Kader. Praktik – praktik Penanganan Pasca Panen.

(Bali, Universitas Udayana Press: 2007).

Krajewsky, Lee. Larry Ritzman, Manoj Maholtra. Operation Management. (New Jersey, Pearson Prentice Hall: 2007)

Kotler, Philip. Marketing Management 11 Edition. (New Jersey, Prentice Hall International Inc.: 2003).

Ma’arif, M. Syamsul dan Hendri Tanjung. Manajemen Operasi. (Jakarta, Grasindo: 2003).

Mariyam, Murda. Analisis Pengendalian Bahan Baku Kedelai pada Koperasi Produksi Tahu di Kampung Iwul Parung, Bogor. [Skripsi]. Jakarta, Universitas Islam Negeri Jakarta, Fakultas Sains dan Teknologi, Agribisnis, 2008.

Rangkuti, Freddy. Manajemen Persediaan (Aplikasi di Bidang Bisnis). (Jakarta, PT. Raja Grafindo: 2007).


(3)

Reid, R. Dan dan Nada R. Sanders. Operation Management An Integrated Approach. (Chichester, John Wiley and Sons, Inc: 2005).

Render, Barry dan Jay Heizer. Prinsip – prinsip Manajemen Operasi. (Jakarta, Salemba Empat: 2001).

Riduwan. Skala Pengukuran Variabel – variabel Penelitian. (Bandung, Alfabeta: 2009).

Ristono, Agus. Manajemen Persediaan. (Yogyakarta, Graha Ilmu: 2009).

Said, E. Gumbira dan A. Harizt Intan. Manajemen Agribisnis. (Jakarta, Ghalia Indonesia: 2001).

Salunkhe, D.K dan N.R. Reddy. Storage, Processing, and Nutricional Quality of Fruits and Vegetables. Vol 1. Second Edition. (Boca Raton, C&C Press: 2000).

Sediaoetama, Achmad Djaeni. Ilmu Gizi. Jilid 1. Cetakan Kelima. (Jakarta, Dian Rakyat: 2004).

Sopiah dan Syihabudhin. Manajemen Bisnis Ritel. (Yogyakarta, ANDI: 2008).

Stevenson, William J. Operation Management. Eight Edition. (Mcgraw Hill Irwin: 2005).

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. (Bandung, Alfabeta: 2008).

Suharsono, Puguh. Metode Penelitian Kuantitatif untuk Bisnis: Pendekatan Filosofi dan Prakis. (Jakarta, Indeks: 2009)

Tamarinda, Retno. Manajemen Pengendalian Mutu dan Optimalisasi Persediaan Sayur dan Buah Segar di Supermarket Matahari Mall Depok. [Skripsi]. Bogor, Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, 2005.

Waters, C.D.J. Inventory Control and Management. (Chichester, John Wiley and Sons, Inc: 2002)

Diknas. Definisi Sistem. www.media.diknas.go.id/media/document3311.pdf. 22 April 2010 pukul 22.30 WIB

Zulkarnain. Dasar – dasar Hortikultura. (Jakarta, PT Bumi Aksara: 2009).


(4)

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1...Lat ar Belakang ... 1 1.2...Ru

musan Masalah ... 4 1.3...Tuj

uan Penelitian ... 6 1.4...Ma

nfaat Penelitian ... 6 1.5...Ru

ang Lingkup Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1...Kar akteristik Buah – buahan ... 8 2.2...Per

lakuan Pasca Panen Produk Hortikultura ... 9 2.2.1...

Pembersihan (Cleaning) ... 10 2.2.2...

Pengeringan ... 10 2.2.3...

Sortasi ... 11 2.2.4...

Grading ... 12 2.2.5...


(5)

2.2.6...

Pelapisan Lilin (Waxing) ... 13 2.2.7...

Curing ... 14 2.2.8...

Pengemasan ... 14 2.2.9...

Pengangkutan (Transpor Bahan Makanan) ... 15 2.2.10. Penyimpanan ... 16 2.3...Bis

nis Eceran (Retail) ... 17 2.4...Per

sediaan ... 19 2.4.1...

Fungsi Persediaan ... 20 2.4.2...

Jenis – jenis Persediaan ... 21 2.4.3...

Biaya Persediaan... 23 2.5...Pen gendalian Persediaan ... 26 2.5.1...

Sistem Pengendalian Persediaan ... 26 2.5.2...

Tujuan Pengendalian Persediaan ... 27 2.5.3...

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Besarnya Tingkat Persediaan .. 28 2.6...Mo del Perhitungan Pengendalian Persediaan ... 29

2.6.1...

Model Deterministik ... 30 2.6.2...

Model Probabilistik... 33 2.7...Pen elitian Terdahulu... 34


(6)

2.8...Ker angka Pemikiran Konseptual ... 36 2.9...Ker angka Langkah Operasional ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

3.1...Lo kasi dan Waktu Penelitian ... 43 3.2...Jen is dan Sumber Data... 43 3.3...Tek

nik Pengambilan Sampel ... 43 3.4...Me tode Pengumpulan Data... 45 3.5...Me tode Analisis Data... 46

3.5.1...

Analisis Kualitatif ... 46 3.5.2...

Analisis Kuantitatif ... 46 3.5.2.1...

Analisis Model Persediaan Deterministik... 47 3.5.2.2...

Analisis Model Persediaan Probabilistik... 51 3.6...Def

inisi Operasional ... 54

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... 56

4.1...Sej arah Singkat Perusahaan... 56


(7)

4.2...Vis i dan Misi Perusahaan... 58 4.3...Str

uktur Organisasi Perusahaan dan Ketenagakerjaan... 58 4.4...Pen anganan Persediaan... 62 4.4.1...

Penyimpanan Persediaan ... 62 4.4.2...

Persiapan Prapenjualan... 63 4.4.3...

Penataan Buah pada Display di Area Penjualan... 65 4.5...Ke

giatan Penjualan... 66 4.6...Jen

is Produk yang Dijual ... 67

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 68

5.1...Sist em Persediaan Buah Segar pada Toko Raja Buah Segar... 68

5.1.1...

Metode Pengendalian Tingkat Persediaan Buah Segar... 68 5.1.2...

Mekanisme Pemesanan dan Penerimaan Barang... 70 5.2...An

alisis Persediaan... 74 5.2.1...

Pengelompokkan Jenis – jenis Buah ... 74 5.2.2...

Analisis Tingkat Persediaan ... 80 5.2.2.1 Analisis Persediaan Single Period Model... 81 5.2.2.2 Analisis Persediaan Periodic Review System... 86 5.2.3...


(8)

5.2.3.1 Analisis Biaya Persediaan Metode Persediaan Toko Raja

Buah Segar ... 91

5.2.3.2 Analisis Biaya Persediaan Single Period Model... 92

5.2.3.3 Analisis Biaya Persediaan Periodic Review System... 94

5.2.3.4 Analisis Perbandingan Biaya Persediaan ... 96

5.3...Alt ernatif Rancangan Sistem Pengendalian Persediaan Buah Segar untuk Toko Raja Buah Segar... 101

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

6.1...Kes impulan ... 112

6.2...Sar an ... 113

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL 1...Kel ompok Buah ... 77


(9)

2...Has il Perhitungan Biaya Kehilangan Penjualan (Cs), Biaya Ekses (Ce),

dan Tingkat Pelayanan (SL)... 82

3...Per hitungan Tingkat Persediaan Optimal (SO) ... 85

4...Has il Perhitungan Persediaan Pengaman (Safety Stock) Periodic

Review System... 88

5...Has il Perhitungan Target Persediaan (Target Inventory) Periodic

Review System... 89

6...Bia ya Persediaan Metode Persediaan Toko Raja Buah Segar... 92

7...Per hitungan Total Biaya Persediaan Single Period Model... 94

8...Has il Perhitungan Total Biaya Persediaan Periodic Review System... 95

9...Per bandingan Total Biaya Persediaan ... 97

10...Per bandingan Total Biaya Persediaan Kurma Medjol USA ... 99

11...Per bandingan Sistem Pengendalian Persediaan Buah Segar... 111


(10)

DAFTAR GAMBAR

1...Gra fik Persediaan dalam Model EOQ... 30

2...Ker angka Pemikiran Konseptual ... 38

3...Ker angka Langkah Operasional... 39

4...Ske ma Proses Pengambilan Sampel Penelitian ... 44

5...Str uktur Organisasi Toko Raja Buah Segar... 59


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1...Dat a Buah Rusak Beberapa Jenis Buah ... 115

2...Tab el Suhu Penyimpanan, RH, Daya Simpan, dan Titik Beku

Beberapa Komoditi Buah... 117

3...Jen is – jenis Buah yang Dijual di Toko Raja Buah Segar Tahun 2009... 118

4...Dat a Nama – nama Supplier... 122

5...Alu r Pengelompokkan Buah ... 123


(12)

6...Ju mlah Permintaan Sampel Jenis Buah ... 125

7...Per hitungan Persediaan Pengaman Periodic Review System... 126

8...Per hitungan Target Persediaan Periodic Review System... 128

9...Per hitungan Frekuensi Pemesanan untuk Setiap Periode Pemeriksaan

(T) Periodic Review System... 130

10...Per hitungan Total Biaya Persediaan Periodic Review System... 131

11...Bu ah yang Mendapat Perlakuan Pasca Panen ... 133


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap perusahaan, baik perusahaan jasa maupun manufaktur, selalu

memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan

dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu saat tidak dapat

memenuhi keinginan para pelanggannya. Hal ini bisa saja terjadi karena tidak

selamanya barang tersedia setiap saat, sehingga pengusaha dapat kehilangan

kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang seharusnya ia dapatkan

(Rangkuti, 2007: 1).

Persediaan itu sendiri perlu dikendalikan agar dapat membantu stabilitas

kegiatan operasional perusahaan. Persediaan memiliki peranan sangat penting

dalam industri bisnis eceran (retail), karena dalam industri ini biasanya tidak

terdapat proses produksi, hanya mendistribusikan beragam jenis produk kepada

para konsumen. Hal ini mengindikasikan bahwa peritel harus mampu melakukan

pembelian atau pengadaan stok produk dengan baik dan mampu menjaga

ketersediaannya pada jumlah dan harga yang tepat serta waktu dan tempat yang

diinginkan oleh konsumen (Sopiah dan Syihabudhin, 2008: 75).

Pengendalian persediaan harus mampu menekan tingkat kerugian yang

mungkin terjadi, sekaligus mempertahankan kualitas produk. Pengendalian

persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena persediaan

fisik bagi banyak perusahaan melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos


(14)

investasi yang ditanamkan di dalam persediaan juga berhubungan dengan jalannya

kegiatan operasional perusahaan dan laba yang diperoleh perusahaan.

Toko Raja Buah Segar sebagai salah satu pelaku usaha dalam industri bisnis

eceran yang berfokus memasarkan produk buah – buahan segar, sudah selayaknya

menerapkan manajemen persediaan yang baik. Hal ini dikarenakan buah sebagai

produk hasil pertanian, memiliki karakteristik yang mudah rusak, sehingga

dibutuhkan perlakuan yang tepat dalam penanganan pasca panennya agar dapat

meminimalisir kerugian yang mungkin terjadi.

Toko Raja Buah Segar menghadapi kerumitan dalam mengendalikan

persediaan mengingat beragamnya jenis buah segar yang ditawarkan kepada para

konsumen, mulai dari jenis buah domestik atau lokal hingga buah – buahan impor.

Setiap jenis buah juga memiliki daya tahan atau umur simpan yang berbeda serta

ketersediaan produk tersebut yang terbatas atau hanya terdapat pada waktu

tertentu untuk jenis buah yang bersifat musiman. Hal ini menjadi suatu tantangan

dalam pengendalian persediaan yang harus dilakukan oleh Toko Raja Buah Segar.

Toko Raja Buah Segar pada saat ini belum memiliki suatu cara

perhitungan untuk mengendalikan persediaan yang mereka miliki. Pemesanan

yang dilakukan bersifat spekulatif atau hanya berdasarkan intuisi dan pengalaman.

Keputusan pemesanan diambil saat persediaan yang dimiliki baik yang berada

pada area penjualan maupun gudang penyimpanan dinilai kurang atau tidak dapat

memenuhi permintaan esok hari. Penilaian yang dilakukan hanya berdasarkan

kasat mata (visual) saja. Data perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan


(15)

pengendalian persediaan masih kurang dimanfaatkan secara nyata dalam

perhitungan yang jelas.

Cara penilaian persediaan yang dimiliki untuk menentukan kapan

pemesanan dilakukan dan jumlah barang yang dipesan mengakibatkan frekuensi

pemesanan yang besar dengan tingkat pemesanan yang tidak berdasarkan

perhitungan yang jelas. Salah satu pengaruh negatif yang diakibatkan oleh hal ini

adalah besarnya jumlah buah yang rusak dan tidak dapat dijual akibat terjadinya

penumpukkan persediaan yang dimiliki sehingga dapat menyebabkan kerugian.

Data buah yang rusak dari beberapa jenis buah yang dijual oleh Toko Raja Buah

Segar dapat dilihat pada Lampiran 1.

Data pada Lampiran 1 memperlihatkan bahwa jumlah buah yang rusak dan

tidak dapat dijual memiliki persentase yang cukup tinggi jika dibandingkan

dengan jumlah stok produk yang diterima. Tingginya tingkat buah rusak

mengindikasikan adanya kesalahan dalam pengendalian persediaan yang pada

akhirnya menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Keadaan ini harus dapat segera

dibenahi agar dapat membantu meningkatkan daya saing perusahaan sehingga

mampu meraih pangsa pasar yang diinginkan.

Toko Raja Buah Segar harus mampu memberikan kualitas produk dan

pelayanan yang prima agar mendapatkan loyalitas dari para pelanggannya.

Kualitas produk dan pelayanan yang prima salah satunya ditunjang oleh jumlah

persediaan yang mencukupi. Persediaan yang dimiliki harus mampu memenuhi

jumlah permintaan konsumen, namun juga tidak terlalu berlebihan. Hal ini


(16)

menuntut Toko Raja Buah Segar untuk mampu mengendalikan persediaannya

dengan sistem yang tepat.

Berdasarkan fenomena yang ditemukan ini, maka akan dibahas lebih

mendalam permasalahan yang terdapat pada Toko Raja Buah Segar ini kedalam

sebuah penelitian dengan judul “Perancangan Sistem Pengendalian Persediaan Buah Segar pada Toko Raja Buah Segar Jakarta Barat”.

1.2. Rumusan Masalah

Toko Raja Buah Segar menghadapi persaingan yang begitu ketat dalam

bisnis eceran produk buah segar karena banyaknya peritel lain yang muncul yang

juga menjual produk buah segar. Beberapa pesaing utama Toko Raja Buah Segar

yang berpotensi merebut pangsa pasar yang ada diantaranya adalah Total Buah

Segar, All Fresh, Jakarta Fruit Market, dan Raja Fresh. Sudah selayaknya Toko

Raja Buah Segar memberikan perhatiannya terhadap persaingan usaha yang

secara nyata dapat mengancam keberlangsungan perusahaan.

Salah satu strategi dalam memenangkan pangsa pasar yang diinginkan

adalah dengan memberikan kualitas pelayanan yang prima dengan menyediakan

beragam jenis buah – buahan dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan

kebutuhan konsumen serta dengan harga yang bersaing pula. Hal ini menuntut

adanya suatu sistem pengendalian persediaan yang tepat agar Toko Raja Buah

Segar tidak mengalami kesulitan dalam menangani persediaan yang dimiliki serta

untuk meminimalisir kerugian yang mungkin terjadi.

Selama ini Toko Raja Buah Segar telah memiliki data yang dapat

membantu mereka dalam menerapkan sistem pengendalian persediaan yang


(17)

mereka lakukan. Pada kenyataannya data tersebut belum digunakan secara

maksimal dalam mengambil kebijakan pengendalian persediaan. Data yang ada

lebih dimanfaatkan untuk menjadi acuan dalam penyusunan laporan keuangan

saja, yaitu melihat tingkat penjualan dan marjin laba yang diterima, serta besar

kerugian yang diderita.

Sistem pengendalian persediaan yang baik tentunya membutuhkan data –

data yang menunjang agar dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan.

Beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan dalam sistem pengendalian

persediaan diantaranya adalah tingkat permintaan, karakteristik produk yang

dalam penelitian ini adalah buah segar, serta besarnya biaya persediaan. Tingkat

persediaan yang dimiliki juga harus dapat diatur dan diawasi dengan baik agar

dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi perusahaan.

Sistem pengendalian persediaan yang tepat diharapkan mampu

meminimalisir tingkat kerugian yang mungkin dialami dan memberikan biaya

total persediaan yang minimum. Berdasarkan uraian, maka permasalahan yang

akan menjadi bahan penelitian adalah:

1. Bagaimana sistem persediaan buah segar yang diterapkan oleh Toko Raja

Buah Segar?

2. Bagaimana rancangan sistem pengendalian persediaan buah segar yang sesuai

untuk Toko Raja Buah Segar?


(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah yang telah disampaikan di atas,

maka dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan sistem persediaan buah segar yang diterapkan oleh Toko

Raja Buah Segar.

2. Merancang sistem pengendalian persediaan buah segar yang sesuai untuk

Toko Raja Buah Segar.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain:

1. Bagi perusahaan, sebagai suatu masukkan bagi pihak manajemen dalam

pengambilan kebijakan pengendalian persediaan buah segar.

2. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan menerapkan

serta membandingkan antara teori yang dipelajari dengan kenyataan yang ada

di dunia nyata, serta sebagai salah satu syarat kelulusan studi program sarjana

strata satu (S-1) program studi agribisnis.

3. Bagi pembaca, sebagai bahan informasi tentang pengendalian persediaan buah

segar maupun masukkan bagi penelitian selanjutnya.


(19)

7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan identiifikasi dan perumusan masalah yang dihadapi oleh

Toko Raja Buah Segar dalam kaitannya dengan sistem persediaan produk, maka

penulis akan membatasi permasalahannya sebagai berikut:

1. Jenis buah yang menjadi objek penelitian adalah seluruh jenis buah yang

dijual oleh pihak Toko Raja Buah Segar sepanjang tahun 2009 kecuali jenis

buah yang bersifat uji coba (trial product) maupun yang bersifat konsinyasi.

2. Identifikasi biaya pemesanan barang ditentukan terpisah untuk analisis setiap

jenis persediaan barang. Hal ini berdasarkan asumsi awal bahwa dugaan waktu

pemesanan suatu jenis persediaan buah berbeda dan tidak terkait antara satu


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Buah – Buahan sebagai Produk Hortikultura

Buah – buahan segar sebagai produk primer hasil pertanian yang

merupakan bagian dari hortikultura memiliki karakteristik umum sebagai berikut

(Sunarjono; 2006: 7):

1. Mudah rusak bila disimpan tanpa perlakuan khusus, misalnya penyimpanan

dengan suhu rendah (40C) atau dengan dikemas.

2. Ketersediaan produk bersifat musiman dan meruah (tersedia dalam jumlah

melimpah) ataupun tersedia sepanjang tahun.

3. Harga produk ditentukan oleh kualitas bukan kuantitas.

4. Bukan merupakan kebutuhan pangan utama namun juga penting untuk

dikonsumsi oleh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral.

Kitinoja dan Kader (2007: 80) menjelaskan secara lebih lanjut mengenai

karakteristik umum dari hortikultura sebagai berikut:

1. Dipanen dan dimanfaatkan dalam keadaan hidup atau segar, sehingga bersifat

mudah rusak (Perishable).

2. Komponen utama mutu ditentukan oleh kandungan air, bukan oleh kandungan

bahan kering (dry matter).

3. Bersifat meruah (vulominous atau bulky) sehingga sulit atau mahal dalam

biaya pengangkutannya.


(21)

5. Bukan merupakan kebutuhan pokok yang diperlukan dalam jumlah besar,

namun diperlukan setiap harinya, bila tidak mengkonsumsinya akibatnya tidak

akan dirasakan secara langsung.

6. Produk hortikultura penting sebagai sumber vitamin dan mineral, bukan

diutamakan untuk sumber kalori dan protein.

7. Selain memenuhi kebutuhan jasmani, juga digunakan untuk memenuhi

kebutuhan akan keindahan.

2.2. Perlakuan Pasca Panen

Bahan – bahan hasil pertanian merupakan bahan – bahan yang mudah

rusak (perishable), sehingga setelah dipanen harus segera diberi perlakuan untuk

memperpanjang masa simpannya. Segala upaya untuk menyiapkan hasil produksi

pertanian setelah dipanen disebut dengan pasca panen (Dewi; 2008: 2). Perlakuan

pasca panen yang tepat akan mempengaruhi mutu atau kualitas dari produk

tersebut saat dipasarkan. Perlakuan pasca panen yang tepat dengan setiap

karakteristik produk akan dapat meminimalisir kerugian yang mungkin terjadi dan

tidak perlu dialami.

Perlakuan pasca panen terbagi menjadi beberapa jenis perlakuan atau

kegiatan. Sediaoetomo (2004: 4) membagi perlakuan pasca panen menjadi 4

(empat) perlakuan, yaitu pengeringan, pengangkutan, penyimpanan, dan seleksi.

Menurut Zulkarnain (2009: 172), yang termasuk dalam perlakuan pasca panen

adalah grading, pengemasan, pengangkutan, penyimpanan, perlakuan untuk

mempertahankan mutu (penyimpanan suhu rendah dan pelapisan lilin atau

waxing), dan persiapan untuk pemasaran (pembersihan, trimming atau


(22)

pemotongan bagian yang cacat atau rusak, dan curing). Perlakuan pasca panen

juga terbagi menjadi beberapa perlakuan seperti pembersihan, sortasi dan grading,

pengecilan ukuran, waxing, dan curing (Dewi; 2008: 12).

2.2.1. Pembersihan

Pembersihan atau sering disebut juga pencucian menurut Dewi (2008: 14)

bertujuan untuk menghilangkan kontaminan baik yang menghasilkan tingkat

resiko dari ringan sampai berat terhadap konsumennya. Kontaminan yang

dimaksud meliputi:

1. Bagian tanaman seperti daun, ranting, dan cabang.

2. Tanah, pasir, dan bahan logam yang berasal dari lahan pertanian

3. Kotoran hewan, rambut, dan sejenisnya.

4. Serangga dan telurnya.

5. Pestisida dan pupuk.

6. Minyak mineral.

7. Mikroba dan toksin.

Zulkarnain (2009: 183) menjelaskan bahwa pencucian juga berguna untuk

meningkatkan nilai tambah dari produk sebelum dipasarkan. Pencucian buah

dapat dilakukan dengan menggunakan air, sikat, maupun deterjen (NaOH 0,35%)

dan klorin dengan kandungan kurang dari 50 ppm (Khomsan, dkk; 2004: 97).

2.2.2. Pengeringan

Sediaoetomo (2004: 4 - 5) menjelaskan bahwa kadar air yang tinggi pada

saat panen memungkinkan berlangsungnya berbagai proses kerusakan. Kadar air


(23)

yang rendah dapat menurunkan proses metabolik yang masih terjadi pada produk

yang telah dipanen. Hasil panen harus diusahakan dapat dikeringkan menurut

persyaratan tertentu agar dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama

tanpa menjadi rusak. Kadar air yang rendah juga dapat meringankan biaya

pengangkutan jika biaya tersebut turut dihitung berdasarkan berat bahan yang

diangkut.

2.2.3. Sortasi

Sortasi menurut Dewi (2008: 21 - 22) adalah suatu proses pemisahan

bahan hasil pertanian yang sudah bersih menjadi berbagai fraksi kualitas atas

dasar bentuk, ukuran, densitas, tekstur, dan warna. Tujuan dari dilakukannya

sortasi adalah:

1. Mendapatkan kualitas yang baik dan seragam.

2. Memberikan standarisasi untuk perbaikan cara – cara pengolahan.

3. Memberikan kualitas pada konsumen sehingga mempunyai nilai ekonomis

yang sesuai dengan kualitasnya.

Sortasi dapat dilakukan secara manual maupun mekanis. Sortasi manual

dilakukan dengan tenaga manusia dimana sortasi lebih bersifat visual

(mengandalkan penglihatan operator) sehingga ruangan sortasi harus bersih dan

terang, serta tenaga sortasi yang terampil dan terlatih. Sortasi mekanis dilakukan

dengan menggunakan alat, cara ini umumnya dilakukan untuk kapasitas produksi

yang besar dan kontinyu.


(24)

2.2.4. Grading

Grading adalah sortasi produk menjadi berbagai fraksi kualitas sesuai

dengan standar kualifikasi yang telah diakui, berdasarkan atas dasar nilai

komersial dan kegunaannya. Grading sangat tergantung pada faktor – faktor yang

diinginkan konsumen (Dewi; 2008: 24). Tujuan dari kegiatan grading tidak jauh

berbeda dengan tujuan dari kegiatan sortasi. Zulkarnain (2009: 173) menjelaskan

bahwa tujuan dari grading adalah untuk menghilangkan perbedaan yang

mencolok dan untuk konsolidasi. Perbedaan yang mencolok perlu dihindari

terutama di dalam pengemasan karena dapat menimbulkan asumsi yang negatif,

namun Salunkhe dan Reddy (2000: 51) memaparkan secara lebih rinci tujuan dari

grading, yaitu:

1. Memperlancar kegiatan pemasaran

2. Menghindarkan pertidaksetujuan di antara penjual dan pembeli.

3. Sebagai acuan dasar dalam harga yang diumumkan di pasar.

4. Membantu mengembangkan standar yang sesuai selama pengumpulan produk

segar pada suatu dasar yang sesuai.

5. Penting sebagai dasar dalam periklanan produk segar.

6. Pemberian merek dan nilai pada produk segar itu sendiri.

Faktor – faktor yang dapat digunakan sebagai kriteria untuk grading bahan

hasil pertanian adalah (Dewi; 2008: 24):

1. Sifat fisik meliputi: kadar air, ukuran, bentuk, berat, densitas, tekstur,

kenampakan, warna, benda asing, dan lain – lain.


(25)

2. Sifat kimia meliputi: komposisi kimia, ketengikkan, indeks asam lemak bebas,

bau dan cita rasa, residu, dan lain – lain.

3. Sifat biologis meliputi: perkecambahan, jenis dan jumlah kerusakan karena

insekta dan jamur, bakteri, dan lain – lain.

2.2.5. Pengecilan Ukuran

Pengecilan ukuran menurut Dewi (2008: 25) merupakan cara pemotongan

atau pemecahan bahan hasil pertanian menjadi bagian – bagian yang lebih kecil.

Pengecilan ukuran pada bahan padat disebut pemotongan atau penghancuran.

Pengecilan ukuran untuk bahan cair disebut emulsifikasi atau atomisasi.

Proses pengecilan ukuran dilakukan dengan berbagai macam metode yang

disesuaikan dengan tujuannya. Metode pengecilan ukuran yang dipakai antara lain

adalah:

1. Kompresi atau penggilingan atau penghancuran.

2. Pemukulan.

3. Penggosokan.

4. Pemotongan (treaming).

5. Kombinasi pemotongan dengan pengguntingan (shearing).

2.2.6. Pelapisan Lilin (Waxing)

Pelapisan lilin atau Waxing dilakukan untuk mendapatkan penampilan

yang berkilau dan menekan penguapan kadar air sehingga memperlambat

pelayuan atau mengendalikan pelayuan bahan. Komoditas yang dapat diberi


(26)

perlakuan ini antara lain: timun, apel, jeruk, melon, tomat, cabe, wortel dan umbi

dahlia. Waxing dapat dilakukan dengan cara (Dewi; 2008: 26):

1. Pelapisan paraffin dengan memasukkan bahan dalam lilin cair.

2. Pelapisan dengan emulsi air atau larutan hidrokarbon dengan cara manual,

penyemprotan, atau sebagai buih (foam).

Pelapisan dengan menggunakan emulsi lilin juga dapat disertai dengan

perlakuan pemberian bakterisida atau fungisida untuk mencegah serangan bakteri

atau jamur. Jenis lilin yang digunakan harus mampu menahan laju transpirasi serta

mampu mempertahankan produk agar tetap dalam kondisi puncak sehingga dapat

diterima oleh konsumen. Jenis lilin yang biasa digunakan adalah lilin lebah dan

lilin carnauba (Zulkarnain; 2009: 181 - 182).

2.2.7. Curing

Curing merupakan perlakuan pasca panen dengan memberikan suhu dan

kelembaban udara tertentu terhadap suatu produk. Curing dapat membantu

penyembuhan luka yang terjadi pada produk sewaktu pemanenan (Zulkarnain;

2009: 183). Perlakuan ini menyebabkan tambahan biaya tetapi secara ekonomis

menguntungkan karena dapat memperpanjang umur simpan (Dewi; 2008: 27).

2.2.8. Pengemasan

Salunkhe dan Reddy (2000: 55) menjelaskan bahwa peningkatan teknologi

pengemasan sejak awal tahun lima puluhan telah berkontribusi pada peningkatan

efisiensi pemasaran buah dan sayur segar. Banyak konsumen yang lebih

menerima produk dengan kondisi yang lebih segar dan lebih sedikit kerusakan dan


(27)

penampilan yang lebih baik karena daya simpan yang meningkat. Keuntungan lain

dari kegiatan pengemasan adalah:

1. Ditampilkan dalam unit yang mudah ditangani secara efisien.

2. Disajikan dalam unit yang mudah disimpan.

3. Menjaga kualitas dan mengurangi buangan.

4. Menyokong kegiatan pelayanan, pembelian, dan promosi penjualan.

5. Mengurangi biaya transportasi.

6. Memfasilitasi kecenderungan baru dalam penanganan barang dan transportasi.

Wadah yang digunakan untuk mengemas hendaknya tidak terlalu berat,

tidak banyak ruang terbuang, namun kuat. Bahan yang digunakan juga harus

memilki sifat keporian (poreus) yang baik untuk mendukung pertukaran udara

yang lancar sehingga peningkatan suhu dan kelembaban akibat respirasi produk

dapat ditekan. Hal ini dapat memperkecil timbulnya penyakit, terutama yang

disebabkan oleh cendawan (Zulkarnain; 2009: 174).

2.2.9. Pengangkutan (Transpor Bahan Makanan)

Zulkarnain (2009: 177-178) menjelaskan pemasaran produk hortikultura

sangat tergantung pada kelancaran angkutan, karena tempat produk dihasilkan dan

tempat produk dipasarkan biasanya tidak berdekatan, sedangkan produk tersebut

harus sampai ke tangan konsumen dalam keadaan segar. Produk yang tersedia

cepat dan tepat waktu yang disertai dengan kualitas yang baik akan

membangkitkan rasa percaya konsumen terhadap produsen dan penjual produk

tersebut. Pengangkutan jarak dekat dapat dilakukan dengan menggunakan


(28)

pikulan, sepeda motor, truk atau pick up, sedangkan untuk jarak jauh dapat

menggunakan pesawat terbang.

Sejumlah bahan makanan akan mudah tercecer hilang dan tidak

dimanfaatkan untuk konsumsi pada saat pengangkutan berlangsung. Berbagai

jenis bahan makanan memerlukan cara pengangkutan terentu, ada yang ditranspor

secara curah (bulk), dan ada yang dikemas (dalam dus, karung, kaleng, dan

sebagainya). Cara pengangkutan juga harus yang cukup murah, agar bahan

pangan tidak menjadi terlalu mahal saat sampai kepada konsumen, sehingga tidak

terjangkau oleh daya belinya (Sediaoetama; 2004: 5–6).

2.2.10.Penyimpanan

Penyimpanan bahan makanan harus memenuhi syarat – syarat tertentu,

terutama bagi bahan yang mudah rusak (Sediaoetama; 2004: 6). Kitinoja dan

Kader (2007: 85) menyatakan bahwa penyimpanan yang baik dapat dilakukan

dengan memanen produk pertanian pada kondisi kematangan yang optimal,

pengontrolan hama dan penyakit, pengaturan atmosfer, perlakuan kimiawi,

irradiasi, refrigerasi, pengontrolan dan penyesuaian suhu simpan,dan lain – lain.

Tujuan dari penyimpanan produk segar adalah memperlambat aktivitas biologis

yang masih terjadi tanpa menyebabkan kerusakan, serta memperlambat

pertumbuhan mikroorganisme penyebab penyakit dan menghambat transpirasi

tumbuhan. Tabel yang menggambarkan suhu penyimpanan, RH, daya simpan, dan

titik beku beberapa komoditi buah dapat dilihat pada Lampiran 2.


(29)

2.3. Bisnis Eceran (Retail)

Menurut Sopiah dan Syihabudhin (2008: 7), bisnis atau usaha penjualan

eceran (retailing) sebagai penjualan barang – barang atau jasa (produk) kepada

konsumen akhir. Penjualan eceran meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam

penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk

penggunaan pribadi dan bukan bisnis (Kotler; 2003: 535).

Beberapa jenis toko yang baru mulai muncul untuk memenuhi berbagai

perbaikan terhadap preferensi konsumen atas berbagai level dan jenis pelayanan.

Para pengecer dapat memposisikan diri mereka dalam rangka menawarkan salah

satu dari empat tingkat pelayanan, yaitu (Burstiner; 2001: 7):

1. Swalayan (Self Service)

Swalayan merupakan dasar dari semua operasi diskon. Banyak pelanggan

yang melakukan sendiri proses menemukan, membandingkan, dan memilih guna

menghemat uang. Jenis – jenis yang termasuk ke dalam usaha swalayan adalah

toko khusus, toko serba ada, pasar swalayan, toko kenyamanan (convenience),

toko diskon, pengecer potongan harga, toko pabrik (factory outlet), dan pasar

hiper (hypermarket).

2. Swapilih (Self Selection)

Para pelanggan mencari sendiri, walaupun mereka dapat meminta bantuan.

Para pelanggan menyelesaikan transaksi mereka setelah membayar kepada

pramuniaga.


(30)

3. Pelayanan terbatas (Limited Service)

Pengecer ini menjual lebh banyak barang, dan pelanggan memerlukan

lebih banyak informasi serta bantuan. Toko jenis ini juga menawarkan jasa

(seperti kredit dan hak mengembalikan barang).

4. Pelayanan penuh (Full Service)

Pramuniaga siap membantu dalam tiap tahap dari proses menemukan,

membandingkan, dan memilih. Pelanggan yang suka dilayani akan memilih toko

jenis ini. Biaya pegawai yang tinggi, ditambah dengan proporsi yang tinggi atas

barang khusus dan barang yang perputarannya lambat serta jasa yang banyak,

menyebabkan terjadinya eceran yang berbiaya tinggi.

Kotler (2003: 536) membagi tipe – tipe pedagang eceran menjadi tiga

bagian besar, yaitu:

1. Store Retailer (pedagang eceran bertoko)

a. Toko khusus

b. Toko serba ada

c. Toko swalayan

d. Toko super, toko gabungan, dan hypermarket.

e. Toko pemberi potongan harga

f. Toko Gudang

g. Ruang pamer katalog

2. Non Store Retailer (pedagang eceran bukan toko)

a. Penjualan langsung

b. Pemasaran langsung


(31)

c. Mesin penjaja otomatis

d. Pelayanan pembeli

3. Retailer Organization (organisasi pedagang eceran)

a. Mata rantai perusahaan

b. Rantai suka rela dan koperasi pedagang eceran

c. Koperasi konsumen

d. Organisasi Franchise

e. Konglomerat dagang

2.4. Persediaan

Persediaan (inventory) adalah istilah umum yang menunjukkan segala

sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap

pemenuhan permintaan (Handoko; 2000: 333). Menurut Rangkuti (2007: 2),

persediaan merupakan bahan – bahan, bagian yang disediakan, dan bahan dalam

proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang jadi

atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau

pelanggan setiap waktu. Persediaan menurut Krajewsky, Ritzman, dan Malhotra

(2007: 362) adalah stok barang yang digunakan untuk memenuhi (memuaskan)

permintaan pelanggan atau untuk mendukung kegiatan produksi barang atau jasa.

Persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi

perusahaan yang diperoleh, diubah, dan dijual kembali secara berkelanjutan.

Menjadi suatu hal yang penting bagi setiap perusahaan untuk dapat melakukan

pengendalian persediaan secara optimal. Pengendalian persediaan bukan hanya

sekedar mengadakan pengawasan dari pelaksanaan kegiatan dalam sebuah


(32)

perusahaan, melainkan juga termasuk pengumpulan data sebagai input guna

penentuan tindak lanjut dalam usaha – usaha perbaikan pelaksanaan kegiatan

dalam perusahaan tersebut pada masa yang akan datang.

2.4.1. Fungsi Persediaan

Menurut Handoko (2000: 335), fungsi dari persediaan adalah sebagai

berikut:

1. Fungsi Decoupling

Fungsi decoupling adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan

dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier.

Persediaan bahan baku diadakan perusahaan agar tidak sepenuhnya bergantung

pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang

jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para

pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan

konsumen yang tidak dapat diperkirakan disebut fluctuation stock.

2. Fungsi Economic Lot Sizing

Fungsi economic lot sizing yaitu fungsi yang menyimpan persediaan

sehingga perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber daya dalam

kualitas yang dapat mengurangi biaya per unit. Persediaan ini perlu

mempertimbangkan potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih

murah, dan sebagainya, karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas

yang lebih besar dibanding dengan biaya – biaya yang timbul karena besarnya

persediaan.


(33)

3. Fungsi Antisipasi

Fungsi antisipasi merupakan fungsi yang berguna bagi perusahaan dalam

menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang

– barang selama periode pemesanan kembali sehingga memerlukan persediaan

pengaman. Fungsi antisipasi ini juga merupakan pelengkap fungsi decoupling.

2.4.2. Jenis – jenis Persediaan

Menurut Handoko (2000: 334), persediaan menurut jenisnya dapat

dibedakan menjadi:

1. Persediaan bahan mentah (raw materials)

Persediaan barang – barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen –

komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat

diperoleh dari sumber – sumber alam, atau dibeli dari para pemasok dan atau

dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi

selanjutnya.

2. Persediaan komponen – komponen rakitan (purchased parts / component)

Persediaan barang – barang yang terdiri dari komponene – komponen yang

diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi

suatu produk.

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies)

Persediaan barang – barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi

bukan merupakan bagian atau komponen barang jadi.


(34)

4. Persediaan barang dalam proses (work in process)

Persediaan barang – barang yang merupakan keluaran dari tiap – tiap

bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi

masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. Tetapi mungkin saja barang

setengah jadi bagi suatu pabrik, merupakan barang jadi bagi pabrik lain karena

proses produksinya memang hanya sampai pada tahap itu.

5. Persediaan barang jadi (finished goods)

Persediaan barang – barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam

pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan atau perusahaan lain.

Dengan demikian, barang jadi ini adalah produk yang telah selesai dan siap untuk

dijual. Biaya – biaya yang meliputi pembuatan produk ini terdiri dari biaya bahan

baku, upah buruh langsung, serta biaya overhead yang berhubungan dengan

produk tersebut.

Rangkuti (2007: 7) membagi jenis – jenis persediaan menurut fungsinya,

yaitu sebagai berikut:

1. Batch Stock / Lot Size Inventory

Persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan –

bahan atau barang – barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang

dibutuhkan saat itu.

2. Fluctuation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan

konsumen yang tidak dapat diramalkan.


(35)

3. Anticipation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang

dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan

untuk menghadapi penggunaan, penjualan, atau permintaan yang meningkat.

2.4.3. Biaya Persediaan

Terdapat beberapa biaya variabel yang harus dipertimbangkan dalam

membuat keputusan yang akan mempengaruhi besarnya (jumlah) persediaan

yaitu sebagai berikut (Handoko; 2000: 336):

1. Biaya Penyimpanan (holding cost atau carrying cost)

Biaya penyimpanan terdiri atas biaya – biaya yang bervariasi secara

langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan

semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata –

rata persediaan semakin tinggi. Biaya – biaya yang termasuk sebagai biaya

penyimpanan adalah:

a. Biaya fasilitas – fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan dan pemanas

atau pendingin).

b. Biaya modal (opportunity cost of capital, yaitu alternatif pendapatan atas dana

yang diinvestasikan dalam persediaan).

c. Biaya keusangan.

d. Biaya penghitungan fisik dan konsiliasi laporan.

e. Biaya asuransi persediaan.

f. Biaya pajak persediaan.


(36)

g. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan.

h. Biaya penanganan persediaan, dan sebagainya.

Biaya – biaya ini adalah variabel bila bervariasi dengan tingkat persediaan.

Bila biaya fasilitas penyimpanan (gudang) tidak variabel, tetapi tetap, maka tidak

dimasukkan ke dalam biaya penyimpanan per unit.

2. Biaya Pemesanan (order cost atau procurement cost)

Setiap kali suatu bahan dipesan, perusahaan harus menanggung biaya

pemesanan. Biaya – biaya pemesanan secara terperinci meliputi:

a. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi.

b. Upah.

c. Biaya telepon.

d. Pengeluaran surat menyurat.

e. Biaya pengepakkan dan penimbangan.

f. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan.

g. Biaya pengiriman ke gudang dan sebagainya.

Secara normal, biaya per pesanan (diluar biaya bahan dan potongan

kuantitas) tidak naik bila kuantitas pesanan bertambah besar. Bila semakin banyak

komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun,

maka biaya pemesanan total akan turun. Biaya pemesanan per periode adalah

sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang

harus dikeluarkan setiap kali pesan.


(37)

3. Biaya Penyiapan (set up cost)

Bila bahan – bahan tidak dibeli, melainkan diproduksi sendiri dalam

pabrik perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan untuk memproduksi

komponen tertentu. Biaya – biaya ini terdiri dari:

a. Biaya mesin menganggur.

b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung.

c. Biaya penjadwalan.

d. Biaya ekspedisi, dan sebagainya.

Biaya penyiapan per periode dapat dihitung dengan cara yang sama

dengan biaya pemesanan.

4. Biaya Kehabisan atau Kekurangan Stok (shortage cost)

Biaya ini adalah yang paling sulit untuk diperkirakan. Biaya ini timbul

bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan. Biaya – biaya yang

termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut:

a. Kehilangan penjualan.

b. Kehilangan pelanggan.

c. Biaya pemesanan khusus.

d. Biaya ekspedisi.

e. Selisih harga.

f. Terganggunya operasi

g. Tambahan pengeluaran kegiatan manjerial, dan sebagainya.


(38)

Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktek, terutama karena

kenyataan bahwa biaya ini sering merupakan opportunity cost yang sulit

diperkirakan secara obyektif.

2.5. Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan berupaya mengatur dan mengontrol persediaan

untuk kebutuhan selama periode tertentu. Fungsi pengendalian persediaan untuk

komoditas pertanian sangat penting, baik yang dilakukan oleh produsen, lembaga

perantara pemasaran, konsumen, maupun yang dilakukan oleh suatu badan

pemerintah yang diberi wewenang (Said dan Intan; 2001: 95 – 99).

2.5.1. Sistem Pengendalian Persediaan

Sistem menurut Diknas (2010: 1) adalah suatu jaringan kerja dari elemen –

elemen yang saling berinteraksi dan prosedur – prosedur yang saling

berhubungan, berkumpul bersama melakukan suatu kegiatan atau untuk mencapai

suatu tujuan tertentu. Herjanto (2008: 237 - 238) mengartikan sistem pengendalian

persediaan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat

persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus

dilakukan, dan berapa besar pesanan harus diadakan. Pengendalian persediaan

menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan

waktu yang tepat.Menurut Chase dan Aquilano (2005: 546), sistem pengendalian

persediaan adalah serangkaian kebijakan dan pengendalian yang dibuat dalam

rangka memonitor tingkat persediaan dan menentukan titik persediaan yang harus

dijaga, kapan persediaan harus disediakan, dan berapa besar pesanan harus


(39)

dilakukan dengan tujuan menentukan dan menjamin tersedianya sumber daya

yang tepat, dalam jumlah dan waktu yang tepat untuk meminimalkan jumlah total

biaya yang dikeluarkan.

Indrajit dan Djokopranoto (2003: 4) menyatakan manajemen persediaan

(inventory management) atau pengendalian tingkat persediaan diartikan sebagai

kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan

penentuan kebutuhan material sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan

operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan

material dapat ditekan secara optimal. Manajemen persediaan berarti mengacu

pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan pengendalian

persediaan agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang

lain untuk masa saat ini dan akan datang.

2.5.2. Tujuan Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan bertujuan mencapai efisiensi dan efektifitas

optimal dalam penyediaan material (Indrajit dan Djokopranoto; 2003: 4). Said dan

Intan (2001: 99) menyatakan bahwa pengendalian persediaan komoditas pertanian

bertujuan untuk memperkecil fluktuasi harga antara musim panen dan paceklik,

disamping untuk mengatur pasokan sepanjang tahun serta menjaga keseimbangan

penawaran dan permintaan pasar. Menurut Assauri (2004: 177), tujuan dari

pengendalian persediaan secara rinci dapat dinyatakan sebagai usaha untuk:

1. Menjaga agar perusahaan tidak kehabisan persediaan sehingga kegiatan

produksi terhenti.


(40)

2. Menjaga supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar

atau berlebihan, sehingga biaya – biaya yang timbul dari persediaan tidak

terlalu besar.

3. Menjaga agar pembelian secara kecil – kecilan dapat dihindari karena ini akan

berakibat biaya pemesanan menjadi besar.

2.5.3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Besarnya Tingkat Persediaan

Ma’arif dan Tanjung (2003: 278) menjelaskan faktor – faktor yang

mempengaruhi besarnya tingkat persediaan adalah sebagai berikut:

1. Perkiraan Pemakaian.

Angka ini diperlukan untuk membuat keputusan jumlah persediaan yang

disediakan untuk mengantisipasi masa mendatang.

2. Biaya persediaan

Biaya ini meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

3. Kebijakan pembelian

Kebijakan ini ditentukan oleh sifat dari bahan itu sendiri. Bahan – bahan yang

mudah rusak (perishable) tentunya tidak mungkin dilakukan penyimpanan

yang terlalu lama.

4. Pemakaian secara nyata.

Pemakaian yang riil dari data – data tahun sebelumnya untuk dilakukan

proyeksi pemakaian selanjutnya.

5. Waktu tunggu.

Waktu tunggu ini adalah waktu tunggu dari mulai barang dipesan, sampai

barang itu datang.


(41)

2.6. Model Pengendalian Persediaan

Model perhitungan pengendalian persediaan secara umum dapat

dikelompokkan menjadi dua model yaitu (Ristono; 2009: 30):

1. Model deterministik, yakni model yang menganggap semua variabel telah

diketahui secara pasti. Model – model yang termasuk ke dalam model

deterministik antara lain adalah Economic Order Quantity (EOQ), Continuous

Review System, dan metode Material Requirement Planning (MRP). MRP pun

terbagi menjadi beberapa metode, yaitu Lot For Lot (LFL), Part Period

Balancing (PPB), dan Period Order Quantity (POQ).

2. Model Probabilistik, yakni model yang menganggap semua variabel

mempunyai nilai – nilai yang tidak pasti dan satu atau lebih variabel tersebut

merupakan variabel – variabel acak. Model Probabilistik antara lain terdiri

dari Single Period Model dan Periodic Review System.

2.6.1. Model Deterministik

1. Economic Order Quantity (EOQ)

EOQ merupakan salah satu teknik pengendalian persediaan tertua dan

paling terkenal. Teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi didasarkan pada

asumsi (Render dan Heizer; 2001: 320):

1. Tingkat permintaan diketahui dan bersifat konstan.

2. Lead time diketahui dan bersifat konstan.

3. Persediaan diterima dengan segera, dengan kata lain, persediaan yang dipesan

tiba dalam bentuk kumpulan produk pada satu waktu.

4. Tidak mungkin diberikan diskon.


(42)

5. Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemasangan atau pemesanan dan

biaya penahanan atau penyimpanan persediaan sepanjang waktu.

6. Keadaaan kehabisan (kekurangan) stok dapat dihindari sama sekali bila

pemesanan dilakukan dengan tepat.

Jumlah Persediaan (unit)

Q Tingkat Permintaan

Q/2 Rata – rata Persediaan

0 Waktu

Gambar 1. Grafik Persediaan dalam Model EOQ Sumber: Herjanto (2008: 246)

Grafik persediaan dalam model ini berbentuk gigi gergaji, sepeti yang

terlihat dalam gambar 1. Permintaan dianggap konstan, persediaan berkurang

dalam jumlah yang sama dari waktu ke waktu. Pesanan untuk kelompok baru

dapat diterima pada saat tingkat persediaan mencapai nol, sehingga tingkat

persediaan naik kembali sampai Q (Herjanto; 2008: 245).

2. Continuous Review System

Continous Review System merupakan sebuah model atau sistem yang

dirancang untuk mengetahui persediaan yang tersisa dari setiap produk pada

setiap waktu yang dijadwalkan untuk menentukan kapan pemesanan ulang


(43)

dilakukan (Krajewsky, et. al; 2007: 457). Perusahaan harus menentukan berapa

banyak batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga

tidak terjadi kekurangan stok. Jumlah yang diharapkan tersebut dihitung selama

masa tenggang, dan mungkin dapat ditambahkan dengan safety stock yang

biasanya mengacu pada probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan

stok selama masa tenggang (Rangkuti; 2007: 93).

Chase, Jacobs, dan Aquilano (2004: 550-558) memaparkan bahwa

continuous review system memerlukan pengawasan yang terus – menerus terhadap

tingkat persediaan, baik saat terjadinya penambahan maupun pengurangan tingkat

persediaan. Continuous review system merupakan bagian atau kelanjutan dari

analisis Economic Order Quantity (EOQ) sehingga memiliki asumsi yang harus

dipenuhi seperti halnya yang asumsi yang harus dipenuhi di dalam analisis EOQ.

Continuous review system menentukan batas pesanan harus dilakukan (R) dan

besarnya pesanan (Q) diperoleh dari perhitungan tingkat pemesanan optimal pada

analisis EOQ.

3. Lot For Lot (LFL)

Model Lot for Lot (LFL) dikenal juga sebagai metode persediaan minimal,

berdasarkan pada ide menyediakan persediaan sesuai dengan jumlah yang

diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Model LFL

ini menghasilkan tidak adanya persediaan yang disimpan, sehingga biaya yang

timbul hanya berupa biaya pemesanan saja. Model ini mengandung resiko, yaitu

jika terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang akan mengakibatkan

terhentinya proses produksi atau tidak terpenuhinya permintaan pelanggan. Model


(44)

ini merupakan pilihan yang terbaik bagi perusahaan yang menjual barang yang

tidak tahan lama atau perishable products (Herjanto; 2008: 289).

Model LFL ini memberikan penghematan pada biaya penyimpanan,

karena bahan baku yang dipesan sesuai dengan kebutuhan bersih. Penumpukan

bahan baku digudang dalam jumlah besar dapat dihindari. Kekurangan dari model

ini adalah tidak dapat digunakan apabila bahan baku yang digunakan jumlahnya

sedikit di pasaran, sehingga permintaan tepat pada waktunya tidak dapat

dilakukan.

4. Part Period Balancing (PPB)

Model Part Period Balancing (PPB) merupakan salah satu pendekatan

dalam menentukan ukuran lot (lot size) untuk suatu kebutuhan material yang tidak

seragam, yang bertujuan memperkecil biaya total persediaan. Model ini berusaha

untuk membuat biaya penyimpanan sama dengan biaya pemesanan. Model ini

menggunakan jumlah pesanan yang berbeda untuk setiap pemesanan, yang

dikarenakan jumlah permintaan setiap periode tidak sama (Herjanto; 2008: 290).

PPB menggunakan informasi tambahan dengan mengubah lot size agar tercermin

kebutuhan lot size berikutnya di masa mendatang (Render dan Heizer; 2001: 370).

Lot size dicari dengan menggunakan pendekatan sebagian periode

ekonomis (Economic Part Period, EPP) yaitu dengan membagi biaya pemesanan

dengan biaya penyimpanan per unit per periode. Kebutuhan diakumulasi periode

demi periode sampai mendekati nilai EPP. Akumulasi persediaan yang mendekati

nilai EPP merupakan lot size yang dapat memperkecil biaya persediaan.


(45)

5. Period Order Quantity (POQ)

Period Order Quantity (POQ) merupakan pengembangan dari EOQ untuk

jumlah permintaan yang tidak sama dalam beberapa periode. Rata – rata

permintaan digunakan dalam teknik EOQ untuk mendapatkan rata – rata jumlah

barang setiap kali pemesanan. Angka yang dihasilkan kemudian dibagi dengan

rata – rata jumlah permintaan per periode dan hasilnya dibulatkan ke dalam angka

Integer. Angka terakhir menunjukkan jumlah periode waktu yang dicakup dalam

setiap kali pemesanan (Herjanto; 2008: 292).

2.6.2. Model Probabilistik

1. Single Period Model

Rangkuti (2007: 104) menjelaskan bahwa model ini digunakan untuk

menangani pemesanan dari barang – barang yang mudah rusak atau perishable

goods (seperti buah – buahan segar, sayuran, ikan laut, bunga potong) atau jenis –

jenis produk lainnya yang memiliki masa pakai relatif lebih pendek. Apabila jenis

produk seperti ini tidak laku terjual atau tidak terpakai, terkadang dijual dengan

harga miring. Analisis dari single period umumnya difokuskan pada dua biaya,

kehilangan penjualan dan ekses (Stevenson; 2005: 514).

2. Periodic Review System

Waters (2002: 30) menyatakan bahwa periodic review model adalah suatu

dasar kebijakan pemesanan dimana pesanan dalam berbagai variasi jumlah

ditempatkan pada interval reguler untuk meningkatkan jumlah persediaan pada

suatu jumlah yang diinginkan. Perusahaan menerapkan periodic review model


(46)

untuk menentukan kuantitas barang milik perusahaan yang ada di tangan secara

jelas, pada interval waktu yang tetap (Reid dan Sanders; 2005: 444).

Interval pemesanan dapat berupa periode apapun yang diinginkan baik itu

setiap akhir bulan, akhir pekan, ataupun setiap pagi hari. Interval pemesanan

apapun yang dipilih akan memerlukan target stock level atau Target Inventory

Level yang sesuai. Sistem akan bekerja dengan menganalisis jumlah persediaan

yang ada ketika suatu pemesanan barang akan dilakukan dan memesan jumlah

yang akan membawa jumlah persediaan total pada jumlah yang diinginkan.

2.7. Penelitian Terdahulu

Tamarinda (2005) melakukan penelitian mengenai “Manajemen Kendali

Mutu dan Optimalisasi Persediaan Sayur dan Buah Segar di Supermarket

Matahari Mal Depok”. Penelitian ini memadukan analisis manajemen kendali

mutu melalui brainstorming, diagram sebab akibat, dan control chart, untuk

membantu menilai kinerja dari persediaan. Model persediaan yang digunakan

adalah single period model dan periodic review system yang diujikan kepada

beberapa jenis buah dan sayur segar dengan tingkat penjualan tertinggi.

Jenis buah dan sayur segar yang menjadi objek penelitian adalah pisang

Cavendish, lengkeng, jeruk medan, tomat, dan wortel impor. Hasil analisis

pengendalian persediaan adalah model periodic review system memberikan hasil

yang terbaik yaitu total biaya persediaan paling minimum dibandingkan single

period model dan metode perusahaan. Hasil ini berlaku pada seluruh objek yang

diteliti.


(47)

Mariyam (2008) melakukan penelitian mengenai “Analisis Pengendalian

Bahan Baku Kedelai pada Koperasi Produksi Tahu di Kampung Iwul Parung,

Bogor”. Model yang digunakan untuk menganalisis pengendalian persediaan

adalah Lot for Lot, Part Period Balancing, Economic Order Quantity, dan Period

Order Quantity. Hasil analisis pengendalian persediaan dengan menggunakan

model – model persediaan tersebut adalah model Lot for Lot atau LFL

memberikan penghematan pada semua kriteria biaya kecuali biaya pemesanan

bahan baku.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu adalah jika

Mariyam (2008) menerapkan seluruh model persediaan tersebut hanya pada satu

produk saja, yaitu kedelai, sedangkan Tamarinda (2005) menguji beberapa jenis

buah dan sayur dengan kriteria best seller atau memiliki tingkat penjualan

tertinggi, yaitu pisang Cavendish, lengkeng, jeruk medan, tomat, dan wortel

impor. Tamarinda (2005) juga menggunakan analisis pengendalian mutu untuk

membantu menilai kinerja persediaan.

Penelitian yang dilakukan penulis menerapkan seluruh model

pengendalian tingkat persediaan pada beberapa jenis buah segar yang sebelumnya

telah diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu untuk mengetahui model

persediaan mana yang memberikan total biaya persediaan yang paling minimum

untuk setiap jenis buah tersebut. Jenis – jenis buah segar yang dipilih diasumsikan

dapat mewakili dari kelompok buah yang telah terklasifikasi berdasarkan kriteria

– kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Model pengendalian tingkat

persediaan yang menghasilkan total biaya persediaan yang paling minimum untuk


(48)

setiap jenis buah yang diuji, diasumsikan dapat diterapkan untuk seluruh jenis

buah sesuai dengan asal kelompok jenis buah yang diuji.

2.8. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kegiatan utama di dalam bisnis eceran adalah membeli barang atau produk

dan mendistribusikan atau menjualnya kembali dengan atau tanpa melalui proses

produksi atau pengolahan lebih lanjut. Fungsi persediaan memiliki peranan yang

sangat penting dalam kelancaran usaha karena berhubungan dengan kualitas

pelayanan yang diberikan oleh perusahaan sebagai penyedia barang konsumsi

masyarakat. Manajemen persediaan yang baik jelas dibutuhkan Toko Raja Buah

Segar untuk memastikan fungsi persediaan berjalan dengan optimal. Terdapat

beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan manajemen persediaan,

diantaranya adalah permintaan pasar, karakteristik produk yang dalam penelitian

ini yaitu berupa buah segar, dan biaya yang timbul dari persediaan.

Beragamnya jenis buah yang ditawarkan (dijual) oleh Toko Raja Buah

Segar menjadi suatu tantangan dalam pengendalian persediaan, dimana tidak

semua jenis buah tersebut dapat diperlakukan secara sama. Pengendalian

persediaan akan lebih mudah dengan mengklasifikasikan seluruh jenis buah

tersebut ke dalam kelompok tertentu berdasarkan kriteria yang telah ditentukan

terkait aspek yang perlu diperhatikan dalam manajemen persediaan. Kriteria yang

dimaksud antara lain adalah dan pola permintaan pasar, ketersediaan buah

(musiman atau sepanjang tahun), daya simpan, dan perlakuan khusus pasca panen

(curah atau dikemas, pengupasan, dan pengecilan ukuran).


(49)

Buah yang telah dikelompokan akan dianalisis dengan beberapa model

pengendalian persediaan yaitu Economic Order Quantity (EOQ), Continuous

Review System, Lot for Lot (LFL), Part Period Balancing (PPB), Period Order

Quantity (POQ), Single Period Model, dan Periodic Review System. Jenis buah

yang akan dianalisis hanya satu jenis buah dengan tingkat penjualan tertinggi dari

setiap kelompok buah dengan asumsi bahwa jenis buah tersebut memberikan

pengaruh yang cukup signifikan terhadap laba dibandingkan jenis buah lain

dengan tingkat penjualan yang lebih rendah. Jenis buah tersebut diasumsikan

dapat mewakili seluruh jenis buah lain di dalam kelompok yang sama.

Model pengendalian persediaan yang memberikan total biaya persediaan

yang paling rendah untuk masing - masing jenis buah yang dianalisis merupakan

model yang akan dipilih sebagai alternatif dalam sistem pengendalian persediaan

untuk setiap kelompok buah yang telah diwakilkan. Berikut bagan dari kerangka

pemikiran konseptual.


(50)

Permintaan Buah Segar

Biaya Persediaan

Pola 1. Biaya Pemesanan

2. Biaya penyimpanan 3 Biaya Kekurangan 1. Pola Panen (musiman /

sepanjang tahun) 2. Daya Simpan

3. Kebutuhan Perlakuan Pasca Panen (pengemasan, pengupasan, pengecilan ukuran)

Kelompok Jenis – jenis Buah

Karakteristik Buah

Manajemen Pengendalian Persediaan Buah Segar CV. RAJA BUAH SEGAR

Analisis Pengendalian Persediaan 1. Economic Order Quantity

2. Single Period Model 3. Continuous Review System 4. Periodic Review System 5. Lot for Lot

6. Part Period Balancing 7. Period Order Quantity

Alternatif Rancangan Sistem Pengendalian Persediaan

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penentuan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu

pada Toko Raja Buah Segar yang berlokasi di Jl. Panjang Arteri Kelapa Dua No.

60 Jakarta Barat. Penentuan tempat dilakukan dengan pertimbangan bahwa Toko

Raja Buah Segar merupakan salah satu usaha retail yang berfokus pada

pemasaran buah – buahan dan sayuran segar baik produk lokal maupun produk

impor dengan akses data yang lebih terbuka untuk melakukan penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Maret

2010.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan di dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer didapat melalui pengamatan dan wawancara langsung

dengan pihak perusahaan, serta data – data atau dokumen – dokumen perusahaan.

Data sekunder melengkapi data primer dan diperoleh dari kumpulan literatur

berupa buku teks, skripsi, jurnal, maupun literatur lainnya yang dianggap relevan.

3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Setiap jenis buah – buahan segar yang dijual oleh pihak Toko Raja Buah

Segar pada tahun 2009 akan menjadi sampel yang diteliti untuk diklasifikasikan

menjadi kelompok tertentu berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Model


(52)

penjualan tertinggi (best seller) dari setiap kelompok yang telah terbentuk. Teknik

purposive ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa jenis buah best seller

memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap laba yang diperoleh

perusahaan, sehingga diasumsikan bersifat krusial dibandingkan dengan jenis

buah yang memiliki tingkat penjualan yang lebih rendah. Data jenis – jenis buah

dan tingkat penjualannya didapatkan berdasarkan data historis penjualan yang

dimiliki oleh Toko Raja Buah Segar selama tahun 2009. Gambar 4.

menggambarkan proses pengambilan sampel.

Populasi Jenis Buah yang Dijual oleh Toko

Raja Buah Segar

Sumber data: Data Total Penjualan Tahun 2009 Toko Raja Buah Segar

Kelompok Jenis – jenis Buah

Satu jenis buah sebagai perwakilan setiap kelompok jenis Pengambilan Sampel

(Purposive Sampling): Tingkat Penjualan Tertinggi (Best Seller) Jenis buah yang memberikan pengaruh signifikan dan krusial terhadap laba

perusahaan Kriteria

Pengelompokan buah: 1. Permintaan Pasar 2. Karakteristik Buah

(ketersediaan buah, daya simpan buah, perlakuan pasca panen)

Sumber data: Wawancara dengan pihak Toko Raja Buah Segar dan Data Total Penjualan dan Pasokan Buah Segar Tahun 2009

Sumber data: Data Total Penjualan Tahun 2009 Toko Raja Buah Segar

Gambar 4. Skema Proses Pengambilan Sampel Penelitian.


(53)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer)

kepada responden guna menggali informasi atau data yang digunakan untuk

kebutuhan penelitian (Suharsono, 2009: 83). Wawancara dimaksudkan untuk

mendapatkan informasi mengenai pola permintaan buah, ketersediaan buah, daya

simpan buah, dan perlakuan pasca panen yang dilakukan oleh Toko Raja Buah

Segar. Wawancara dilakukan dengan supervisor, kepala dan wakil kepala divisi

buah yang sekaligus bertanggung jawab dalam bidang pergudangan.

2. Observasi

Observasi adalah pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat

dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2009: 30). Observasi dilakukan

melalui pengataman secara langsung terhadap kegiatan – kegiatan yang

berhubungan dengan pengendalian persediaan dan pergudangan, serta informasi –

informasi lain yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Observasi yang dilakukan

bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum kegiatan operasional dari Toko

Raja Buah Segar dan melengkapi data dari hasil wawancara.

Variabel – variabel yang akan diamati diantaranya adalah proses pengadaan

persediaan mulai dari penentuan jenis dan tingkat persediaan produk, pemesanan,

penerimaaan barang, sampai dengan pengawasan jumlah persediaan yang

dimiliki, perlakuan pasca panen yang dilakukan terhadap produk sebelum dijual,


(54)

pencatatan atau penginputan data – data yang terkait dengan persediaan, serta

proses atau kegiatan penjualan.

3. Studi Pustaka

Studi pustaka yang dilakukan mengacu pada literatur – literatur yang dianggap

relevan dengan penelitian ini.

3.5. Metode Analisis Data 3.5.1. Analisis Kualitatif

Data kualitatif akan dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan

hasil yang didapatkan dari wawancara. Data kualitatif juga akan diuji

kredibilitasnya dengan menggunakan metode triangulasi. Menurut Sugiyono

(2008: 83), triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada. Melakukan pengumpulan data dengan teknik ini berarti telah sekaligus

menguji kredibilitas data. Metode triangulasi yang digunakan adalah triangulasi

teknik, yaitu dengan menggabungkan dan membandingkan data dari hasil

pengamatan, data hasil wawancara, dan data dokumen.

3.5.2. Analisis Kuantitatif

Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis data kuantitatif

pengendalian persediaan buah segar adalah melalui pendekatan perhitungan

model persediaan deterministik, yaitu Economic Order Quantity (EOQ),

Continuous Review System, Lot for Lot (LFL), Part Period Balancing (PPB), dan

Period Order Quantity (POQ) dan model persediaan probabilistik, yaitu Single


(55)

Period Model, Periodic Review System. Pengolahan data kuantitatif ini

menggunakan alat bantu kalkulator dan software komputer berupa program

Microsoft Excel.

3.5.2.1. Analisis Model Persediaan Deterministik

Model persediaan deterministik yang digunakan untuk menganalisis data

kuantitatif dalam penelitian ini adalah:

1. Economic Order Quantity (EOQ)

Model persediaan EOQ dapat dilakukan dengan cara tabel dan grafik, atau

dengan formula (rumus). Cara tabel dan grafik menggunakan pendekatan uji coba

untuk mengetahui jumlah pesanan yang paling ekonomis. Caranya dimulai dengan

menghitung biaya – biaya yang timbul pada setiap kemungkinan frekuensi

pesanan, yaitu pemesanan sekali dalam setahun, 2 kali setahun, dan seterusnya.

Jumlah frekuensi pesanan dan jumlah pesanan yang paling ekonomis, yaitu yang

memberikan biaya total terendah dapat diketahui dengan membandingkan biaya

total dari setiap frekuensi pesanan.

Cara lain untuk memperoleh EOQ adalah dengan pendekatan matematika,

dikenal dengan istilah cara formula. Beberapa notasi yang digunakan dalam model

ini adalah sebagai berikut (Herjanto; 2008: 246, 248):

D = jumlah kebutuhan barang (unit / tahun)

S = biaya pemesanan atau biaya set up (rupiah / pesanan)

h = biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang)

C = harga barang (rupiah / unit)

H = h x C = biaya penyimpanan (rupiah / unit / tahun)


(56)

Q = jumlah pemesanan (unit / pesanan)

F = ferekuensi pemesanan (kali / tahun)

T = jarak waktu antar pesanan (hari)

Biaya pemesanan per tahun dapat dicari dengan rumus:

= frekuensi pesanan x biaya pesanan

Biaya penyimpanan per tahun dapat dicari dengan rumus:

= persediaan rata – rata x biaya penyimpanan

EOQ terjadi bila biaya pemesanan = biaya penyimpanan, dapat dicari

dengan rumus:

Jangka waktu pemesanan dapat dicari dengan rumus:

2. Continuous Review System

Menurut Rangkuti (2007: 93 - 94) model persediaan ini digunakan apabila

jumlah persediaan yang terdapat di dalam stok berkurang terus, maka perusahaan

harus menentukan batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan

sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan. Jumlah yang diharapkan tersebut

dihitung selama masa tenggang dan mungkin dapat ditambahkan safety stock.


(57)

Jumlah pesanan yang dilakukan untuk setiap pemesanan adalah selalu sama dan

jumlahnya berdasarkan perhitungan EOQ (Krajewsky, et. al; 2007: 457).

Rumus yang digunakan dalam model ini adalah:

Titik pemesanan = (d x L) + SS

Dimana:

d = tingkat permintaan

L = masa tenggang (lead time)

SS = persediaan pengaman (safety stock), yang didapat dengan rumus:

SS = Z x

Z = simpangan baku

= standar deviasi permintaan

3. Lot for Lot (LFL)

Model Lot for Lot (LFL) atau dikenal juga sebagai metode persediaan

minimal. Herjanto (2008: 289) menjelaskan bahwa jumlah pesanan sesuai dengan

jumlah yang sesungguhnya diperlukan, sehingga menghasilkan tidak ada

persediaan yang disimpan dan biaya yang timbul hanya berupa biaya pemesanan

saja. Lot size ditentukan sama dengan besarnya kebutuhan untuk setiap periode

tertentu, misalnya setiap minggu. Biaya total persediaan dihitung dengan rumus:

Biaya Total Persediaan = Biaya pemesanan – Biaya penyimpanan

Tidak adanya persediaan yang disimpan jika menggunakan model LFL,

maka besarnya nilai biaya total persediaan adalah sama dengan besarnya nilai dari

biaya pemesanan. Penggunaan model LFL ini, biasanya akan mengakibatkan


(58)

biaya pemesanan tahunan akan membesar karena intensitas atau frekuensi

pemesanan yang begitu tinggi atau sering dilakukan.

4. Part Period Balancing (PPB)

Model Part Period Balancing (PPB) dijelaskan oleh Herjanto (2008: 290)

merupakan salah satu pendekatan dalam menentukan lot size untuk kebutuhan

material yang tidak seragam, yang bertujuan memperkecil total biaya bahan baku.

Model ini tidak menjamin diperolehnya biaya total yang minimum. Lot size dicari

melalui pendekatan Economic Part Period (EPP), yaitu dengan membagi biaya

pemesanan dengan biaya penyimpanan per unit per periode, dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Kebutuhan diakumulasi periode demi periode sampai mendekati nilai EPP.

Akumulasi yang paling mendekati nilai EPP merupakan lot size yang dapat

memperkecil biaya bahan baku.

5. Period Order Quantity (POQ)

Model Period Order Quantity (POQ) dijelaskan oleh Herjanto (2008: 292)

merupakan pengembangan dari teknik EOQ untuk jumlah permintaan yang tidak

sama dalam beberapa periode. Rata – rata permintaan digunakan dalam model

EOQ untuk mendapatkan rata – rata jumlah barang setiap kali pemesanan. Angka

ini selanjutnya dibagi dengan rata – rata jumlah permintaan per periode dan

hasilnya dibulatkan. Angka terakhir menunjukkan jumlah periode waktu yang

dicakup dalam setiap kali pemesanan.


(59)

Rumus yang dapat digunakan sebagai berikut:

Dimana: POQ = period order quantity

S = biaya pemesanan

D = rata – rata kebutuhan

H = biaya penyimpanan

Keunggulan kebijakan POQ dibandingkan kebijakan EOQ adalah dalam

mengurangi biaya penyimpanan bahan baku bila kebutuhan tidak seragam, karena

dengan POQ, bahan baku yang berlebih dapat dihindari.

3.5.2.2. Analisis Model Persediaan Probabilistik

Model persediaan probabilistik yang digunakan untuk menganalisis data

kuantitatif dalam penelitian ini adalah:

1. Single Period Model

Rangkuti (2007: 104 – 105) menjelaskan bahwa analisis single period

model umumnya difokuskan pada dua jenis biaya yaitu biaya akibat kehilangan

penjualan dan biaya ekses. Pada umumnya, kehilangan penjualan adalah laba yang

tidak realistis per unitnya, yaitu:

C shortage = Cs = pendapatan per unit – biaya per unit


(60)

Biaya ekses adalah biaya yang ditimbulkan akibat masih adanya barang

yang tersisa dalam suatu periode. Biaya ekses dapat dihitung melalui:

C ekses = Ce = biaya per unit – nilai salvage per unit

Timbulnya biaya – biaya akibat barang – barang sisa, maka salvage akan

negatif sehingga dapat mengakibatkan peningkatan biaya ekses per unit. Tujuan

model ini adalah mengidentifikasi kuantitas pesanan atau tingkat persediaan yang

dapat meminimalkan ekses jangka panjang dan biaya kehilangan penjualan.

Biaya kehilangan penjualan dan biaya ekses digunakan untuk mengetahui

rasio tingkat pelayanan. Tingkat pelayanan merupakan pendekatan perhitungan

untuk mendapatkan tingkat persediaan yang optimal. Tingkat pelayanan atau

sevice level (SL) adalah kemungkinan bahwa permintaan kemungkinan tidak akan

melebihi tingkat persediaan dan perhitungan tingkat pelayanan ini merupakan

kunci untuk menentukan tingkat persediaan yang optimal (So) (Stevenson; 2005:

514). Tingkat pelayanan dapat dihitung dengan rumus:

Cs SL = Cs + Ce

Tingkat persediaan optimal (So) pada tingkat pelayanan yang diinginkan

(SL) dapat dicari dengan menggunakan rumus:

So = Permintaan rata – rata + (Z(SL) x Z pemintaan)

2. Periodic Review System

Reid dan Sanders (2005: 444) menjelaskan analisis persediaan periodic

review system memerlukan adanya pemeriksaan dan pengisian kembali persediaan

di Toko Raja Buah Segar secara berkala dalam hitungan hari sesuai dengan masa


(1)

129

Lampiran 8. Lanjutan

Rata-rata

Permintaan per

Hari (Kg)

T+LT

SS

(Kg)

TI

(Kg)

Jenis Produk

1 2

3

4=(1x2)+3

T (5)

Semangka Merah

27.02

5

50.12

185.22

Alpukat Mentega

9.5

5

20.04

67.54

Anggur Autumn Royal

11.71

5

25.72

84.27

Jeruk Ponkam

92.11

5

211.62

672.17

Kurma Medjol USA

10.49

5

44.50

96.94

Lengkeng Bangkok

26.08

5

58.82

189.22

Apel Fuji Yoyo

Blush

46.7 5

738.62

972.12

T (6)

Semangka Merah

27.02

6

54.82

216.94

Alpukat Mentega

9.5

6

21.92

78.92

Anggur Autumn Royal

11.71

6

28.13

98.39

Jeruk Ponkam

92.11

6

231.45

784.11

Kurma Medjol USA

10.49

6

48.67

111.60

Lengkeng Bangkok

26.08

6

64.34

220.82

Apel Fuji Yoyo

Blush

46.7 6

807.87

1,088.07

T (9)

Kurma Medjol USA

10.49

9

59.59

153.99

T (10)

Kurma Medjol USA

10.49

10

62.77

167.65

T (11)

Kurma Medjol USA

10.49

11

65.95

181.32

T (12)

Kurma Medjol USA

10.49

12

68.73

194.59

T (14)


(2)

Lampiran 9. Perhitungan Frekuensi Pemesanan untuk Setiap Periode Pemeriksaan

(T)

Periodic Review System

FP FP FP FP FP FP FP FP FP

No. Jenis

Produk

Jumlah Hari

Penjualan

T (2)

T (3)

T (5)

T (6)

T (9)

T (10)

T (11)

T (12)

T (14)

1

Mangga Gincu Super

219

110 73 -

-

- - - - -

2

Mangga Harum Manis

129

65 43 - -

-

-

- - -

3 Salak

Pondoh

349

175 116 -

-

-

-

- - -

4 Pisang

Cavendish

285

143 95 -

-

-

-

- - -

5 Semangka

Merah

363

182

121

73

61 - - -

6 Alpukat

Mentega

278

139

93

56

46 - - -

7 Durian

Monthong

204

102 68 -

-

-

-

- - -

8

Anggur Autumn Royal

313

157

104

63

52 - - -

9 Jeruk

Ponkam

203

102

68

41

34 - - -

10 Kurma Medjol USA

89

45 30 18 15 10 9 8 7 6

11 Cherry

Merah

110

55 37 - -

-

-

- - -

12 Lengkeng

Bangkok

338

169

113

68

56 - - -

13 Apel Fuji Yoyo

Blush

246

123

82

49

41 - - -


(3)

Lampiran 11. Buah yang Mendapat Perlakuan Pasca Panen

Perlakuan Pasca Panen No Jenis Buah Pengecilan

Ukuran Pengupasan Pengemasan

1 Apel Jepang Mutzu - - Menggunakan

plastik wrap

2 Apel Jepang Kinsei - - Menggunakan

plastik wrap

3 Apel Malang Cherry - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

4 Anggur Red Globe USA - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

5 Anggur Crimson Seedless - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

6 Anggur Calmeria - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

7 Anggur Thomson - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

8 Anggur Summer Royal - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

9 Anggur Mutiara - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

10 Pear Singkau Korea - - Menggunakan

plastik wrap

11 Pear Anjau Hijau - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

12 Pear Anjau Merah - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

13 Jeruk Shantang Daun - -

Menggunakan jaring khusus buah

14 Jeruk Santang - -

Menggunakan jaring khusus buah


(4)

Lampiran 11. Lanjutan

Perlakuan Pasca Panen No Jenis Buah Pengecilan

Ukuran Pengupasan Pengemasan

15 Jeruk Pamelo Malaysia - - Menggunakan

plastik wrap

16 Jeruk Pamelo Bangkok - - Menggunakan

plastik wrap

17 Jeruk Grape Fruit Red - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

18 Dragon Fruit - - Menggunakan

plastik wrap

19 Dragon Fruit Merah - - Menggunakan

plastik wrap

20 Jambu Apel Rose Bangkok - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

21 Terong Belanda - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

22 Mathoa - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

23 Durian Pungmane

Saat buah buah sudah terlalu

matang atau ukuran buah terlampau besar

ataupun saat dibeli dapat langsung dibelah

sesuai permintaan

pelanggan

Saat buah buah sudah terlalu

matang atau ukuran buah terlampau besar

ataupun saat dibeli dapat langsung dikupas

sesuai permintaan

pelanggan

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap atau hanya plastik wrap saja

24 Pepino Ungu - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

25 Jambu Cincalo Hijau - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

26 Jambu Lilin Merah - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap


(5)

Lampiran 11. Lanjutan

Perlakuan Pasca Panen No Jenis Buah Pengecilan

Ukuran Pengupasan Pengemasan

27 Belimbing Dewi - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

28 Melon

Saat buah rusak sebagian atau ukuran buah terlampau besar - Dikemas saat buah rusak sebagian atau ukuran buah terlampau besar dan dikemas menggunakan plastik wrap

29 Melon Orange

Saat buah rusak sebagian atau ukuran buah terlampau besar - Dikemas saat buah rusak sebagian atau ukuran buah terlampau besar dan dikemas menggunakan plastik wrap

30 Pepaya Bangkok

Saat buah buah sudah terlalu matang atau rusak sebagian ataupun saat dibeli dapat langsung dibelah sesuai permintaan pelanggan

Saat buah buah sudah terlalu matang atau rusak sebagian ataupun saat dibeli dapat langsung dikupas sesuai permintaan pelanggan Menggunakan styrofoam dan plastik wrap atau hanya plastik wrap saja

31 Pepaya California

Saat buah buah sudah terlalu matang atau rusak sebagian ataupun saat dibeli dapat langsung dibelah sesuai permintaan pelanggan

Saat buah buah sudah terlalu matang atau rusak sebagian ataupun saat dibeli dapat langsung dikupas sesuai permintaan pelanggan Menggunakan styrofoam dan plastik wrap atau hanya plastik wrap saja

32 Sawo - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap


(6)

136

Lampiran 11. Lanjutan

Perlakuan Pasca Panen No Jenis Buah Pengecilan

Ukuran Pengupasan Pengemasan

33 Cherry Kuning - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

34 Nanas Palembang

Saat buah buah sudah terlalu

matang atau rusak sebagian

ataupun saat dibeli dapat langsung dibelah

sesuai permintaan

pelanggan

Saat buah buah sudah terlalu

matang atau rusak sebagian

ataupun saat dibeli dapat langsung dikupas

sesuai permintaan

pelanggan

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap atau hanya plastik wrap saja

35 Durian Chanee

Saat buah buah sudah terlalu

matang atau ukuran buah terlampau besar

ataupun saat dibeli dapat langsung dibelah

sesuai permintaan

pelanggan

Saat buah buah sudah terlalu

matang atau ukuran buah terlampau besar

ataupun saat dibeli dapat langsung dikupas

sesuai permintaan

pelanggan

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap atau hanya plastik wrap saja

36 Semangka Kuning

Saat buah rusak sebagian atau

ukuran buah terlampau besar

-

Dikemas saat buah rusak sebagian atau ukuran buah terlampau besar dan dikemas menggunakan plastik wrap

37 Salak Madu - -

Menggunakan jaring khusus buah

38 Salak Gula Pasir - -

Menggunakan jaring khusus buah

39 Duku Palembang - -

Menggunakan styrofoam dan plastik wrap

40 Rambutan Rapiah - - Menggunakan