Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken, 2007.
USU Repository © 2009
bila diterapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UUPK yang baru, seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan kalusula yang
merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus ada peraturan perundang-undangan yang jelas.
19
D. PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM HUKUM PERDATA
Hukum Keperdataan secara substansial merupakan area hukum yang sangat luas dan paling dinamis. Keluasan hukum keperdataan sekilas segera tampak dari
judul-judul buku dalam KUH Perdata dan KUHD. KUHD merupakan lex specialis, sementara KUH Perdata adalah lex generalis-nya. Dalam asas hukum dikatakan, jika
terjadi perselisihan pengaturan antara Undang-undang yang khusus dan Undang- undang yang lebih umum, maka yang khusus inilah yang digunakan lex specialis
derogat lege generalis. Dalam KUH Perdata memang sama sekali tidak pernah disebut-sebutkata
“konsumen”. Istilah lain yang sepadan dengan itu adalah seperti pembeli, penyewa, dan si berutang debitur. Pasal-pasal yang dimaksud adalah:
1. Pasal 1235 jo. Pasal 1033, 1157, 1236, 1365, 1444, 1473, 1474, 1482,
1550, 1560, 1706, 1744: “Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaksud
kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan”.
19
Shidarta, op.cit. hal 58-65
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken, 2007.
USU Repository © 2009
Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibatnya mengenai hal ini akan ditunjuk
dalam bab-bab yang bersangkutan. 2.
Pasal 1236 jo. Pasal 1235, 1243, 1264, 1275, 1391, 1444, 1480:
“Si berutang adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang, jika ia membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu untuk
menyerahkan keadaannya, atau tidak merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya”.
3. Pasal 1504 jo. Pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504 sd 1511:
“Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tidak sanggup untuk pemakaian yang
dimaksudkan itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membeli barangnya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang
kurang”. Ketentuan dalam KUH Perdata diatas, jelas masih terlalu umum untuk
mengantisipasi perkembangan bidang hukum perdata yang sangat dinamis itu. Dinamika yang dimaksud dapat diamati dari makin banyaknya bentuk-bentuk
perjanjian yang dibuat oleh para pihak individu dan individu, atau lembaga dan lembaga, atau individu dan lembaga. Dinamika hukum perdata ini disadari pula oleh
perancang KUHPerdata pada abad ke-19, antara lain dengan mencantumkan kriteria perjanjian yang bernama benoemd, specifieddan tidak bernama onbenoemd,
unspecified. Dalam KUH Perdata , perjanjian bernama ini diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII dan juga dalam KUHD. Diluar itu adalah perjanjian tidak
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken, 2007.
USU Repository © 2009
bernama. Dapatlah dibayangkan, betapa banyak jenis-jenis perjanjian yang belum diatur ketiga belas itu. Salah satunya tentunya adalah perjanjian yang menjadi
pembahasan dalam tulisan ini yakni mengenai Multi Level Marketing.
Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, aspek perjanjian ini merupakan factor yang sangat penting, walaupun bukan factor mutlak yang harus ada. Adanya
hubungan hukum berupa perjanjian tentu saja sangat membantu memperkuat posisi konsumen dalam berhadapan dengan pihak yang merugikan hak-haknya. Perjanjian
ini perlu dikemukakan karena merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan. Perikatan dapat bersumber dari perjanjian dan Undang-undang Pasal 1233
KUH Perdata. Dalam hukum positif Indonesia, masalah perikatan secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata. Perikatan dalam kodifikasi hukum itu adalah
perikatan dalam lapangan hukum kekayaan. Artinya, perikatan tersebut dikaitkan dengan hak-hak tertentu yang mempunyai nilai ekonomis. Jika hak itu tidak dipenuhi,
ada konsekuensi yuridis untuk menggantinya dengan sejumlah uang tertentu. Jadi disini selalu terkait kepentingan ekonomis geldelijke belang, bukan sekedar
kepentingan moral kesusilaanzedelijke belang. Pengaturan perikatan dalam KUHPerdata merupakan pengaturan secara
umum saja. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1319 KUHPerdata. Pengaturan yang
bersifat umum tersebut dengan demikian juga mengingat perikatan-perikatan yang dibuat dalam dunia perdagangan, khususnya yang diatur dalam KUHD. Hal ini
ditegaskan pula dalam Pasal 1 KUHD: “KUHPerdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur dalam Kitab Undang-undang ini, sekedar didalam kitab Undang-undang ini
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken, 2007.
USU Repository © 2009
tidak diatur secara khusus menyimpang. Anak kalimat terakhir dari Pasal tersebut mengisyaratkan berlakunya asas “lex specialis derogat lege generali”.
Dengan demikian dalam transaksi konsumen, baik produsen maupun konsumen keduanya dapat saja berdiri dalam posisi sebagai kreditur atau debitur,
tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Agar perjanjian itu memenuhi harapan kedua pihak, masing-masing perlu memiliki itikad baik untuk memenuhi prestasinya
secara bertanggung jawab. Hukum disini berperan untuk memastikan bahwa kewajiban itu memang dijalankan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan
kesepakatan semula. Jika terjadi pelanggaran dari kesepakatan itu, atau yang lazim disebut wan prestasi, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhannya
berdasarkan perjanjian tersebut. Penuntutan ini ditegaskan dalam Pasal 1338 Ayat 1 KUHPerdata. Pasal 1338 tersebut memberikan kesempatan untuk diadakan gugatan
kehadapan pengadilan. Pengadilanlah yang akan memutuskan apakah gugatan tersebut dapat dibenarkan. Tidak semua jenis perikatan yang bersumber dari
perjanjian itu dapat dituntut pemenuhannya. Hukum hanya mencakupi perikatan yang memenuhi syarat yang dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1320.
Dalam kaitan dengan Hukum Perlindungan Konsumen, kategori kedua yaitu perbuatan melawan hukum sangat penting untuk dicermati lebih lanjut, karena paling
memungkinkan untuk digunakan oleh konsumen sebagai dasar yuridis penuntutan terhadap lawan sengketanya. Sepanjang unsur-unsur Pasal 1365 KUHPerdata
terpenuhi, yaitu: ada kesalahan yang dilakukan pihak lain atau tergugat, ada kerugian yang diderita si penggugat dan ada hubungan kualitas antara kesalahan dan
kerugian itu. Kesempatan konsumen untuk menuntut pemenuhan hak-haknya
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken, 2007.
USU Repository © 2009
senantiasa terbuka. Masalah lain yang timbul dalam lapangan hukum perdata berkenaan dengan Perlindungan Konsumen justru dalam rangka membagi beban
pembuktiannya. Asas penerapan, asas pembalikan beban pembuktian omkering van bewijslast seperti dianut dalam Pasal 19, 22, 23, dan 29 UUPK tentu merupakan
langkah maju, sekalipun masih perlu diuji, sejauh mana dapat dilaksanakan dalam praktek.
20
20
Shidarta, op.cit. hal 79-84
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken, 2007.
USU Repository © 2009
BAB III SISTEM MULTI LEVEL MARKETING
Dilihat dari berbagai ciri dari sistem Multi Level Marketing ini, ada beberapa hal yang menurut hemat penulis memberikan pesona atau daya tarik kepada mereka
yang belum mendapatkan pekerjaan, atau mereka yang sudah bekerja, dan ingin menambahpenghasilannya. Karena penghasilan besar di dapat tiap bulannya. Dengan
bekerja di sebuah perusahaan konvensional, baik swasta maupun negeri, belum menjamin peningkatan taraf hidup yang diharapkan. Karena rendahnya tingkat gaji
bagi para pekerja di Indonesia. Ditambah lagi, dalam suatu sistem Multi Level Marketing MLM semua
orang berpeluang untuk mencapai jenjang tinggi dengan waktu yang relatif singkat. Menurut pakar dan pemerhati bisnis MLM di Indonesia, Andreas Harefa, untuk
mencapai jenjang Diamond salah satu jenjang dalam sistem Multi Level Marketing, umumnya dibutuhkan sekitar 4-10 tahun. Sedangkan untuk mencapai jenjang
Direktur atau CEO Chief Executief Officer dalam perusahaan konvensional, dibutuhkan 15-30 tahun.
Bisnis Multi Level Marketing adalah bisnis dengan modal seadanya. Bisnis MLM hanya membutuhkan dana awal yang minimal sangat kecil. Untuk bergabung
dengan usaha MLM, pada umumnya modal awal yang harus dikeluarkan berupa pembelian Formulir Pendaftaran berikut informasi awal disebut dengan Starter Kit,